Sweet Betrayal

Part 11 : You Better Know


[Kucing Jelek Besar Yang Berani]
Motto » Kita pemes di base sekolah😃

Raina : P.

Bella : Ucap salam Raina.

Raina : Wa’alaikumsalam.

Bella : :)

Raina : Canda. Assalamualaikum.

Bella : Wa’alaikumsalam.

Adya : Wa’alaikumsalam. Kenapa sih pagi-pagi pa pe pa pe?

Raina : Baca motto😃

Adya : Lah demi apa lu?

Raina : Beneran, liat aja base sekolah.

Aletta : Wah anjirr siapa yang masukin foto kita bareng temennya Reyhan??

Shucy : Shucy baru buka tw, kok muka kita di blur sih?

Raina : Gak di blur juga sih, tapi emang fotonya itu burem, keknya yang fotoin tremor deh.

Bella : Itu siapa yang kirim menfess nya?

Raina : Gak tau, tapi gua curiga sama seseorang.

Adya : Siapa?

Aletta : ^2

Shucy : ^3

Bella : ^4

Raina : Anak mading pasti.

Shucy : Anak mading? Shucy kenal satu orang namanya Anna.

Raina : Anna? Oh, keknya gua tau deh.

Aletta : Mau labrak dia?

Bella : Ih kenapa sih dikit-dikit main labrak aja?

Aletta : Biar kapok orangnya, enak aja main nyebar berita sembarangan.

Adya : Iya bener banget, itu berita hoax, masa kita di sangka pacaran sama temennya Reyhan

Bella : Lah, tapi bukannya sebagian dari kita emang pacaran ya sama mereka?

Adya : Ya iya sih, tapi gua kan kaga.

Raina : Gak usah di labrak, nanti gua ngomong sama anaknya, gua kenal kok.

Aletta : Seriusan lu?

Raina : Iyaa bener.

Shucy : Mau Shucy anterin Ra? Kali aja Shucy bisa bantu.

Raina : Gak usah Cay, gua sendiri aja nanti, paling dia gua omelin dikit langsung nurut.

Shucy : Oke, semangat Raina.

Raina : Iyee.

Aletta : Eh, lu udah pada berangkat belom?

Bella : Baru sampe, gua lagi di depan Lobby, kok semua orang ngeliatin gua ya?

Adya : Santai aja, nih gua baru dateng juga, kita masuk bareng Bel.

Shucy : Eh Shucy ikut, ini baru sampe juga.

Aletta : Gua tunggu di loker ya. Btw, katanya undangan pestanya Reyhan udah dibagiin ke setiap loker murid.

Raina : Serius? Weh, tungguin gua bentar lagi sampe.

Aletta : Gece gila, katanya mau ketemu Anna lu.

Raina : Iya sabar.


Adya, Bella dan Shucy menghampiri Aletta yang tengah berdiri di depan lokernya.

“Mana undangannya?” Tanya Adya.

Aletta memberikan undangan yang dia dapat itu pada Adya. “The Westin Hotel Jakarta, lu tau itu dimana?”

“Kaga.” Adya menggeleng, dia membuka undangan itu, undangannya saja terlihat mewah, bagaimana hotelnya nanti?

“Itu hotel bintang 5, mewah banget, harga paling murah permalamnya aja 2.1 juta.” Shucy membuka website mengenai hotel tersebut, dan benar saja hotel itu terlihat sangat mewah.

“Wahh, ini gila sih.” Bella sudah membayangkan hal-hal indah disana.

“Wahh view nya juga bagus woy, liat deh.” Shucy memperlihatkan gambaran hotel itu.

“Gilaa ini sih bagus bangett, jadi pengen tidur disana juga.” Bella makin tidak sabar menunggu malam tiba.

“Inget besok sekolah.” Adya mengingatkan.

“Iya, besok ulangan harian lagi.” Lanjut Aletta.

Bella dan Shucy pun langsung cemberut, andai saja besok hari libur.

“Oh iya, Raina mana?” Tanya Aletta.

“Paling bentar lagi dateng bocahnya.” Balas Adya.

Di lobby masuk Raina tengah berlari, meskipun bel masuk masih cukup lama, tapi anak ini terlalu bersemangat sampai tak sengaja menabrak seseorang.

“Wehh, lu gak apa-apa kan?” Tanya Raina, orang yang di tabraknya itu terjatuh, sedangkan dirinya tidak.

“Raina, what are doing?” Orang itu menatap Raina dengan cemberut, dia kesal karena seragamnya jadi berantakan.

“Eh Annabelle, kebetulan gua ketemu lu disini.” Raina membantu Anna berdiri.

“Ih nama gue bukan Annabelle, just Anna.” Protes Anna sambil merapikan seragamnya.

“Iya itu.” Raina mengambil ponselnya lalu menunjukkan postingan yang berisi fotonya serta teman-temannya. “Gua tau ini semua ulah lu kan? Apus gak?”

“Eum… B-bukan, berita apaan tuh?” Anna pura-pura tidak tahu.

“Gak usah ngeles lu, gua tau banget ini ketikan lu.” Ujar Raina.

Ya, Raina dan Anna memang cukup dekat, mereka dulu sering telat bersama saat masa orientasi dan berakhir dihukum oleh sang ketua Osis.

“Kasih tau dulu hubungan lo sama kak Hesa.” Anna menatap Raina penuh selidik. “Lo tega Ra ngehianatin pertemanan kita.”

“Hah? Maksud lu apaan?” Raina bingung.

“Lo lupa Ra, gue kan suka sama kak Hesa.” Ujar Anna.

“Wait, what?” Raina kaget, sejujurnya dia lupa, karena semenjak masa orientasi berakhir mereka jadi jarang bertemu.

“Tuh kan bener, lo pasti pacaran sama dia.” Anna menyipitkan matanya.

“Kaga, lu tau sendiri gua benci banget sama Mahesa, inget kan pas kita dulu dihukum gegara telat, kita dijemur ditengah lapangan sama dia woy!” Seketika bayang-bayang masa lalunya terlintas begitu saja.

’Lah iya juga ya, kok gua mau sih pacaran sama Mahesa? Jelas-jelas dia dulu musuh gua, wah asu.’ Batin Raina mulai menyesali perbuatannya.

“Oh iya ya, dulu lo sering ngatain dia.” Anna tersenyum mengingatnya. “Berarti kak Hesa, masih single dong.”

“Iya kali, pokoknya apus foto gua sama temen-temen gua, cepetan!” Perintah Raina, dia emosi juga lama-lama.

“Eh Raina liat itu..” Anna membalik tubuh Raina untuk menghadap gerbang sekolah.

Disana terdapat Reyhan dan teman-temannya yang berjalan memasuki sekolah, semua siswi di sekitarnya langsung memandangi ketujuh lelaki itu dengan kagum.

Raina hanya bisa memutar matanya, ini sama saja memperlambat waktunya untuk menghapus postingan itu.

“Ra, mereka ganteng banget woyy!” Anna menarik-narik seragam Raina tanpa dosa.

“Bodo amat, cepetan apus itu postingan, gua laporin Mahesa ya.” Ancam Raina, entah dia juga bingung kenapa tiba-tiba menyebutkan nama Mahesa.

“Hah? Kok laporin ke dia sih?” Anna memiringkan kepalanya.

“I-iya, gua kasih tau kalo lu suka sama dia, mau?”

“Eh jangan.” Anna tertawa canggung. “Iya ini gue apus.”

“Kasih klarifikasi juga, cepetan!”

“Klarifikasi? Gimana?”

Raina mengambil ponsel Anna lalu menuliskan beberapa kalimat disana.

“Dah nih, foto-foto yang saya sebar kemarin itu Cuma editan belaka.” Ujar Raina.

“Dihh, editan dari mana?” Anna kesal, jelas-jelas foto itu dia potret menggunakan ponselnya sendiri.

