raswpberryx

Tentang Siapa Ceilla Sebenarnya Hallo namaku Clarrisa, sejak kecil aku jarang bermain dengan teman-teman seusiaku. Alasannya karena dulu aku tinggal di Kota besar bersama kedua orang tuaku. Ayahku adalah seorang pemilik salah satu perusahaan sedangkan ibuku adalah seorang dokter ahli psikologi. Sejak kecil aku sudah dituntut untuk menjadi anak yang mandiri dan tidak banyak bergantung dengan orang lain. Hingga pada suatu hari aku bertemu dengan teman kecilku. Dia gadis kecil yang sepertinya usianya tidak jauh berbeda denganku. Namanya Ciella, wajahnya cantik dan mungil, memiliki kulit yang putih, rambutnya yang panjang dan pirang, serta memiliki warna mata yang coklat dan indah. Ciella sangat baik kepadaku, dia bilang baru kemarin pindah ke samping rumahku. Setiap papa dan mamaku kerja aku selalu bermain bersama dengan Ciella, menghabiskan waktu dengan bermain bersama di halaman belakang rumahku. Setiap pagi aku juga selalu berangkat ke sekolah bersama dengan Ciella karena jarak dari rumah dan sekolahku yang tidak terlalu jauh, maka kami memutuskan untuk berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki.
Aku tak banyak menghabiskan waktu dengan teman-teman lain selama di sekolah karena menurutku teman-teman sekolahku hanya sedikit yang bersifat ramah dan baik terhadapku. Tak sedikit dari mereka bahkan yang menganggapku aneh karena sering menyendiri saat di kelas. Padahal aku tidak pernah sendiri, aku selalu bermain bersama dengan Ciella saat sedang di kelas. Aku sering bermain di taman dan banyak bercerita dengan Ciella. Dimanapun ada aku pasti disitu ada Ciella, kami berdua sudah seperti anak kembar yang kemana-mana selalu bersama. Sampai pada suatu hari mama datang ke padaku dan berniat untuk mengajak ku berbicara. Mama bertanya kepadaku mengapa aku sering terlihat berbicara sendiri saat sedang di rumah maupun di sekolah. Aku cukup terkejut mendengar pertanyaan dari mamaku. Selama ini apa mamaku tidak menyadari kalau aku sering bermain dengan Ceilla. Bahkan dua hari yang lalu aku sempat mengajak Ceilla bermain di halaman depan rumahku dan saat itu pula aku yakin bahwa mamaku melihatku sedang asik bermain. Jujur Ceilla adalah anak yang sangat baik. Dia bahkan bisa tahu mana orang yang benar-benar baik dan mana orang yang memiliki hati buruk. Ceilla juga memiliki kemampuan bisa melihat apa yang akan terjadi hari esoknya. Aku sangat senang memiliki teman seperti Ceilla, dia selalu ada disaat aku sedang merasa kesepian dan butuh seorang teman. Pernah suatu kejadian papa dan mamaku berniat mengajakku untuk berkonsultasi dengan seorang psikolog teman dekat mamaku saat di rumah sakit. Mama bilang aku memiliki tingkah yang cukup aneh karena sering menyebut dan bercerita tentang Ceilla. Sampai-sampai aku dianggap mengalami gangguan psikis dan mental karena mama dan papaku sama sekali tidak percaya bahwa selama ini aku memang memiliki teman baik yang bernama Ceilla. Sampai di suatu malam Ceilla datang ke kamarku dengan raut wajah yang tampak lemas dan sangat pucat. Ceilla berjalan gontai ke arahku dengan tatapan kosong. Sesekali dia tersenyum singkat ke arahku. Dia menceritakan satu kisah hidupnya yang menurutku terdengar aneh dan sangat mengejutkan. Ceilla berkata “apa kamu tahu Clarrisa, sebenarnya aku tidak sama denganmu”. Aku mengernyitkan dahi dan bingung atas perkataannya tadi. Lalu aku menjawab “maksud kamu apa?”. Selang beberapa detik Ceilla menoleh ke arahku dan dia tersenyum lebar, sangat lebar. Mulutnya yang lebar mulai mengeluarkan banyak darah, pakaiannya berubah menjadi sangat lusuh dan disertai banyak percikan darah di tubuhnya. Sungguh wajah Ceilla berubah menjadi sangat menyeramkan. Wajahnya hancur dan beberapa bagian tubuhnya dipenuhi banyak luka. Bukan, ini bukan Ceilla yang aku kenal . Ini sama sekali bukan Ceilla teman bermainku selama ini. Malam itu Ceilla benar-benar menunjukkan wujud aslinya. Ceilla berubah menjadi makhluk yang paling menyeramkan yang pernah aku temui. Malam itu aku benar-enar terkejut dan berlari kencang menghampiri mamaku. Aku menangis karena takut dan tidak percaya atas apa yang baru saja aku lihat. Malam itu, Ceilla menceritakan semua kejadian bagaimana cara dia meninggal. Lambat laun aku menemukan satu fakta, Ceilla yang dulu menjadi teman bermainku memang benar bukan seorang manusia. Orang-orang benar selama ini aku terlihat sering berbicara sendiri karena memang hanya aku yang bisa melihat sosok Ceilla. Malam itu aku tahu bahwa Ceilla menunjukkan wujud aslinya tepat seperti saat kondisi dia meninggal. Aku juga menemukan satu kebenaran besar bahwa ternyata Ceilla yang selama ini menjadi teman kecilku adalah kakak kandungku sendiri. Ceilla merupakan kakak kandungku yang dulu sempat meninggal karena tertabrak truk saat sedang bermain di dekat rumah. Selama ini Ceilla sengaja menampakkan wujudnya hanya kepadaku karena Ceilla hanya ingin bermain dengan aku sebagai adik kandungnya. Ceilla tidak ingin melihat aku merasa kesepian. Namun aku masih tetap menyayangi Ceilla kakakku. Sekarang dia sudah tidak pernah lagi menampakkan wujudnya. Aku yakin Ceilla sudah tenang disana.

