write.as

a place that is so pure, so dirty and raw

bali, negeri para dewa. perpanjangan tangan tuhan yang lewat mereka kehendak-Nya tersampaikan. mingyu juga punya dewanya sendiri. dia indah, lembut, bijak; segala yang ada pada dewa. memaklumi bahkan dosa terhina yang pernah ia lakukan; pemaaf. lewat matanya, dia sanggup melihat kebaikan dalam diri mingyu yang bahkan tak seberapa. *he tolerates it all.* memandangnya serupa melawan matahari. jangan salahkan mingyu yang memuji namanya setinggi angkasa. tapi bahkan bunga matahari nggak bisa memilih kemana harus melihat. mereka buta dan hanya mengikuti kemana arah matahari berada. di ladang bunga matahari yang subur, mingyu tumbuh sebagai sebatang tunas muda paling tinggi dari tunas-tunas yang lain dan diciptakan demi satu tujuan. dalam hidupnya hanya ada timur dan barat. seluruh hidupnya, ia habiskan untuk merindukan matahari. memandanginya sepanjang hari dan berandai-andai kapan bintang paling dekat dengan bumi tersebut bersedia mengakhiri penderitaannya. mingyu juga punya dewanya sendiri. dewa dalam bentuk darah dan daging. dewa tersebut sedang duduk di sebelahnya dan bersenandung kecil. mingyu pikir wonwoo harus lebih sering menyanyi. ia suka mendengar suara wonwoo. "hm? *why so sudden?*" wonwoo, wajahnya kaget namun sudah terbiasa, menoleh pada mingyu yang baru saja mengecup pipinya singkat. "*nothing,*" mingyu menarik tubuh wonwoo lebih dekat. "kamu lucu kalo lagi konsen gitu." mereka mendarat di bali beberapa jam yang lalu. jakarta sudah jauh di belakang. greg sedang melantunkan lagu favorit wonwoo ketika mereka menyeruak di antara penonton dan menempati kursi kosong mereka. percayakan pada mingyu untuk mendapatkan kursi *vvip*. band ini bukan sekelas *coldplay*, mungkin itu sebab *venue* yang disediakan nggak terlalu besar dan penontonnyapun nggak seberapa. tapi sekarang mingyu paham kenapa wonwoo begitu mencintai mereka. semua lagu mereka membuat dirimu merindukan seseorang. seseorang yang sudah pergi; jauh. yang nggak merindukanmu balik, yang nggak pernah menganggapmu ada, atau bahkan seseorang yang bahkan sekarang sedang dalam pelukanmu. *your lips, my lips, apocalypse* namun bait ini. mingyu bisa membayangkan dirinya berdiri di tepi gedung yang hampir runtuh. seisi dunia hancur. ia menggenggam tangan familiar seseorang. raut wajahnya identik dengan mingyu; tak gentar. mereka sepasang manusia terakhir di bumi. mereka akan berciuman meskipun itu nggak sanggup menyelamatkan apapun. mereka akan berciuman jika itu memang hal terakhir yang bisa dilakukan. mingyu akan mati bahagia mengetahui bibir itu yang ia rasakan sebelum mati. paling tidak ia akan mati bersama orang yang ia cintai melakukan hal yang ia suka. mingyu memang sedang memeluk orang yang ia cintai sekarang. bedanya, dunianya sedang nggak runtuh. ia meraih wajah wonwoo mendekat dan mencium bibirnya kali ini. nggak ada kiamat yang terjadi seperti yang dibesar-besarkan greg di lagunya ketika bibir mingyu bertemu bibir wonwoo untuk kesekian kali. tapi mingyu tahu, itulah yang akan terjadi apabila wonwoo suatu hari memilih pergi dari sisinya. *after their concert date, they end up taking a stroll at the famous kuta beach street*. belum lengkap rasanya berkunjung ke bali tanpa mengunjungi jalan satu arah padat dan ber-*paving* tersebut. nggak mengenal kata lelah, wonwoo memanfaatkan perannya sebagai turis dengan baik. jalan-jalan sambil menyeruput es kopi dan melewati deretan toko pakaian lokal, restoran, klub malam yang liar, studio tatto, juga spa harian. siapa yang nggak kenal *hard rock cafe?* wonwoo berpose di depan gitar raksasa legendaris yang dipajang di halaman cafe tersebut sementara mingyu memotretnya, *like a proud boyfriend he is.* "jauh juga ya," celetuk wonwoo. "tapi karena rame jadi nggak berasa." "capek? sini kubawain tasnya," tawar mingyu, memperhatikan tas bahu hitam yang dibawa wonwoo. cowok itu memutar mata malas. *"you always treat me like i'm fragile or something."* *"i know you are not—"* "iya tau kok," wonwoo menutup perdebatan sebelum bisa dimulai. "*thank you, big guy*. tapi tas gue enteng kayak kapas." "jujur kamu turis paling santai yang pernah kuliat," kata mingyu, itu membuat wonwoo tertawa lepas. "kalo jalan sama kamu, bawa 3C aja udah cukup." "apaan tuh?" mingyu penasaran. "*charger* wajib," wonwoo mulai menghitung dengan jarinya. "celana daleman pasti, yang terakhir..." "yang terakhir...?" *"condom."* wonwoo membisikkan yang terakhir, membuat mingyu sukses berhenti di tengah jalan. cowok berkacamata itu tertawa puas. "kak wonwoo." *"what's the point of bringing so many clothes with me if i'm going to be naked all the time?"* goda wonwoo sebelum lari meninggalkan mingyu. ia memandang ke belakang melewati bahunya untuk memeriksa apakah cowok itu mengejarnya atau nggak. wonwoo berkedip nakal dan melanjutkan perjalanan ketika melihat mingyu masih bengong di tempatnya. beberapa langkah kemudian, ia terlonjak mendengar namanya diteriakkan kuat-kuat. "KAK WONWOO GUE SAYANG BANGET SAMA ELO." *it's a comical sight really.* cowok setinggi hampir dua meter berlari menyatakan cinta dan menghambur ke arahmu. bila orang lain, wonwoo lebih memilih kabur dan pura-pura nggak kenal saja. tapi ini mingyu, maka wonwoo menyambut dekap sepasang lengan kokoh itu dan membiarkan dirinya diangkat dan dicium di depan seluruh pejalan kaki jalan pantai kuta malam itu. orang-orang berhenti untuk bersorak, seorang pria kulit putih berseru *'get a room!*, beberapa bahkan merekam aksi mereka, ada pula yang mencibir. *good, all the more reasons for mingyu to deepen the kiss. he sighs to wonwoo's mouth and caress his pretty cheekbones. yes, they are that couple. let them be annoying. life is too short not to kiss and worship your lover in front of total strangers.