Sweet Betrayal

Part 15 : The Accident


Raina dan Anna terus berlari secepat mungkin, terkadang mereka menyempatkan diri untuk menengok ke belakang, dimana para anak buah Dinda mengejar mereka berdua.

“Ra, sebenernya lo ada masalah apa sih sama Dinda?” Tanya Anna penasaran, ia sangat yakin kalau Raina dan Dinda menyimpan rahasia.

“Gak ada masalah apa-apa.” Sahut Raina, pikiran mulai kalang kabut.

“JANGAN BOHONG RAINA! KITA LAGI DI KEJAR SAMA ANAK BUAHNYA! KALO KITA KETANGKEP GIMANA!?”

“YA MAKANYA LO DIEM!”

Raina sampai lebih dulu di depan pintu lift.

“Ra, tungguin dong. Lo lari cepet banget sih!” Anna lelah, padahal jarak pintu lift sudah ada di depan mata.

“CEPET ANNABELLE!” Pekik Raina agar temannya itu mau berlari.

Dengan sisa tenaga yang Anna miliki, ia pun terpaksa mengikuti perintah Raina.

Raina menekan tombol lift untuk naik ke atas tapi ternyata liftnya berada di lantai dasar, sedangkan mereka berada di lantai 50.

“Shit!” Raina berpikir bagaimana cara lolos dari mereka tanpa perlu menaiki lift.

“Ra, cepetan mereka udah mulai deket.” Peringat Anna seraya mengguncang tangan Raina, ia sangat panik.

“Sabar anjir.” Raina mengedarkan pandangannya mencari solusi, ia melihat ke arah pintu darurat yang berada di ujung lorong. 

“Ayo ikut gua!” Raina berlari menuju pintu tersebut. 

“Eh tungguin aduhh...” Anna mendengus.

Raina mengeluarkan ponselnya untuk memberi tau hal ini kepada teman-temannya melalui pesan grup.


[Brave Big Cat 😺]
Motto » Kita Semua Keren Kecuali Bella😀

Raina : WOYYYY! ADA DINDA DISINI!


Teman-temannya memang tidak fast respond, hanya Bella yang biasanya cepat membalas tetapi gadis itu jarang membuka ponselnya ketika sedang bepergian.

Untungnya saja Aletta mengetahui pesan tersebut dan segera melihatnya.

“Al, gua ngumpul bareng temen kelasan dulu ya.” Pamit Azka sembari mencium kening sang kekasih.

“Oh oke.” Aletta melambaikan tangannya pada Azka lalu kembali fokus dengan ponselnya.


[Brave Big Cat 😺]
Motto » Kita Semua Keren Kecuali Bella😀

Aletta : Dinda disini? Yang boong lu?

Raina : Srs anj.

Aletta : Hah? Lu ngetik apaan sih? Lo dimana?

Raina : Lg lr d tng drat.

Aletta : Yang bener woy kalo ngetik!

Raina : G d kjr prm Al.

Aletta : Apa sih? Prm? Sperma? Lo abis nganu ya?

Raina : I bkn, tol g dn😭

Aletta : Lo ngatain gua tolol?

Raina : G jnck.

Aletta : Oh “gua jancek”?

Raina : TOLONGIN GUA DIKEJAR PREMAN!

Aletta : LO DIMANA SETAN?

Raina : Tangga darurat. Gua mau naik lift di lantai 51. Gece kesinii!!

Aletta : Nyusahin banget sih Dinda.


Aletta mengunci layar ponselnya. Ia berpikir sejenak, bagaimana bisa Dinda datang ke sini? Apa Dinda sudah tau kalau mereka menghianatinya?

Firasatnya mulai tidak enak, sepertinya akan terjadi hal buruk. Aletta pun segera pergi menuju lift.

Di sisi lain, Bella sedang pusing melerai pertikaian dua orang di hadapannya saat ini, kita sebut saja Juan dan Ricky.

“Bella mau makan apa?” Tanya Juan, entah kenapa dia lagi semangat banget hari ini.

“Iya biar gua yang ambilin.” Ricky juga gak kalah semangatnya.

“Dih, kok jadi lu sih? Gua duluan yang nawarin.” Seperti biasa, Juan merasa tersaingi dan langsung nyenggol badan Ricky.

“Ya emang ngapa sih? Gua kan juga mau ngambilin.” Ricky ikutan nyenggol badan Juan pake tenaga dalem.

Untung Juan anak taekwondo, jadi kaya gitu doang mah biasa.

“Eh, ga usah repot-repot. Aku bisa ambil sendiri kok, lagian aku juga masih kenyang.” Bella nunduk malu, dia berasa di rebutin dua cogan aja dari tadi.

“Ya udah kalo gitu mau minum apa?” Juan nampilin senyum membunuhnya, semoga aja kali ini Bella mau.

Bella yang ngeliat senyum Juan kek gitu malah gemes, apapun yang dilakuin Juan selalu bikin dia gemes sih.

“Mau minum yang warna merah, putih atau coklat?” Ricky nunjuk beberapa minuman warna-warni di atas meja bar.

“Itu minuman apa?” Bella agak ragu sama minuman itu, soalnya ada tulisan alkohol-alkoholnya gitu.

“Soda lah ada panta, sepirit sama koka-kola.” Ucap Ricky ngarang banget.

“Apaan sih kok gitu namanya?” Juan bingung.

Merk apa kaya gitu? Fix, pasti minumannya mengandung dosa.

“Kan kita gak di endorse, jadi harus di sensor.” Jelas Ricky dengan muka santai.

“Dih... Aneh lu.” Juan nabok bokongnya Ricky, itu kebiasaan mereka kalo di asrama.