“Ssttt…” Raina menatapnya tajam.

“Kenapa kalian masih disini? Gak masuk kelas?” Tanya seseorang di belakang mereka.

“Eh kak Hesa, Hai…” Sapa Anna, tangannya mulai menarik seragam Raina lagi.

“Gak usah tarik-tarik seragam gua.” Bisik Raina.

“I-itu kak Hesa.. Rainaaa..” Bisik Anna salah tingkah.

Raina menatap sinis Mahesa, namun lelaki itu membalasnya dengan senyuman tipis.

Semenjak bayangan masa lalunya teringat kembali, Raina jadi kesal melihat wajah pacarnya itu.

“Iya, ini gua sama dia mau masuk kelas elah.” Balas Raina agak ketus.

“Oh oke, saya duluan kalo gitu.” Pamit Mahesa.

“Huwa Raina, kak He—”

“Berisik, gua mau ke loker.” Raina melangkahkan kakinya menuju area loker.

“Oh iya Ra, lo di undang ke party nya Reyhan gak?” Anna mengikuti kemana Raina pergi, jujur dia rindu berbicara dengan Raina.

“Gak tau.” Raina membuka lokernya dan menemukan sebuah undangan disana.

“Yes, lo di undang Ra, kita bisa berangkat bareng dong!” Seru Anna antusias.

“Kaga-kaga, gua bareng temen gua.” Tolak Raina.

“Ih Ra, jahat banget lo, gue bareng lo juga ya? Please…” Mohon Anna.

“No, we can’t!” Raina menjaga jarak dari Anna.

“But Ra—”

“Just go away Anna…”

“Why are you so mean?” Mata Anna mula berkaca-kaca.

“It’s because…” Raina menatap Anna iba, bukankah itu terlalu dramatis? “Emang lu gak ada temen yang bisa lu ajak bareng gitu?”

“You know Ra, anak mading gak ada yang mau ikut, mereka terlalu introvert buat ikut, like what the hell?”

“And then, what the fuck? Kenapa lu jadi mau ikut bareng gua?”

“Lo gak kangen sama gue Ra?”

“No, at all!”

Raina hendak meninggalkan Anna sendirian, tapi sisi baiknya berkata lain, dia kembali menoleh ke belakang lalu menghela nafas panjang.

“Jangan kira gua berubah pikiran, gua Cuma mau bilang kita ketemuan di lobby hotel aja, nanti masuknya bareng.” Usul Raina.

“Oke sip.” Anna tersenyum dan memeluk Raina.

“Iya, gak usah peluk gua segala.” Raina melepas paksa pelukan Anna.

“Ya udah sampai ketemu nanti malem.” Anna melambaikan tangannya. “Oh iya, pasti nanti malem mereka semua ganteng banget, especially kak Hesa.”

Raina tertawa canggung, kok bisa ya Anna sampai tergila-gila dengan Mahesa, sedangkan Raina sendiri tidak pernah memuji pacarnya itu.

“Kok lu bisa sih suka sama Mahesa? Jelas-jelas dulu dia sering ngehukum kita di tengah lapangan, bahkan lu sampe pingsan gegara panas matahari.”

“Ih, itu kan emang kita yang salah, kak Hesa tegas gitu kok orangnya.” Ujar Anna. “Lo inget gak sih? Dulu gue pernah di gendong sama dia ke UKS pas pingsan.”

“Emang?” Raina gak inget apa-apa selain wajah menyebalkan Mahesa.

“Iya Ra, nah semenjak saat itu gue suka sama dia, emang lo gak suka sama dia samsek?” Tanya Anna.

“Gak tuh.” Raina mengangkat bahunya, acuh.

“Ya bagus sih, biar gue aja yang suka, ya udah gue ke kelas duluan ya, bye.” Pamit Anna.

Raina pun pergi menghampiri teman-temannya di ujung loker.

“Dari mana aja lu?” Tanya Aletta.

“Abis ketemu Kuntilanak gua.” Balas Raina asal.

“Pagi-pagi gini?” Bella kaget, emangnya ada hantu pagi buta begini.

“Canda elah, gua abis ketemu Annabelle.” Ujar Raina. “Lu liat aja postingannya udah ilang.”

“Lah iya, baru ngeh gua.” Adya baru saja mengecek ponselnya.

“Annabelle itu Anna ya?” Tanya Shucy. “Jadi nama lengkapnya dia Annabelle? Serem banget kaya boneka di film horror.”

“Iya, anaknya juga ngeselin, gak beda jauh sama boneka Annabelle.” Sindir Raina.

“Btw, nanti berangkat jam berapa?” Tanya Aletta.

“Acaranya mulai jam 7, kita berangkat setengah 7 aja.” Saran Adya.

“Eh dress code nya itu black, maksudnya kita pake baju item-item gitu?” Bella sedikit bingung dengan konsepnya.

“Kek mau ngelayat aja kita.” Sahut Raina.

“Lah iya juga, kek sekte gak sih?” Adya jadi memikirkan hal yang tidak-tidak.

“Kaga elah, ya kali, itu karna Reyhan anaknya swag makanya dress codenya item-item.” Aletta yang paling berpikir logis.

“Ya udah guys, ayo kita ke kelas aja.” Ajak Shucy.

“PERHATIAN ‘THE BEAUTY’ MAU LEWAT!” Teriak salah seorang murid.

“The Beauty?” Tanya kelima gadis itu.

“Ah The Beauty.” Adya menjentikkan jarinya. “Iya-iya gua tau.”

The Beauty adalah sekelompok gadis populer di sekolah ini, mereka semua rata-rata menempati kelas 11 dan 12, dan jelas mereka itu adalah senior bagi kelima gadis kita.

Sebenarnya The Beauty ini terdiri dari 5 orang. Yaitu Alya, Agnes, Nayla, Shella dan pemimpin mereka Rachel, hanya saja Rachel sedang mengikuti pertukaran pelajar di Australia selama 1 tahun belakangan ini.

Dan ya, kalau kalian ingat Rachel ini adalah sepupu dari Reyhan.

“Oh my god, mereka cantik banget.” Kagum Raina.

“Makasih…” Sahut Bella.

“Bukan lu anjir.” Raina menatap Bella sinis.

“Ah udah gak penting, mending kita ke kelas aja.” Ajak Aletta.

“PERHATIAN ‘THE FORCE’ MAU LEWAT!” Mereka kenal banget itu suara siapa, tidak lain dan tidak bukan adalah Ricky.

“Jadi nama geng mereka itu The Force?” Tanya Shucy melongo.

“Jelek banget dah.” Gumam Raina.

“Emang artinya apa?” Tanya Adya.

“Kekuatan?”

Asal mula nama The Force memang baru terbentuk hari ini, ide tersebut muncul dari oknum bernama Ricky.

Sekarang geng The Force itu tengah menyapa para penggemarnya di sepanjang koridor loker. Namun anggotanya sedang tidak lengkap, hanya ada Azka, Juan, Ricky, Satya dan Sean saja. Sisanya mempunyai kesibukan tersendiri.

“Yo, everybody, kembali lagi bersama kami The Force, jangan lupa ya nanti malam kita party!” Teriak Ricky dengan santainya.

Para murid di sekitar mereka pun ikut bersorak gembira.

“Apaan sih lu? Norak tau gak?” Omel Satya.

“Eh bang, ini kan celebration, bang Reyhan lagi ultah loh.” Balas Ricky mencari alasan.

“Ya tapi gak kek gini, berisik!” Satya memukul kepala Ricky.

“Tau lu, norak banget, yang ultah kan bang Reyhan bukan lu.” Sean ikut mengimeli Ricky.

“Elah salah terus gua.” Ricky menunduk kesal.

“HARI INI KITA DI TRAKTIR BANG REYHAN DI KANTIN!” Teriak Juan tanpa dosa.

