Whipped Cream (17+)

— hinata shouyou/akaashi keiji

warnings & tags: fluff, nsfw, make out session, dirty talks, keiji's birthday edition


Desember menjadi bulan yang dinanti sebagian orang. Natal, salju, tahun baru. Kota Tokyo yang sudah ramai lampu makin bercahaya ketika Desember datang. Kerlap-kerlip pancarona juga bulan yang terang benderang. Beberapa orang sudah merencanakan pesta natal di rumahnya, mencari resep kue, atau membeli baju hangat di musim dingin. Namun, tak banyak juga dari warga Tokyo yang masih mengembuskan napas lelah. Desember atau bulan yang lain sama saja, pekerjaan yang menumpuk juga lembur. Hal ini dialami oleh Akaashi Keiji juga.

Dulu, Keiji merasa Desember adalah bulan paling istimewa di setiap tahunnya. Membuat boneka salju, makan makanan enak, menunggu santa datang, bahkan merayakan ulang tahunnya yang jatuh di bulan Desember juga. Tanggal lima. Euforia dalam dadanya tak pernah redup sebulan penuh karena Desember selalu diisi dengan kejutan. Kejutan yang menyenangkan.

Sangat berbeda 180 derajat dengan kejutan yang ia dapati di usia kepala duanya. Kado dari santa, pohon natal, atau melihat pemandangan Tokyo hanya menjadi sebuah keberuntungannya saja.

Besok hari ulang tahunnya. Sebentar lagi pergantian hari, tetapi Keiji belum menemukan tanda-tanda pekerjaannya selesai. Bokongnya masih menempel pada kursi putar sejak sampai di apartemen pukul enam. Mata yang dibingkai kacamata masih berkutat pada layar laptop juga kertas berlembar-lembar di atas mejanya. Keiji ingin istirahat, tetapi tubuhnya menolak berhenti. Nanggung.

Beberapa waktu kemudian, tangan Keiji berhenti bergerak dan punggungnya ia sandarkan pada kursi putar. Bola matanya mengerling pada jam dinding yang menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Lalu, kepalanya memutar ke sekitar. Keiji masih sendiri, Shouyou belum pulang.

“Dia workout sampe jam berapa, sih?” batin Keiji.

Memang sudah rutinitas Shouyou yang menyempatkan diri untuk workout setelah practice. Tidak begitu sering, hanya satu atau dua kali dalam seminggu. Keiji selalu merasa badan kekasihnya itu makin besar setiap mereka bertemu. Keiji setengah bergidik membayangkannya—setengahnya lagi merasa haus.

Kembali pada perihal ulang tahun, hari Keiji bukan lagi sesuatu yang spesial dan harus dimewah-mewahkan di beberapa tahun terakhir. Semenjak menjalin hubungan dengan Shouyou dan memutuskan tinggal bersama, Keiji sudah tahu bahwa keduanya akan disibukkan dengan masing-masing pekerjaan. Keiji dengan lembaran naskah dan Shouyou dengan bola voli. Jadi, malam ini Keiji tidak berharap banyak. Kejutan, kue ulang tahun, atau kado. Semuanya bisa ditunda sampai mereka punya waktu.

Keiji mengeluarkan erangan ketika otot-ototnya direnggangkan. Kemudian, ia menguap kecil. Pekerjaannya selesai, akhirnya. Ah, Keiji ingin langsung tidur saja. Namun, ia ingat Shouyou yang belum juga pulang. Keiji meraih ponsel di meja—berniat untuk menanyakan keberadaan Shouyou.

Belum sempat pesannya terkirim, suara pintu terbuka terdengar dan sebuah sahutan memanggil namanya.

“Keiji! I'm home!

Buru-buru, Keiji segera beranjak untuk menyambut kesayangannya. Benar saja, Shouyou terlihat berdiri di depan pintu masuk. Rambut oranyenya terlihat lepek dan keringat di wajahnya sudah mengering karena udara dingin. Namun, yang menarik perhatian Keiji adalah kedua tangan Shouyou yang menjinjing paper bag.

