Proud of you.

Naura bangun dengan kabar yang kurang mengenakkan. Pasalnya, tadi pukul 05 pagi, di hari bahagianya dalam perkuliahan. Dirinya harus mendengar kabar buruk bahwa Akbar tidak bisa menemaninya.

Mendadak, Akbar menelfon Naura dan mengabarkan kalau opa atau kakeknya masuk rumah sakit. Membuat dirinya terpaksa harus menuju ke tempat opanya saat itu juga.

Sedih memang, tapi Naura lebih mengkhwatirkan keadaan dari Opanya Akbar tersebut.

Pagi tadi, saat mendengar suara Akbar, Naura sudah memastikan bahwa laki-laki itu panik bukan main. Naura paham dia panik karena opa Omar adalah orang yang telah dia anggap sebagai orang tuanya sendiri selama dia hidup.

Ibaratnya, sudah seperti separuh hidupnya.

“Maaf aku ngga bisa nemenin kamu ya, Nau?” Ucapnya meminta maaf dengan sedikit suara isakan yang terdengar.

“No, ngga ngga, ngga perlu minta maaf. Kamu malah harus kesana, opa kamu itu prioritas pertama, bukan aku.”

“Aku janji bakalan balik secepatnya, setidaknha sampe opa aku pulih, nanti aku temuin kamu lagi ya?”

Naura mendengar itu seperti merasa bersalah kepada Akbar. Tak seharusnya Akbar meminta maaf kepada Naura karena menomor sekiankan kepentingan Naura hari ini.

“Akbar, hei, tenang dulu, kamu udah beli tiket kan? Go ahead, aku gapapa disini masih banyak yang lainnya. Kita bisa berhubungan juga lewat facetime atau yang lainnya, zaman udah canggih kok. Kamu kabarin aku nanti kalo misalnya udah mau flight atau udah tiba disana ya?” Ucap Naura, setidaknya mencoba untuk menenangkan.

“Kamu ngga berhak merasa bersalah sama aku, yang harusnya malah aku yang minta maaf karena buat kamu masih mikirin aku padahal masih ada prioritas yang lebih penting daripada aku.”

Akbar terdiam dibalik sambungan telfon, tidak ada pembicaraan apapun lagi yang terdengar disana.

“Sekarang, bangunin ezra atau mau aku telfonin Kayla minta tolong anterin kamu ke bandara? Jangan nyetir ya please, kamu lagi panik, aku malah takut kamu kenapa-kenapa.”

“Aku naik taxi aja, Nau—Aku ngga enak kalo gangguin mereka.”

Salah satu yang Naura benci terhadap Akbar adalah sifat tidak enakannya, dia terlalu mementingkan orang lain, padahal disatu sisi dirinya juga butuh bantuan. Tapi Naura tidak ingin membahasnya karena keadaan tidak memungkinkan.

“Yaudah hati-hati, kabarin kalo udah boarding dan nyampe disana ya? Aku tunggu kabarnya.”

“Iya, kamu juga kabarin kalo kamu udah mau mulai sidang ataupun hasilnya gimana ya, Nau.” Ucapnya.”Goodluck, sayang.”

Jadwal sidang Naura hari ini dilaksanakn pada pukul 10.00 pagi. Saat ini, Naura sudah berada dikampus ditemani oleh Kayla, dan juga beberapa temannya.

“Udah rileks aja, gue yakin lo bisa ngadepin segala macam pertanyaan dosen penguji.” Ucao Kayla

Naura hanya mengangguk, berusaha meyakinkan dirinya sendiri kalau dia bisa. Sesuai yang Akbar katakan sebelum pergi tadi. “Naura bisa, Naura harus yakin pasti bisa.”

Setelah waktu menunjukkan pukul 09.45, Naura diminta masuk untuk menunggu para jajaran dosen pembimbing dan dosen penguji skripsinya.

Diluar teman-temannya yang sudah berkumpul pun sibuk memberikan semangat.

Naura menjalankan sidangnya dengan lancar jaya, dirinya bisa mengatasi segala macam pertanyaan yang diberikan oleh penguji. Saat ini, Naura sudah berada di tempat terpisah sambil menunggu hasil dari ujiannya.

Walaupun dirinya yakin, tapi banyak ketakutan yang ada dalam dirinya.

Jantungnya seakan-akan hendak lepas saat salah satu dosen memanggil dirinya untuk kembali masuk. Dengan muka yang super serius, para dosen menjelaskan revisian-revisian yang harus dikerjakan.

“Ini kalo banyak revisi ini gimana nih pak? Bu?” Ucap salah satu dosen penguji.

Naura hanya bisa diam, dan menatap kosong kearah depan. Tidak merespon apapun, hanya pasrah menerima apapun hasilnya.

Pintu ruangan terbuka, menampilkan Naura keluar dengan deraian air mata. Kayla yang berada didepan sana langsung menyambut Naura dan memeluknya.

“Nau—“ Bisiknya.

“Gue—gue…gue lulus huhu”

Suara sorakan terdengar jelas dari lingkaran mereka. Semua teman yang mengenal Naura berkumpul untuk memberikan selamat karena telah berhasil menyelesaikan tahap terakhir di perkuliahan.

“Nau, ini sini dulu deh.”

“Ih apasih gue lagi nang—“ Naura menghentikan omongannya saat melihat seseorang disalah satu layar ipad menampilkan senyum termanis yang dirinya punya.

“Nau, jangan nangis dong, aduh coba aku disana aku pasti bisa melukin kamu terus disana. Nau, congratulation for you achievement ya? Naura keren banget? Pacarku keren banget, pacarku hebat banget! I’m really proud of you—“

Naura kembali menangis mendengar kata-kata tersebut. Membuat yang lainnya langsung mengolok-ngolok Akbar karena telah membuat Naura menangis kembali.

Naura menangis bukan karena sedih, tapi dirinya seperti merasa menjadi manusia paling beruntung saat ini, karena dikelilingi orang yang baik, yang sayang dengan dirinya. Ternyata segala kejadian buruk yang menimpa Naura di masa lalu sekarang telah digantikan oleh kebahagiaan yang melimpah ruah. Rasanya, Naura seperti tidak berhak untuk mendapatkan ini semua.

Am i deserve all of this?

Ezra yang sedaritadi hanya memperhatikan kemudian langsung menghampiri Naura yang masih berbicara dengan Akbar.

“Nau, daripada nangis mulu, lo kesinian deh.” Naura pun mengikuti arahan Ezra.

Ezra kemudian memberikan 1 bucket bunga besar, 1 paper bag dan 1 kotak yang dibungkus dengan kertas kado. “Dari lo?”

“Ya ngga lah, noh dari pacar lo.”

Naua langsung kembali menatap layar ipad yang masih menampilkan Akbar disana.

“Akbar???? Kan udah janji buat ngga im—“

“Iya ini aku janji ngga bakal implusif lagi, yaampun Nau ini satu kali seumur hidup kamu lulus kuliah sarjana, masa aku ngga kasih apa-apasih, please oke jangan ditolak pokoknya harus diterima. Once again, Congratulation love, i love youuuuu—“