* pertunjukkan usai. dua orang paling bahagia di bumi berpindah ke toko demi toko. uang wonwoo habis untuk buah tangan teman-temannya di jakarta. mingyu ditolak mentah-mentah ketika bersikeras membayar semuanya. mereka adu mulut di depan kasir berwajah bosan yang hanya bisa menunggu keduanya selesai berdebat. mingyu yang nggak bisa protes akhirnya merebut belanjaan wonwoo yang mahabanyak dan menentengnya di satu tangan sementara tangan yang lain menggenggam tangan wonwoo yang kosong, seolah takut kekasihnya hilang dari pandangan. sesuatu menarik mingyu ke sebuah galeri seni. wonwoo berkeliling melihat-lihat karya seni yang tersebar sementara mingyu berbincang asyik dengan sang pemilik galeri. *" a good choice,"* wonwoo mengalihkan pandang dari cincin yang ia amati ke seseorang yang tampaknya salah satu staf galeri. perempuan itu sedang— maafkan wonwoo yang kurang bisa menggambarkannya—membuat sebuah cincin. dari semua benda-benda indah yang ada di sini, entah kenapa objek itu begitu menarik perhatian wonwoo. mungkin karena aksaranya yang asing. "*hello, looking for something? come take a look. we're the best in town,"* tanya perempuan itu dengan logat lokalnya yang khas. ia menyodorkan sebuah cincin kepada wonwoo. serangkaian aksara eksotis meliuk-liuk di sekeliling badannya yang perak berkilau; cantik. "datang dari mana?" tanya perempuan itu ramah. "jakarta," mingyu yang menjawab. mendadak bergabung dan menyelipkan tangan di pinggang wonwoo, menariknya mendekat. si pemilik galeri mengekor di belakangnya. lonceng di atas pintu masuk galeri berdenting ramai, pengunjung lain mulai berdatangan. mingyu memperhatikan cincin di tangan wonwoo. *"wow it's so pretty. want me to buy it for you, love?"* semua orang juga tahu apa artinya menerima cincin dari orang yang mencintaimu. wonwoo buru-buru mengembalikan cincin itu seolah objek tersebut beracun. *"no!"* wonwoo menolak. oke, agak terlalu kejam. "*i mean, i don't even like jewellery.* aku cuma liat-liat kok—" "*are you two boyfriends?* kebetulan cincin ini ada pasangannya," kata staf perempuan tadi bersemangat. wonwoo tahu mingyu sedang menunggunya mengatakan sesuatu. ia bisa merasakan manik cowok itu mengebor sisi wajahnya. wonwoo nggak berani menatap mata itu dan menemukan kekecewaan di sana. *"he's mine*" bantu mingyu. *"and i'm his."* *no better explanation than that because that's exactly what they are, but that answer gives more question to bystanders.* "*ohh i see,*" masih perempuan tadi. *"so, married? here for honeymoon?"* wonwoo tertawa canggung dan menggoyang-goyangkan tangannya bermaksud membantah tapi mingyu menangkap tangan itu dan menciumnya di depan seluruh pengunjung galeri. "belum," kata mingyu kalem, tersenyum memuja pada wonwoo. *"i want to, though."* si staf perempuan terkesiap kaget, membuat seisi galeri memandangnya ingin tahu. wonwoo baru saja dilamar tapi justru orang lain yang megap-megap. perempuan itu kemudian berseru heboh. *"did you just proposed to him??"* "ya ampun romantis banget." "bukannya itu yang ciuman di jalan tadi?" "mel, liat deh ada yang dilamar." "hah mana?" persis yang ditakutkan wonwoo, orang-orang mulai berkerumun di sekitar mereka. menyorongkan ponsel di wajah wonwoo yang lama-lama makin pucat dan menyuruhnya segera menikahi mingyu. sementara wonwoo hanya ingin bumi menelannya sekarang juga. alih-alih bahagia, perutnya justru melilit nggak nyaman di bawah tatapan orang-orang asing ini. di sebelahnya, mingyu tersenyum percaya diri. nggak menyadari kegelisahan wonwoo. *"come on now!"* *"just say yes!"* dengung. semua mulai bosan menunggu. wonwoo melirik mingyu takut-takut dan buru-buru mengalihkan pandang sebelum mata mereka bertemu, menyembunyikan wajah dengan menunduk memandangi lantai; nggak mengiyakan maupun menolak. wonwoo hanya ingin pergi dari sini sekarang. "kasian ditolak." "padahal cowoknya *hot* banget..." *"poor him."* *"okay okay enough. give him some space, guys,"* mingyu membubarkan kerumunan. seorang pria menepuk punggungnya penuh simpati. mingyu mengangguk, berusaha tersenyum ramah meskipun wajahnya agak sedikit kecewa. wonwoo memeluk mingyu dan menyembunyikan wajah di dada cowok itu sebagai permintaan maaf. *good, now he looks like an asshole here."* mingyu berpamitan dan meminta maaf sudah menyebabkan sedikit keributan. mereka mengucapkan selamat tinggal setelah pemilik galeri berjanji akan mengirimkan barang pesanan mingyu ke alamatnya. wonwoo masih diam. "nggak usah dipikirin," kata mingyu tersenyum penuh arti, mengetahui betul wonwoo akan memikirkan peristiwa tadi sepanjang malam. × villa milik keluarga mingyu biasa disewakan untuk turis. salah satu yang terbaik di tabanan dan jadi pilihan utama bagi mereka yang ingin melepas penat sesaat dan merasakan sepotong kecil surga. staffnya yang ramah mengantar keduanya menuju kamar utama. wonwoo bisa mendengar debur ombak dari pantai yang hanya beberapa meter dari tempatnya berada sekarang. ia bisa membayangkan duduk di tepi kolam renang yang ada di luar kamar sementara matahari terbenam di kaki langit sana. segalanya indah. wonwoo belum pernah menemukan tempat seindah ini. staff undur diri setelah memastikan tamu mereka nggak membutuhkan apa-apa lagi. wonwoo berterima kasih, sementara mingyu acuh dan pergi memisahkan diri ke pondok kecil di seberang kolam. berbagi ranjang bersama mingyu sudah bukan hal asing bagi wonwoo. yang asing adalah sikap mingyu sekarang. ia harusnya ada di ranjang *king size* itu sekarang. punggung di matras, kaki terbuka lebar di udara, dan mingyu di atasnya. bukan seperti orang asing begini. *"shouldn't you be in bed?*" tanya mingyu tanpa melirik wonwoo yang datang menduduki pahanya. *"why aren't you there with me?"* wonwoo bertanya balik. "duluan aja, *i'll be with you later*," kata mingyu, perhatiannya pada ponsel. *"you're dissapointed with me,"* tuntut wonwoo. "nggak." *"yes, you are."