“HEH!” Azka menutup mulut Juan yang seenaknya bicara itu.

“YEII KITA MAKAN GRATIS DI KANTIN!” Ucap sebagian murid disana.

“Woy kok lu ngomong gitu sih?” Tanya Sean.

“Kenapa emangnya? Bang Reyhan juga santai kok, kenapa lu yang sewot?” Juan menatap kesal ke arah Sean, perdebatan mereka semalam jelas menjadi penyebabnya.

“Kalo lu ada masalah sama gua, kita selesain sekarang, gak usah aneh-aneh deh.” Sean membalas tatapan Juan, seharusnya kalau Juan tidak mau kan tinggal bilang saja.

Bukannya menjawab, Juan malah pergi meninggalkan mereka.

“Lu ada masalah apa dah sama dia?” Tanya Satya, ini pertama kalinya dia ngeliat duo Upin-Ipin itu ribut.

“Tau lu, lagi hari ulang tahunnya Reyhan juga, malah berantem.” Kompor Ricky.

“Diem lu, bukan urusan lu ya!” Sean mendengus, dia mau sih ngejar Juan tapi sifat magernya terlalu mendominasi.

“Sean, kalo lu ada masalah sama Juan mending cepet-cepet di selesain deh, jangan di tunda-tunda gitu.” Saran Azka dengan lembut, dia hanya ingin adik-adiknya ini akur.

“Kok lu semua jadi nyalahin gua sih bang?” Sean melipat kedua tangannya di depan dada.

“Bukannya nyalahin, kita Cuma ngasih nasehat aja.” Jelas Azka. “Bukannya lu gak bisa hidup ya tanpa Juan?”

“Dih, ya bisa lah!” Sean memutar kedua matanya.

“Itu mereka ngeributin apaan sih?” Tanya Aletta penasaran, pasalnya Juan sampai pergi begitu saja dan tidak ada salah satupun yang mengejarnya.

“Gak tau, paling masalah pesta kali.” Ucap Raina.

“Itu Juan gak apa-apa kan? Kok gua jadi khawatir ya sama dia.” Perasaan Bella mulai tidak enak.

“Gua curiga pasti biang keroknya si Sean, parah sih.” Tuduh Adya.

“Mereka gak liat kita apa ya? Kok gak kesini sih.” Shucy mempoutkan bibirnya, dia kan mau menyapa mereka.

“Eum hai kalian… Kalo boleh tau Reyhan kemana ya?” Tanya seorang siswi pada mereka. Ya, dia salah satu dari geng The Beauty.

“Oh, Reyhan lagi piket, kenapa?” Satya mendekat ke arah siswi itu.

“Oh gitu, titip salam ya buat Reyhan, bilang selamat ulang tahun dari kita.” Ucap siswi itu, sebut saja namanya Shella.

“Sip, nanti di sampein kok.” Satya tersenyum.

“Oh iya, bilang juga kita pasti dateng kok ke acara ulang tahun dia, sekalian menyambut pulangnya Rachel dari Australia.” Ucap Alya sambil tersenyum.

“Oh oke.” Satya mengangguk.

“Kalo gitu kita ke kelas dulu ya, bye.” Para siswi populer itu pun pergi dengan anggun.

“Lu suka sama dia bang?” Tanya Ricky.

“Kaga, formalitas aja.” Balas Satya. Ya sebenarnya jiwa buaya masih melekat di dalam dirinya.

“Gua ke kelas duluan ya bang.” Pamit Sean.

“Eh tungguin gua Sean, main pergi aja lu.” Ricky mengejar Sean dari belakang.

“Bro, inget pacar lu, katanya lu mau tobat.” Azka merangkul sohibnya itu.

“Iye, tadi kan gua Cuma berusaha jadi pendengar yang baik.” Satya ngeles.

Mereka pun pergi menuju kelas masing-masing.

Ah, jangan lupakan kelima gadis kita yang tengah merenung di depan loker itu, pikiran mereka seketika di penuhi tanda tanya.

Apa sebenarnya hubungan The Force dan The Beauty?


“Juan…” Panggil Sean yang baru saja memasuki kelas.

“Gua pindah tempat duduk ya, lu duduk aja sama Ricky.” Juan mengambil tasnya lalu berdiri.

“Gak! Lu kira boleh pindah tempat duduk kek gitu?” Sean menahan Juan. “Nanti di omelin guru, Ju.”

“Biarin aja, nanti gua bilang lu yang nyuruh gua pindah.” Juan menepis tangan Sean dengan kasar.

“Aduh, udah deh mending lu berdua sekarang baikan, ribet banget sih lu.” Ricky mulai lelah dengan kelakuan dua temannya itu.

“Ricky, coba lu pikir, masa Sean nyuruh gua buat pacaran sama Bella, udah gila kali ya.” Adu Juan.

“Oh jadi lu berantem karna itu?” Ricky menggelengkan kepalanya. “Lu bukannya suka sama Bella ya, Ju?

“Nggak, kata siapa?” Juan menatap tajam Ricky.

“Bang Reyhan, dia bilang kemaren sama gua.” Ujar Ricky. “Dia tau banget kalo perlakuan lu sama Bella itu beda.”

“Ih, itu kan karna Bella lagi sakit, kalo dia sehat juga gua katain anjingnya Xiaojun.” Jelas Juan.

“Ya udah kalo lu gak mau, Bella buat gua aja dah.” Usul Ricky.

“Ya udah, ambil aja!” Juan tidak keberatan sama sekali.

“Juan…” Panggil Sean lagi.

“Apa sih!? Lu gak bisa seenaknya ngatur hidup gua ya, gua juga bebas nentuin pilihan gua!” Juan kecewa dengan Sean, dia tidak butuh pacar atau apapun itu, dia hanya ingin bersama Sean seperti dulu.

“Iya gua minta maaf.” Sean memegang kedua bahu Juan, mencoba mendinginkan suasana. “Duduk dulu.”

Juan menuruti perintah Sean itu. “Sean gak mau temenan lagi ya sama Juan?”

“Ett, lu mikir apaan sih?” Sean memukul pelan kepala Juan. “Maksud gua tuh gini Ju, gua mau lu deket sama Bella, coba deh buka hati lu buat dia.”

“Tapi kan Juan gak suka…”

“Lu suka sama Bella, cuman lu itu denial.”

“Denial itu apa?”

“Ya kaya lu gini, bilangnya gak suka tapi sebenernya lu itu suka sama dia.”

“Sean sok tau ah.”

“Kaga, lu percaya sama gua.” Sean meyakinkan. “Nanti pulang sekolah lu deketin tuh Bella, ajak pergi bareng ke pestanya bang Reyhan, lu bisa naik motor kan?”

Juan mengangguk. “Tapi maunya pergi bareng Sean.”

Sean menepuk dahinya. “Kita ketemuan disana, gua gak bakal kemana-mana elah.”

“Ya udah, nanti Juan ketemu sama Bella.” Juan akhirnya setuju. “Tapi Sean harus janji…”

“Apa? Iya gua janji apapun itu, udah ya jangan ngambek kek tadi.”

“Ih Juan kan belom ngomong…”

“Gak usah ngomong, kita mau ulangan Ju! Astaga gua lupa!” Sean seketika panik, dia belum belajar ataupun membuat contekan.

“Sean mah kebiasaan.” Juan memutar kedua matanya malas.

“Nah gitu kek lu berdua akur.” Ucap Ricky yang duduk di depan mereka. “Tapi beneran Ju, kalo lu gak sanggup jadi pacar Bella, gua rela kok gantiin lu.”

“Ricky, temenin Juan jadi pacar Bella aja yuk, Juan bingung kalo sendiri.” Pinta Juan, memang tidak masuk akal sebenarnya.

“Oke apapun for princess Bella, gua skuy.” Ricky menjentikkan jarinya.

