write.as

• Perjuangan •

Pria dengan rambut sedikit kecokelatan dan menggunakan kacamata itu mengendarai motor miliknya menuju rumah sakit terdekat.

Tara sudah menahan rasa sakit tetapi ia yakin ia akan berhasil sampai rumah sakit sendiri. Ia tidak ingin memberi tahu teman temannya karena pasti mereka akan panik. Apalagi Tiara.

Ditengah perjalanan ia, menepi karena penglihatannya sudah mulai buram.

“Tar, ayo Lo bisa. Dikit lagi.” Ucap Tara kesakitan dengan memegang dadanya yang sangat sakit.


Disisi lain, Matahari baru saja menyelesaikan urusan percupanganya. Ia membeli ikan cupang berwarna merah kali ini. Cupang betina yang mempunyai ekor cantik.

Ketika Matahari keluar dari toko Ikan hias tersebut, pandangannya teralihkan ke sebrang halte jalan.

“Itu bukannya motornya Tara?” Ucap Matahari sambil memegang plastik berisi cupang miliknya

Matahari datang menghampiri halte tersebut dan melihat sosok Tara sudah tergeletak di bawah Halte.

“Eh Anjing kunaon sia!!??? TARA!!” Teriak Hari dengan sangat lantang

“Har, g-gue gakuat” jawab Tara dengan keadaan setengah sadar

“Sadar tar sadar. Anjir panik aing kalau begini”

“Ok, kunci motor Lo mana? Kita ke rumah sakit di ujung jalan”

Hari mencari kunci motor di segala aspek jaket Tara, tetapi ternyata kunci motor Tara masih menyangkut di motor milik Tara.

“Tar ayo berdiri, naik ke atas motor Lo!”

Matahari mengangkat Tara dan menaruh sosok pria bertubuh lemas ini dibelakangnya.

“Tar, tahan ya. Peluk gue Tar. Biar Lo ga jatoh.”

Tara memeluk bagian perut Hari dan hari pun mengendari motor dengan satu tangan. Iya. Tangan hari satunya lagi memegang erat tangan Tara.

***

Sudah terhitung 5 jam lamanya Hari duduk dengan kepala yang menunduk di koridor rumah sakit. Mata Hari yang sudah sembab karena air mata itu, mulai bingung. Apa dia harus memberi tahu yang lain atau tidak . Ditambah lagi, dokter yang menangani Tara belum kunjung keluar dari Kamar IGD.

Pria yang tadi tumbang itu belum juga sadar, ia masih tergeletak lemas dengan mimpi panjangnya yang mungkin jauh lebih indah dari pada sebuah kenyataan yang akan ia terima setelah terbangun. Kenyataan yang mungkin akan membuat semesta milik pria itu hancur.

“Tar ayo bangun dong. Gue panik ini.” Hari berusaha berdoa agar teman nya ini cepat sadarkan diri sambil memegang plastik cupang ditangan kirinya.

“Dek, boleh ikut saya sebentar? Adek keluarga beliau kah?” Tanya dokter yang menangani Meghantara

“Iya dok, boleh boleh”

***

Selepas perbincangannya dengan dokter, Hari menuju bangsal milik Tara. Dan disaat yang tepat, suara Meghantara ini terdengar.

“Har, kita berhasil ya?”

Suara itu berhasil membuat Hari yang sedang menunduk sontak naik. Suara Tara sudah tidak selemah tadi.

“Berhasil naon!? Berhasil buat jantung aing di permainkan layaknya ikan cupang!?”

“Berhasil ke rumah sakit.” Ucap Tara dengan lemah

“Stress sia. Lo kenapa ga ngechat gue atau yang lain?”

“Terus buat Lo semua panik? Ga dulu deh har.”

Tubuh Tara mulai bergerak dan berpindah posisi menjadi duduk. Ia berusaha melepas infus dan oxygen miliknya. “Yuk pulang aja. Gue gasuka suasana disini.”

“Edan tenan. Mahasiswa kedokteran benci rumah sakit. Gaada. Lo harus stay disini sampe sembuh!!”

“Dibilang gue gasuka disini. Gue udah ga kenapa kenapa kok har. Gue cuma kecapean. Dan lagi, gue harus stand by karena Tiara mau ulangan kenaikan kelas. Gue mau dia naik kelas dengan usaha dia sendiri.”

“Ditambah Tiara pasti ngira gue marah karena hal yang belum tentu gue marah.”

Hari sudah tau, jika Tara memilih tindakan A, pasti akan dilakukan oleh Tara. Tindakan pencegahan yang dilakukan hari akan sia sia.

Hari berdiri dari kursi dan memberikan senyuman palsunya kepada Tara agar ia berfikir semua baik baik saja. Namun dari sorot mata hari yang memerah akibat tangisannya dilorong rumah sakit, tidak bisa ditutupi.

“Yaudah, kalau itu mau Lo. Atau kita pindah kamar aja? Tubuh Lo harus bener bener istirahat Tara.”

“Harus ya? Ehm yaudah Har”

“Nah gitu dong. Ikutin kaya gue Sekali sekali. Gue selesaiin administrasi dulu terus kita pindah ya.”

“Pakai uang gue di dompet Har. Insyaallah cukup”

“Dimana Tar dompetnya?”

“Di Jaket.”

Hari menggeledah jaket milik Tara untuk mencari dompet miliknya. Hari menyodorkan dompet milik pria yang sedang duduk itu.

“Bawa aja sama dompetnya. Kalau kurang, kartu ATM warna hitam yang dipakai. Pin nya tanggal kita semua ketemu.”

“Tar-”

“Iya gue serius. Gue sayang sama kalian semua. Berkat kalian, gue bisa tersenyum walau tingkah kalian konyol semua”

Hari memeluk tubuh Tara yang lemah itu dan mengucap “Maafin kalau aing jadi beban buat geng kita”

Tara membalas pelukan hari dan menjawabnya “Lo keluarga gue, apapun yang terjadi”

Matahari melepas pelukannya dan bergegas ke ruang administrasi untuk mengurus biaya kamar dan lainnya.

Apa yang ia bicarakan dengan dokter, Tara tidak perlu tau untuk saat ini. Yang ia inginkan Tara sehat tanpa menambah beban dipikirannya.

***

Matahari berlalu, membelah jalan pada pukul setengah 12 malam. Membiarkan seluruh air matanya habis di atas motor milik Tara guna meluapkan semua sakit yang ia rasakan saat ini. Ia memikirkan semua hal yang bisa terjadi kedepannya, ketakutannya, ketakutan Tara.