* "oke, dikit." "baikan ya? *i thought we swore never to go to bed angry*," wonwoo merajuk. mingyu akhirnya mau memandang wonwoo, rupanya nggak tahan berlama-lama mengacuhkannya. ia menarik pinggang wonwoo hingga tubuh mereka tumpang tindih di kasur busa sempit pondok. "nggak marah kok," kata mingyu. "cuma khawatir jangan-jangan aku cuma jatuh cinta sendirian." konsep kebersamaan yang diinginkan mingyu jelas berbeda dengan milik wonwoo. *wonwoo lives in the moment, meanwhile forever isn't even enough for mingyu.* *"i wouldn't be here if i don't love you, mingyu,"* balas wonwoo. "aku...," ia berhenti sejenak sebelum melanjutkan. "takut sama banyak hal. nggak punya cukup tabungan masa tua, kehilangan sahabat, nggak bisa bahagiain orang tua, jadi beban keluarga, juga kamu. kamu tau apa lagi yang bikin aku takut?" "kecoak? setan? tenggelam di laut? apa?" mingyu mencoba. "dikhianatin, dikecewain lagi sama kamu," jawab wonwoo. "*but do you know what frighten me the most?*" "nggak tau. tapi kayaknya ada hubungannya lagi sama aku," coba mingyu lagi, suaranya rendah dan serak. wonwoo tersenyum kecil; nyaris benar. "*i'm scared of losing you,"* wonwoo berbisik. "*you'll always have me, kak,"* wonwoo bisa merasakan bibir mingyu mengecup puncak kepalanya, bersumpah. "kamu sayang banget sama aku ya?" tanya wonwoo, mendongak dari bantal terfavoritnya di dunia, dada mingyu yang nyaman. yang ditanya hanya mengangkat alis. oke, pertanyaan bodoh. *"how do you do that though? teach me please."* *"teach you what?"* wonwoo membayangkan dimana kiranya mingyu-wonwoo yang dulu andai dirinya lebih percaya pada mingyu. wonwoo rasa mereka bisa ada di mana saja. ia bisa saja ada di kamar mingyu sekarang. terlelap, sementara mingyu mematikan layar televisi karena wonwoo tertidur di tengah-tengah film yang mereka tonton. atau di mobil seseorang; wonwoo pulang kerja, letih namun cerah seketika mendapati sebuah fortuner putih terparkir di halaman tempat kerjanya karena mingyu pasti mendukung karir wonwoo di manapun itu tanpa takut dibayangi wajah seorang mantan kekasih. ayahnya terbaring nggak berdaya di rumah sakit dan wonwoo masih kehilangan beasiswa juga impiannya, tapi kali ini ada mingyu jadi rasanya ia bisa menghadapi bahkan yang lebih buruk asal mingyu bersamanya. jun nggak perlu khawatir apalagi meneror ponselnya setiap saat seperti sekarang dan wonwoo akan amat sangat bahagia melihat sahabat dan kekasihnya, dua orang yang paling ia sayangi berteman. *hell*, mungkin wonwoo akan menangis bahagia tadi dilamar seperti itu di depan semua orang. alih-alih bertengkar, mereka akan sibuk merencanakan pernikahan mereka sekarang; apakah digelar sederhana di tepi sebuah pantai di bali atau di salah satu hotel milik keluarga mingyu yang mewah. apa warna setelan pengantin mereka, siapa saja pendampingnya. mingyu usul pesta resepsi mereka digelar tujuh hari tujuh malam yang langsung wonwoo tolak habis-habisan. tapi ia setuju bunga apa yang akan jadi tema mereka nanti. edelweiss. lambang cinta abadi. *their signature flower*. mereka bisa di mana saja sekarang. bahagia, pastinya. di manapun itu. nggak akan pernah ada kompetisi siapa yang lebih sanggup menyakiti siapa dan wonwoo nggak perlu membawa-bawa bekas luka di tubuhnya kemana saja sebagai konsekuensi atas semua itu. betapa ia sudah menyia-nyiakan hari-hari indah itu. wonwoo melindungi hatinya yang sangat berharga itu dengan sangkar emas dan nggak membiarkan siapapun menyakitinya hingga tanpa sadar menyakiti orang lain dalam usahanya. wonwoo menjawab setelah beberapa saat. *"to love someone so bravely,*" jatuh cinta mungkin jatuh yang paling sakit. nggak ada yang nggak hancur ketika ada yang jatuh. kecuali kamu nggak bisa hancur. dan jatuh cinta sama halnya dengan meloncat dari tebing dan percaya orang itu akan menangkapmu di bawah sana. mingyu itu banyak hal, tapi jadi pengecut bukan salah satunya. "maaf ya aku orangnya gini," lanjut wonwoo. "*it's like you give me a pair of shoes*, tapi sepatunya kegedean. aku lari, jatuh, kadang kesandung sendiri. berdarah. tapi aku pasti nyampe kok, tunggu ya." mingyu mendesah keras sebelum memeluk wonwoo lebih erat dari biasanya *"sorry for pressuring you,"* suaranya terdengar sangat menyesal. "nanti kubeliin sepatu baru lagi ya biar kakinya nggak lecet lagi." juga demi wonwoo agar segera tiba di sisinya. wonwoo nggak tahu, tapi suatu hari nanti, dia pasti akan menerima cincin dari mingyu dan mingyu nggak akan menerima jawaban lain selain ya. *"thank you babe, i prefer sneakers,"* wonwoo tersenyum, bangkit kembali menduduki paha mingyu. *"for now, lets go inside and do what married couple do."* "oh ya? ngapain tuh?" tanya mingyu, pura-pura nggak tahu. kedua tangannya naik turun di paha wonwoo. "kawin." nggak butuh waktu lama bagi wonwoo untuk membuat mingyu jadi gila. mata mingyu terpancang pada wonwoo yang hanya tampak rambut dan menunduk di atas kepunyaan mingyu, kepalanya naik turun. *mouth stretch wide around mingyu's cock, bringing it to life. sucking greedily, so loud and messy mingyu can't keep his eyes open.* pekerjaan yang sulit karena pada saat yang sama, mingyu ingin tetap menyaksikan pemandangan indah itu. wonwoo menarik mulutnya dari milik mingyu, nyengir senang ketika melihatnya keras sempurna. mingyu mengangkat punggung dari matras, masih pusing gara-gara mulut manis itu. *"undress me,"* pinta wonwoo dan mingyu taat, senang melayani apapun itu kebutuhan wonwoo bahkan sekecil urusan menanggalkan pakaian. pertama, kemeja putih tipis yang wonwoo pakai di luar kaosnya, kemudian celana pendek sebatas lutut warna khaki menyusul, lalu segala yang melekat di tubuhnya. *naked as the day he was born,* wonwoo membiarkan tubuhnya ditarik lagi ke dada mingyu. "enak gak?" tanya mingyu pelan, menciumi bagian tubuh wonwoo manapun yang bisa dijangkau dengan bibirnya. satu jari di *hole*, lalu dua. *spreading those cheeks open, teasing, and spanking, because mingyu loves to play with his food before devouring it.