Weird But I Love Him

Bertemu lagi dengan aku dan rangkaian kisahku yang masih sama karena semuanya selalu tentang dia. Bak terhipnotis akan pesona yang dia miliki sehingga hati yang semula dingin kemudian menghangat dan berdetak lebih cepat saat dia mengucapkan untaian kalimat indah yang terlontar dari mulut mungilnya. Mata yang tak henti menatap ke arahnya seakan tersipu oleh kharisma dan ketampanan yang dia miliki. Mulut pun tak pernah bosan untuk selalu menyebut namanya, bercerita tentangnya, dan begitu mudahnya tersenyum saat melihat tingkahnya yang menggemaskan. Serta telinga yang selalu menunggu untuk mendengar ucapan “haii babe i’m here” setiap sabtu sore.

Dia termasuk lelaki yang tidak mudah untuk memulai pembicaraan terlebih dahulu. Namun akan berbeda saat dengan orang yang dianggap dekat. Mark akan berubah menjadi lelaki ceria penuh tawa dan tak akan berhenti berbicara sebelum seseorang menghentikannya.

“How about your day?” tanyaku mengawali percakapan malam ini dan memberikan segelas air putih kepadanya. “Uhmm it's not to good” Mark menjawab sembari sedikit menegakkan posisinya menjadi duduk untuk meminum air yang tadi aku berikan. Sejujurnya aku sudah tau kalau dia sedang dalam kondisi yang tidak terlalu baik, terlihat jelas dari raut wajahnya yang tampak lebih murung dari biasanya.

“What happen? ada masalah di kampus?” sekarang posisiku duduk tepat di sebelah Mark dan mulai menghadapkan diri ke arahnya untuk bersiap mendengar cerita darinya.

Mark menatap ke arahku dan bersiap untuk mulai bercerita “tadi aku ke kampus buat ketemu dospem tapi ternyata orangnya malah susah banget ditemui” ucap Mark. Lalu aku pun menjawab “semalem udah janjian dulu belum sama dospem nya?”. “Udah kok bahkan dosen sendiri yang bilang kalo besok dia ga terlalu sibuk, eh ternyata pas disamperin malah ga ada orangnya” Mark berbicara dengan nada pelan dan tampak kurang bersemangat.

“Gapapa besok di hubungi lagi ya, mungkin dosennya tadi sibuk banget makanya lupa kalo ada janji sama kamu” aku mencoba menenangkan Mark dengan ucapanku sembari mengusap lengan kanan miliknya.