“Lah kok gitu? Mana ada pacaran minta temenin.” Sean tak habis pikir dengan keduanya.

“Ih gak apa-apa, paling Bella juga mau aja, dia kan gampang baper.” Ujar Juan penuh keyakinan.

“Ya udah dah terserah lu pada, gua dukung yang terbaik buat kalian.” Sean menepuk bahu Juan dan Ricky.

Juan akan membuktikannya pada Sean, bahwa mendapatkan Bella sama halnya dengan membalikkan telapak tangan.


Sekarang kita beralih dengan kelima gadis yang tengah berkumpul sebelum jam masuk itu.

“Lu mikir gak sih? Kalo gengnya The Beauty itu ngincer pacar lu pada.” Bella mulai berteori.

“Pacar? Gua gak punya pacar.” Adya kesal, harus berapa kali dia bilang kalau dirinya ini single.

“Ya maksudnya yang lain.” Bella menunjuk temannya satu persatu.

“Iya kali.” Aletta mengangkat kedua bahunya.

“Menurut Shucy sih bisa aja, secara mereka semua itu cantik, so why not?” Shucy tidak terlalu memikirkannya, dia hanya mengikuti alur saja.

“Kalo lu Ra?” Tegur Bella.

“Hah?” Raina tertegun. “Gak tau, tapi gua setuju sama Shucy.”

“Udah gak usah di pikirin kali, paling cowok lu itu pada bucin sama lu semua, tenang aja.” Adya tidak mau temannya berpikir jauh.

“Iyaa…” Balas ketiganya.

“Kok mereka mau ya sama kita?” Gumam Aletta.

“Hm, biasanya cowok itu suka sama cewek yang gak suka sama dia, iya gak sih?” Tebak Bella.

“Masa?” Shucy tidak yakin.

“Ih, gua kan nebak doang, gak tau juga.” Ujar Bella.

“Kok lu jadi kepo sih sama urusan mereka?” Adya menatap Bella sinis.

“Ya kan gua sebagai temen mau membantu kalian.” Sebenarnya ucapan Adya tidak sepenuhnya salah, Bella memang penasaran dengan pendapat temannya itu.

“Lu mah malah bikin overthinking, kalo misalkan pacar lu semua gak setia, putusin lah.” Adya menasihati mereka.

“Iya bener itu.” Aletta mengangguk setuju.

“Gak mau di bicarain baik-baik dulu?” Tanya Bella.

“Gak usah, kelamaan.” Balas Raina dengan nada dingin.

Bella pun langsung terdiam dan tidak berani bertanya lagi, dia pikir mungkin teman-temannya ini lagi datang bulan semua.


Bel pulang sekolah berbunyi.

Mereka berlima membereskan segala peralatan sekolah yang berserakan di meja dan memasukkannya ke dalam tas masing-masing.

“Raina…” Panggil Bella.

“Kenapa?” Raina menyampingkan tas ranselnya.

“Kalo misalnya nanti kita gak jadi bareng gimana?” Tanya Bella ragu. “Maksudnya kek gua di anterin ayah gua gitu?”

“Oh ya udah bagus lah.” Raina mengangguk paham.

“Lu gak marah kan?” Tanyanya lagi.

“Kaga, santai aja.” Raina merangkul Bella.

“Oh iya lu ekskul ya?” Tanya Aletta.

“Iya tapi gua mau bolos, diem-diem lu pada.” Raina memakai jaket yang dia bawa.

“Eh seriusan?” Shucy nampak tak percaya, setaunya Raina ini tidak pernah membolos ekskul sama sekali.

“Dih, sok sokan mau bolos.” Sindir Adya.

“Chill…” Ucap Raina santai.

Saat mereka melangkah keluar kelas, disana sudah berdiri ke-empat lelaki tampan yang sedang menunggu mereka.

Ya siapa lagi kalau bukan, Azka, Juan, Satya, dan Sean.

“Kalian ngapain disini?” Tanya Aletta bingung, tumben banget mereka dateng ke kelasnya.

“Pulang bareng beb.” Azka mengulurkan tangannya pada Aletta.

“Kok gak bilang-bilang?” Aletta hanya memandangi tangan Azka tanpa ada niat menyentuhnya.

“Biar surprise.” Azka tersenyum, akhirnya dia meraih tangan Aletta dan membawanya pergi dari sana.

“Ayo Shucy kita pulang bareng.” Satya mencoba merangkul Shucy, namun pergerakannya di cegat oleh Adya.

“Mau ngapain lu sentuh temen gua?” Tanya Adya dengan tatapan membunuhnya.

“Eh gua pacarnya ya, mohon maaf aja.” Satya mengedipkan matanya pada Shucy, memberi kode.

“Iya, gak apa-apa ya Adya, kak Satya gak macem-macem kok.” Ucap Shucy meyakinkan.

“Biarin aja sih mereka mau ngapain, ngapa jadi lu yang ribet.” Timpal Sean.

“Awas ya lu kalo sampe temen gua kenapa-napa.” Ancam Adya.

“Iya, kaga bakalan, yuk kita pulang.” Satya segera membawa Shucy pergi.

“Udah gak usah di pikirin, mending lu pulang sama gua.” Ajak Sean.

“Dih, ogah banget.” Tolak Adya secara mentah-mentah.

“Eh biar nanti malem gua gampang jemput lu di rumah, gua tau lu lagi gak bawa motor kan?” Tebak Sean.

“Kok lu tau sih? Lu stalker gua ya?” Adya seketika merinding, bagaimana anak itu bisa tau?

“Mana ada.” Elak Sean.

“Ya udah kalo mau bareng ayo cepetan!” Adya berjalan meninggalkan Sean.

“Tungguin woy!” Sean mengejarnya.

Kini tinggal Bella, Juan dan Raina.

“Kalian gak pulang bareng?” Tanya Raina, abisan dari tadi dia liat Bella sama Juan ini Cuma lirik-lirikan aja.

“Iya sebentar.” Juan mengulurkan tangannya pada Bella. “Ada yang mau Juan omongin sama Bella.”

Bella meraih tangan Juan. “Mau ngomong apa, Ju?”

Juan melirik Raina, entah dia ingin meminta izin atau menyuruh Raina untuk pergi.

“Iya gua gak dengerin kok, santai aja.” Raina pura-pura melihat ke arah lapangan lantai dasar.

“Juan mau tanya, kenapa Bella bisa suka sama Juan?” Juan menatap dalam mata Bella.

Bella menelan ludahnya kasar, darimana Juan bisa tau? Bella mulai merasakan Jantungnya berdegup kencang hingga keringat dingin membasahi dahinya.

“Eum.. itu…” Bella berpikir sejenak. “Juan inget gak? Waktu itu Juan pernah nolongin Bella pas awal masuk sekolah.”

“Gak inget.” Juan menggelengkan kepalanya. “Emangnya Juan pernah nolongin apa?”

“Itu loh Ju, waktu Bella lagi jalan di pinggir lapangan tiba-tiba lu meluk dia biar gak kena bola.” Raina sengaja ngasih tau, abisan dia greget sama dua insan di depannya ini.

“Ih Raina…” Bella jadi malu.

“Apa? Gua Cuma membantu sebagai teman.” Raina meniru kata-kata Bella.

“Oh jadi karna itu.” Juan mengangguk paham. “Kalo Bella jadi pacar Juan mau?”

“Hah?” Bella makin syok, ini dia gak salah denger kan? Lebih tepatnya, ini bukan mimpi kan?

“Ayo kita pacaran Bella!” Seru Juan penuh percaya diri.

“Juan gak lagi mabok kan?” Bella takut, siapa tau dia di kibulin lagi kan malu.

“Gak, Juan serius.” Juan menggenggam kedua tangan Bella dengan lembut. “Bella mau ya jadi pacar Juan?”