* lutut di kedua sisi paha mingyu, wonwoo mengangguk lemah di pipinya. berjengit dan sesekali merintih ketika jari itu menjangkau terlalu dalam. pelukannya mengencang di leher mingyu. *your staffs will hear about us,"* kata wonwoo ketika mingyu mendorong punggungnya ke matras, menolak ajakannya masuk ke kamar. berkata begitu, namun mengangkat kedua tungkai ke pundak mingyu tanpa diminta ketika cowok itu mengambil tempat di antara kakinya; mingyu ingin tinggal selamanya di sana. "nggak peduli," balas mingyu, menekuk tubuh wonwoo jadi dua dan mendesakkan miliknya ke sana. *"scream so that people know you're mine."* mingyu mengunci wonwoo di bawah tubuhnya yang masif rasanya wonwoo sulit bernafas. di luar, angin membawa separuh diri lautan ke bibir pantai dan menjadikannya ombak, hancur menabrak karang, lalu menggulungnya lagi ke tengah samudera; tapi wonwoo merasa dirinya lah yang tenggelam. mungkin semua ada pada cara mingyu menatapnya saat ini. nggak ada yang berbeda dari cara cowok itu menatapnya dulu dan sekarang. dulu, mingyu biasa menggendong tubuh wonwoo ke bawah pancuran dan menggosok bersih sisa-sisa persatuan mereka semalam lalu menciumnya sebagai penutup;*"thanks for letting me ruin you." unspoken, but it felt like that on wonwoo's skin.* wonwoo akan membalas dengan senyum tulus, berpikir itu uang yang berbicara. selanjutnya, wonwoo yang ganti berterimakasih ketika lagi-lagi merampas akhir pekan mingyu hanya agar cowok itu nggak berakhir di tempat lain selain ranjangnya. kali ini, rasa takutnya yang berbicara. mingyu masih menatapnya seperti itu. serupa orang sakit sekarat sementara wonwoo sebagai satu-satunya obat di dunia. nggak ada yang berubah. rasa itu ada di sana sejak awal dan wonwoo harusnya menyadari semua itu, alih-alih membiarkan rasa takut menguasainya. *"oh.*" wonwoo mendesah. muka membara, dan rambut melekat di dahinya yang basah. kedua lengan mingyu menahan lengannya di kedua sisi kepala. lumpuh; bergantung sepenuhnya pada mingyu sekarang untuk mencapai klimaks, desakannya makin cepat. *"oh!*" tanpa peringatan, mingyu mengirim satu desakan kuat dan menahannya di sana. menariknya keluar hanya untuk mendesak masuk lagi dan lagi. ia menurunkan tungkai wonwoo dari pundaknya dan klimaks di paha wonwoo alih-alih melepasnya di dalam; mingyu nggak khawatir, dia punya banyak waktu melakukannya malam ini. × matahari sudah jauh di atas ketika wonwoo bangun, ponselnya menjerit-jerit minta perhatian. "*pasti jun."* pikir wonwoo. ia mengucek mata; nggak lagi di matras pondok yang sempit. memori dirinya digendong oleh seseorang melintasi kolam renang dan kerikil muncul lagi. secara ajaib, wonwoo merasa fit kendati pun telah dihabisi semalaman penuh oleh mingyu. mereka melanjutkan babak kedua di kamar; tidur-tidur ayam, bangun, gulat horizontal lagi, tidur lagi. lewat sepertiga malam, wonwoo menyerah dan membiarkan mingyu berbuat sesuka hatinya. mata separuh-terpejam, ia bisa merasakan punya mingyu di belakang tubuhnya, mengetuk pelan permisi dan wonwoo mengizinkan cowok itu menjajahnya lagi dan lagi, seperti biasa. mengulang-ulang nama wonwoo bagai merapal doa; memanggilnya dengan segala yang manis-manis. wonwoo nggak ingat berapa kali, tapi yang jelas dia mimpi indah semalam. barangkali itu yang membuat suasana hatinya luar biasa cerah sekarang. bangun di sisi ranjang yang benar bersama orang yang tepat terbukti sangat membantu. kecuali mingyu masih terlelap di sebelahnya. mendengkur pelan, kaki saling-silang di bawah selimut. mingyu bergerak sedikit ketika wonwoo menggeser kaki cowok itu dari pahanya. baru satu langkah dan wonwoo jatuh lagi ke kasur, lengan mingyu melingkari pinggangnya. "mau kemana?" tanya mingyu, suaranya berat. "jun nelfon, bentar ya." wonwoo bangkit lagi, menyingkirkan lengan mingyu. *oh si tai.* mingyu menggumam. *"no, don't leave."* semakin mengencangkan pelukan. menarik wonwoo kembali ke ranjang dan membenamkan tubuhnya dalam selimut. wonwoo berontak, tapi juga tertawa. "mingyu, *let me go. what's wrong with you?*" wonwoo protes, masih berusaha menyingkirkan mingyu. nafasnya ngos-ngosan. "aku udah janji ngabarin jun tiap hari selama di sini, nanti dia kuatir." "kok jun mulu sih," mingyu mengeluh di leher wonwoo, menjadikannya bantal. "pacar kamu dia atau aku?" *neither, but you two are my boys. now let go of me, you giant."* "nggak boleh. janji dulu." "janji apa?" *"don't leave."* sederhana tapi wonwoo curiga ini sudah bukan perihal kecil sesepele meninggalkan ranjang lagi. wonwoo diam, raganya masih di pelukan mingyu tapi pikirannya entah kemana. mingyu memperhatikan itu dan membidik leher wonwoo; cowok itu mengaduh pelan merasakan gigi taring mingyu di kulitnya. *"i wish to wake up next to you like this everyday,"* kata wonwoo setelah tanda cinta bermekaran di lehernya, terengah. itu sesuatu yang paling mirip dengan janji yang bisa ia berikan untuk saat ini. wonwoo sangat ingin bersama mingyu dan berharap cowok itu nggak perlu memberi alasan untuk meninggalkannya. mingyu akhirnya melepaskan wonwoo. ngantuk tapi nyengir puas, selesai menambah satu warna merah lagi di kulit wonwoo. wonwoo celingukan mencari-cari kaosnya, teringat mingyu yang menelanjanginya di pondok semalam, lalu meraih sembarang garmen paling dekat dengannya; kaos mingyu. "pinjem dulu ya." "pake aja, tapi jujur lo lebih cakep kalo gak pake baju, kak," goda mingyu, mengawasi wonwoo memakai *underwear* bersih yang ia temukan di tas. "makasih. lo juga cakep apalagi kalo diem." wonwoo memungut sepotong *underwear* hitam yang ia kenali sebagai milik mingyu dan melemparnya ke arah cowok yang masih selimutan tersebut. tawa mingyu terdengar sampai ke luar. wonwoo mencelupkan satu kaki di air dingin kolam, berjanji pada diri sendiri akan berenang nanti. ia mencari tempat nyaman untuk ngobrol dengan jun. mengagumi interior villa yang belum sempat ia lakukan semalam. wonwoo menangkap refleksi tubuhnya di sebuah cermin dan berhenti mendadak; nggak kuasa untuk nggak mengagumi diri. *legs going on miles with hickeys all over the inside of his thighs.