Sadar Keiji fokus dengan barang yang dibawanya, Shouyou mengangkat paper bag tersebut sambil memberikan cengiran.

Keiji mendekati Shouyou dengan raut wajah heran sekaligus penasaran. “Ih, apa ini?”

Tanpa memedulikan lengket dan bau badannya, Shouyou mendekat dan mengecup sekilas bibir Keiji yang membuat si empu bibir sedikit terkesiap. “Buat Keiji.”

Keiji tersipu. Pasti ada hubungannya dengan ulang tahun Keiji. Shouyou tidak pernah lupa, tetapi Keiji tidak punya pikiran Shouyou akan pulang membawa sesuatu untuknya.

“Apa?” tanya Keiji sambil berusaha menyembunyikan rasa penasarannya.

“Kue.”

“Kamu mampir dulu gitu beli ini? Emang jam segini masih ada yang buka tokonya?”

“Ya, aku cari yang 24 jam dong.”

Keiji melengkungkan bibirnya. “Ngapain, sih. 'Kan bisa besok aja, Shou. Daripada repot nyari kue buat aku doang. Ulang tahunnya juga belum.”

Mendengar hal tersebut, Shouyou mengernyitkan kening. “Buat kamu nggak doang, ya. Lagian, Aku cuma beli kue, Sayang. Tokyo juga jam segini masih rame. Tenang aja.”

“Iya, sih ...,” Keiji menghela napas pasrah, tetapi tetap menggumamkan terima kasih sembari mengambil paper bag tersebut dari tangan Shouyou. “Kamu mandi dulu sana.”

Shouyou mengacungkan jempol dan sekali lagi mencuri kecup dari Keiji, kali ini di keningnya. “Tunggu, ya, Sayang.”

Keiji hanya menggumam sebagai respons walau dadanya berdetak keras ketika mendapati perlakuan manis dari Shouyou. Ia memegangi pipi kanannya yang terasa panas. Shouyou selalu membuatnya merasa tidak sehat.

Selagi menunggu Shouyou bersih-bersih badan, Keiji mulai menata meja makan dan membuka cake box yang membungkus kue ulang tahunnya. Hanya kue tar biasa, tetapi Keiji tersenyum karena itu rasa red velvet, kesukaannya. Di atasnya terdapat tulisan Happy Birthday Keiji dengan hiasan whipped cream dan beberapa batang cokelat.

Tak lama, Shouyou keluar kamar mandi sembari mengusakkan rambutnya yang masih sedikit basah, membuat helai-helainya yang turun menjadi berantakan. Shouyou menarik salah satu kursi dan duduk tepat di seberang Keiji.

Senyum Keiji tak berhenti mengembang. Kedua pipinya membentuk bulatan lucu sampai mengangkat sedikit kacamatanya. Shouyou gemas bukan main.

'Kan bisa besok aja, Shou. Tapi, liat sekarang. Mukamu kayak anak kecil mau dapet hadiah natal,” kata Shouyou setengah mencibir.

Keiji hanya terkekeh. “Abisan mana tau bakal dirayain malem ini. Biasanya juga besoknya atau beberapa hari setelahnya.”

“Pernah juga nggak, sih, pas bulan depan? Pas udah taun baru?”

“Iya, pernah. Sedih banget.”

“Makanya, taun ini aku usahain biar ngerayainnya malem. Untung aku bisa pulang di bawah jam dua belas, jadi bisa tepat waktu.”

Keiji menancapkan dua lilin berbentuk angka 2 dan 5 berwarna merah, lalu meraih korek di sampingnya dan menyalakan kedua lilin tersebut. Shouyou beranjak untuk mematikan lampu sebagai pendukung suasana. Keduanya sama-sama menatap jam di layar ponsel, tak ingin melewatkan menit-menit terakhir sebelum pukul 00:00.