Mendengar kalimat Juan barusan membuat Bella meneteskan air matanya, dia sangat terharu dan bahagia, akhirnya setelah sekian lama cintanya bisa terbalaskan juga.

Reflek Juan langsung memeluk Bella dan menenangkan gadis itu agar tidak menangis lagi.

Untung saja koridor disana sudah sepi.

“Udah Bella jangan nangis, Juan gak mau Bella sedih.” Juan menepuk-nepuk punggung Bella. “Jadi gimana? Bella mau gak?”

Bella mengangguk antusias sampai membuat Juan tertawa.

“Bella tau gak, kemarin Juan cium bibir Bella waktu tidur.” Juan menundukkan kepalanya karena malu.

“Hah?” Bella ngebug, jadi ciuman pertamanya udah di ambil? Sama Juan? Kenapa dia baru tau sekarang!?

“Maaf Juan gak sempet bilang sama Bella.” Jelas Juan. “Apa Bella mau di cium lagi?”

Udah berasa dunia milik berdua aja, mereka lupa kalo sekarang lagi di sekolah, serta Raina yang mendengar semua percakapan mereka.

Karena Bella gemas, dia langsung mencium pipi pacarnya itu. “Makasih Juan…”

Juan kembali membawa Bella ke dalam dekapannya, tak lupa dia membalas ciuman Bella barusan.

Raina yang ngeliat adegan roman picisan Cuma bisa nahan tawa, dia nyesel juga sih, tau gitu dia pergi aja, berasa nyamuk dia disana.

Aku siapa? Aku dimana?

“Anjir, gua aja jadian gak kaya gitu.” Gumam Raina setengah iri.

“Sayang Juan…” Bella memeluk Juan semakin erat.

“Juan juga sayang sama Bella.” Juan membelai rambut Bella. “Oh iya Bel, nanti kita berangkat bareng yuk ke pestanya bang Reyhan.”

“Juan mau jemput Bella?” Tanya Bella dengan mata berbinar.

“Iya, Bella gak keberatan kan?” Juan mengelus pipi Bella.

Bella menggelengkan kepalanya, siapa juga yang keberatan di jemput pacar sendiri.

“Ya udah yuk, kita pulang naik mobilnya bang Reyhan lagi, sama Ricky juga.” Juan menangkup pipi Bella, mengusap lembut sisa air matanya.

“Emang boleh?” Tanya Bella.

“Boleh dong, kan kita keluarga.” Juan mengacak rambut Bella.

“Raina gimana?” Bella menatap Raina.

“Gak usah pikirin gua, lu berdua duluan aja.” Ucap Raina tersenyum canggung, dia seneng kok temen nistanya itu akhirnya punya pacar.

“Gak mau bareng sama kita juga?” Tawar Juan.

“Gak apa-apa, gua nanti bareng Mahesa kok.” Tolak Raina, dia aja gak tau pacarnya itu kemana.

“Ya udah kita duluan ya Raina.” Pamit Bella, jangan lupakan tangan mereka yang saling bergandengan.

“Dasar anak muda.” Gumam Raina. “Ck, lu kemana sih He? Giliran di butuhin aja ngilang.”

Raina berbalik dan tidak sengaja menabrak seseorang, Raina tau persis siapa orang yang dia tabrak, aroma parfumnya sangat familiar.

“Kamu cari saya ya?” Bisik orang itu.

Raina mendongakkan kepalanya, entah kenapa melihat wajah Mahesa membuat matanya berkaca-kaca.

“Loh kok kamu nangis?” Mahesa panik dan segera memeluknya. “Kamu kenapa hm?”

Ini pertama kalinya Mahesa lihat Raina menangis, setaunya Raina ini jarang sekali menangis ataupun mengeluh, jika dia seperti ini pasti ada sesuatu yang mengusik pikirannya.

“Mahesa nyebelin…” Lirih Raina seraya meremas kuat seragam Mahesa.

“Iya, maaf ya…” Mahesa tidak mengerti letak kesalahannya dimana, tapi apapun yang terjadi dia akan selalu meminta maaf lebih dulu. “Kok kamu gak ekskul sih? Bolos ya?”

“Sok tau…”

“Saya nanya loh.”

“Mau pulang…”

“Iya ayo pulang.” Mahesa mengusap lembut air mata Raina, bahkan dia mencium kelopak mata Raina secara bergantian. “Tuh kan seragam saya jadi basah gara-gara kamu.”

“Biarin…”

“Kamu kenapa sih tiba-tiba nangis? Kangen ya sama saya?” Mahesa mencolek dagu Raina.

“Dih…” Raina menepis tangan Mahesa. “Lu inget masa lalu kita gak?”

“Gak, ngapain inget-inget masa lalu? Kita tuh harus terus maju, life goes on baby.” Goda Mahesa.

“Ih bukannya gitu.” Raina memukul bahu Mahesa. “Lu gak inget He dulu sering ngehukum gua?”

“Ngehukum?” Pikiran Mahesa mulai bercabang, entahlah dia justru memikirkan hukuman yang tidak-tidak. “K-kapan?”

“Ya, dulu gua emang sering telat sih, terus lu nyuruh gua berdiri di tengah lapangan sambil hormat ke bendera, sampe rasanya mau mati.” Jelas Raina.

“Ah itu…” Mahesa tertawa.

“Kenapa ketawa?” Raina bingung, perasaan gak ada yang lucu deh.

“Dulu kamu itu berani banget deh, saya inget kamu sering ngatain saya di depan orang-orang, kamu juga sempet bilang kalo saya gak becus jadi ketos.” Mahesa ingat betul awal mula mereka bertemu.

“E-emang apa?” Raina tertegun, sejahat itu kah dia dengan Mahesa dulu?

Sebenarnya mereka berdua ini adalah musuh selama masa orientasi, Raina yang sering terlambat dan suka mencari masalah dengan Mahesa, serta Mahesa yang selalu menghukum dan melaporkan segala perbuatan nekat Raina.

Semua Raina lakukan karena dirinya kesal dengan sikap ambisius Mahesa yang menurutnya terlalu berlebihan, hingga kasus Anna yang pingsan karena hukumannya membuat Raina semakin membencinya, bagi Raina Mahesa telah mencelakakan temannya.

Anehnya saat masa orientasi berakhir, mereka mulai melupakan semua kejadian suram tersebut, Mahesa tidak sepenuhnya lupa bagaimana dia mengenal Raina, hanya Raina yang melupakan semuanya.

“Iya, kamu lupa kan? Bahkan kamu pernah bilang gini, ’kok bisa ya ada orang yang suka sama Mahesa? Kalo sampe ada yang mau pacaran sama Mahesa, dia pasti orang paling bodoh di dunia.’ dan sekarang kamu pacar saya.” Lanjut Mahesa.

Raina memejamkan matanya, dia malu banget, kok dia bisa lupa semua itu ya. “Maaf kak, kakak pasti capek ya ngeladenin orang kaya Raina.”

“Tumben manggil kak.” Sindir Mahesa, giliran mau minta maaf aja langsung hormat.

“Iya maaf juga kalo selama ini Raina gak sopan sama kakak.” Ucap Raina dengan tulus.

“Udah saya maafin dari lama kok, kamu santai aja.” Mahesa membelai rambut Raina. “Tapi aneh ya kalo kamu manggil kak.”

“Terus manggil apa? Pak?” Raina jadi merasa serba salah.

“Coba panggil mas deh.” Suruh Mahesa.

“Mas He?”

“Dalem dek.”

Chuu~

Mahesa mencium bibir Raina cukup lama.

“Heh! Kok malah cium-cium?” Pipi Raina memerah karena ulah Mahesa tadi.

Mahesa tertawa. “Pulang yuk dek, nanti mas beliin chatime.”

“Udah ah, jangan manggil kaya gitu.” Raina tersenyum malu. “Tapi mau chatime, dua ya?”

“Mau sepuluh juga mas beliin kok.” Mahesa merangkul Raina.