* selain maraton seks, rupanya mingyu juga menciptakan karya seni semalam. ada sesuatu yang beda dari dirinya hari ini. jujur, wonwoo merasa kulitnya nggak pernah secantik ini. *his skin, it glows.* *it's true after all, happines does really look good on people, and wonwoo determined to stay like that for far far longer.* muka jun yang kusut menyapanya dari layar ponsel. di belakangnya, ada hansol dan seungkwan bergantian menyapa. kafe masih sepi, cerita jun. mingyu menemukan wonwoo setengah jam kemudian. duduk menyilangkan kaki di sofa, ponsel di tangan. terbahak-bahak menertawakan entah apa itu yang jun ceritakan padanya. *ngganggu aja.* pikir mingyu, mukanya masam. "eh lo gimana sama minghao? orangnya asik kan?" tanya wonwoo bersemangat. di luar ekspektasi, jun hanya menghela napas. wajahnya memenuhi layar ponsel wonwoo. *"whyyy? he can't be that bad right?"* *"lo tau nggak beb—"* jawaban jun tersendat, matanya melebar melihat wonwoo, atau tepatnya sesuatu yang ada di belakang wonwoo. ponsel di tangan wonwoo jatuh memantul di sofa ketika ia merasakan seseorang menabrak dirinya dari belakang; mingyu. nggak pake kaos dan tanpa diundang bergabung bersamanya. "makan yuk, kita belum makan dari pagi," ajak mingyu selagi wonwoo buru-buru memungut ponselnya tapi sial, muka jun sudah hilang dari sana. "yah kok mati. kamu sih," wonwoo menyikut perut mingyu kesal. "dimatiin kali," mengawasi wonwoo yang mengetik cepat pesan buat sahabatnya itu. mingyu menyeringai "temen lo nggak suka kalo lo sama gue ya." tambahnya, menyindir. "perasaan kamu aja kali," wonwoo tersenyum pada staf yang mulai menyajikan berbagai hidangan untuk mereka. sebuah piring berisikan steak dengan saus kuning dan asparagus menarik perhatian wonwoo. ia mencobanya, kemudian mendesah. matanya berbinar; enak! "jujur aja, gue tau kok kalo ada orang yang benci sama gue," kata mingyu, menyuapi wonwoo dengan sesendok jamur mentega bawang. wonwoo mengunyah lamat-lamat sebelum menjawab, alisnya mengerut. "*hate is a strong word...*tapi jun bilang buat nyuruh gue nendang biji lo kalo lo macem-macem lagi." ia mengedikkan bahu dan lanjut makan. kali ini irisan strawberry di atas sepotong kue cokelat yang jadi sasaran. mingyu terbahak di sebelahnya. "terus kamu bilang apa ke dia?" "gue terlalu sayang sama biji lo buat ngelakuin itu, tapi gue yakin jun nggak mau denger cerita apapun soal biji lo. jadi gue bilang oke. gitu aja." jawab wonwoo enteng, sukses membuat mingyu tersedak. wonwoo memukul-mukul punggungnya. "bijinya doang nih?" goda mingyu, selesai batuk-batuk. "orangnya nggak?" "sayang orangnya juga..." mingyu bakal mencubit pipi wonwoo gemas andai cowok itu nggak lagi mencoba memakan semua yang ada di meja. "biarin aja, nggak usah didengerin." mingyu membersihkan setitik saus yang jatuh di dagu wonwoo tanpa sadar, tersenyum melihat pipi gembilnya. "yang jalanin hubungan ini kan kita, bukan orang lain. ya kan, kak?" "iya, mingyu." wonwoo menjawab sambil lalu, tangannya menjangkau setusuk sate lilit; nggak sadar apa yang dia katakan. × wonwoo membuka mata hanya untuk memejam lagi; tidur seharian kedengarannya asyik. sunyi, kecuali oleh suara goresan pensil di dekatnya. *"don't move."* ia mulai terbiasa tidur dan bangun ditemani suara ombak. nggak ada orderan yang numpuk, customer cerewet, atau sibuk nyari kerja sana-sini. waktu seolah nggak ada artinya di surga kecil ini. "lo nggambar gue?" tanya wonwoo. kepala masih di bantal, suaranya berat. senyum kecil di bibirnya melihat wajah mingyu yang mengerut; konsentrasi. matanya bolak-balik antara tubuh wonwoo yang berbaring tengkurap dan kertas sketsa di pahanya. *"yes."* jawab mingyu, menatap mata wonwoo singkat sebelum balik menekuni sketsanya; setengah-jadi sekarang. *"nice, be sure to capture my best side."* wonwoo menggeser selimut dari pinggulnya. menggeliat melemaskan otot, membuat dirinya nyaman demi si pelukis. nggak ada selehaipun benang di tubuhnya. "*and what is your best side?* bahu kamu?" mingyu memiringkan sketsanya, tangannya membuat gerakan mengarsir. *"no."* wonwoo menggoyangkan pinggulnya provokatif. *"my cute ass."* tangan si pelukis berhenti. ada seringai kecil di bibirnya. matanya mengikuti gerakan itu, mengawasi serupa predator. lama sebelum perhatiannya kembali ke pekerjaan di tangan yang hampir selesai. *"i know that part of your body like the back of my hand."* "udah selesai belum? mau liat." mingyu memberi satu pandangan final ke sketsa di tangan sebelum bangkit dari kursi berlengan. menyeberangi karpet dan bergabung bersama wonwoo yang sudah duduk manis di tepi ranjang. ia merebut buku sketsa itu, senyum penuh ekspektasi di wajahnya yang anggun. "gimana? *do you love the way i draw your ass*?" tanya si pelukis, mengawasi wonwoo melarikan telunjuk pada garis-garis tubuhnya di kertas; mengagumi. namun yang keluar dari mulutnya kontras dengan apa yang ia rasakan. *"i expected better from you,"* kata wonwoo sebelum meletakkan buku sketsa dan mendorong tubuh mingyu ke ranjang bersamanya. memagut bibir mingyu dengan ketergesaan liar yang membuat cowok itu kehabisan napas. tangan mingyu dituntun ke belakang tubuh wonwoo; tanpa bicara menyuruhnya bermain-main di sana. *"take a look closer so you don't dissapoint me next time."* suara telapak tangan bertemu kulit terdengar di kamar. wonwoo berjengit, kegiatannya mengocok punya mingyu tersendat, belakang tubuhnya perih. "kayak gini?" tanya mingyu. kini meremas dan memijat bagian tubuh yang sama. wonwoo mengangguk menggigit bibirnya; *feels so good.