Sesaat setelahnya Mark menoleh ke arahku dan mencoba meraih tangan kananku, menautkan jari-jari tangan diantara kami berdua. Beberapa detik kemudian terlontar kalimat dari mulutnya “kayanya setelah lulus aku mau langsung lanjutin bisnis papa aja deh babe, gimana menurut kamu?”. Aku terdiam sebentar memikirkan kalimat yang menurutku pas untuk diucapkan “that's great Mark, bukannya kamu sekarang juga lagi lanjutin bisnis Papa kamu ya?”. “Iya bener, tapi sekarang lagi ada problem sama klien sedikit. Semalem Papa bilang katanya pengen aku cepet selesain skripsi biar bisa gantiin dia ngurus kantor”. Mark mencoba menyandarkan punggungnya di sofa, sesekali menutup matanya dan memijat pelan dahinya sendiri. Aku tersenyum singkat melihat wajahnya dari samping yang terlihat sangat tampan.

Tanpa sadar Mark membuka matanya dan menatap bingung ke arahku. “Kok kamu malah senyum sih?” tanya Mark kebingungan karena aku terlihat sumringah padahal dirinya sedang dalam keadaan kalut. “Gapapa, kamu keliatan cakep kalo lagi merem hehe”. Mark tertawa mendengar ucapanku “tumben banget bilang aku cakep, eh tapi aku emang ganteng sih. Buktinya cewe-cewe di kampus pada salting pas lihat aku” jawab Mark dengan sangat percaya diri dan sesekali mengingat ingat kejadian yang terekam di otaknya.

Memang aku akui banyak wanita yang suka terhadap Mark bahkan tak sedikit wanita yang menatap sinis ke arahku dan melontarkan beberapa kalimat sindiran saat aku dan Mark berjalan beriringan di Kampus. Seolah-olah memberikan isyarat bahwa aku tak pantas bersanding dengan lelaki tampan, pintar nan rupawan seperti Mark. Iya benar kebetulan kami berdua satu kampus namun berbeda jurusan.

“Uhm gitu, ternyata masih banyak mba mba yang sering ngeliatin kamu di kampus ya. Gimana cantik-cantik kan Mark?” tanyaku dengan senyum yang sedikit memaksa. “Engga ah, cantikan kamu jauh tau” tangan Mark terulur untuk mengusap lembut pipiku yang sekarang sudah merah padam karena blushing. Aku mencoba menahan rasa malu dengan merubah posisi duduk menjadi menghadap ke depan sehingga Mark tidak bisa melihat wajahku. Mark tersenyum jahil melihat tingkahku yang sedang menahan rasa malu.

“Kamu tau ga kenapa aku pengen cepet-cepet kelarin skripsi?” tanya Mark padaku. Aku mencoba meraih gelas, meneguk beberapa tegukan air kemudian menjawab “biar bisa cepet lulus terus langsung ngurus kantor Papa kamu kan?” jawabku dengan yakin.

“Salah tau babe, bukan itu” tegas Mark. “Loh terus apa dong?” aku tampak kebingungan dan mencoba menebak apa jawaban yang Mark maksud. “Biar bisa cepet dapet restu Papa buat nikah, terus bisa pulang ke rumah yang didalamnya ada kamu, biar bisa peluk-peluk kamu sampe puas, and then biar bisa cepet-cepet jadi imam sholat yang sah buat kamu” Mark menjawab dengan sangat antusias dan senyumnya yang tak pernah pudar. Terlihat jelas dari raut wajahnya bahwa dia sangat senang membayangkan momen tersebut dan berharap dapat benar-benar terlaksana.

“Udah ah kayaknya kamu sengaja banget ya dari tadi mau bikin aku salting terus” jawabku dan diselingi dengan cubitan ringan di perutnya. Jujur sebenarnya aku senang mendengar ucapan Mark tadi, namun aku benar-benar sudah tidak bisa menahan rasa malu. Membayangkan momen tersebut saja sudah cukup membuat darahku berdesir sungguh terlalu indah kalau cuma dibayangkan.

“Iyaa deh maaf, but now i need your hug. Pusing banget aku hari ini pen peluukkkkk boleh ya ya ya???” Aku menoleh sekilas ke arahnya sambil memicingkan mata dan melihat raut wajah Mark tampak memelas dan sesekali mempoutkan bibirnya persis seperti anak kecil yang sedang meminta untuk dibelikan es krim pada ibunya.