“Ih mas—eh Mahesa, tuh kan…” Raina mukul mulutnya, dia jadi keterusan manggil mas.

“Iya dek, kamu manggil mas aja mulai sekarang.” Mahesa mencium dahi Raina.

“Gak mau!” Tolak Raina, berasa suami-istri mereka kalo manggil begitu.

“Ya udah gak jadi beli chatime.” Ancam Mahesa.

“Lah kok gitu…” Raina kesal.

“Bilang apa dulu?” Bujuk Mahesa.

“Mas He, beliin adek chatime dong.” Raina merutuki dirinya sendiri setelah mengatakan itu.

“Oke, ayo kita meluncur…” Mahesa menarik tangan Raina untuk berlari dari sana.


Di depan Lobby, banyak murid yang memperhatikan kedekatan Azka dan Aletta.

Menurut mereka itu cukup aneh, pasalnya Azka di kenal sebagai lelaki yang sangat menyukai bidang akademik daripada hal-hal berbau cinta, dia lebih suka memanfaatkan waktunya untuk membaca buku dan belajar saat di sekolah.

Lalu kenapa Azka bisa mendapat julukan playboy? Dia juga tak mengerti, padahal dirinya tidak pernah berpacaran atau menggoda para siswi di sekolahnya.

Azka sempat berpikir, mungkin julukan itu muncul karena visualnya yang terbilang sangat tampan, juga para penggemar yang selalu memberikannya hadiah setiap hari.

“Fans lu banyak banget ya.” Bisik Aletta.

“Iya dong, gua kan ganteng, bangga gak jadi pacar gua?” Azka mengangkat sebelah alisnya.

Aletta menatap Azka dengan jijik, dia sudah lelah berakting kalem seperti kemarin. “Agak nyesel sih sebenernya.”

“Kok nyesel sih?” Azka cemberut, dia pura-pura membuang muka.

Semenjak mereka berpacaran, Aletta jadi tau kalau pacarnya itu memang suka di manja, mudah sensitif dengan hal-hal kecil, bahkan memiliki sifat kekanak-kanakan.

Sangat berbanding terbalik dengannya, tapi biar bagaimanapun Aletta harus bisa memaklumi sifat pacarnya itu, dia harus banyak bersabar dan membujuknya mulai sekarang.

Entahlah, Aletta merasa dirinya lebih dominan di bandingkan Azka.

“Iya bercanda.” Aletta mengusap bahu Azka, membujuk lelaki itu agar menoleh ke arahnya. “Gak usah kaya gitu lu, malu-maluin tau gak?”

“Jawab yang bener dulu, bangga gak jadi pacar gua?” Tanya Azka lagi.

Aletta menghela nafas, pacarnya ini memang banyak mau. “Iya Azkara Naresh!”

“Nah gitu dong! Ayuk pulang!” Azka menarik tangan Aletta dengan semangat.

Terkadang Aletta menyadari bahwa pacarnya itu cukup lucu dan unik.

Sesampainya mereka di parkiran Azka langsung membukakan pintu mobilnya untuk Aletta. “Silahkan masuk tuan putri!”

Aletta menggelengkan kepalanya, ada-ada saja kelakuan Azka.

Setelah dirinya masuk, Azka pun menyusul untuk duduk di kursi kemudi.

“Oh iya Al, gua mau cerita..” Azka menatap Aletta sambil tersenyum manis.

Aletta menoleh, dia tau jika Azka sudah mengatakan itu, maka dirinya harus siap menjadi pendengar yang baik.

“Mau cerita apa?” Tanya Aletta.

“Hari ini gua ada ulangan matematika, tapi gua gak sempet belajar gegara Satya ngajakin mabar Among Us semalem…” Azka menjeda omongannya untuk melihat respon Aletta.

“Iya, terus gimana?” Aletta menggeser poni Azka yang menutupi matanya itu.

“… niatnya kita mabar itu biar gak ngantuk karna semalem Reyhan ulang tahun, terus tau gak? Kita makan pizza tengah malem sampe jam satu.”

“Lu begadang dong?”

Azka menggeleng. “Abis makan gua langsung tidur sih, tapi sebelum itu gua di suruh bang He buat gendong Ricky ke kamarnya, dia ketiduran di sofa, mana berat banget lagi badannya.”

Aletta tertawa mendengarnya. “Terus nasib ulangan lu gimana jadinya?”

“Nah itu dia, di sekolah gua juga gak sempet belajar, abisan kelas gua berisik banget, kelas doang unggulan tapi anaknya rese semua.” Azka kesal.

“Tapi lu bisa kan ngerjain ulangannya? Bisa lah ya, masa Azka gak bisa sih.” Aletta membelai rambut Azka dengan lembut.

“Bisa sih, tapi Satya ngeselin banget, masa dia minta-minta contekan sama gua, kan gua jadi gak fokus.”

“Emang Satya itu anak setan, diemin aja kalo dia minta-minta contekan.”

“Iya gua diemin aja, terus lu tau gak gua dapet nilai berapa?”

“Berapa tuh?”

“Dapet 95 doang.” Azka terlihat murung.

“Itu bagus loh, lu hebat bisa dapet nilai segitu, gua aja kadang gak sampe 80 kalo ulangan.” Aletta mencoba menghibur Azka.

“Tapi kan biasanya dapet 100.” Lirih Azka.

“Gak apa-apa.” Aletta memeluk Azka. “Gua bangga banget sama lu karna bisa dapet 95.”

“Beneran?”

“Iya beneran.” Aletta mengusap-usap punggung Azka.

Azka tersenyum, dia menatap Aletta cukup lama.

“Kenapa? Ayo ah pulang, nanti kan kita ke pestanya Reyhan.” Aletta risih juga bila di tatap seperti itu lama-lama.

Azka menjilat bibir bawahnya. “Al…”

“Hm?”

Chuu~

Jangan tanya apa yang terjadi, kalian pasti tahu :)

Azka mencium bibir Aletta dengan lembut, karena ini bukan pertama kalinya bagi mereka, jadi jangan kaget bila mereka sudah lihai dalam hal ini.

Azka melumat bibir bawah Aletta, sedangkan Aletta melumat bibir atas pacarnya itu, tangan Azka beralih menekan tengkuk Aletta untuk memperdalam ciuman mereka, Aletta juga mulai melingkarkan tangannya pada leher Azka.

Ciuman mereka cukup lama terjadi, sampai salah satunya merasa kehabisan oksigen.

“Mpphh…” Aletta memukul bahu Azka agar melepaskan tautan mereka.

“M-maaf…” Azka mengusap bibir Aletta yang basah karena ulahnya.

“Iya gak apa-apa.” Aletta tertawa. “Ayo pulang!”

Azka pun segera mengendarai mobilnya, meninggalkan area sekolah.


Berbeda dengan dua oknum yang satu ini, kita sebut saja Adya dan Sean.

“Buruan dong jalannya, lelet banget lu kek keong!” Omel Adya yang berjalan jauh di depan Sean.

“Woy, santai aja sih jalannya, berasa di kejar utang lu!” Sean terus berlari mengejar Adya.

“Gua tuh sengaja bego, biar orang-orang kaga ngeliatin kita.” Bisik Adya saat Sean sudah berada di sampingnya.

Sean menghela nafas, jadi karena itu. “Et bilang kek dari tadi.”

“Sean!” Panggil seseorang dari arah belakang mereka.

Sean berhenti dan menolehkan kepalanya. “Iya? Kakak dari ekskul musik ya?”

“Iya, namaku Agnes.” Siswi bernama Agnes itu mengangguk, dia adalah anggota dari The Beauty. “Eum, kita kan ada tugas video nyanyi tuh, kamu mau gak nyanyi bareng aku? Biar dapet nilai tambahan.”

Adya yang tidak mengerti pembicaraan mereka hanya bisa diam menunggu serta menjulid.