Tiga ...

Dua ...

Satu ...

00:00 AM

“Happy birthday!” Keduanya bersorak dan bertepuk tangan dengan meriah.

“Ayo, make a wish.

Lalu, Keiji menurut. Kedua tangannya ditautkan dan matanya terpejam, dalam hati merapal doa serta harap yang semoga diaminkan oleh semesta atau Dewa atau siapa pun yang mendengarnya. Selesai membuat permohonan, Keiji meniup dua lilin yang menyala itu dengan sekali embus. Mereka berdua bertepuk tangan sekali lagi.

Shouyou kembali menghidupi lampu dan bertanya, “Tadi apa wish-nya?”

Keiji terlihat berpikir. “Hmm ... kasih tau nggak, ya?”

“Kasih tau, dong. Biar aku ikut ngabulin.”

“Nggak ada yang istimewa, sih, Shou. Cuma berharap kebaikan dan keajaiban datang ke hidup aku. Bisa dikelilingi sama orang yang aku sayang, kamu contohnya. Dan ... semoga semuanya berjalan lancar. Pekerjaan aku, pekerjaan kamu, hubungan kita juga.”

Mendengarnya, tentu saja hati Shouyou menghangat. Senyumnya mengembang seiring tangannya menjumpai punggung tangan Keiji, lalu mengelusnya pelan. “Permohonan kamu pasti terkabul, 'kok.”

Sudut bibir Keiji terangkat. Shouyou malam ini super manis, super romantis. Jantung Keiji berdetak tak karuan. Satu permohonan yang tidak bisa Keiji katakan, semoga Shouyou tidak mendengar debaran jantungnya.

“Tapi, doa kamu kurang jelas, Keiji. Dewa pasti bingung.”

Keiji mengernyitkan kening. “Maksud kamu?”

“Doamu kurang spesifik, harusnya lebih detail.”

“Contohnya?”

“Contohnya?” Shouyou balik bertanya. “Misal, semoga hubungan aku dan Shouyou berjalan lancar sampai altar. Tahun depan udah ganti marga. Amin.”

Benar-benar tepat sasaran.

Tepat mengenai hati Keiji yang paling dalam. Keiji menunduk malu, merah sudah menyebar ke seluruh permukaan wajahnya.

Bisa-bisanya, Shouyou.

Shouyou terbahak melihat reaksi Keiji. “Apa, sih? Serius aku! Emang nggak mau?”

“Ya, mau!” jawab Keiji kilat. “Ya ... nanti pas ke kuil, kita doa kayak gitu.”

“Hahaha, oke!”

“Yang ganti marga aku atau kamu?”

“Maunya?”

“Mana aja.”

“Oke, itu gampang. Yang penting jodoh dulu.”

Gelak tawa menghidupi apartemen kecil mereka. Hati Keiji senang bukan kepalang karena ulang tahunnya tahun ini sedikit lebih istimewa. Malah sangat istimewa. Baginya, perayaan kecil seperti ini bersama Shouyou sudah mengobati segala jenuhnya.

Mereka mulai memotong kue tar yang Shouyou beli setelah kedua lilin disingkirkan. Suap-suapan ala pasangan romantis atau colek-mencolek krim ke masing-masing wajah. Shouyou mengerang sebal ketika Keiji berhasil mengotori wajahnya dengan whipped cream, padahal ia baru saja mandi. Keiji tertawa puas sekali karena Shouyou sudah pasrah didandani dengan krim putih.

“Udah ah, Keiji.” Shouyou menahan pergelangan tangan Keiji yang hendak mendaratkan benda putih di pipinya.

Keiji masih tertawa sambil berusaha melepaskan cengkeraman Shouyou. “Hahaha ... Shou—”

Keiji hampir kehilangan keseimbangan ketika Shouyou menarik tangannya dan mengecup bibir Keiji, membuatnya terhuyung ke depan. “Cium, nih.”

