Weird But I Love Him

Bertemu lagi dengan aku dan rangkaian kisahku yang masih sama karena semuanya selalu tentang dia. Bak terhipnotis akan pesona yang dia miliki sehingga hati yang semula dingin kemudian menghangat dan berdetak lebih cepat saat dia mengucapkan untaian kalimat indah yang terlontar dari mulut mungilnya. Mata yang tak henti menatap ke arahnya seakan tersipu oleh kharisma dan ketampanan yang dia miliki. Mulut pun tak pernah bosan untuk selalu menyebut namanya, bercerita tentangnya, dan begitu mudahnya tersenyum saat melihat tingkahnya yang menggemaskan. Serta telinga yang selalu menunggu untuk mendengar ucapan “haii babe i’m here” setiap sabtu sore.

Dia termasuk lelaki yang tidak mudah untuk memulai pembicaraan terlebih dahulu. Namun akan berbeda saat dengan orang yang dianggap dekat. Mark akan berubah menjadi lelaki ceria penuh tawa dan tak akan berhenti berbicara sebelum seseorang menghentikannya.

“How about your day?” tanyaku mengawali percakapan malam ini dan memberikan segelas air putih kepadanya. “Uhmm it's not to good” Mark menjawab sembari sedikit menegakkan posisinya menjadi duduk untuk meminum air yang tadi aku berikan. Sejujurnya aku sudah tau kalau dia sedang dalam kondisi yang tidak terlalu baik, terlihat jelas dari raut wajahnya yang tampak lebih murung dari biasanya.

“What happen? ada masalah di kampus?” sekarang posisiku duduk tepat di sebelah Mark dan mulai menghadapkan diri ke arahnya untuk bersiap mendengar cerita darinya.

Mark menatap ke arahku dan bersiap untuk mulai bercerita “tadi aku ke kampus buat ketemu dospem tapi ternyata orangnya malah susah banget ditemui” ucap Mark. Lalu aku pun menjawab “semalem udah janjian dulu belum sama dospem nya?”. “Udah kok bahkan dosen sendiri yang bilang kalo besok dia ga terlalu sibuk, eh ternyata pas disamperin malah ga ada orangnya” Mark berbicara dengan nada pelan dan tampak kurang bersemangat.

“Gapapa besok di hubungi lagi ya, mungkin dosennya tadi sibuk banget makanya lupa kalo ada janji sama kamu” aku mencoba menenangkan Mark dengan ucapanku sembari mengusap lengan kanan miliknya.

Sesaat setelahnya Mark menoleh ke arahku dan mencoba meraih tangan kananku, menautkan jari-jari tangan diantara kami berdua. Beberapa detik kemudian terlontar kalimat dari mulutnya “kayanya setelah lulus aku mau langsung lanjutin bisnis papa aja deh babe, gimana menurut kamu?”. Aku terdiam sebentar memikirkan kalimat yang menurutku pas untuk diucapkan “that's great Mark, bukannya kamu sekarang juga lagi lanjutin bisnis Papa kamu ya?”. “Iya bener, tapi sekarang lagi ada problem sama klien sedikit. Semalem Papa bilang katanya pengen aku cepet selesain skripsi biar bisa gantiin dia ngurus kantor”. Mark mencoba menyandarkan punggungnya di sofa, sesekali menutup matanya dan memijat pelan dahinya sendiri. Aku tersenyum singkat melihat wajahnya dari samping yang terlihat sangat tampan.

Tanpa sadar Mark membuka matanya dan menatap bingung ke arahku. “Kok kamu malah senyum sih?” tanya Mark kebingungan karena aku terlihat sumringah padahal dirinya sedang dalam keadaan kalut. “Gapapa, kamu keliatan cakep kalo lagi merem hehe”. Mark tertawa mendengar ucapanku “tumben banget bilang aku cakep, eh tapi aku emang ganteng sih. Buktinya cewe-cewe di kampus pada salting pas lihat aku” jawab Mark dengan sangat percaya diri dan sesekali mengingat ingat kejadian yang terekam di otaknya.

Memang aku akui banyak wanita yang suka terhadap Mark bahkan tak sedikit wanita yang menatap sinis ke arahku dan melontarkan beberapa kalimat sindiran saat aku dan Mark berjalan beriringan di Kampus. Seolah-olah memberikan isyarat bahwa aku tak pantas bersanding dengan lelaki tampan, pintar nan rupawan seperti Mark. Iya benar kebetulan kami berdua satu kampus namun berbeda jurusan.

