Ketemuan

Sesuai rencana Kageyama tempo lalu, Atsumu dan Hinata akan bertemu di satu tempat. Untungnya, Hinata mengiyakan ajakan Kageyama tanpa bertanya lebih lanjut. Jadi, Kageyama bisa beralibi mau beli sepatu baru dan sebelum bertemu Atsumu, mereka berdua mengunjungi toko-toko sepatu. Biar nggak curiga-curiga banget keliatannya, kata Kageyama.

“Kageyama, lo niat nyari sepatu nggak, sih?” tanya Hinata gusar. Ia sebal melihat Kageyama yang hanya melihat-lihat deretan sepatu tanpa menyentuh apalagi mencobanya.

“Ya, bawel.”

Hinata berdecak. Tidak biasanya Kageyama meminta untuk menemaninya di akhir pekan jikalau bukan Hinata yang mengajak pergi. Hinata sudah mencium bau-bau mencurigakan yang disembunyikan oleh Kageyama, tetapi Hinata lebih memilih tak acuh.

Walaupun ujung-ujungnya Kageyama tidak membeli sepatunya dan Hinata kembali mengomelinya.

Cari sepatu setengah jam, setelahnya Kageyama langsung mengajak Hinata ke kafe (tempat nongkrong andalan anak muda kalau bikin janji). Hinata mengekori Kageyama yang masuk ke dalam kafe. Di dalam kafe, sudah ada Atsumu yang duduk di meja nomor sebelas. Penglihatan Kageyama langsung menangkap sosok bersurai kuning tersebut lalu berjalan ke arahnya; diikuti oleh Hinata.

“Yo,” sapa Atsumu singkat, ala cowok gaul begitu. Kageyama membalasnya dengan anggukan singkat.

Posisinya begini: Kageyama duduk di sebelah Hinata; Hinata duduk di depan Atsumu.

Atsumu melambaikan tangan kepada Hinata. “Hai!”

Hinata mengerjapkan matanya, bingung. Namun, tak ayal membalas lambaian tersebut. “H-hai ....”

“Pst, ini siapa?” bisik Hinata setelah menyikut lengan Kageyama. Yang ditanya diam saja.

“Em, jadi—”

“Hai, gue Miya Atsumu. Gue katingnya Kageyama.” Atsumu tiba-tiba memotong ucapan Kageyama dan mengulurkan tangannya ke depan Hinata. “Sori ya, lo pasti bingung kenapa gue ada di sini bareng kalian.”

“E-eh, nggak apa-apa, sih, sebenernya ...,” jawab Hinata kikuk, membalas uluran tangan Atsumu.

Kageyama diam-diam mengacungkan jempol untuk Atsumu yang langsung disadari oleh si empu. Atsumu tersenyum lebar. Mungkin artinya, permulaan yang bagus, Kak.

“Bentar deh,” Hinata menyeletuk. “Kak Miya tuh yang follow Twitter gue kemaren, ya?”

Atsumu sedikit terkejut mendengarnya. Ah, iya, mana mungkin Hinata lupa dengan wajahnya yang terpampang jelas di profil. “Betul, haha.”

“Kok Kak Miya nggak bales DM gue?”

“Oh, itu—” Atsumu melirik Kageyama, seperti mengode. Dengan sepersekian detik, Kageyama mengangguk.

Sudah punya ilmu telepati mereka berdua itu.

“Kayaknya, lebih enak kenalan langsung, sih, Hinata. Betul, 'kan? Kak Miya?”

Atsumu langsung mengangguk, diikuti oleh “oh” dari Hinata.

Sebenarnya dari tadi Hinata sibuk bertanya-tanya dalam hati, apa maksud dan tujuan Kageyama mengajaknya kemari dan tiba-tiba dipertemukan dengan seniornya. Mau geer, malu. Tapi, curiga juga. Apalagi yang dapat mengubah pemikiran Hinata saat ini? Ia ... dicomblangkan?