“Gabole belum muhrim” jawabku enteng dan kembali menaruh gelas di atas meja. “Ih bentaran doang kok ga lama, janji cuma 15 detik aja” pinta Mark yang berusaha mendapatkan izin dariku. “Okay siniin hp kamu, 15 detik ya ga lebih” tegas ku. “YEAAAYYY siap boss janji ga lebih” Dirinya terlihat sangat bahagia, senyumnya merekah dan menampakkan deretan giginya yang putih. Mark memberikan hp nya padaku kemudian dengan sigap aku memasang timer selama 15 detik, dan sengaja mengatur nada dering dengan volume full lengkap dengan mode getar. Tepat 15 detik timer berbunyi dengan cukup keras, Mark yang kaget kemudian membuka matanya.

Oke udah 15 detik, aku mencoba melepas pelukan di antara kami berdua. “Yah udahan ya? ya Allah kok ga berasa, bentar banget” wajah Mark kembali ditekuk. “Iya udah kan janjinya cuma 15 detik, dibilangin tadi belum muhrim” aku tertawa kecil. Tanganku bergerak mengacak pelan surai rambut Mark sembari mengulum senyuman. “Ya kalo kamu mau lebih harus ijab dulu dong, ya ngga?” aku kembali berucap dan menaik turunkan kedua alisku. “Okay wait, kalo gitu aku mau pamit pulang deh ya mau ke rumah dospem” sanggah dari Mark, dia meraih jaket denimnya dan bergerak mengambil kunci mobil di atas meja dengan sangat excited. Aku yang terkejut atas tingkahnya kemudian dengan cepat bertanya “eh udah malem mau ngapain ketemu dospem?”.

“Mau bimbingan minta acc skripsi, biar bisa cepet kelar and then LET'S BE MARRIED. Biar kalo mau peluk kamu ga perlu pake timer lagi ya kan?” Mark menjawab dengan sangat antusias, dia menaik turunkan kedua alisnya sama seperti yang aku lakukan sebelumnya dan mengusap lembut ujung kepalaku serta disertai kekehan kecil. Aku diam mematung dan membulatkan mata, terkejut akan ucapan yang keluar dari mulutnya. Bagaimana bisa dia dengan mudahnya mengajakku untuk menikah sedangkan dirinya juga belum resmi lulus kuliah. Dan apa tadi, bimbingan? padahal saat ini sudah menunjukkan pukul 22.00 malam. Aku yakin dosennya pun pasti sudah tidur di rumahnya. Aku rasa saat ini Mark benar-benar sudah kehilangan akal. Kemudian Mark berjalan mendekat ke arah pintu.

“Sinting, ngajak nikah udah kaya lagi beli permen di warung enteng banget dah” ucapku sangat pelan dan aku yakin Mark pun tidak akan mendengar ucapanku. Tepat di ujung pintu Mark berpapasan dengan Mamaku yang baru saja pulang dari supermarket.

Mama bertanya “eh ada Mark ternyata, mau kemana kok buru-buru banget?”. “Eh iya tante Mark lagi mau ngurus sesuatu. Nah nanti kalo urusan Mark udah selesai Mark bole langsung halalin anak tante, Mark bener kan tan?” jawab Mark setelah mencium tangan kanan Mamaku. Mama tertawa lepas mendengar ucapan Mark yang memang terdengar aneh dan spontan tadi. Aku yang memandang mereka berdua dari dalam rumah hanya bisa menatap heran atas kelakuan Mark. “Wah beneran sinting kayaknya itu anak, pusing mikir skripsi ternyata bisa bikin orang jadi oleng ya” aku berbicara meracau dengan diriku sendiri sambil menggaruk tengkuk leher yang sebenarnya sama sekali tidak terasa gatal.

“Babe, aku pulang ya dadah” Mark melambaikan tangan ke arahku. “Mark pamit ya tan, Assalamualaikum” pamit Mark dan mencium kembali punggung tangan kanan mamaku. “Waalaikumsalam, hati-hati ya ganteng” ucap mamaku dan dihadiahi senyuman dari Mark.