“Gimana Bella mau ga?” Tanya Juan sekali lagi.

“B-boleh aja.” Bella akhirnya ngangguk, daripada itu dua bocah debat mulu kan riweh.

“Mau rasa apa?” Ricky udah berancang-ancang mau lari.

“Apa aja aku suka kok.” Bella tersenyum canggung.

Dia sebenernya rada gak enak, yang mau minum kan dia tapi malah mereka yang ambilin.

“Oke, gua ambilin ya, lu tunggu sini Bel.” Ricky ngacir secepat kilat.

“Anjirr, kok jadi elu!?” Juan kesal, temennya itu main ninggalin aja.

“Bella tunggu sini dulu ya, Juan mau ambil minuman yang banyak biar Bella makin kenyang dan kembung.” Abis itu Juan langsung ngacir.

“Astagfirullah Juan, jangan banyak-banyak juga heii...” Bella memegangi kepalanya berdenyut. “Aduh pusing banget punya pacar macem Juan.”

“Eh Bel!” Juan balik lagi, merasa ada yang lupa.

“Kenapa Ju—”

Chuu~

Juan mencium bibir Bella cukup lama, baru kali ini Juan melakukannya... DI DEPAN UMUM!?

Bella rasanya mau pingsan aja, kakinya udah lemes banget kek gak punya tulang.

Pacarnya ini demen banget dah bikin serangan jantung, kalo bertindak suka tiba-tiba gitu.

Alasan Juan ngelakuin itu sih karna Sean pernah bilang gini...

“Coba Ju, sekali-kali cium pacar lo, rasanya enak banget.”

Memang sesat temannya itu.

“Bella kalo mau dicium lagi bilang ya.” Juan mengacak-acak rambut Bella.

“H-hah?” Jantung Bella masih belum normal, dia jadi ngebug.

“Iya, Juan ngambil minuman dulu ya.” Tanpa pikir panjang Juan langsung pergi gitu aja, ninggalin Bella sendirian.

Bella seketika senyam-senyum gak jelas gegara perlakuan Juan barusan, tumben banget pacarnya itu romantis.

Dia berniat membuka ponselnya karena merasa ada notifikasi pesan masuk.

Saat hendak membukanya, tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya.

“Bella!”

“Shucy?”

“Liat Adya gak?” Tanya Shucy, pasalnya sudah beberapa menit dia tidak melihat keberadaan Adya.

“Hmm... tadi sih dia duduk sama gua terus dia nyamperin lu kan?” Bella ingat terakhir kali dirinya bersama Adya.

“Iya.” Shucy mengangguk. “Tapi... kita sempet debat tadi, terus dia pergi gitu aja, dia gak bilang mau kemana.”

“Debat? Lu debat sama Adya? Serius?” Bella tidak percaya, pasalnya Adya dan Shucy tidak pernah bertengkar sekalipun.

“Ya menurut lu?” Shucy sudah lelah bersikap polos di depan Bella, sepertinya tidak apa-apa bila dia mengetahuinya.

“Eh, kok lu ngomong... Anjir, lu ga lagi mabok kan ya?” Bella menangkup pipi Shucy lalu menepuknya pelan.

Shucy menepis tangan Bella. “Gak lah, gila aja.”

“Tapi kok lu ngomongnya gitu? Biasanya manggil nama sendiri kalo gak ya, aku-kamu.” Bella makin syok mengetahui hal ini, dia kira temannya itu sedang mabuk.

“Emang kenapa? Gua aslinya gini kok, tanya aja Raina.” Shucy menyilangkan tangan di depan dada.

“Raina? Anjir, keknya semua rahasia kita dia yang pegang dah.” Bella merasa sakit kepala sekarang.

Apakah dia sedang bermimpi? Tapi kalau mimpi, berarti Juan tadi... Tidak. Ini bukan mimpi.

“Lu punya rahasia apa?” Shucy penasaran. Jadi semua temannya menyimpan rahasia pada Raina? Luar biasa.

“Y-ya rahasia pokoknya.” Bella jelas malu memberi tau rahasianya.

“Kok lu sendirian disini? Juan mana?” Shucy mengalihkan topik pembicaraan.

“Dia lagi ngambil minuman sama Ricky.” Bella menunjuk para bujang yang sedang asik berebut minuman. “Lu juga tumben gak bareng Satya.”

“Satya tadi dipanggil sama temen sekelasnya, biasa lah mau ngumpul mereka.” Ujar Shucy, dia tidak tau pasti pacarnya itu berkumpul dimana.

“Ouhh, terus Aletta mana?” Bella juga tidak melihat keberadaan Aletta sejak tadi.

“Gua sempet liat dia bareng Azka sih, cuman gak tau deh sekarang dimana.” Balas Shucy sembari melihat sekeliling.

“Mungkin dia lagi nyari Adya juga.” Pikir Bella.

“Iya kali ya.” Shucy mengangguk setuju.

“Kalo Raina mana?” Sebenarnya pertanyaan ini hanya basa-basi saja, Bella tau betul apa yang dilakukan Raina sekarang.

“Gak tau, dia mah gak usah di cari nanti juga nongol sendiri.” Shucy percaya Raina bisa menjaga diri dengan baik, temannya itu kan pemberani.

“Iya juga sih, paling dia lagi pacaran.” Bella yakin pemikirannya pasti benar.

“Nah, daripada gabut di sini mending sekarang lu bantuin gua cari Adya.” Shucy menarik lengan Bella.

“Eh t-tapi—”

“Apa tapi-tapi? Udah ayo!”

Shucy dan Bella pun pergi mencari keberadaan Adya, Dia ingin meminta maaf tentang masalah tadi.

Juan dan Ricky kembali setelah membawa sekitar lima minuman dengan rasa yang berbeda.

