isaiah, rui nara what are you?

tw ; implying suicidal thoughts and action, toxic behavior, cheating.


seperti apa yang telah disampaikan oleh rui kepada malcolm bahwa ia akan bertamu. lelaki mungil itu benar benar menyambangi kediaman sang terkasih sesudah menempuh 1 jam perjalanan tanpa diantar supir sama sekali.

sesampainya pada halaman depan bangunan mewah dengan desain america classic tersebut, rui memberanikan diri untuk menekan bel yang terletak di depan tempat nya berdiri.

ting! tong! ting! tong!

pada dentingan kedua, pintu ruma terbuka otomatis dengan seorang wanita cantik paruh baya sebagai sang empunya rumah,

“iya? cari siapa ya?” tanya nya sopan.

rui tertegun. pantas isaiah sangat sopan dan ber-etika, wanita yang melahirkan nya saja terlihat begitu anggun dan memikat walaupun hanya berdiri tanpa melakukan suatu hal yang berarti.

“ah selamat sore tante, saya rui nara temannya isaiah dan malcolm. berkunjung kemari karena ingin memberikan sesuatu kepada isaiah” jawab rui dengan sopan sembari menenteng dua paper bag besar di samping kanan dan kiri tangannya.

mendengar itu yang lebih tua mempersilahkan rui masuk dengan gesture yang terbilang anggun, “oh astaga!!! ini rui? rui yang sering diceritain sama abang? rui yang udah bikin ai senyum senyum sendiri tiap hari? astagaa, ayo masuk sayang, maaf ya bunda nggak ngenalin kamu~” sahut bunda ceria, membawa rui turut serta masuk kedalam pelukannya sebelum mereka berjalan masuk ke kedalam ruang keluarga.

“ayah!!! ayah! yah ada calon mantu yah!“ 

caroline — bunda isaiah memanggil sang suami dengan antusias saat keadaan rumah sedang hening membuat rui mengembang senyum lebar.

namun ternyata bukan hanya sang suami yang turun, kedua anaknya juga ikut menghampiri di ruang keluarga “kenapa bun? ayah kira bunda kenapa napa, huft” kata ayah lega.

caroline tersenyum lembut, tangan halusnya bergerak mengusap pundak sempit rui sambil memperkenalkan lelaki manis tersebut kepada davin, “ayaaah, ini loh yang namanya rui! ini yang katanya abang sering bikin ai senyum senyum sendiri kalau ke kampus. iya kan ai?” bunda bertanya dengan ceria tanpa beban seakan tidak mampu membaca situasi yang semakin membingungkan karena isaiah terlihat tidak tertarik. dibanding isa, justru kakaknya lah yang terlihat lebih bersemangat, 

“oalaaah~ ini toh orangnya. pantes kalau begitu! manis dan perhatian” sahut ayah, tangan keriputnya turut mengusap kepala rui perlahan, “panggil ayah dan bunda saja, ya?”

rui menggangguk, “iya ayah, bunda”

“eitsss ipar, rela dateng jauh jauh cuma buat ngasih dessert box doang. ai beruntung banget dapet doi perhatian, pinter masak, pinter akademik, multitasking juga. abang kapan?” malcolm memotong romansa diantara kedua belah pihak, perutnya meronta minta diisi sejak tadi dan sepertinya dessert box yang dibawakan rui cukup menggugah selera.

rui nara bersemu mendengar itu, sedangkan isaiah? ia hanya mampu menghela napasnya sebentar tanpa memperhatikan pergerakan rui sedikitpun seperti yang biasanya ia lakukan, letupan itu seakan lenyap perlahan.

“ai naik dulu bang, bun, yah. mau kerja portofolio yang kemarin belum selesai” pamit isaiah. 

semua yang melihat kepergian si bungsu menganga tak percaya, seorang isaiah mengabaikan seseorang yang sedang ia kejar mati matian? tidak mungkin, pikir mereka.

“loh, dek—”

“bun, boleh ui nyusul ai ke kamar? ada sesuatu yang harus ui omongin sama ai” rui menghentikan gerakan caroline yang sudah akan mencegat langkah isaiah.