“Uhm gitu, ternyata masih banyak mba mba yang sering ngeliatin kamu di kampus ya. Gimana cantik-cantik kan Mark?” tanyaku dengan senyum yang sedikit memaksa. “Engga ah, cantikan kamu jauh tau” tangan Mark terulur untuk mengusap lembut pipiku yang sekarang sudah merah padam karena blushing. Aku mencoba menahan rasa malu dengan merubah posisi duduk menjadi menghadap ke depan sehingga Mark tidak bisa melihat wajahku. Mark tersenyum jahil melihat tingkahku yang sedang menahan rasa malu.

“Kamu tau ga kenapa aku pengen cepet-cepet kelarin skripsi?” tanya Mark padaku. Aku mencoba meraih gelas, meneguk beberapa tegukan air kemudian menjawab “biar bisa cepet lulus terus langsung ngurus kantor Papa kamu kan?” jawabku dengan yakin.

“Salah tau babe, bukan itu” tegas Mark. “Loh terus apa dong?” aku tampak kebingungan dan mencoba menebak apa jawaban yang Mark maksud. “Biar bisa cepet dapet restu Papa buat nikah, terus bisa pulang ke rumah yang didalamnya ada kamu, biar bisa peluk-peluk kamu sampe puas, and then biar bisa cepet-cepet jadi imam sholat yang sah buat kamu” Mark menjawab dengan sangat antusias dan senyumnya yang tak pernah pudar. Terlihat jelas dari raut wajahnya bahwa dia sangat senang membayangkan momen tersebut dan berharap dapat benar-benar terlaksana.

“Udah ah kayaknya kamu sengaja banget ya dari tadi mau bikin aku salting terus” jawabku dan diselingi dengan cubitan ringan di perutnya. Jujur sebenarnya aku senang mendengar ucapan Mark tadi, namun aku benar-benar sudah tidak bisa menahan rasa malu. Membayangkan momen tersebut saja sudah cukup membuat darahku berdesir sungguh terlalu indah kalau cuma dibayangkan.

“Iyaa deh maaf, but now i need your hug. Pusing banget aku hari ini pen peluukkkkk boleh ya ya ya???” Aku menoleh sekilas ke arahnya sambil memicingkan mata dan melihat raut wajah Mark tampak memelas dan sesekali mempoutkan bibirnya persis seperti anak kecil yang sedang meminta untuk dibelikan es krim pada ibunya.

“Gabole belum muhrim” jawabku enteng dan kembali menaruh gelas di atas meja. “Ih bentaran doang kok ga lama, janji cuma 15 detik aja” pinta Mark yang berusaha mendapatkan izin dariku. “Okay siniin hp kamu, 15 detik ya ga lebih” tegas ku. “YEAAAYYY siap boss janji ga lebih” Dirinya terlihat sangat bahagia, senyumnya merekah dan menampakkan deretan giginya yang putih. Mark memberikan hp nya padaku kemudian dengan sigap aku memasang timer selama 15 detik, dan sengaja mengatur nada dering dengan volume full lengkap dengan mode getar. Tepat 15 detik timer berbunyi dengan cukup keras, Mark yang kaget kemudian membuka matanya.

Oke udah 15 detik, aku mencoba melepas pelukan di antara kami berdua. “Yah udahan ya? ya Allah kok ga berasa, bentar banget” wajah Mark kembali ditekuk. “Iya udah kan janjinya cuma 15 detik, dibilangin tadi belum muhrim” aku tertawa kecil. Tanganku bergerak mengacak pelan surai rambut Mark sembari mengulum senyuman. “Ya kalo kamu mau lebih harus ijab dulu dong, ya ngga?” aku kembali berucap dan menaik turunkan kedua alisku. “Okay wait, kalo gitu aku mau pamit pulang deh ya mau ke rumah dospem” sanggah dari Mark, dia meraih jaket denimnya dan bergerak mengambil kunci mobil di atas meja dengan sangat excited. Aku yang terkejut atas tingkahnya kemudian dengan cepat bertanya “eh udah malem mau ngapain ketemu dospem?”.