Mereka bingung saat mengetahui Bella tidak ada di tempat duduknya. Kenapa gadis itu tidak memberi tau mereka dulu kalau mau pergi.

“Loh, Bella mana?” Ricky menaruh minuman yang dia bawa di atas meja.

“Tuh kan gegara lu sih jadi pergi kan orangnya, dia pasti ilfeel.” Juan mendudukkan diri di salah satu kursi, dia lelah bertengkar terus dengan Ricky.

“Lah kok gua? Lu juga ye, pake segala rebutan minum lagi sama orang.”

Ya, Juan sempat berebut minum dengan seseorang, dia tidak mau mengalah padahal orang tersebut terlihat lebih tua darinya.

“Ya kan gua yang ambil duluan, itu orang emang ngeselin.” Juan mengambil salah satu minuman di atas meja.

“Terus sekarang gimana?” Ricky ikut duduk di samping Juan.

“Tungguin aja lah disini.”

“Gua minum juga nih.” Ricky meneguk minuman yang dibawanya tadi.

“Iya minum aja, gua juga mau minum, aus bro abis adu mulut.” Juan meneguk gelas itu sampai habis.

Jangan khawatir, mereka tidak mengambil minuman yang mengandung alkohol, semua itu murni soda.


Dan sekarang kita beralih pada Adya yang sedang menikmati es krim bersama Sean, mereka duduk di salah satu kursi yang menghadap ke arah pemandangan luar hotel.

Suasana malam itu sangat indah, sampai membuat mereka terhanyut dalam keheningan dan hawa dingin yang menyelimuti mereka.

Kepala Adya bersandar di bahu Sean agar lebih nyaman, mereka lagi mode damai saat ini.

“Sean...”

“Ape?”

“Acara potong kuenya kapan?” Tanya Adya sembari menyuap sesendok es krimnya.

“Paling bentar lagi, kenapa? Lu laper ya?” Sean membelai lembut rambut pacarnya itu.

“Gak sih, nanya doang. Terus ortunya Reyhan dateng kesini gak?” Adya penasaran seperti apa rupa orang tua Reyhan.

“Hm.. kayanya gak deh, soalnya mereka lagi di luar negeri.” Jelas Sean, dia bahkan belum pernah bertemu orang tua Reyhan secara langsung.

“Berarti Reyhan tinggal disini sendiri dong?”

“Ya gitu, dia tinggal satu asrama bareng gua sama yang lain.”

“Ouhh gitu...” Adya mengangguk paham. “Kalo lu tinggal di Jakarta sendiri?”

“Iya, ortu gua di Bandung.” Selama masa SMA, Sean memang memutuskan untuk hidup mandiri di Jakarta bersama teman-temannya.

Semuanya dia lakukan demi Juan.

Sean dan Juan sudah berteman lama sejak mereka masih sekolah dasar, keduanya tinggal di Bandung sampai akhirnya mereka lulus sekolah menengah pertama.

Keluarga Juan memutuskan untuk pindah ke Jakarta, sedangkan Juan jelas menolaknya, dia tidak mau pisah dengan Sean.

Karena tidak tega, Sean pun memilih untuk bersekolah di Jakarta bersama sahabatnya itu.

“Oh lu itu asli Bandung?” Adya baru cukup kagum mendengarnya.

“Iya dong.” Sean merasa bangga. “Lu sendiri aslinya orang mana?”

“Gua dari Lombok.” Ujar Adya. “Percaya gak?”

“Percaya, soalnya lu pedes manis gitu.” Sean mendadak gombal.

“Dih, bisa gombal juga lu ternyata.” Adya mencolek dagu Sean.

“Bisa lah, Sean gitu loh.” Sean memainkan alisnya, menggoda Adya.

“Jelek ah.” Adya menjauhkan wajah Sean dari hadapannya.

Sean meraih tangan Adya dan menciumnya lembut. “Ganteng-ganteng gini lu bilang jelek?”

“Iya jelek banget.” Adya menjulurkan lidahnya, meledek.

“Yeh, gini-gini gua calon masdep lu!”

“Cih, halu.”

Sean gemas dengan pacarnya ini, dia pun mencubit pipi Adya lalu menciumnya.

Adya tidak menolak. Dia justru senang dan memeluk lelaki itu karena malu, baru kali ini Sean mengetahui sifat manis dari seorang Adya.

“Hai Sean!” Sapa seseorang pada mereka.

Sean dan Adya sontak terkejut dan langsung menjaga jarak.

“Eh Agnes.” Sahut Sean agak canggung.

“Gue boleh gabung?” Tanya Agnes tidak tau diri.

Sebenarnya Agnes sengaja mengganggu mereka, dia tidak suka melihat Sean dan Adya berdekatan seperti ini, jelas itu tidak boleh terjadi.

“Hm...” Sean melirik ke arah Adya.

Adya mengode Sean agar menolaknya. Sean juga sebenarnya malas mengobrol dengan Agnes, padahal kan dia mau berduaan saja dengan Adya.

“Gue ganggu kalian ya? Gak apa-apa sih kalo kalian lagi sibuk, gua pergi...”

“Eh jangan, duduk aja dimari.” Adya sengaja menyuruhnya duduk, dia punya rencana lain.

“Serius gak apa-apa?” Agnes agak ragu.

“Iya duduk aja.” Adya memutar matanya saat Agnes tidak melihatnya. “Gua ke kamar mandi dulu ya.”

“Ohh oke.” Agnes tersenyum manis.

Sean menatap Adya dengan heran, kenapa dia malah meninggalkannya berdua bersama Agnes? Aneh sekali. Atau jangan-jangan dia marah?