* tubuh wonwoo serupa peta dunia; gagas mingyu selagi merebahkan punggung cowok itu ke ranjang, menukar posisi. bahunya, samudera pasifik. kulitnya, salju di pegunungan alpen. kepalanya, konstelasi mimpi; bintang-bintang menjatuhkan diri demi mewujudkan asanya. jari mingyu pengelana kesepian di pinggang wonwoo yang sempit; kanal suez. tangan wonwoo mengocok miliknya sendiri, kian cepat sekarang. nafasnya terengah. ia tersenyum mengejek dan membuka kaki lebih lebar. tahu betul apa pengaruhnya pada cowok yang sedang berlutut di antara kedua kakinya itu. *"take a picture, it lasts longer."* godanya. "boleh?" mingyu mengangkat satu tungkai ramping itu ke udara, menekuk dan menyusuri dengan buku jarinya. dari betis ke dalam paha, lalu ke telapak kaki, kali ini dengan bibirnya.*"stay here."* ia turun dari ranjang, mencari kameranya. *"i think we've used our last condoms last night!"* seru wonwoo, jari memilin pucuk dadanya yang keras. *"does it bother you?"* seru mingyu balik. *"no?"* *"same here."* mingyu kembali, tangannya mengutak-atik kamera polaroid. "hampir lupa kalo bawa ini. *now stick your cute ass up and smile for me.*" segera, wonwoo tidur bersama fotokopi dirinya bertebaran di ranjang, hanya dalam piksel dan lebih vulgar. ada satu yang paling mingyu suka. wonwoo tengkurap di sprei yang kusut, kedua lengan menyangga berat tubuhnya. satu paha ditekuk demikian rupa, sengaja menonjolkan sisi belakangnya yang sintal. menatap langsung ke arah kamera mingyu melewati bahunya yang lebar. matanya sayu, rambutnya acak-acakan; kayak orang selesai praktek adegan dewasa. wonwoo akan merasakannya sesaat lagi. *"ride me."* mingyu menaruh *lube* dan merebahkan diri di ranjang, mengocok miliknya santai. wonwoo menduduki tubuh mingyu, *pulling both his buttcheek aside and drop his weight down on mingyu's cock.* keduanya mendesah. wonwoo mulai mengangkat pinggul, diam-diam menggemari posisi ini, membawanya turun—merintih—naik lalu turun lagi. pelan di awal, cepat cepat cepat lalu melambat lagi; menguji kesabaran mingyu. dua lengannya menjangkau ke belakang sebagai tumpuan. *"sliding himself up and down so easily like he's weightless."* *"stay still."* satu perintah dari mingyu dan wonwoo terdiam, menahan berat tubuhnya di udara dan kali ini membiarkan pinggul mingyu bekerja. *he fucked wonwoo's so hard and good wonwoo can see stars exploding before his eyes."* *"—mingy—ah—ffuck—"* *"touch yourself. go and touch yourself, please."* napas mingyu berat. matanya mengawasi wonwoo tanpa jeda. *watching him sitting on his cock and bare himself open just for him. so pretty. oh so pretty and very much his.* pemandangan indah di belahan dunia manapun kalah saing dengan ini; andai mingyu bisa merekam semuanya. sesuai perintah mingyu, satu tangan wonwoo menjangkau ke miliknya sendiri yang sempat terabaikan, berayun liar mengikuti desakan agresif dari mingyu di bawahnya. tapi apa gunanya bila desakan mingyu saja sudah cukup membuatnya hampir gila. wajahnya mengerut lucu ketika milik mingyu mendesak makin dalam; *is that even possible?* wonwoo melempar kepala ke belakang, mulut terbuka dan melontarkan bunyi-bunyian vulgar yang bahkan dirinya sendiri nggak pernah berpikir bakal keluar dari mulutnya. ada banyak sisi yang pernah dia tunjukkan pada deretan kekasihnya terdahulu, termasuk ini. tapi semua terasa hampa sekarang; dangkal dan nggak seintim dibanding bersama mingyu. ia harap mingyu merasakan hal serupa; seperti dirinya yang mulai detik ini berjanji hanya ingin melakukan ini dengan mingyu saja. *"come here."* mingyu menarik tubuh itu ke dadanya, mendesak malas-malasan dan merasakan hangat di sekitar abdomen ketika wonwoo akhirnya klimaks di sana dengan isak tertahan. *"wanna suck your—your cock..."* mingyu nyaris klimaks di dalam wonwoo, lepas di sana hanya untuk melihatnya meleleh berantakan. *it's the sight that drives him insane the most.* kiranya dia harus melakukan itu di tempat yang berbeda kali ini. nggak masalah; selama itu masih di dekat tubuh wonwoo. dia turun ke kaki ranjang dengan kaki goyah, menghadiahkan miliknya ke mulut terbuka wonwoo yang berlutut di tepi ranjang. menyambut dengan kegirangan serupa menerima trofi. membungkus kepunyaan mingyu dalam rongga mulutnya. punya mingyu hangat besar dan mencekik jalur nafasnya hingga membuatnya menangis. wonwoo suka. *mingyu is fucking big everywhere and wonwoo loves it more when it fills his body. his mouth, his ass, his heart.* *" your hair is getting longer,"* ujar mingyu dengan nafas terengah. jarinya menyisir lembut rambut wonwoo, lalu pindah ke tengkuk, menggenggam sejumput dan mendorong kepalanya maju mundur; nggak begitu lembut sekarang. wonwoo hanya menggumam nggak peduli. sibuk tersedak ketika merasakan kepunyaan mingyu menabrak pangkal tenggorokannya. *"lay down."* protes terdengar ketika mingyu menarik miliknya dari rongga mulut wonwoo. masih linglung dan belepotan saliva, wonwoo merebahkan punggung ke ranjang. kepala di antara kedua paha mingyu, tangannya otomatis melayang meraih kepunyaan mingyu di atas kepalanya. mingyu menangkap tangan itu. *"no hands,"* ujar mingyu. kaki di lantai, menekuk lutut agar sejajar dengan rongga mulut wonwoo dan melesakkan miliknya lagi ke sana; *heaven*. *"spread your legs."* wonwoo membuka kakinya lebar, bernapas lewat hidung dan membiarkan milik mingyu menjajah mulutnya brutal. ia bisa merasakan tangan mingyu menggenggam miliknya kuat dan wonwoo klimaks lagi, kali ini di tangan mingyu. mengerang nggak jelas di tenggorokannya yang masih dikuasai mingyu. bibir wonwoo merah dan basah ketika mingyu mencabut miliknya dari sana. indahnya. indah sekali dan cuma punya mingyu seorang. *—milikkumilikkumilikkumilikku—* *"can i cum on your face? please can i cum on your face?"