Panik Boleh, Naif Jangan

Hidup dalam situasi yang serba tidak pasti, tak terduga dan cepat sekali berubah kerap kali membuat kita berada di posisi yang serba salah.

Mau diikutin itu masih serba nggak jelas, samar-samar cenderung buram. Tapi kalau nggak diikutin, tahu-tahu sudah disuruh gas pol perseneling 4.

Akhirnya semua serba tergesa-gesa, panik dan...pada akhirnya, selamat tinggal kewarasan.

Peluang dan resiko memang seringkali beda tipis.

Di satu sisi, situasi semacam ini merupakan peluang untuk mengupgrade diri agar bisa tetap kompetitif di tengah kecepatan perubahan yang sangat masif seperti sekarang. Namun, hal ini juga beresiko terhadap kesehatan (jiwa dan raga).

Ya benar, tekanan bisa memunculkan potensi tersembunyi seseorang. Namun tekanan juga mampu mengirim seseorang menjalani perawatan kesehatan atau lebih parah lagi, bisa-bisa sampai ke liang lahat lebih cepat, dari jadwal.

Kuncinya ada pada pengendalian diri.

Masa depan memang serba tak pasti, tapi bukan tidak terprediksi. Seberapa cakap kita untuk mengenali gejala-gejala yang muncul di sekitar kita, dan sejauh mana kita mau melakukan sesuatu terhadap pertanda-pertanda itu.

Maukah kita membuka diri dan menyadari potensi tsunami lalu mengambil langkah antisipasi?

Atau kita memilih bersikeras kalau tsunami tak akan terjadi karena itu yang dikatakan para ahli?

Hidupmu, tanggung jawabmu. Pada akhirnya, suka duka, senang sedih dan sakit, kamu juga yang akan merasakan.

Kenapa tidak mencoba untuk bijak terhadap diri sendiri?