Namun setelah itu Sean mendapat notifikasi pesan dari kekasihnya. Ah, ternyata Adya menyuruhnya pergi juga dari sana dengan mencari alasan lain.

“Oh iya Sean, kita jadinya mau duet lagu apa?” Agnes membuka pembicaraan.

“Lagu? Lagu apa ya? Menurut lu lagu apa?” Mata Sean masih fokus pada layar ponselnya.

“Gimana kalo lagu Ed Sheeran yang Perfect?“ 

“Boleh tuh.”

“Lagi chat sama siapa sih? Kok serius banget.” Agnes kesal, seharusnya Sean menatapnya bukan malah fokus pada ponselnya.

“Eh sorry ya, temen-temen kelasan gua ngajakin ngumpul nih. Gua pergi dulu, nanti Adya balik lagi kok, bye.” Pamit Sean yang langsung meninggalkannya seorang diri.

“Ish... kenapa sih lo gak pernah peka sama gue!?” Agnes meremas kuat dressnya. “Adya? Siapa sih sebenernya dia?”

Adya pergi ke depan pintu restoran, ia bingung saat melihat notifikasi dari grup yang cukup banyak.

“Ada apaan nih?” Adya membuka pesan grup tersebut.

Matanya terbelalak kaget, ia panik, apa yang harus ia lakukan sekarang? Apa Dinda sudah mengetahui semuanya? Bagaimana bisa?

Banyak pertanyaan melintas di kepalanya, ini benar-benar di luar dugaan.

Namun Adya tau, pasti pemicu kedatangan Dinda tak jauh dari masalah Reyhan. Iya benar.

“Adya, akhirnya gua bi—”

“Sean! Dimana Reyhan?” Tanya Adya setengah cemas.

“Reyhan, tadi...” Sean melihat ke meja tempat teman-teman Reyhan berkumpul tapi Reyhan tidak ada di sana. “Gak tau deh, emang kenapa?”

“Fix, kita harus cari Reyhan sekarang!” Pekik Adya.

“Ngapain? Bang Rey udah gede, gak usah dicariin nanti juga balik sendiri.” Ucap Sean acuh.

“Goblok! Gak gitu maksudnya, udah lu ikut gua cari Reyhan sekarang!” Adya pun membawa kekasihnya itu untuk mencari keberadaan Reyhan.


Di ujung restoran, terdapat sebuah tempat duduk panjang yang di isi oleh enam remaja tampan. Mereka sedang bingung harus berbuat apa.

“Eyy bro, gimana kalo kita main tod?” Usul salah satu dari mereka yang bernama Daffa.

[Song Dongpyo as Daffa]

“Boleh-boleh!”

“Iya, gua setuju tuh.”

Dua orang yang setuju ini bernama Kai dan Terry.

[Hueningkai as Kai] [Kang Taehyun as Terry]

“Tod apaan? Ngentod? Belok lu?” Satya bener-bener gak paham maksud Daffa, abisan dia kalo ngomong ngarang banget.

“Heh! Mulut lo gak berpendidikan amat sih, bukan itu bego!” Daffa pusing, kenapa temennya yang satu ini IQ nya rendah banget.

“Lah terus?”

“Tod itu Truth or Dare!” Jelas Daffa penuh penekanan.

“Ohh, berarti gua gak salah dong? Seharusnya lu bilangnya dipisah kek T-O-D, ini langsung bilang tod aja, kan ambigu.” Satya gak salah kok, emang Daffanya aja yang mancing pergeludan.

“Emang dasar otak lu yang mesum!”

“Sembarangan lo jamblang.”

“Lu ikutan gak Sat?” Tanya Kai sambil makan cemilannya.

“Ikut aja.” Satya mah skuy aja. Lagian ini kan permainan orang lemah, ngapain dia harus takut.

“Kalo ada yang boong terus gak berani nyoba tantangannya berarti kalian harus minum ini satu gelas penuh.” Daffa nunjuk minuman beralkohol di atas meja mereka.

“Oke, siapa takut.” Terry jadi semangat, jiwa kompetitif nya mulai keluar.

“Gua pasti bakal menang.” Kai mendadak yakin.

“Lu ikutan Az?” Satya nanya ke Azka yang lagi sibuk main ponselnya.

“Ikut lah, gua kan gak cupaps.” Azka naruh ponselnya di saku celana.

“Mainnya pake apaan?” Tanya Satya bingung, masalahnya mereka tuh gak ada persiapan apa-apa.

“Pake lu Sat, coba muter dah di atas meja.” Suruh Daffa.

“Anjing, lu kira gua botol!?” Satya gak terima, harga dirinya merasa di hancurkan.

“Cuma lu yang bisa muter-muter ampe berjam-jam.”

“Ogah, lu kira gua cowok apaan.”

“Ya udah sih canda, baperan banget kaya cewek.”

“Bacot.”

Beberapa saat kemudian, muncul dua orang gadis yang tertarik dengan kegiatan mereka.

“Eyy, kalian lagi ngapain?” Tanyanya dengan nada ceria.

“Main Truth or Dare, lu mau ikutan Shel?” Tawar Daffa, kan kalo banyak yang main makin seru dan makin banyak gosip bertebaran.

“Ikut dong, Alya ikut juga ya.” Shella merangkul temannya itu.

“Boleh.” Alya mengangguk, dia berdiri di samping Azka.

Azka memutar matanya kesal. Dia sebenarnya gak suka kalo ada Alya disini, soalnya dia males banget nanggepin rumor-rumor gak jelas tentang dirinya bersama gadis itu.

“Eh Satya ikutan juga?” Shella berdiri di samping Satya, dia seneng banget bisa main bareng lelaki itu.