“Mau bimbingan minta acc skripsi, biar bisa cepet kelar and then LET'S BE MARRIED. Biar kalo mau peluk kamu ga perlu pake timer lagi ya kan?” Mark menjawab dengan sangat antusias, dia menaik turunkan kedua alisnya sama seperti yang aku lakukan sebelumnya dan mengusap lembut ujung kepalaku serta disertai kekehan kecil. Aku diam mematung dan membulatkan mata, terkejut akan ucapan yang keluar dari mulutnya. Bagaimana bisa dia dengan mudahnya mengajakku untuk menikah sedangkan dirinya juga belum resmi lulus kuliah. Dan apa tadi, bimbingan? padahal saat ini sudah menunjukkan pukul 22.00 malam. Aku yakin dosennya pun pasti sudah tidur di rumahnya. Aku rasa saat ini Mark benar-benar sudah kehilangan akal. Kemudian Mark berjalan mendekat ke arah pintu.

“Sinting, ngajak nikah udah kaya lagi beli permen di warung enteng banget dah” ucapku sangat pelan dan aku yakin Mark pun tidak akan mendengar ucapanku. Tepat di ujung pintu Mark berpapasan dengan Mamaku yang baru saja pulang dari supermarket.

Mama bertanya “eh ada Mark ternyata, mau kemana kok buru-buru banget?”. “Eh iya tante Mark lagi mau ngurus sesuatu. Nah nanti kalo urusan Mark udah selesai Mark bole langsung halalin anak tante, Mark bener kan tan?” jawab Mark setelah mencium tangan kanan Mamaku. Mama tertawa lepas mendengar ucapan Mark yang memang terdengar aneh dan spontan tadi. Aku yang memandang mereka berdua dari dalam rumah hanya bisa menatap heran atas kelakuan Mark. “Wah beneran sinting kayaknya itu anak, pusing mikir skripsi ternyata bisa bikin orang jadi oleng ya” aku berbicara meracau dengan diriku sendiri sambil menggaruk tengkuk leher yang sebenarnya sama sekali tidak terasa gatal.

“Babe, aku pulang ya dadah” Mark melambaikan tangan ke arahku. “Mark pamit ya tan, Assalamualaikum” pamit Mark dan mencium kembali punggung tangan kanan mamaku. “Waalaikumsalam, hati-hati ya ganteng” ucap mamaku dan dihadiahi senyuman dari Mark.

“Mark kenapa sih kak? tumben banget dia gitu? tanya mama kepadaku. “Ga tau deh ma, otaknya udah mulai gesrek kayanya” jawabku dan tanganku bergerak mengambil alih kantong belanjaan yang mama bawa dari Supermarket. “Husstt gitu-gitu juga dia calon suamimu tau” ucap Mama tanpa ragu dan diselingi tawaan. Kemudian mama berjalan menuju ke arah dapur meninggalkan aku yang masih diam mematung di ruang tamu. “Lahhh?? ini orang tua juga kenapa dah” jawabku dalam hati dan tidak bersuara sedikitpun, lalu berjalan menyusul mama ke dapur.

Setiap manusia berhak untuk menentukan jalan hidup seperti apa yang akan dia pilih. Manusia berhak untuk berharap dan berencana. Namun, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi besok, lusa, satu minggu kedepan, bulan depan, atau bahkan beberapa tahun kedepan. Sama seperti yang aku dan Mark jalani sampai saat ini. Kita berdua hanya bisa berencana dan berdo’a meminta kepada Tuhan agar semesta juga turut memberikan restu atas hubungan kami berdua. Terkait apa-apa yang akan terjadi kedepannya kami berdua tidak pernah tahu. Terlepas dari itu bukankah kita memang berhak untuk bahagia bukan?. Yakinlah bahwa rencana Tuhan bahkan jauh lebih indah dari yang kita bayangkan. Tuhan pun tau mana yang sudah sepantasnya kita dapatkan dan mana yang sudah seharusnya untuk kita ikhlaskan.

Kita berdua adalah dua insan yang sedang merayu semesta. Berusaha dengan cara kami masing-masing hingga pada akhirnya sampai pada tujuan yang sama. Meramalkan banyak do'a disetiap malam agar restu sang semesta senantiasa berpihak kepada kami berdua. Meski sadar akan hadirnya perbedaan, namun satu hal yang pasti dari hati yang terdalam berharap agar kisah kami berdua telah ditulis dengan banyak cerita indah dan ditakdirkan untuk happy ending dikemudian hari. Saling melengkapi dan mengisi bukan untuk beradu emosi.

~t