'Elah ganggu aja nih cewek, gua kan pengen cepet pulang.' Batin Adya sinis.

“Oh boleh-boleh.” Balas Sean. “Mau bikin kapan?”

“Hari Sabtu bisa?” Tanya Agnes.

“Bisa kok bisa, boleh minta nomer wa nya?” Sean memberikan ponselnya pada Agnes.

“Boleh, sebentar.” Siswi itu mengetikkan beberapa dial nomer di layar ponsel tersebut.

Adya perhatian mereka berdua ini semakin berdekatan. Entahlah, aneh saja rasanya bagi Adya melihat Sean berbicara santai dengan siswi lain, beda cerita kalau sudah berbicara dengannya.

Ingin sekali Adya menarik Sean sekarang juga, mereka terlalu lama berdiskusi. Jika dia tau ini akan terjadi, lebih baik dia pulang sendiri.

“Sean, gece woy!” Tegur Adya, dia sudah muak menunggu lelaki itu.

“Iya sabar sih!” Balas Sean terbawa emosi.

“Kalian pacaran ya?” Tanya Agnes penasaran.

Adya dan Sean saling memandang satu sama lain, pikiran mereka seketika mengingat kejadian kemarin malam, cukup lama juga mereka bertatapan.

“Eum.. hello?” Agnes melambaikan tangannya.

Adya dan Sean langsung memalingkan wajah mereka.

“GAK!” Tegas mereka.

“Oh oke, sorry.” Ucap Agnes, dia agak takut melihat keduanya.

“Udah kan itu aja?” Tanya Sean pada Agnes.

“Oh iya satu lagi, kamu udah punya pasangan buat dateng ke pestanya Reyhan nanti malem?” Agnes sebenarnya sedang mengode Sean agar mau mengajaknya datang bersama.

“Ah itu...”

“Udah sama gua kak, kita berangkat bareng.” Adya menarik tangan Sean, dia sengaja melakukan itu supaya Agnes cepat pergi dan tidak bertanya lagi.

Sean kaget dengan ucapan Adya barusan, tapi setelahnya dia mengangguk juga. “Iya, kita pasangan nanti.”

Adya sedikit merinding mendengarnya, apa-apaan coba menyebut mereka pasangan dengan ekspresi se-santai itu?

“Iya pasangan party doang tapi ya.” Ujar Adya, dia melepaskan tangannya dari Sean.

“Oh oke deh, kalo gitu makasih ya Sean udah mau bantuin aku.” Agnes tersenyum manis.

“I-iya sama-sama.” Sean membalas senyuman itu.

Adya yang melihat itu seketika ingin muntah. “Gua pulang duluan deh.” Adya memutar kedua matanya dan pergi meninggalkan Sean.

“Eh tunggu dulu, Adya!” Teriak Sean, dia pun pamit dengan Agnes. “Gua duluan ya, biasa lagi pms dia.”

“Oh iya, hati-hati ya Sean, salam buat temen lu tadi.” Balas Agnes, dia menunjukkan senyuman palsunya, karena jujur saja dia kesal karena tidak bisa menjadi pasangan Sean nanti malam.

“Iya sip.” Sean pun segera mengejar Adya yang mulai hilang dari pandangannya.

Anehnya, Sean tidak bisa menemukan Adya saat berada di luar sekolah, dia pun pergi ke arah parkiran motor, namun tidak ada juga.

“Apa jangan-jangan dia pulang duluan?” Guman Sean. “Et kocak banget dah, dia cemburu gitu gegara gua ngobrol sama kakel tadi?”

“Siapa bilang gua cemburu!?” Teriak seseorang di belakangnya.

“Lah lu darimana aje?” Tanya Sean kaget.

“Lu tau gak sih? Lu itu lama banget, gua tuh nungguin lu anj—mpph!”

Sean mencium bibir Adya agar gadis itu tidak mengucapkan kata-kata kasar.

Adya yang syok itu langsung mendorong Sean sekuat tenaga, tapi lagi-lagi dia tidak bisa menandingi tenaga lekaki itu.

Oke, jika kalian bertanya apakah di parkiran banyak orang? Maka jawabannya, mungkin.

“Eh yang di pojokan ngapain tuh?” Tegur salah satu siswa.

Sean melepaskan ciuman mereka dan menyembunyikan Adya di belakang badannya.

“Gak, gak ada apa-apa, pulang bro!” Balas Sean dengan santai.

Adya jelas langsung memukuli punggung Sean secara brutal.

“Ini apaan sih?” Bisik Sean.

“Lu ngapain cium gua babi!” Omel Adya. 

“Ya gak apa-apa, biar nanti terbiasa.” Goda Sean.

“Terbiasa apaan sih? Gila ya!? Gua bilangin bapak lo ya, dasar pecel lele terusss!” Adya sudah tidak kuat, dia mau pulang sendiri saja, persetan dengan Sean.

Sean memeluk Adya dari belakang. “Iya maaf Adya.”

“Lepasin gua!” Suruh Adya.

“Jadi pacar gua dulu yuk!” Canda Sean, dia ingin tau apa respon Adya selanjutnya.

“Gak!” Tolak Adya secara mentah-mentah, memangnya dia gadis murahan.

“Yah, ya udah gak gua lepasin.” Bisik Sean tepat di depan telinganya.

“Di liatin banyak orang bego!”

“Ya emang kenapa?”

Adya menghela nafasnya, berdebat dengan Sean memang tidak ada habisnya, harus ada salah satu yang mengalah.

Sebenarnya Adya tidak ingin mengalah tapi demi harga dirinya di depan banyak orang, maka...

“TOLONG ADA ORANG CABUL!” Teriak Adya hingga membuat semua orang disana menengok ke mereka.

“Bangsat!” Sean langsung melepaskan pelukannya dan segera mengklarifikasi. “Gak boong, saya gak ngapa-ngapain, sumpah!”

Adya menahan tawanya saat melihat wajah Sean yang panik, mampus aja, siapa suruh menjahilinya seperti itu.

“Bener itu?” Tanya salah satu siswa pada Adya.

“Iya tadi sih dia cabul gitu, tapi keknya sekarang udah normal lagi, biasalah pacar saya emang suka gitu, maaf ya.” Jelas Adya.

“Oh pacarnya toh, kirain orang cabul beneran.” Siswa itu pun pergi meninggalkan mereka.

Sean yang awal tidak sadar akan kalimat 'pacar' yang Adya ucapkan tadi seketika syok. “Hah? Kok pacar?”

“Ya emang kenapa? Udah ayo pulang!”

“Lah...”

“Tadi minta pacaran sekarang malah hah hoh hah hoh kek jualan keong, gak jelas!”

“O-ohh, yas yas, gua mengerti.” Sean pun mengantar 'pacarnya' itu pulang ke rumahnya.


Satya secara terang-terangan merangkul Shucy di sepanjang koridor, jelas pemandangan baru itu membuat semua orang yang melihatnya menjadi panas bahkan terheran-heran.

Sejak kapan mereka berdua dekat? Apakah mereka berdua berpacaran? Atau mereka berdua hanyalah teman dekat saja?

Berbagai pertanyaan terus bermunculan saat mereka berdua melewati semua orang di sana.

Sebagian dari para murid mungkin menganggap hal itu sudah biasa karena status Satya yang terbilang playboy, tapi sebagian dari mereka juga beranggapan bahwa hal itu sangat lucu atau dalam garis besar mereka mendukung hubungan Satya dan Shucy.

Tak lupa sebagian dari mereka pasti ada yang tidak suka, merasa iri dan dengki, serta menatap sinis kearah pasangan baru itu.

“Kak, semua orang keknya gak suka liat kita deh.” Bisik Shucy.

Satya menyibakkan rambutnya ke belakang. “Biarin aja, mereka itu iri sama kamu.”