“Iya.” Satya bales seadanya aja.

“Terus ini kita jadinya pake apa?” Tanya Kai, perasaan permainannya kaga mulai-mulai.

“Pake botol lah, emangnya lo mau muter-muter di atas meja?” Sahut Terry.

“Kaga, ogah amat.” Kai menggeleng kuat, yang ada mejanya patah kali kalo dia naikin.

“Ya udah gece, keburu acara potong kuenya mulai.” Peringat Azka, dia juga ogah lama-lama disini.

“Sabar asu.” Terry naruh botol bekas minum mereka tadi di atas meja.

“Puter...puter...puter.” Daffa tepuk tangan girang.

“Bisa diem gak? Berisik!” Bentak Terry.

“Iya elah, sensi banget sih.” Nyali Daffa jadi ciut ngeliat tatapan membunuh dari temannya itu.

“Awas! Gua duluan yang muter botolnya, minggir lo semua!” Satya nyelak aja, pokoknya dia harus pertama gak mau tau.

Dia muter botolnya lumayan kenceng, sekitar 30 detik lah benda itu muter sampai akhirnya berhenti ke arah Azka.

“Mampus Azka kena!”

“Pilih apaan lu?” Tanya Kai, mukanya jadi semangat gitu.

“Karna gua pemberani jadinya gua pilih Truth.” Azka ngangkat dua bahunya acuh.

“Dih, apaan?” Terry protes, pemberani dia bilang? Ngaco banget.

“Ngapa dah? Udah gece kasih gua pertanyaan.”

“Hmm... apaan ya?” Daffa mikir, anak macem Azka emang nyembunyiin rahasia ya?

“Kamu udah punya pacar?” Alya tiba-tiba melontarkan pertanyaan.

“Nahhh, ayo jangan bohong!” Daffa baru sadar, iya juga ya, Azka yang biasanya main sama buku bisa punya pacar juga kah?

“Pacar?” Azka emang nungguin pertanyaan kaya gini, biar gosip dirinya sama Alya itu ilang. “Punya!”

“Ehh serius? Gua kira lo demenannya ama buku doang.” Daffa syok parah, fix dia harus spill di base sekolah.

“Ya gak lah, asal lo tau aja pacar gua cantik parah.” Azka sebenernya pengen ngasih tau nama pacarnya juga tapi nanti temen-temennya pada salty.

Ya, kecuali Satya sih.

“Udah berapa lama pacarannya?” Alya makin penasaran, jujur dia kecewa berat ternyata Azka udah punya pacar.

“Loh bukannya satu pertanyaan aja nih? Ya kalo kalian mau tau sih gua baru pacaran kemaren, gua ga cupaps ya kaya Satya.” Sindir Azka.

“Maksud lu apaan?” Satya yang diem jadi bingung.

“Gak, gak apa-apa.”

“Oke lanjut!” Daffa memutar botolnya lagi dan kini benda tersebut berhenti di depan Shella.

“Lo pilih apa Shel?”

“Karna tadi Azka udah pilih Truth, aku bakal pilih Dare.” Shella ini memang cukup pemberani, apapun tantangannya dia pasti akan berhasil.

“Nah ini yang gua tunggu-tunggu.” Terry merasa bangga mempunyai teman seperti Shella.

“Emang lu mau nyuruh ngapain sih?” Kai menatap heran pada Terry.

“Lo harus cium satu cowok yang lo suka disini.” Perintah Terry, dia memang sudah merencanakan hal ini sejak awal.

“Gila lo ya?” Satya mukul kepalanya Terry.

“Kaga, ini kan tantangan.” Jelas Terry penuh percaya diri. “Ya kalo Shella gak berani berarti dia harus minum itu satu gelas penuh.”

“Bener tuh, gua setuju banget.” Daffa seketika jadi tim hore sekarang, niatnya dia kan cuma nyari dan menyebar gosip aja.

“Shel, kamu yakin?” Bisik Alya pada temannya itu.

“Oke, aku terima. Cuma cium aja kan?” Tanya Shella meyakinkan.

“Iya, cuma cium doang abis itu kelar.”

Azka berjalan ke arah Satya untuk membisikkan sesuatu. “Sat, lo berpikir apa yang gua pikirin?”

“Kaga, tapi gua paham maksud lo.” Satya meneguk minumannya. “Biarin aja, dia cuma ngelakuin tantangan kan gak lebih?”

“Ya tapi lo kan punya—”

“Dia gak tau.”


Raina dan Anna masih saja sibuk berlari, niatnya mereka ingin menaiki lift di lantai 51, ternyata di lantai itu liftnya sedang rusak.

“Aduh Ra, tungguin gua napa sih!?” Keluh Anna.

Entah sudah berapa kali Anna di tinggal jauh oleh Raina, energi gadis itu seperti tidak ada habisnya saja.

“Ayo Annabelle! Sebentar lagi kita sampe di lantai 55!” Pekik Raina yang sudah berada di tangga atas.

Jika kalian bertanya apakah para suruhan Dinda masih mengejar mereka? Maka jawabannya tentu saja masih.

Namanya juga suruhan kalau mereka sampai gagal maka mereka tidak akan mendapatkan imbalan.

Setelah membuka pintu darurat, Raina kembali memberitau Aletta bahwa dirinya sudah sampai di lantai 55.

Saking fokusnya dengan layar ponsel, Raina jadi tak sengaja menabrak dua orang yang sedang berfoto selfie di depannya.

Mereka semua pun terjatuh secara bersamaan.

“Aduh... eh elo?” Raina berdiri setelah mengetahui siapa orang yang di tabraknya.

“Astagfirullah... Raina, Anna... kalian abis ngelonte ya?”