Keiji diam sesaat, lalu terkekeh. “Cium aja, wle.”

Kali ini, Shouyou yang dibuat terkejut karena Keiji baru saja menjilat krim yang ada di dekat bibirnya. Krim yang sengaja Keiji torehkan.

“Keiji ....”

“Apa? Nggak suka, 'kan, ada krim? Sini aku bersihin.” Bibir Keiji mendarat di tulang pipi Shouyou dan memakan krim putih yang terasa sedikit asin, lalu menjilatnya.

Napas Shouyou tercekat ketika Keiji menaruh jemarinya tepat di bibirnya. Jemari itu penuh krim kue ulang tahun. Keiji menyeringai atas reaksi Shouyou. “Bantu aku bersihin krimnya, Shou.”

“Keiji, are you—

Perkataan Shouyou terpotong karena begitu mulutnya terbuka, Keiji dengan sigap memasukkan tiga jari penuh whipped cream miliknya ke dalam mulut Shouyou.

“Bantuin.”

Shouyou mendeguk salivanya gugup. Keiji serius. Namun, Shouyou pada akhirnya menurut. Ia mulai membersihkan setiap ruas Keiji dengan gerakan pelan dan telaten. Lidahnya menjilati benda putih itu dan mengemutnya. Seiring memandangi Keiji yang sedang memindainya, seolah ingin menerjang Shouyou kapan saja. Shouyou tampak begitu pandai membersihkan tangan kotornya menjadi lebih kotor, membuat Keiji tak tahan akan gerak tubuh yang begitu persuasif. Keiji naik ke pangkuan Shouyou yang membawanya lebih dekat.

Shouyou mengeluarkan telunjuk Keiji perlahan dari mulutnya. Matanya memandang Keiji, sudut bibirnya terangkat. Shouyou mengambil krim yang tersisa di wajahnya, kemudian dengan sengaja mengoleskannya pada bibir Keiji.

“Oh, Keiji. Krimnya masih ada di bibir kamu, should I help clean it, too?

Keiji menggumam tidak jelas. Fokusnya sudah buyar dan yang menjadi perhatiannya saat ini adalah laki-laki di depannya. Tanpa menunggu, Shouyou membawa tengkuk Keiji ke dalam pagutan mereka. Bibir Shouyou dengan lihai mengelap sisa-sisa krim di kedua labium Keiji sebelum membasahinya dengan lidah. Keiji kewalahan. Shouyou menciuminya agresif tanpa membiarkan selarik udara membuat jarak di bibir mereka.

“Shou ....”

Napasnya kini kesusahan, tetapi alih-alih melepaskannya, Keiji justru meremas surai oranye itu dan memperdalam ciuman mereka.

Tangan Shouyou tak hanya diam. Pelan-pelan berpindah dari tengkuk ke lengan Keiji dan mengelusnya perlahan, lalu turun ke pinggang ramping Keiji. Shouyou memijatnya perlahan, membuat Keiji melenguh kecil. Turun lagi ke paha yang masih dibaluti celana panjang, tetapi cukup membuat bulu kuduknya meremang ketika fabrik menggesek kulitnya halus.

Dengan mudahnya, Shouyou mengangkat tubuh Keiji yang memeluknya di depan, membawa ke kamar dan menjatuhkannya di atas kasur. Ciuman mereka terlepas dan Keiji sedang menatap Shouyou dari bawah. Kilatnya takjub. Meskipun perbedaan jelas menunjukkan Keiji punya postur tubuh lebih tinggi, tetapi Keiji selalu merasa kecil jika bersama Shouyou. Shouyou besar. Begitu besar sampai Keiji merasa sesak hanya karena dikungkung oleh kedua lengan Shouyou.

Tangan kanannya memegang lengan kiri Shouyou. Keiji menahan napas. Demi Tuhan, bahkan ia belum melakukan apa pun. Namun, hanya dengan menyentuh lengan kekar Shouyou, Keiji dapat membayangkan hal kotor dan membuatnya mendesah.

