Salah paham atau benar adanya?

Setelah tidak mendapat balasan apapun dari Akbar kekhawatiran dari Naura benar-benar memuncak.

Apalagi, setelah dia kembali sadar, semua yang terjadi kali ini kembali menjadi salahnya.

Dia sadar dia egois, dia sadar sama semua perlakuannya pada Akbar.

Dia sadar kalau memang letak salahnya ada pada dirinya sendiri.

Sore itu, setelah menyelesaikan kelas, Naura memohon dengan sangat kepada Kayla untuk mengantarkannya ke kosan yang ditempati oleh Akbar saat ini.

“Nau? Lo khawatir kan?” Tanya kayla ditengah fokusnya memecah kemacetan sore hari.

“Udah, cepet aja nyetirnya, ntar kalo ada yang jualan buah sekalian mampir terus kalo lewat indoapril juga sekalian mampir ya.”

“Bawel banget, gue jajanin coklat ya tapi.”

“Gue jajanin lo satu indoapril kalo lo nyetirnya ngga kaya siput.” Tegas Naura.


Setelah membeli segala kebutuhan untuk Akbar, Naura kembali masuk kedalam mobil dan sesekali mengecek ponselnya untuk memastikan ada atau tidak pesan balasan dari Akbar.

Namun nihil, tidak ada sama sekali pesan balasan yang diterimanya.

“Gimana? Udah ada balasan?” Tanya Kayla

Naura menggeleng, “Belum, kita kesana aja. Gue takut kenapa-napa si Akbar, mana si ezra tadi ngga langsung balik.”

“Ya ditelfon coba.”

Naura menggeleng, “Ngga ah.”

“Dasar cewe gengsian!”

Setelah menempuh perjalanan selama 5 menit, sekarang Naura telah tiba di rumah bertingkat berwarna cokelat tersebut.

“Lo tau kamarnya?”

“Tau.” Jawab Naura cepat.

“Buset, sampe kamarnya aja udah tau.”

“Heh! Jangan macem macem pikirannya, gue juga sering dibawa abang gue kesini, lagian disini ezra kan temen gue juga jadi ngga pernah berduaan.”

“Iyaiya buset, lengkap bener kaya klarifikasi infotainment

Naura hanya mengolok kayla atas kata katanya tersebut, “Lo mau nunggu disini apa ikut?”

Kayla menggeleng, “gue disini aja, gue takut ngeliat adegan bucin.”

“Yaudah pulang aja.”

“Dih kaga berterimakasih banget?” celetuk Kayla

“Kan itu udah gue traktir cokelat kan? Itu tuh tanda terimakasih?”

Kayla berdecak, “pinter amat ngelesnya.”

Setelah menyelesaikan perdebatan dengan kayla, Naura kemudian langsung melangkahkan kakinya masuk kedalam kosan tersebut tentunya setelah mendapat izin dari sang penjaga kosan yang selalu ada didepan pos kosan tersebut.

Dengan wajah cerahnya, Naura mempercepat langkahnya menuju kamar Akbar dengan menenteng 1 bungkus kantong plastik yang berisi buah, beberapa makanan serta beberapa obat yang dia beli tadi.

Namun, saat posisinya hanya berjarak satu kamar dari kamar Akbar, Naura menghentikan langkahnya karena dia mendengar suara isak tangis dari seseorang.

Bukan, ini bukan konten horror, tapi sumber suaranya malah berasal dari kamar Akbar.

Hal itu membuat Naura dengan cepat melanjutkan langkahnya menuju ke depan pintu kamar Akbar yang sudah terbuka daritadi.

Dan, lagi-lagi Naura kembali mematung ditempat kemudian memundurkan langkahnya sedikit demi sedikit.

Laki-laki yang menjadi sahabatnya sejak awal berkuliah itu memang sedang tidak baik-baik saja.

”Di, dia satu-satunya yang gue punya di, dia yang besarin gue dari kecil, sekarang gue mau liat dia, tapi kenapa ngga boleh, di..hiks—“ Ringis Akbar

”Akbar, gue disini, kita berdua sama sama berdoa buat kakek lo ya? Tenang ya bar, ada gue disini.”

Percakapan itu terdengar oleh Naura yang masih diam tak berkutik.

”katanya ngga ada lagi yang tau, ternyata bohong ya bar?” batinnya.

Ntah apa yang membuatnya diam, apa mungkin karena dia terlalu terkejut melihat Akbar berpelukan dengan perempuan lain?

Secara tak sadar, Naura menjatuhkan plastik yang dia bawa, dan membuat kedua insan yang sedang berpelukan itu melihat kearah luar.

Namun kecepatan lari Naura terlalu cepat sehingga kedua orang itu tidak tahu siapa yang ada dibalik hal tersebut.

“Kay, ayo kita pulang kay..”

“Nau, kok cepet banget?”

”I thought he finally find someone better than me, kay.” Ucap Naura sambil memeluk Kayla yang ada disampingnya.