“Mark kenapa sih kak? tumben banget dia gitu? tanya mama kepadaku. “Ga tau deh ma, otaknya udah mulai gesrek kayanya” jawabku dan tanganku bergerak mengambil alih kantong belanjaan yang mama bawa dari Supermarket. “Husstt gitu-gitu juga dia calon suamimu tau” ucap Mama tanpa ragu dan diselingi tawaan. Kemudian mama berjalan menuju ke arah dapur meninggalkan aku yang masih diam mematung di ruang tamu. “Lahhh?? ini orang tua juga kenapa dah” jawabku dalam hati dan tidak bersuara sedikitpun, lalu berjalan menyusul mama ke dapur.

Setiap manusia berhak untuk menentukan jalan hidup seperti apa yang akan dia pilih. Manusia berhak untuk berharap dan berencana. Namun, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi besok, lusa, satu minggu kedepan, bulan depan, atau bahkan beberapa tahun kedepan. Sama seperti yang aku dan Mark jalani sampai saat ini. Kita berdua hanya bisa berencana dan berdo’a meminta kepada Tuhan agar semesta juga turut memberikan restu atas hubungan kami berdua. Terkait apa-apa yang akan terjadi kedepannya kami berdua tidak pernah tahu. Terlepas dari itu bukankah kita memang berhak untuk bahagia bukan?. Yakinlah bahwa rencana Tuhan bahkan jauh lebih indah dari yang kita bayangkan. Tuhan pun tau mana yang sudah sepantasnya kita dapatkan dan mana yang sudah seharusnya untuk kita ikhlaskan.

Kita berdua adalah dua insan yang sedang merayu semesta. Berusaha dengan cara kami masing-masing hingga pada akhirnya sampai pada tujuan yang sama. Meramalkan banyak do'a disetiap malam agar restu sang semesta senantiasa berpihak kepada kami berdua. Meski sadar akan hadirnya perbedaan, namun satu hal yang pasti dari hati yang terdalam berharap agar kisah kami berdua telah ditulis dengan banyak cerita indah dan ditakdirkan untuk happy ending dikemudian hari. Saling melengkapi dan mengisi bukan untuk beradu emosi.

~t

Papa Acc

Sabtu, 15.00 WIB

Aku melangkahkan kaki menuju teras belakang rumah, berjalan santai hendak menghampiri lelaki paruh baya yang aku panggil dengan sebutan 'papa'. Dengan membawa nampan berisi 3 botol air mineral dan beberapa camilan yang aku letakkan ke dalam piring kecil. Kuletakkan nampan di atas meja sembari menoleh ke arah papa yang sedang tampak serius menatap lurus ke depan dan sesekali melirik ke arahku.

“Udah sore pa, kok dia ga diajak istirahat juga?” ucapku mengawali pembicaraan dengan papa.

Biar aku tebak, kalian pasti bingung siapa 'dia' yang aku maksud. Okay lemme show you siapa sosok 'dia' sebenernya.

Tepat lurus ke arah depan netraku menangkap sosok lelaki bertubuh jenjang, mengenakan celana jeans putih dan atasan kaos motif lengkap dengan blue beanie kesayangannya dan sepasang sepatu berwarna putih. Lelaki itu sedang berdiri di tengah lapangan golf milik papa. Iya itu 'dia' yang aku sebut sedari tadi. Mark Lee namanya, pria muda yang sudah genap 2 tahun menjalin hubungan denganku.

“Tanggung kak jangan disuruh istirahat dulu, Mark lagi ngejalanin tantangan dari papa” jawab papa. “Hah, tantangan apa? please pa gausah aneh-aneh ini udah mau maghrib loh” Papa hanya tertawa kecil, sama sekali tidak berniat untuk menjawab pertanyaanku.

“Paa ayo jawab dulu ih” tegasku. Lagi-lagi papa hanya tersenyum. Tangannya bergerak untuk membuka tutup botol air mineral dan meminum air tersebut sebanyak beberapa kali tegukan, kemudian kembali menatap serius ke arah Mark.