Ada apa gerangan? Kenapa tiba-tiba banget?

Hinata pusing. Akhirnya, Hinata masa bodoh juga, yang penting bisa makan enak. Kali ini es krimnya ditraktir Kageyama.

Setelah berbasa-basi, akhirnya Kageyama punya kesempatan untuk meninggalkan mereka berdua dengan dalih kebelet pipis. Atsumu dan Hinata masih sibuk berbincang. Seperti yang Kageyama perkirakan, mereka berdua akan nyambung satu sama lain. Sekarang saja, mereka sedang membahas siapa yang lebih dulu ada: ayam atau telur.

“Kageyama lama banget,” gumam Hinata yang dapat didengar oleh Atsumu.

“Mungkin, bukan kebelet pipis. Tapi, itu.”

Hinata terbahak mendengarnya. “Bisa jadi, sih. TMI aja, Kageyama emang suka diare tiba-tiba.”

Akhirnya mereka berdua tertawa bersama. Menyebalkan sekali, Kageyama niatnya mau jadi matchmaker, malah jadi bahan lelucon mereka berdua.

Tiba-tiba, ponsel Hinata berdering dan layarnya menunjukkan nama kontak Kageyama. Hinata mengernyitkan keningnya, namun tetap mengangkat panggilan tersebut setelah ia izin sebentar ke Atsumu.

“Hinata—”

“Woi, lo di mana, anjir?” Hinata sebisa mungkin tidak bersuara keras.

“Hehe, gue ... ada urusan. Jadi—”

“Tai, tai, tai. Lo mau ninggalin gue di sini?!”

“Hmm ... ada Kak Miya.”

Hinata menahan napas, mengontrol emosinya. “Ih, apa banget sih lo. Masa gue berdua doang? Gila. Ini aja baru kenalan? Maksudnya apaan?!”

“Berisik banget lo. Padahal tadi asik-asik aja ngobrolnya.”

“Ya 'kan, tapinya— Ah, tau, deh! Males gue sama lo.”

“Nanti gue minta Kak Miya anterin lo pulang.”

“Nggak usah! Gue pulang sendiri aja.”

Hinata langsung memutuskan sambungan secara sepihak. Ia menghela napas panjang. Ini bohong, 'kan? Yang bener aja, gue kemaren santai-santai, kenapa sekarang malah di ... dicomblangin gini? Ini lagi nge-date 'kan, namanya?! Kageyama kampret, batin Hinata sudah berkecamuk. Ingin marah dengan Kageyama, tetapi si empunya tidak ada.

Terpaksa, Hinata menjalankan kencan buta ini. Dalam hati Hinata menilai Atsumu,

Cakep sih, walau kayaknya rada aneh gitu orangnya. Ya, gue juga aneh, sih. Tapi tetep aja tiba-tiba banget! Kageyama ...! Awkward begini!

Atsumu juga sesuai dugaan Hinata, menawarinya tumpangan pulang. Namun, Hinata menolaknya sampai dua kali. Berkata bahwa ia tidak apa-apa dan akan naik kendaraan umum saja. Atsumu sedikit kecewa, tetapi mau bagaimana lagi. Ia tidak mungkin memaksa orang yang baru saja dikenalkan kepadanya.

Toh, Atsumu sudah senang karena bisa bertemu Hinata. Terima kasih kepada Kageyama.


Sepanjang perjalanan pulang, Hinata terus menyumpahi Kageyama. Ia masih merasa kesal karena tanpa ada persetujuan dengannya, Kageyama melalukan hal konyol ini. Namun, bayang-bayang Atsumu juga tidak bisa hilang dari kepala Hinata. Impresi pertamanya terhadap Atsumu tidak pula buruk, ia memperlakukan Hinata dengan baik, dan seru diajak bicara. Well, kalau memang orangnya baik, sih, patut saja dicoba.