* tanya mingyu, mengocok miliknya gila-gilaan di dekat pipi wonwoo. "nggak...!" wonwoo menggulung badannya dan menutupi wajah. "*skin care* gue bisa nangis ntar." malu-malu, kendatipun pernah melakukan hal yang jauh lebih kotor dibanding itu. mingyu meringis, antara menahan sakit dan gemas. miliknya sudah di ujung. *"open your mouth then."* dan mingyu klimaks di mulut terbuka wonwoo yang patuh. misuh-misuh ketika wonwoo menjilat beberapa yang meleset jatuh di dagunya. ia ambruk di sebelah kaki wonwoo dan menyibak rambutnya yang basah oleh keringat, dadanya naik turun. sesuatu menjawil-jawil pipi mingyu kurang ajar, ia membuka mata dan mendapati wonwoo nyengir padanya dari ujung ranjang. ia mencengkam tungkai wonwoo di pipinya, mengagumi betapa mereka sangat enteng dan pas di tangannya yang masif. mingyu bisa membuatnya patah jadi dua, kalau mau. semudah mematahkan sepotong ranting. mungkin nanti, jika wonwoo mencoba lari darinya. "aku laper." wonwoo menjilat sisa-sisa terakhir mingyu dari bibirnya, mengecap-ecap lidah. kenyang namun merindukan makanan yang sesungguhnya. *"just in time for our breakfast."* mingyu mengecup singkat betis wonwoo. "mandi yuk." "mandiin..." itu membuat mingyu tersenyum. ia bangkit dan mengulurkan tangan pada wonwoo yang bangun malas-malasan, memanjat tubuh mingyu dan menempel di dadanya seperti koala. "yuk mandiin *dirty boy* dulu." mingyu mulai berjalan, wonwoo lebih berat dari dugaannya. "kamu juga *dirty*," wonwoo menggumam di dekat telinga mingyu, kepala terkulai di bahu cowok itu dan membiarkan dirinya dibawa ke *bathtub*. percaya mingyu nggak akan menjatuhkannya. × "sayang? kamu dimana? kak wonwoo? dimana—*oh there you are*." "hm?" wonwoo mendongak dari buku yang ia baca. ia menemukan tempat ini tadi. *sofa bed* di sebuah balkon teduh yang dikelilingi tanaman dalam pot. samudera hindia membentang di hadapannya. mereka biru, kalem, dan tak berujung. tiruan mininya juga ada di depan wonwoo. sebuah *infinity pool* yang menggoda untuk dicoba (kenapa di tempat ini banyak sekali kolam renang?) tapi wonwoo baru saja kering. angin yang cukup kencang lewat lalu pergi lagi. membuka halaman buku wonwoo jauh ke belakang. ia menahannya dengan jari. "lagi ngapain? aku cariin dari tadi." mingyu berjalan ke arahnya. tinggi, ganteng, wangi dan nggak bau seks lagi. "sini." wonwoo menepuk-nepuk ruang kosong di sebelahnya. "*i have a book for you*. katanya mau didongengin?" "buku apa?" mingyu melesakkan diri di *sofa bed*, kepalanya di paha wonwoo. *"rich people problems,"* jawab wonwoo kalem. satu tangan memegang buku, satu lagi di kepala mingyu, membelai sayang. mingyu keselek. *"i'm not rich, my father is."* balasan mingyu mengingatkan wonwoo pada sebuah film. ia mendengus. *"you know what? that's something only a rich person would say."* "kamu kesini bawa-bawa buku?" mingyu memandang wonwoo dan bukunya bergantian, ingin tahu. *"no, found them downstairs,"* jawab wonwoo, membuka satu halaman baru. mingyu menggeliat di sebelahnya. menekuk kakinya yang terlalu panjang, dan sesekali menimpali jalan cerita. ia bisa mendengar wonwoo cerita tentang apa saja sepanjang hari. andai ada yang bisa dimakan. "makanan kita dimana sih?" protes mingyu, kelaparan. "lelet amat, nunggu apaan coba?" *"big guy,"* tegur wonwoo tanpa melirik, jarinya membetulkan kacamata. nadanya persis orang tua yang melihat anaknya mulai bertingkah. *"be nice."* mingyu seketika diam kendatipun masih gelisah dan mengeluh. di kepalanya muncul ide lain. *"what the—"* wonwoo nyaris menjatuhkan bukunya ketika mingyu mendadak meloncat turun dari *sofa bed* dan berlutut di lantai, tepat di antara kakinya. cowok itu menyibak *bathrobe* yang wonwoo pakai dan wonwoo hanya bisa melongo. *"i'm gonna eat you instead," said mingyu, eyes mischievous, looking straight into wonwoo's eyes before engulfing his entire cock in one strong suck.* wonwoo menggigit bibir, kepalanya miring ke kanan, mengawasi kepala mingyu turun naik di antara kakinya. lengannya yang kuat membelit kedua paha wonwoo agar membuka lebih lebar. sementara buku bersampul kuning itu terlupakan di sebelahnya. diabaikan oleh si pembaca. *the sky behind mingyu's back is stupidly blue. such a sight, wonwoo thinks. just like mingyu's mouth. that stupid mouth of his that turns wonwoo into a beautiful mess and equally stupid. * *"pull it out,"* perintah wonwoo. *"use your tongue. yes. like that. good boy."* *mingyu's tongue trace the veins on wonwoo's cock and the puppy in him jump at the praise.* benar, dia akan membuat wonwoo bahagia dan wonwoo akan menyadari bahwa dia nggak butuh siapapun kecuali mingyu. wonwoo mendesah dan menatap langit-langit, matanya nggak lagi di mingyu. rileks; lebih menikmati daripada mengawasi cowok itu menguasai tubuhnya. jemari kaki wonwoo mengerut ketika ia merasakan lidah itu menjawil satu tempat terlarang di belakang tubuhnya. sekujur tubuh wonwoo mengencang, tengkuknya melengkung ke belakang, gedebuk pelan ketika kepalanya menabrak sandaran *sofa bed*. wonwoo ingin berteriak namun tersendat ketika ekor matanya menangkap sesuatu. wonwoo menoleh ke belakang. apabila ini komik, pasti ada satu keringat menetes di wajah-wajah melongo dan bingung para staf yang tangannya penuh oleh sarapan mereka pagi itu. wonwoo memukuli punggung mingyu. "mingyu. mingyu! *get up!*" "ouw! kenapa sih—*oh*." mingyu bangkit dari lantai juga selangkangan wonwoo, menyeka bibirnya yang basah, mukanya merah. sementara wonwoo buru-buru membenarkan *bathrobe* dan menyilangkan kaki. mukanya nggak jauh beda dari cowoknya. ia menyambar bukunya lagi dan menyembunyikan wajahnya di sana. mingyu berdeham keras. "taruh aja di meja," perintahnya. mereka menyelesaikan pekerjaan dan kabur dari tempat itu tanpa banyak kata. mingyu langsung mencolok sepotong kentang panggang dengan garpu, kelaparan. wonwoo menyubit dadanya keras-keras. "ouwouwouw!" mingyu menoleh ke arah wonwoo yang menatapnya kesal. *"what?? let me eat my breakfast then i'll finish you later, okay?