Sedangkan dari arah berlawanan lelaki yang sedang aku bicarakan menoleh ke arahku dan mengulum senyumnya. Tangan kanannya bergerak ke atas memberikan simbol lambaian, sedangkan tangan kirinya memegang erat stick golf. Pria tersebut berdiri lurus ke arah dimana aku dan papa sedang duduk, dan sesekali mengelap peluh di dahinya karena memang cuaca sabtu sore kali ini bisa dibilang cukup terik. Namun senyum tulus dari sang pria tidak pernah luntur seolah-olah memberikan isyarat bahwa dia sangat senang berada di tengah lapangan.

Mark menggenggam stick golf dengan kedua tangannya, netranya menatap lurus ke arah bola golf yang saat ini tepat berada didepan kedua kakinya. Kaki kirinya sedikit terbuka, tampak dari kejauhan bahwa Mark sekarang sedang berusaha untuk mengatur napasnya. Dia mempererat genggaman stick golf yang saat ini posisinya sudah terangkat penuh. Dengan sekali ayunan , bola golf dapat menggelinding sempurna dan berhasil masuk ke dalam lubang.

Papa yang sedari tadi serius menatap setiap pergerakan Mark. Matanya memicing memastikan apakah bola golf benar-benar masuk ke dalam lubang kemudian refleks berdiri dan melemparkan senyumnya yang lebar serta memberikan tepuk tangan tanda bahwa Mark berhasil mejalankan tantangan darinya, sesaat setelah memastikan bahwa memang benar bola golf telah masuk ke dalam lubang.

Mark berjalan ke arahku dengan senyum kemenangannya. Jujur saat dilihat dari kejauhan dirinya terlihat amat memukau, tangannya bergerak untuk melepas blue beani yang dia kenakan dan merapikan rambutnya secara acak. Setibanya dia dihadapanku, lalu aku memberikan satu botol air mineral kepadanya. Tak lupa handuk kecil untuk mengelap peluh di wajahnya.

“Gimana om, Mark berhasil kan?” ucap Mark. “Ya not bad lah, ternyata kamu jago juga” jawab dari papa diselangi dengan kekehan kecil . “Kalo gitu mark diizinin kan om?” “Diizinin kemana?” aku menyela pembicaraan Mark dan papa. Honestly aku masih tidak mengerti kesepakatan apa yang telah Mark dan papa buat. Otak ku menolak untuk berpikir tenang hingga pada akhirnya aku memberanikan diri untuk menyela pembicaraan mereka berdua.

Papa menjawab “oh itu kak, tadi Mark izin ke papa katanya mau bawa kamu night drive. Terus gegara papa iseng jadinya papa ngasih tantangan ke dia” “Tantangan?” tegasku, dan masih tak paham apa maksud perkataan papa. “Iya, jadi kalo Mark berhasil masukin bola ke lubang baru dia boleh bawa kamu pergi. Nah karena tadi dia udah berhasil masukin bola 5 kali berturut turut jadi ya udah papa izinin nanti malem dia bawa kamu night drive” dengan entengnya papa memberikan penjelasan.

Aku terdiam sembari mencerna setiap kata yang keluar dari mulut papa yang menurutku terdengar aneh, bagaimana mungkin papa memberikan persyaratan kurang masuk akal agar seorang lelaki yang saat ini sedang menjadi kekasih anak gadisnya diperbolehkan untuk membawanya pergi jalan-jalan. Netraku bergerak menatap lelaki muda yang sekarang berada di sampingku, aku berniat untuk meminta penjelasan darinya. “Iyaa bener apa kata papa kamu” jawab dari Mark sembari tersenyum.

“Ihh papa gimana masa anaknya dijadiin taruhan” aku memasang wajah cemberut karena memang menurutku papa benar-benar iseng. “Bukan taruhan kak, papa pengen tau aja seberapa serius Mark ngejalanin tantangan dari papa” kali ini jawaban dari papa menurutku terdengar lebih masuk akal. Aku menjawab dengan anggukan tanda bahwa aku paham atas penjelasan darinya.

Papa kembali berbicara “tapi inget ya jam 9 udah harus pulang. Mark, om pesen sama kamu take my little girl home without anything lacking!!”
“Ayay capten, Mark janji antar pulang your little girl sebelum jam 9” tegas dari mark. Dia mengangkat tangan kanannya dan mengambil posisi hormat persis seperti yang dilakukan prajurit kepada komandannya. Aku tertawa melihat tingkahnya, di mataku dia sungguh terlihat menggemaskan.