“Hai kak Satya!” Sapa seorang siswi dengan nekat.

Satya dan Shucy pun berhenti untuk mendengarkan siswi itu.

“Iya kenapa ya?” Tanya Satya, dia menoleh ke arah Shucy, memastikan gadis itu tidak cemburu.

Shucy tidak cemburu sama sekali, dia justru penasaran dengan siswi di hadapannya ini, apa dia salah satu gebetan dari Satya?

“Kakak mau gak jadi pasangan aku di partinya kak Reyhan?” Tanya dengan penuh percaya diri.

“Oh itu...”

“Kalo sama aku mau gak kak Satya?” Tiba-tiba saja ada seorang siswi lain yang ikut bertanya.

“Sama aku aja kak, aku bisa kok jadi pasangan terbaik buat kak Satya.” Ucap salah satu siswi lainnya.

Tanpa Satya dan Shucy sadari, sudah banyak para siswi yang mengelilingi mereka berdua, pertanyaannya tidak jauh dari 'meminta Satya untuk menjadi pasangan mereka di pesta Reyhan nanti malam.'

Satya sudah menolak mereka satu per satu, tapi mereka semua tetap kekeuh meminta padanya.

“Maaf ya tapi aku gak bisa jadi pasangan kamu.” Tolak Satya dengan halus, dia menarik pinggang Shucy agar lebih mendekat padanya.

“Tuh denger, kak Satya gak mau sama lo, dia itu maunya sama gue!” Seru salah satu siswa.

“Emang lo mau sama dia kak? Dih najis banget!” Sinis siswi lainnya.

“Hello, kak Satya mana mau sama kalian, dia itu gak level sama kalian!”

Shucy menghela nafasnya sejenak, menurutnya para siswi ini bukan meminta melainkan memaksa pacarnya, bukankah ini sudah keterlaluan?

“Kak Satya...” Shucy meremas seragam pacarnya itu.

Satya jelas tidak tega melihat pacarnya yang terlihat ingin menangis itu.

Saat Satya hendak membawa Shucy ke dalam dekapannya, gadis itu justru menolak. Dia bingung dengan ekspresi Shucy yang seketika berubah menjadi dingin.

“KALIAN SEMUA DIAM!” Teriak Shucy

Para siswi sontak terkejut dan menoleh ke arah Shucy.

“Gua pacarnya kak Satya, dan gua yang jadi pasangannya nanti di pesta kak Reyhan, puas? Mending sekarang kalian bubar deh!” Tegas Shucy.

Satya ngebug, ini bener-bener Shucy kan? Dia baru tau pacarnya itu punya sisi savage yang membuatnya makin cinta.

“Kenapa masih pada disini? Gak denger ya tadi gua bilang apa? BUBAR!” Perintah Shucy sekali lagi.

Para siswi itu pun langsung takut dan pergi meninggalkan mereka berdua.

“K-kamu?”

“Kalo nolak cewek tuh yang tegas kek, ngapain coba tadi kamu kaya gitu? Sengaja bikin aku cemburu, iya?” Shucy meluapkan semua kekesalannya pada Satya.

“Gak, bukannya gitu sayang...”

“Apa? Emang dasar kamu buaya ya, kerjanya tebar-tebar pesona terus!” Shucy meninggalkan Satya yang tengah termenung itu.

“Eh tunggu dulu, sayang, jangan marah!” Satya mengejar Shucy sampai menuju area loker.

Di area loker sudah tidak ada murid berkeliaran.

Shucy membuka lokernya untuk mengambil beberapa barang yang sempat dia tinggal.

“Hei...” Satya menutup loker Shucy dan mengunci pergerakan pacarnya itu agar tidak kabur lagi. “Aku minta maaf, bukan maksud aku kaya gitu..”

“Terus?” Shucy membalikkan badannya untuk menatap Satya, meminta penjelasan.

“Aku cuma gak enak mau nolak mereka, kamu tau kan rasanya nolak ajakan orang itu kaya gimana?”

“Ya tapi kamu punya udah pacar kak, kalo kamu gak enak kenapa gak terima aja?”

“Iya aku tau, aku salah, maaf...”

Shucy menghela nafas, setidaknya dia sudah lega memberitahu sifat aslinya ini pada Satya. “Kamu udah tau kan sifat asli aku kaya gimana? Jangan macem-macem deh.”

Satya terkekeh. “Iya sayang, aku kaget kamu tiba-tiba marah kaya gitu.”

“Semua karna kamu, untung aja aku gak tamparin wajah mereka satu-satu.”

“Serem banget kamu.”

“Kenapa? Kamu mau aku tampar juga?” Shucy melayangkan tangannya pada Satya.

“Eh nggak sayang, bercanda.” Satya menggelengkan kepalanya takut.

“Ya udah ayo pulang!” Ajak Shucy.

“Ntar dulu.” Satya mendekatkan wajahnya pada Shucy hingga hidung mereka bersentuhan.

“Mau ngapain kamu?”

“Masa gak tau? Kita pacaran loh.”

Ah iya, kemarin malam adalah hari paling bersejarah bagi kedua pasangan ini, dimana Satya meminta Shucy untuk menjadi pacarnya setelah lelaki itu berhasil mencuri ciuman pertamanya.

“Shucy, makasih ya karena udah hadir di hidup kakak.” Satya mengusap lembut pipi sang empu.

“Shucy juga mau bilang makasih sama kak Satya karena udah ngajarin Shucy main ice skating.” Shucy tertawa setelahnya. “Kak Satya kita pulang yuk, dingin...”

“Oke, ayo kita pulang.” Satya membantu Shucy untuk berdiri. “Shucy...”

“Iya kak?” Sahut Shucy.

“Kakak gak tau lagi gimana harus ungkapin perasaan kakak ke kamu, tapi...” Satya mengaitkan tangannya pada tangan Shucy. “Boleh gak kakak jadi pacar kamu?”

Shucy yang mendengarnya langsung tertegun, dia ingin menolak sebenarnya, karena menurutnya ini terlalu cepat. Namun disatu sisi dia juga menyukai Satya, jadi dia harus bagaimana?

Shucy berpikir, apa dia terima saja?

“Iya boleh kok, Shucy mau jadi pacar kak Satya.” Ucap Shucy dengan tulus, ya setidaknya dia jujur akan perasaannya.

Satya pun segera memeluk gadis yang berstatus pacarnya itu dengan erat, mencium lembut puncuk kepala Shucy, menghantarkan rasa sayang padanya.

Satya berjanji tidak akan pernah menyakiti ataupun membuat pacarnya itu menangis.

Ya, kira-kira seperti itulah kejadiannya.

“Emang kalo kita pacaran kamu bisa seenaknya gitu?” Shucy menatap Satya sinis.

“Ayolah sayang, sekali aja, ya ya?” Bujuk Satya.

“Ya udah.”

“Yes!”

“Tapi jangan lama-lama.”

“Iya gak kok.”

Satya mencium bibir Shucy dengan lembut, menggerakkan permainannya itu secara perlahan, melumat bagian bawah bibir pacarannya sedikit demi sedikit.

Shucy ingat cara yang sudah Satya ajarkan kemarin, dia mengikuti pergerakan Satya yang masih terkesan dasar itu.

Satya mulai menggigit kecil bibir Shucy seraya menjilati kedua belah bibir sang empu agar mau membuka mulutnya, dan disaat itulah Shucy langsung meninju perut Satya.

“AKH! Aduh... Kok kamu malah nonjok perut aku sih?” Ringis Satya.

“Kamu yang mancing, ngapain kaya gitu?” Omel Shucy.

“Oh hehe... Naluri itu...” Satya tertawa canggung.

Shucy menepuk dahinya. “Udah ayo kita mending pulang, kamu mulai ngadi-ngadi.”

“Ya maaf...” Satya menggaruk tengkuknya malu.

. . .


#SweetBetrayal