“JIDAN ANJING!” Raina menampar pipi orang yang bernama Jidan itu. “Sembarang ya lo kalo ngomong, mulut lo kaya gak punya agama!“ 

“Tau ih, kalo ngomong gak mikir dulu.” Anna menjambak rambut Jidan.

“Eh ampun-ampun.” Jidan meringis, ternyata kedua temannya ini sadis juga.

“AHAHAHA mampus lu di bully dua cewek.” Bukannya nolongin, teman Jidan yang satu ini malah ketawa ngakak.

“Ih Haris kalo ketawa kaya Lucinta Luna deh, berisik banget!” Anna nutup telinganya.

Ya, kedua orang yang baru saja mereka temui adalah Haris dan Jidan, teman sekelas Raina. Mereka berdua juga mengikuti ekskul basket di sekolah.

[Watanabe Haruto as Haris] [Park Jeongwoo as Jidan]

“Lu ngapain ego disini?” Raina natep mereka tajem banget.

“Kita mau ke pestanya kak Reyhan lah, lu gak liat baju kita?” Jidan mamerin baju yang dia pake.

“Dih, gila lo pake baju biru terang begitu.” Sindir Anna. Dia juga bingung kenapa dua temannya ini make baju warna terang, padahal kan dress codenya hitam.

“Kalo gue gimana?” Haris ikut mamerin bajunya yang berwarna oren menyala.

“Ya sama aja lo berdua salah bego! Mau kondangan lo? Dress codenya tuh item!” Raina nabok kepala mereka satu per satu.

“Tuh kan, apa gua bilang, lu sih gak percaya!” Haris kesel, dia geplak aja kepalanya Jidan.

“Lah gua mana tau anjir, gak liat juga.” Jelas Jidan. Lagian undangannya pake bahasa Inggris sih, dia kan jadi gak ngerti.

“Hih punya temen pada goblok semua.” Anna pusing, kelakuan mereka berdua emang mines abis.

“HEI KALIAN!” Teriak orang yang tadi ngejar Raina sama Anna.

“Weh sape tuh?” Haris bingung.

“Eh... tolongin kita dong.” Raina nyegir terus ngumpet di belakang Jidan.

“Apa-apaan lo? Abis nampar gua langsung minta tolong.” Jidan ogah banget nolongin, mana dia sempet dibully tadi.

“Ck, itu kan salah lo sendiri pake ngatain gua.” Raina nabok pundak Jidan. “Tolong lah, sesama manusia itu harus saling lontong-melontong.”

“Hah? Jualan lontong lu?” Jidan bingung maksudnya Raina tuh gimana.

“Ih lu berdua kan cowok, tolongin kita lah, nanti kalo menang bakal di cium sama Raina.” Anna ngawur aja.

“Lah anjing.” Raina gak terima, enak aja bibirnya jadi tumbal.

“Oke boleh.” Haris langsung ngambil ancang-ancang buat ngelawan dua orang yang lagi lari ke arah mereka.

“Oh bilang dong kalo gitu.” Jidan juga siap-siap mau ninju orang.

Raina pengen banget maki-maki Anna yang seenaknya ngomong gak ada adab.

“Jangan lu cium beneran, ini biar mereka nurut aja.” Bisik Anna.

Raina menghela nafas panjang, untung mereka semua temannya kalo bukan udah dia lempar ke bawah kali satu-satu.

Setelahnya Jidan dan Haris benar-benar melawan kedua pria itu dengan tangguh, bahkan Raina dan Anna sampai terkejut melihatnya. 

Mereka tidak menyangka bahwa kedua temannya itu pandai bela diri.

“Makanya jangan macem-macem lo sama kita.” Haris melangkahi tubuh lawannya yang sudah terkapar tak berdaya.

“Iya, mampus kalian.” Jidan menendang kaki lawannya penuh dendam.

Meskipun perkelahian mereka tadi cukup sengit dan berisiko, Jidan dan Haris tidak mendapat luka sama sekali di tubuh mereka.

“Wihh keren banget Jidan sama Haris.” Anna bertepuk tangan, ia bangga dengan teman-temannya.

“Udah nih, mana kisseu nya?” Jidan memainkan alisnya nakal.

Raina kembali menatap mereka dengan sinis, “Gak ada kisseu-kisseu, stres lu ya.”

Biar gimanapun Raina kan udah punya pacar, dia juga punya batasan, gak bisa seenaknya ngasih ciuman ke sembarang orang.

“Lah, kita udah nolongin loh.” Haris protes, tau gitu dia nolak aja tadi kalo bakal di kibulin begini.

“Nih minta aja sama Anna dia masih jomblo.” Raina megang kedua pundak temannya itu.

“Dih gak mau, ciuman gua cuma buat masa depan gua nanti.” Anna jelas nolak. “Lagian lu juga jomblo ya Ra.“ 

“Kata siapa? Gua aja udah punya pacar.” Raina jadi keceplosan, dia langsung nutup mulutnya.

“SIAPA!?” Tanya mereka semua kompak banget.

“K-kepo lu semua!”

Ting~

Pintu lift terbuka.

“Ra, lain kali kalo nga—”

“MASUK-MASUK GECE!” Raina mendorong teman-temannya untuk masuk ke dalm lift.

“HEH GUA BELOM SELESAI NGOMONG!” Aletta emosi karna omongannya dipotong.

“Udah kita naik lift dulu.” Raina memijat bahu Aletta supaya lebih tenang.

“Ini juga ngapain lo berdua pake baju terang bener? Mau jadi badut lo?” Aletta melirik ke arah Jidan dan Haris yang pakaiannya membuat mata sakit.

“Kita salah kostum elah.” Ucap Haris dengan muka melasnya.