“Baik kalo gitu om, Mark izin pamit pulang ya mau mandi siap-siap buat ngedate bareng princess nanti malem” Mark tersenyum diakhir ucapannya dan sesekali menatap ke arahku.

Blushing, seketika kedua pipiku memerah dan terasa panas. Jangan ditanya bagaimana keadaan jantungku sekarang karena sudah dapat dipastikan sangat tidak aman. Rasanya seperti berbagai macam binatang sedang berlari-larian diperutku. Aku mengibaratkan kondisi saat ini bukan sebagai 'butterfly moment' melainkan 'zoo syndrome'.

“Eh enak aja kamu, ini princess nya om ya” papa bergerak merangkul kedua pundakku seperti memberikan isyarat bahwa aku gadis kecil yang hanya miliknya. Aku menyikut kecil perut papa dan dihadiahi kekehan kecil darinya. Begitu pula Mark yang sedari tadi tertawa melihat tingkahku dan papa.

“Babe, I'll pick you up at 7 okay” ucap mark dan berakhir dengan mengelus lembut pucuk kepalaku sembari merapikan sedikit bagian rambutku yang hampir menutupi mata. “Sure, safe drive Mark” jawabku dan Mark mengangguk sambil tersenyum.

Sepersekian menit setelahnya Mark mencium punggung tangan kanan papaku dan berkata “Mark pamit ya om, salam juga ke tante maaf ga bisa pamit langsung soalnya udah sore banget”. Fyi mamaku memang sedang tidak berada di rumah, tadi siang beliau pamit mau ke rumah saudara katanya dan berniat untuk menginap.

“iyaa nanti om salamin ya, hati-hati di jalan Mark jangan ngebut” perintah dari papa. “Pasti om, Assalamualaikum” Mark berjalan ke arah gerbang dan melambaikan tangan beberapa kali. “Waalaikumsalam” ucap dariku dan papa secara bersamaan.

Tepat setelah Mark pulang tiba-tiba papa berkata kepadaku “kak, kali ini papa acc”. “Hah acc apanya? kaya orang lagi skripsian aja” jawabku sambil merapikan beberapa botol bekas air mineral dan meletakkan piring ke atas nampan.

Papa membisikkan kalimat tepat di telinga kananku “calon mantu papa keren juga ternyata, makanya papa acc soalnya papa suka hahaha”. Lalu papa pergi berjalan masuk ke dalam rumah dengan tawanya yang masih bisa terdengar dari luar.

Diam mematung, iya benar aku cukup terkejut dengan sebutan 'calon mantu' dari papa karena selama ini seperti yang aku ketahui papa tidak pernah mudah untuk memberikan izin kepada anak gadisnya untuk dekat dengan seorang pria. Namun berbeda dengan Mark, papa bahkan sudah merasa dekat bahkan hanya dengan melakukan pertemuan beberapa kali saja.

Tanpa sadar senyumku merekah dan lagi-lagi pipiku dibuat merona. Aku pikir tidak ada kata yang mampu menggambarkan bagaimana kondisi hatiku sekarang, yang jelas aku benar-benar sangat bahagia.

~t

Semesta dan Dia

Semesta Bercanda

Suatu waktu aku minta pada-Nya berikan aku setitik harapan, dan ajari aku cara bertahan. Aku tau ini terlihat berlebihan. Namun, bukankah mudah tuk memberiku sedikit 'kebahagiaan'.

Tatkala lupa akan permintaan, semesta hadir membawa kejutan.

Kau tau apa? semesta datang membawa lelaki tampan, budi baik, dan syarat kesempurnaan. Ku sampaikan pada semesta “Bukan ini yang aku minta” lantas semesta menjawab “Kebahagiaan yang kau minta? semua ada dalam dirinya, kembalikan dia padaku saat kau mulai bosan”.

Kurasa semesta benar-benar bercanda. Dia, lelaki yang sempat ku ceritakan. Lelaki yang telah semesta anugerahkan. Lelaki yang semesta sebut dengan 'kebahagiaan', mengapa bagiku terlihat amat menawan.

Aku sudah salah jalan ada apa denganku? tawanya, tingkah lucunya, cara dia bicara mengapa sangat candu. Aku pikir dia seperti obat yang harus aku minum 3x sehari untuk sembuh.