“kalian berdua kenapa nak? itu isaiah kenapa nggak sopan begitu? ini ada calonnya dateng kok ya main kabur kabur aja” 

rui mengusap pundak caroline halus, kemudian mengutas sepercik senyum yang terlihat sangat dipaksakan, “masalah kecil bun, biasa, salah paham ai nya”

mendengar jawaban rui membuat caroline cukup tenang, wanita paruh baya itu kemudian membiarkan rui menyusul isaiah ke kamarnya di lantai atas, “yowes, sana susulin calon mu, jangan marahan lama lama, nggak baik”

“iya bundaa~ ayah rui permisi ke atas, maell aku keatas ya?”

davin dan malcolm menggangguk, “iya ui”


ketika rui pertama kali menginjakan kakinya pada ubin pertama kamar isaiah, lelaki itu bahkan tanpa mengetuk pintu langsung mengambil langkah panjang masuk kedalam ruang pribadi isaiah, tak lupa membawa buah tangannya untuk sang dominan,

“masih marah sama aku? nggak mau ngomong terus kamu sama aku. menghindar terus. kalau kayak gini kapan masalahnya mau selesai?” kata yang lebih pendek dengan nada lirih nan putus asa.

namun bak menutup telinga dengan sebongkah batu besar, isaiah tidak menghiraukan satu pun perkataan rui, baginya semua hanya omong kosong sekarang.

lanjut memainkan gitar elektriknya, si taurus duduk membelakangi sang lawan bicara.

rui yang melihat isa tidak memberikan respon apapun perlahan mengambil langkah berani untuk duduk tepat di belakang sang pemilik tubuh lalu memeluk pundak lebar itu dengan kikuk, “aku sama kak silas itu memang pernah saling suka. kak silas orang yang visioner, dia punya banyak rencana untuk masa depan. tapi aku bukan robotnya ii, aku mau penuhi target masa depan ku sendiri. dan kak silas bukan orang yang cocok untuk aku sandingi selamanya, kita—”

“i don't care about your relationship with him. the thing is you lied to me. does it ever make a sense did I fallin love with someone's fiancé without I knew the real thing behind that?”

isaiah memotong perkataan rui dengan tajam, tepat sasaran. ia tidak peduli dengan hubungan mereka, yang ia pedulikan mengapa rui harus berbohong kepadanya?

diantara sejuta pilihan di dunia ini, mengapa kebohongan yang rui pilih?

“isaiah i—”

“don't even try to explain, enough is enough.“ 

posisi mereka yang masih saling berlawanan membuat ruri berdiri dari tempatnya, berlutut tepat dihadapan isaiah sembari mengusap air matanya yang entah sedari kapan telah mengalir deras, “isaiah, im so sorry. im so sorry bae, please forgive me, please don't hang me like this. isaiah don't be like this, I want the old us back. I'll do anything, hm? anything for us” pintanya sembari menyatukan kedua jari mereka yang menandakan perbedaan yang begitu kontras.

tapi, isaiah tetaplah isaiah. apa yang baginya sudah tercatat sebagai dosa maka selamanya akan menjadi kesalahan fatal yang tidak akan pernah bisa ditoleransi.

maka dengan tegas lelaki kelahiran 23 april itu menghalau segala sentuhan rui yang mungkin bisa saja membuatnya luluh, “berdiri kak, jangan memohon apapun. lebih baik kakak pulang, sudah malam. tidak enak kalau sudah bertunangan tapi bertamu di rumah orang malam malam.“ 

rui menggeleng keras, menolak mati matian pinta dari sang empunya rumah. ia masih ingin disini, masih ingin menjelaskan mengapa mereka berakhir seperti ini, “kamu mau aku pulang? aku bakal pulang, tapi nanti, setelah kamu berhasil liat aku loncat dari jendela kamar kamu sendi—”

“ok stop right now rui nara, stop. hang in there. jangan coba coba nekat”

isaiah berujar dengan susah payah saat melihat rui nara nyaris saja membuang dirinya kebawah dengan keadaan yang dapat di katakan miris, pada akhirnya isaiah hanya bisa memeluk tubuh kecil itu sembari mengusap pundak sempitnya perlahan,

“jangan nekat rui nara, jangan pikirin diri sendiri, egois namanya.”