*" wonwoo cuma bisa geleng-geleng kepala dan balik menekuni bukunya, namun membuka mulut ketika mingyu menyuapinya sepotong kentang tadi. "nggak, jangan deket-deket selangkangan gue." "apa? mau lanjut di pantai? bereees." *"you're sooo unbelievable.*" *"but you love me,*" balas mingyu, menunjuk wonwoo dengan garpunya. wonwoo senyum-senyum sendiri pada bukunya dan bukan, senyum itu bukan dari efek membaca tokoh dalam bukunya mesra-mesraan. ia menggumam. *"yes, i do.*" × mereka berujung ke pantai. bentangan pasir putih dan laut jernih dan semua itu hanya milik mereka berdua. wonwoo berlama-lama mengoleskan *sunblock* pada kulit mingyu dan sebaliknya. khususnya di bagian dada dan bisep. wonwoo seperti orang mesum saat melakukan itu pada mingyu yang nggak sadar dengan tatapan lapar wonwoo di kulitnya yang cokelat, tapi mustahil menyaksikan suatu keindahan semacam itu tanpa berkeinginan untuk menyentuhnya. wonwoo ingin melesakkan wajahnya di dada mingyu. selamanya kalau bisa. mereka berlarian ke bibir pantai. tertawa-tawa dan menciptakan jejak kaki di pasir. menuliskan nama satu sama lain di pasir hanya untuk melihatnya hilang disapu ombak. wonwoo mendorong mingyu ke air laut dan ikut jatuh ketika mingyu menariknya serta. mereka berteduh di bawah pohon sesudahnya. kulit gosong dan lengket dimana-mana. tumpang tindih di *sun lounger* dan ditidurkan oleh nyanyian samudera. wonwoo merebahkan kepala di dada mingyu dan ketika bibirnya mencium area tersebut, lidahnya terasa asin. × *rooftop* dan *infinity pool* segera jadi tempat favorit wonwoo di villa ini. ini hari terakhir mereka di sini. mereka akan meninggalkan bali esok pagi. wonwoo menikmati hari terakhirnya dengan berendam di *pool*. airnya hangat. berenang hilir-mudik dengan mingyu menontonnya dari *sofa bed*. mereka baru saja makan. mingyu memesan pizza malam ini. sesuai keinginan cowoknya karena apapun yang wonwoo inginkan, mingyu pasti laksanakan. wonwoo muncul dari dalam air. menyibak rambutnya yang basah dan menyeka wajah. matanya menyipit mencari mingyu. entah apa yang dia lakukan tapi cowoknya itu masih setia jadi penonton. sesekali mencomot sisa pizza dan menyesap *cocktail*. wonwoo berenang mendekat. matanya sejajar dengan kaki mingyu. *"what are you doing right there, handsome?"* wonwoo melipat lengan di tepi kolam, melamun memandang mingyu. yang ditanya hanya mengangkat bahu. *"just enjoying the view."* nggak terhitung sudah berapa kali mingyu merasakan tubuh wonwoo, tapi pemandangan wonwoo basah dan cuma pakai sepotong garmen dengan mudah bikin apa yang ada di antara kaki mingyu... nyeri. wonwoo tersenyum, kepalanya sedikit berkabut. pasti gara-gara *cocktail* itu. ia mentas dari kolam dan menyeka tubuh dengan handuk sekenanya. ia melepas *swim trunk* bersamaan dengan mingyu menurunkan celananya sendiri. cowoknya itu merebahkan punggung di sandaran, tangan mengocok miliknya yang sudah keras. "dudukin." telanjang, wonwoo menuntun diri sendiri dan membenamkan milik mingyu di dalam tubuhnya. ia mengeryit; sakit. "hah." *"move."* mingyu menepuk paha wonwoo setelah beberapa waktu merasakan cowoknya itu diam saja. wonwoo mencoba mengangkat lalu melesakkan diri lagi. bibirnya gemetar menahan sakit. *he moves painfully slow, it's killing mingyu. something's definitely off.* *"okay we need to stop, get off my lap."* *"no, i'm fine i can do this—"* dengan suara yang mengisyaratkan bahwa dirinya sama sekali nggak baik-baik saja. *"your whole body's practically shaking."* mingyu memindahkan wonwoo dari pahanya serupa mengangkat porselin dari cina. ia merebahkan cowoknya di *sofa bed*, dada di matras. pasti gara-gara seks maraton yang mereka lakukan beberapa hari ini. setelah mingyu rasa-rasa, pinggangnya sendiri juga mau copot. wonwoo mengaduh pelan. "*let's just sleep, okay?* besok bangun pagi, kita belum *packing*." mingyu menyelimuti wonwoo yang nggak merespon, mengiranya sudah terlelap ketika sebisik gumam terdengar. *"what time is it?"* "hmm?" mingyu menjangkau ponselnya. "11:11." "wait, jangan tidur. *make a wish* dulu." *"do your wishes ever comes true?"* tanya mingyu penasaran. *"yes and no. who knows? it's a fucking trend and everyone does it. quick say something! the universe is listening!"* mingyu terbahak. wonwoo boleh saja setengah terpejam tapi nyatanya ia masih cukup sadar untuk mengomelinya. ia berpikir keras, kapan terakhir kali dirinya menginginkan sesuatu? nggak ada yang cukup di dunia ini, lalu matanya berpindah pada sosok disebelahnya dan mingyu merasa jadi orang paling kaya sedunia. "nggak perlu," mingyu tersenyum pada belakang kepala wonwoo. "kan udah dikabulin." *"you're no fun,"* sahut wonwoo, merapatkan selimutnya. "kalo elo? mau minta apa, kak?" wonwoo membeku seolah nggak menyangka akan ditanyai pertanyaan seperti itu, mingyu nyaris menyesal menanyakannya. mimpi macam apa yang digantung terlalu tinggi hingga tangan wonwoo nggak sanggup menggapainya? mingyu *ingin* tahu. mingyu *harus* tahu. jawabannya samar, seolah takut didengar dan membebani langit. suara wonwoo terdengar seperti jiwa yang lelah. "gue pengen lanjut kuliah." kali ini mingyu yang terdiam namun dengan alasan yang sama sekali berbeda. tanpa suara, ia meninggalkan wonwoo setelah memastikan cowok itu sepenuhnya terlelap. jari mingyu berhenti lama di layar ponselnya. *pukul berapa di kanada sekarang?* mingyu bukan dewa. langit barangkali juga sudah cukup sibuk mengurusi perihal cuaca serta kehabisan bintang demi mewujudkan mimpi manusianya. mingyu memang bukan dewa, tapi ia bisa saja memberi wonwoo sepasang sayap. wonwoo boleh terbang sejauh ia mau, tapi mingyu adalah pemilik langit dimana ia terbang. *be careful what you wish for.*