Lalu apa, bosan? bahkan aku tak pernah bosan dengannya. Aku sudah bilang kan, dia sosok yang sempurna lantas mana bisa aku bosan. Semua yang ada dalam dirinya benar-benar menghadirkan kebahagiaan.

Dan ternyata benar, aku telah salah jalan. Aku jatuh cinta Aku jatuh cinta pada lelaki yang semesta berikan

~t.

Sweeter Than a Caffe Latte

Di balkon rumahku Bagiku duduk di teras balkon ditemani secangkir caffe latte dan suara rintikan air hujan adalah healing terbaik.

Sesaat lamunanku buyar saat terdengar knop pintu terbuka. Aku menoleh ke arah sumber suara dan menangkap satu objek tampan mengenakan kaos putih polos dan dibalut dengan jaket coklat serta rambut hitamnya yang sedikit basah, aku yakin itu karena air hujan.

Berjalan ke arahku dengan raut wajah yang sangat tenang tak lupa senyum manis dan sesekali menampakkan deretan giginya yang putih sembari merapikan bagian depan rambutnya dimana hal tersebut cukup untuk membuat jantungku berdetak 2x lebih cepat.

“Coffe again?” kalimat pertama yang terlontar dari mulut mungilnya. Aku hanya menjawab dengan anggukan kecil sebagai tanda membenarkan apa yang ia tanyakan.

Hening untuk beberapa saat sampai seketika dia kembali berbicara padaku.

“Babe, let me tell u about something” ucap lelaki tersebut. “What is it?” jawabku antusias. “Can u stop drinking coffee for a while?, aku cemburu tau” kalimat pengakuan darinya yang membuatku heran dan tak sanggup untuk menahan tawa.

“What do u mean? cemburu, sama kopi? pliss ga usah mulai deh mark” tegasku.

Lelaki tampan itu menoleh ke arahku sambil memasang wajah cemberut tanda kecewa atas kalimat yang baru saja aku lontarkan. Jika sudah seperti ini dia pasti akan mengeluarkan jurus andalannya, memanyunkan bibir dan menautkan kedua alisnya yang dimataku terlihat amat menggemaskan persis seperti kartun animasi angry bird yang sering aku tonton saat masih kecil.

“Tell me ur reasons why I should stop drinking coffee, and what? cemburu kenapa kamu cemburu sama kopi?” ucapku padanya sembari menopang dagu dengan satu tangan tanda bahwa aku serius ingin mendengarkan jawabannya.

Mark menghela nafas perlahan dan dengan sengaja meminum kopi milikku yang lantas membuat aku terkejut atas tingkahnya.

“Heeiii” jawabku “Oke listen to me babe, aku tau kamu kalo udah minum kopi sambil ngelamun pasti lagi ada yang dipikirin kan?” “Yaa so why? sanggahku “Uhm aku iri aja sama kopi bisa buat kamu ngerasa tenang, aku pengen gantiin kopi buat kamu biar kalo kamu lagi banyak pikiran tuh larinya ke aku bukan ke kopi” jawaban dari mark yang berhasil membuat senyumku merekah

“Ih ngga gitu mark, yakali aku bandingin kamu sama kopi. Aku minumnya ga banyak kok lagian kalo ada apa-apa juga larinya tetep ke kamu kan, to get a hug from you” aku membenarkan tanggapannya.

Mark tersenyum mendengar ucapanku, kemudian dia bertanya “Okay plis choose the one, me or coffee?” “Coffee” jawabku tanpa ragu “BABEEE!!!” teriak mark sambil mengguncangkan tubuhnya tanda tak terima atas jawabanku. Sialnya aku suka tingkah mark yang seperti ini terlihat sangat menggemaskan bagiku.

“AHAHAHA of course you Mark” kataku. “Whaaattt? aku ga denger tadi kupingku kesumpel gajah” Satu pukulan yang tidak terlalu keras berhasil mendarat di lengan kiri mark. Aku kembali menjawab “you, Mark Lee” “Why you choose me?” pertanyaan dari mark yang sedari tadi tak kunjung berhenti.

Lalu tanpa ragu ku ucap “Because u sweeter than a caffe latte” “OH DAANNGGGG YASHH IT'S ME” ucap mark antusias dan berakhir dengan mengukir senyuman manis sembari mengusap lembut pucuk kepalaku.

~t.