“HAHAHAHA BEGO!” Aletta ngakak ngeliat muka melas mereka berdua.

“Semua gara-gara Jidan anjir, kalo mau gua bener.” Haris masih dendam.

“Ya mangap.” Jidan agak gak ikhlas minta maafnya.

“Udah, kalian berdua salah sih terima aja.” Anna kasian ngeliat Jidan sama Haris kaya bocah nyasar.

“Ra, lo tau tujuan Dinda kesini?” Aletta baru inget mau nanya perihal ini sama Raina, dia penasaran juga kenapa temennya itu bisa sampe dikejar preman.

Raina ngangguk. “Menurut gua sama Anna, dia itu mau ngasih ra—”

BZZTT!

“WOYYY MATI LAMPU!”

“LIFTNYA BERENTI JUGA BABI!”

“INI KITA DI LANTAI BERAPA SIH!?”

“KALEM CUY KALEM, TENANG!” Raina mencoba menenangkan mereka, walaupun dirinya juga ikutan panik.

Ini pertama kalinya mereka kejebak di lift, mana gelap banget lagi gak bisa liat apa-apa.

“GIMANA BISA TENANG ANJING!? GUE MAU KENCING!” Ketauan banget itu suaranya Jidan, dia kan dramatis.

“KITA BAKAL MATI! KITA BAKAL MATI!” Haris makin histeris, suara Lucinta Lunanya keluar.

“KAGA GILA!” Anna geplak kepala Haris pake mata batin.

“ANJING! SIAPA YANG GEPLAK PALA GUA!?” Kan kena walaupun gelap gulita.

“IH JANGAN INJEK KAKI GUE!” Raina ngerasa ada yang nginjek kakinya, dia tendang aja kaki orang itu.

“ADUH... KOK KAKI GUA DI TENDANG SIH!?” Jidan ngamuk, dia pengen bikin perhitungan sama yang nendang tulang keringnya.

“NGAPAIN LO MEGANG-MEGANG GUE?” Aletta dorong orang yang seenak jidatnya megang dada dia, dasar mesum.

“GAK SENGAJA AL, SUMPAH GELAP BANGET!” Raina gak sengaja megang punya Aletta, dia tuh mau nyari tombol lift.

“NYALAIN HP LO PEA!” Anna mengguncang-guncang bahu Jidan.

“SABAR NJENG!” Jidan ngambil ponselnya dari dalem saku celana, di nyalain lah itu senternya.

“TELPON POLISI CEPAT!” Suruh Haris, dia enggap banget lama-lama di dalem lift begini.

“GAK ADA JARINGAN SETAN!” Jidan teriak kenceng banget.

“Ih biasa aja dong!” Anna merasa tenang karna ada cahaya.

Aletta ikut ngecek ponselnya, mastiin ada jaringan atau gak, sialnya ponsel dia juga gak ada jaringan.

Mungkin ini semua efek karna mereka lagi di dalem lift.

“Gua juga gak ada jaringan tapi gua punya sinyal.” Ucap Raina, cuma ponselnya yang bisa di andelin saat ini.

“Lo ada pulsa?” Tanya Aletta, akhirnya mereka ada harapan untuk meminta bantuan.

“Ada goceng doang.” Ujar Raina.

“TELPON POLISI RA!” Haris maksa banget nelpon polisi, berasa abis di begal aja.

“Jangan Ra, lebay dia mah. Mending sekarang telpon pacar lo.” Suruh Aletta.

“P-pacar?” Raina jelas kaget, kenapa harus pacarnya sih dibawa-bawa.

“Iya si itu, gece!”

“Pacarnya Raina siapa sih?” Anna kepo banget, masalahnya Raina itu gak pernah cerita, kan dia merasa gagal jadi ratu gosip.

“Udah lu gak perlu tau.” Aletta menatap tajam ke arahnya.

“Di loud speaker dong Ra.” Pinta Haris.

“Iya, mau denger juga. Bilangin Ra tolong bawain makanan sama minum kesini.” Jidan gadir banget.

“Yeh, lu kira pacar gua kang goput.” Raina hampir saja menampar Jidan lagi tapi gak jadi.

“Udah cepet telpon Ra!”

Dengan terpaksa Raina menelpon pacarnya itu.

“H-halo?”

Teman-temannya sontak menoleh ke arah Raina, kepo mereka tuh.

“Halo Ra, kamu dimana? Kok saya gak liat kamu dari tadi, kamu baik-baik aja kan?”

“Kaya kenal suaranya.” Gumam Anna.

“Ssttt...” Aletta menyuruhnya diam.

“I-iya gak apa-apa. Cuma kejebak di dalem lift aja hehehe...”

“HAH!? KOK BISA!?”

“Iya, dia kejebak sama gue dong!” Kompor banget si Jidan mah.

Raina langsung ngedorong tubuh Jidan ampe kepentok dinding lift.

“Aduh...” Jidan nyesel dah ngisengin Raina.

“AHAHAHAH mampus!” Haris ngakak banget ngeliat temennya tersiksa.

“Jidan, lo jangan kompor anying.” Raina jadi panik, mampus aja kalo pacarnya ngamuk.

“Sama siapa kamu di lift?” Tuh kan, nada bicaranya berubah jadi dingin, perasaan Raina makin gak tenang.

“Ituan... sama temen. Banyak kok ada Anna, Aletta, Jidan sama Haris.” Jelas Raina, semoga aja Mahesa percaya.

“Oh... Raina dengerin saya baik-baik. Kamu harus tenang ya, jangan panik okey? Kamu berhenti di lantai berapa?” Nadanya udah balik lagi jadi normal.

“Enak ya ada yang ngawatirin kaya gitu.” Goda Anna.

