Worried.

“Berarti waktu dia nyamperin gue pagi-pagi itu dia lagi demam? Ih kenapasih itu anak!”

Naura dengan bergegas langsung membereskan barang-barangnya yang berserakan di meja gazebo setelah mendengar kabar kalau Akbar sakit sejak semalam dari Ezra.

Pantas saja, biasanya Akbar selalu menelfon untuk sekedar mengucapkan “Selamat malam, mimpi indah.”

Namun untuk semalam, dirinya tidak melakukan hal tersebut. Naura awalnya tidak mau ambil pusing karena dia pikir kalau pacarnya tersebut hanya sedang ketiduran, apalagi tidak membalas pesannya sejak jam 8 Malam.

Dan ternyata, sore hari ini dia baru tahu kalau Akbar demam tinggi. Itupun setelah dirinya memaksa Ezra untuk memberi tahukan keadaan Akbar, karena setaunya, terakhir mereka berkomunikasi Akbar bilang akan melakukan bimbingan bersama Ezra di hari ini.

Walaupun Ezra dengan susah payah tidak memberitahu Naura karena suruhan Akbar, Ezra akhirnya mengaku kalah dan memberikan informasi terkait Akbar yang sedang sakit saat ini, membuat raut wajah wanita itu langsung berubah seketika dan langsung meminta Ezra untuk mengantarkan ke kosan Akbar yang juga kost dari Ezra.

Setelah sampai, Naura dengan tergesa-gesa menaiki tangga kosan tersebut, dia datang tanpa memberitahukan Akbar sebelumnya.

Marah? Tentu saja. Dia bahkan seperti tidak dianggap oleh Akbar dalam keadaan seperti ini.

“Nau, pelan-pelan anjir nanti kalau lo jatoh gue yang dimarahin Akbar, hadeh.” Ezra berusaha menghentikan langkah Naura yang terkesan sangat buru-buru.

Naura memberhentikan langkahnya, “Zra, dia udah demam dari semalem, terus ngga kasih tau gue? Gue khawatir lo paham ngga sih?”

“Iya gue tau.” “Tapi Akbar ngga sakit parah, Nau.”

“Lo ngga ngerti.” Naura memotong

“Dia selalu berusaha selalu ada buat gue, tapi gue? Bahkan dia sakit aja gue ngga tau.” Lanjutnya.

Ezra langsung menghentikan niatnya untuk menjawab Naura, berdasarkan pengalamannya cewe kalau udah ngomel, jangan dijawab lagi, diemin aja nanti cape sendiri.

“Iya oke, tapi hati-hati, gue males diomelin Akbar kalo lo jatoh pokoknya.”

“Gue omelin balik dia kalo berani ngomelin lo.”

- Setelah menaiki anak tangga yang super banyak, sampailah Naura didepan kamar berpintu warna abu-abu ini.

Naura kemudian langsung mengetuk pintu tersebut, terdengar suara deheman dari dalam ruangan tersebut.

“Masuk aja zra, ngga gue kunci, biasanya lo main asal masuk aja.”

Mendengar suara yang parau dan lemah tersebut, Naura langsung memutar knop pintu dan membuka perlahan pintu tersebut.

“Udah selesai lo—Eh? Nau?”

“Akbar….” Naura dengan suara lemahnya pula berdiri didepan pintu, menatap laki-laki yang sedang berbaring dengan kompresan bye bye fever di jidatnya.

Akbar melihat hal tersebut, langsung dengan cepat berdiri menghampiri Naura yang dalam hitungan ke- 1 2 3, menangis.

“Naaaaau, kenapa nangis? Ngga ngga aku ngga apa apa, liat aku sehat. NAAAU, aduh ezra lo tuh—“ Akbar berusaha menenangkan Naura, namun tetap hendak mengomeli Ezra yang bocor informasi.

Hiks, kenapa ngga bilang…”

Akbar langsung memeluk tubuh yang lebih kecil dari dirinya, berusaha menenangkan perempuan yang terlihat sangat khawatir, dia kemudian melihat smartwatch yang ada di tangannya, untuk melihat tanggal hari ini.

Pantas saja, wanita yang ada dalam dekapannya yang dapat dibilang jarang banget nangis ini sedang fase merah, maka dari itu saat pertama kali melihat Akbar terbaring lemah di kasurnya, dia tiba-tiba sensitif dan menangis karena sedih.

“Hei, stop, jangan nangis. Liat aku ngga apa-apa.”

“Tapi itu ada bye bye fever di kepala kamu, kamu apa-apa kalo kaya gitu.”

“Demam doang.”

“DEMAM DOANG?????? DOANG KAMU BILANG?” Naura membelalakkan matanya, membuat dua laki-laki yang ada disekitarnya mundur satu langkah karena ketakutan.

“Kamu tadi pagi kekosan aku berarti dengan keadaan demam doang kamu bilang? Kamu tuh kenapasih bar ngga mau bilang?”

“Kenapa coba? Paham ngga kalau orang khawatir? Did you know that Akbar Yasha Omarro?”

Akbar hanya diam, tidak merespon apapun.

“Kenapa kamu ngga pernah ngasih aku kesempatan buat ngasih perhatian? Kenapa kamu selalu egois dan selalu mau merhatiin aku? Kamu ngga boleh gitu, kita berdua, bukan sendiri sendiri, aku selalu ngeluh kalo aku ada apa-apa sama kamu, tapi kamu ngga pernah ngasih tau aku setiap kamu yang ada apa-apa, aku tuh ap—“

Cup

Satu kecupan mendarat di pipi mulus Naura, kecupan pipi pertama yang berani Akbar berikan kepada Naura semenjak mereka berteman atau berpacaran.

Membuat Naura langsung menatap manik mata Akbar yang berada tepat didepan dirinya.

“I’m so sorry, maaf kalau aku ngga bilang, maaf kalau bikin kamu khawatir, aku cuma ngga mau jadi beban pikiran kamu aja nau, apalagi tadi aku tau kalo kamu abis dimarahin dosen..”

“Sekarang, kalau aku punya masalah orang yang paling pertama harus tau itu kamu. Okay? I promise, Nau.”

“Udah ya? Jangan nangis lagi? Pipinya merah tuh, abis nangis apa karena abis dicium?”

Ezra yang masih berdiri sana seakan-akan transparan dimata mereka berdua.

“Sorry, ini gue izin ke kamar gue dulu boleh? Ngga ngerti banget gue masih patah hati udah sun sun depan gue aja. Jangan berduaan dikamar lu berdua, yang ketiganya setan.”

“Eh?”

“YA LO BERARTI KAN ZRA? HAHAHAH.” Ucap keduanya serentak.