Shouyou meraih kacamata Keiji dan melepaskannya pelan. Keiji bahkan tidak sadar ia masih memakai kacamata. Matanya sudah tenggelam oleh nafsu dan ia tidak lagi peduli oleh apa pun selain Shouyou. Maka, ia mengambil alih pergerakan dengan membuat jepitan di antara dua labium yang sudah basah dan membengkak.

Dua pasang tangan itu tak berhenti pada sentuhan seduktif di atas kulit dingin mereka. Shouyou berhasil menyelusupkan tangan kasarnya ke dalam sweater tebal milik Keiji, meraba kulit dadanya yang terasa membakar. Keiji terpontang-panting. Kesadarannya lenyap begitu saja dan akal sehatnya sudah berceceran di seluruh ruangan tatkala Shouyou menempatkan jarinya di atas puting Keiji. Desahan tak tertahankan dan nama Shouyou berhasil lolos dari bibir Keiji, membuat Shouyou semakin menggebu.

Keiji ... since it's your birthday, I want to give you a present. What do you want me to do?” ujar Shouyou. Bibirnya menjamah setiap titik sensitif Keiji. Mengecup, menggigit, dan meninggalkan bekas merah keunguan.

I don't know ... I don't know. Just do something.” Bicara Keiji susah payah mengejar oksigen yang tersisa di kamar mereka.

“Hmm ... Nggak bisa. Bilang ke aku, mau apa? I'm up for anything. I promise.

“Shou ... I need you inside me. Now. Please.

“Sekarang? Serius? Tapi, kamu nggak capek seharian kerja? Kamu nggak ngantuk?”

Shut up, Shouyou, shut up! Just fuck me already.

Detik selanjutnya, Shouyou mengangguk mantap setelah mendengar erangan frustasi Keiji. Shouyou seolah menutup telinga untuk memenuhi permintaan Keiji. Tidak ada tombol putar balik.

Lelaki yang berada di bawahnya pasrah. Memasrahkan seluruh tubuh dan kewarasannya pada lelaki bersurai jingga itu. Pikirannya kosong. Letih yang menumpuk di pundaknya seakan menguap begitu saja. Keiji tidak peduli apa pun selain Shouyou. Keiji menggila pada cara Shouyou menghirup aroma tubuhnya; menggila pada cara Shouyou memuji keelokan Keiji dengan nada seduktif—bagaikan Keiji yang terindah di dunia.

Keiji, you're so pretty ....

Keiji, oh ... it feels good. It's good.

Your lips taste sweet like a cream.

Malam terus berlanjut, begitu pun dengan mereka. Tak peduli dengan salju pertama yang turun, tak peduli dengan suara lalu-lalang kendaraan yang masih ramai, tak peduli dengan kewajiban bekerja di pagi hari nanti. Malam ini, Keiji hanya ingin Shouyou dan Shouyou ingin Keiji bahagia di harinya.

Mungkin Keiji tak perlu pesta ulang tahun yang besar dan mewah. Mungkin juga ia tak perlu banyak orang yang memberikan kotak hadiah untuknya. Di malam Desember tanggal lima, Keiji hanya ingin hal-hal terbaik. Dimanja, diperlakukan manis, dicium, semuanya terbaik. Keiji menginginkan yang seperti ini pula di malam-malam lainnya. Malam natal, malam tahun baru, atau malam musim panas saat Shouyou berganti usia. Perasaan ini, suasana ini, desiran hatinya, Keiji akan mengingatnya lekat-lekat di dalam memori kepalanya.

Suara kecupan basah terdengar berulang kali, membuat jembatan saliva tipis ketika mereka saling menarik diri. Dua pasang netra itu bersirobok, memandang lamat-lamat bola matanya. Kemudian, senyuman penuh cinta terbit membentuk sabit.

Happy birthday, Keiji.