Raina menggeleng kaku, sifat Mahesa kan kadang baik, kadang ngeselin.

Jidan nyorot senter ponselnya ke arah Floor Designator yang ada di atas pintu lift.

Sayangnya karena mati lampu, benda itu pun tidak berfungsi. Alhasil mereka tidak tauu di lantai mana mereka sekarang.

“Seinget gua tadi kita berenti di lantai 60 deh.” Untung memori Aletta masih baik tidak seperti yang lain.

“Oke, kita di lantai 60.” Raina memberi tau Mahesa.

“Nah karna sekarang lagi mati lampu, kamu gak bisa make tombol darurat kan? Sebagai gantinya kamu harus tarik interlock yang nahan pintu lift...”

“Interlock? Dimana?” Raina gak ngerti hal-hal kaya gitu.

“Di atas pintu lift sayangku.”

“Eh tarik interlocknya dong, noh di atas pintu lift.” Suruh Raina, dia ngasal nunjuk aja sih.

“Haris, lo kan yang paling tinggi disini, tolongin dong!” Anna enak banget main dorong-dorong Haris.

“Iya elah sabar...” Dengan setengah gak niat Haris pun nyari benda yang katanya interlock itu.

Jangan harap hal itu akan cepat, karna pencahayaan yang minim Haris jadi susah nemuinnya.


“EH SHUCY MATI LAMPU! LU DIMANA!?” Bella panik, tiba-tiba saja semua lampu di dalam restoran padam.

“Gua disini elah.” Shucy menarik lengan Bella agar mendekat padanya.

Meskipun lampu restoran mati total, rooftop tempat mereka berdiri sekarang cukup terang karena cahaya bulan yang menyinari langit malam.

“Eh Shucy, itu bukannya Satya ya?” Bella menunjuk meja yang tidak jauh dari mereka.

Shucy mengikuti arah pandangan Bella. “Iya bener, ada Azka juga tuh.”

“Mereka ngapain ya? Btw, kaya kenal deh itu ceweknya.” Bella kesulitan mengenali orang karena gelap.

“Iya itu kan anggota The Beauty.” Shucy ingat betul wajah gadis itu ketika bertemu di sekolah, ia tau persis siapa mereka.

“Ouhh iya, itu si... Alya sama Shella.” Bella menepuk tangannya, ia baru ingat.

Jika dilihat dari sudut pandang mereka berenam, mereka tampak bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Bagaimana bisa semua lampu di sini mati? Bukankah hotel mewah seperti ini memiliki ganset? Aneh sekali.

“Heh, tantangannya masih tetep jalan ya. Ayo cepetan Shel, mumpung mati lampu jadi gak banyak orang yang liat.” Daffa gregetan banget nungguin Shella, kan dia mau bikin gosip abis ini.

“Sabar...” Shella menghela nafas sejenak. “Satya?”

Satya udah tau kalo dia yang bakal dipilih sama Shella, dia sih gak masalah selama ini cuma tantangan, lagian sayang juga kalo ditolak.

“Hm? Lo mau cium gua kan? Sok atuh.” Satya masang muka datar, dia emang aslinya gini kalo sama gadis lain, makanya mereka pada klepek-klepek sama dia.

Azka natap tajem ke arah Satya. Jujur dia gak setuju sama tantangan ini, apa-apaan coba? Mana si Satya mau aja lagi padahal udah punya pacar, emang gak punya otak.

Akhirnya Shella memberanikan diri untuk mendekati Satya, orang yang dia sukai sejak lama. Gadis itu sangat bahagia karena Satya menerimanya dengan senang hati.

“Eh itu Shella ngapain deket-deket Satya?” Bella curiga, perasaannya mulai gak enak.

Jantung Shucy serasa berhenti berdetak waktu liat pemandangan yang gak seharusnya dia liat.

“S-Shucy? Lo...” Bella bingung, dia gak bisa berkata-kata, semua yang terjadi barusan bikin dia syok berat.

Shucy jelas gak tinggal diam, dia marah banget liat Satya ciuman sama cewek lain. Ini gak bisa dibiarin, pokoknya Shucy mau ngejambak rambut pacarnya itu, kalo perlu putus aja sekalian biar Satya nyesel.

“Ikut gue!” Shucy narik tangan Bella supaya mau nemenin kesana.

“Eh mau kemana?” Bella tau sih dirinya mau dibawa kemana, cuman dia takut maungnya Shucy keluar, bisa ancur ini restoran.

Jadi daripada ada keributan, Bella pun segera menenangkan Shucy.

“Eh tunggu. Gua tau lo pasti kesel banget sama Satya tapi plis hm...“ 

Bella nyari cara biar temennya itu tenang. Dia ngeliat beberapa minuman warna-warni di atas meja bar, di ambil lah satu gelas yang warnanya merah.

“Nih minum...”

Bella sebenernya asal ngambil, firasatnya bilang sih itu aman. Gak tau deh kalo nanti.

Shucy pengen banget nolak tapi dia pikir-pikir gak ada salahnya buat minum, lagian dia haus juga, so why not?

Dia neguk gelas itu sampai habis, rasanya sih asem gitu kaya buah stroberi, tapi kok kepalanya agak pusing ya?

Bella ikutan minum sampai habis, rasanya enak banget, akhirnya dia ketagihan mau minum lagi.

Tanpa mereka sadari, mereka sudah meneguk minuman itu sampai lima gelas.

Lalu apa yang terjadi pada mereka selanjutnya?

Kenapa hotel mewah itu bisa mati lampu?

Apakah Adya dan Sean berhasil menemukan Reyhan?

Bagaimana nasip teman mereka yang terjebak di lift?

. . .

To Be Continue...


#SweetBetrayal