write.as

You'll always be my favorite what-if. wonwoo terlonjak ketika ada yang gerak dari sudut matanya. dia yakin si pemilik apartemen masih belum balik melihat kondisi yang segalanya gelap. masang kacamata yang jadi alasannya puter balik ke tempat yang paling ia hindari belakangan ini, wonwoo menyalakan saklar dan nahan nafas. bersiap menerima skenario terburuk. namun apa yang dia temuin bahkan lebih buruk dari yang terburuk. bahkan kedua mata beserta kacamatanya nggak percaya apa yang dia lihat. disana, di sofa dimana wonwoo dan pemilik tempat ini pernah praktekin hal-hal tak senonoh, ada choi seungcheol. melungker dan mengernyit nggak nyaman ketika cahaya lampu nyorot dia. "...kak cheol," bisik wonwoo parau. "sorry bro, bisa matiin lampunya nggak? kepala gue pusing nih," protes mantannya itu, yang dibalas keheningan. keheranan, seungcheol akhirnya bangkit dan duduk. mijitin kepalanya yang terasa berat. "bro? mingyu?" "gue bukan mingyu." ditegur suara familiar itu, seungcheol tersentak dan ngangkat kepalanya. matanya yang bulat membelalak komikal. mereka cuma beradu pandang selama beberapa saat. yang meninggalkan dan yang ditinggal. wonwoo terlonjak lagi ketika tiba-tiba seungcheol menggeram. lama-lama makin keras dan panjang. "anjing. jeonghan bener-bener bikin kepala gue kacau. masa gue liat wonwoo sih?" seungcheol menggosok-gosok wajahnya kasar. sekarang ketawa. tapi di telinga wonwoo kedengaran getir. "gue emang wonwoo kok." wonwoo akhirnya gabung bareng seungcheol di sofa. mengakhiri cosplay jadi patungnya. dia nepis tangan seungcheol yang masih nyiksa wajahnya sendiri. "lo nggak apa-apa?" tanya wonwoo lembut. yang ditanya cuma mendengus. "bohong kalo gue bilang baik-baik aja." "...jeonghan ya?" "keliatan banget ya?" "lo selalu gini kalo habis berantem sama dia." seungcheol ketawa getir tapi kemudian menangkup mulutnya sendiri dan lari ke toilet. wonwoo menghela nafas. dia jalan ke dapur dan kembali membawa sebotol air putih dan gelas. "sorry lo harus liat gue kayak gini," ujar seungcheol malu-malu. rebahan di sofa lagi. mukanya kusut. rambutnya mawut. "udah biasa," balas wonwoo kalem. dia nyodorin segelas air ke arah seungcheol. "minum yang banyak biar enakan." "thanks." wonwoo membongkar kotak P3K di atas wastafel dan kembali dengan beberapa butir obat buat seungcheol yang langsung ia tenggak. "lo kayaknya apal banget ya sama tempat ini," komentar mantannya sambil lalu. wonwoo cuma tersenyum misterius. matahari di luar semakin tinggi. wonwoo mematikan lampu dan membuka sedikit korden demi kenyamanan pasiennya. mingyu masih belum pulang. "gue minta maaf." wonwoo mengira seungcheol udah setengah jalan ke alam mimpi. dia menoleh dan mendapati sang mantan terindah lagi natap dia. matanya ngintip dari balik rambut yang berantakan. wonwoo gatal sekali pingin ngerapiin. jadi dia melakukannya. "what for?" tanya wonwoo balik. jarinya masih nyisir rambut cowok di sebelahnya. suaranya cuma sekedar bisikan di apartemen mingyu yang masif. "for...everything," desah seungcheol penuh rasa bersalah. "gue yang tiba-tiba ilang, cara jeonghan dan anak sekampus memperlakukan lo, gue yang diem aja... semuanya. gue sadar belum minta maaf secara proper ke lo. telfon sama chat juga gak pernah direspon. gue lulus dan pas gue nyari lo—lo udah pergi dari kampus." wonwoo nurunin tangannya dari rambut seungcheol untuk ditarik ke dalam genggaman sang mantan. seungcheol pernah bilang tangannya itu bagian terfavorit dari tubuhnya. telapaknya lebar dan jarinya lentik kayak penari. asal muasal dari segala belaian sederhana yang mampu bikin seungcheol mendengkur nyaman dan ngelupain segala masalah hidupnya yang sebagian besar cuma jeonghan jeonghan dan jeonghan. "kesannya jadi gue yang manfaatin lo," tambah seungcheol. "jadi? apa bener lo manfaatin gue?" "never!" seungcheol menatap wonwoo kecewa. "teganya lo mikir—" wonwoo tergelak. dia lupa betapa asyiknya godain mantannya ini. "iya-iya paham. gue udah maafin lo kok kak." "always so forgiving." seungcheol mainin jari mereka yang bertautan. ibu jarinya mengelus pelan milik wonwoo tanpa sadar. tapi udah nggak ada cinta disana. was love ever there between them? hanya deklarasi bahwa mereka sudah impas. ikhlas. bahwa mereka bukan pilihan hati masing-masing sekeras apa pun nyoba. jari mereka bertaut namun hati sepakat melepaskan, tapi ada janji nggak terucap bahwa mereka bakal selalu ada buat satu sama lain. seperti dulu. ada atau nggak ada jeonghan. "kenapa ya bukan lo aja," tanya seungcheol lebih ke dirinya sendiri. "apanya?" "andai lo yang jadi pacar gue, kayaknya gue nggak bakal sakit kepala deh tiap hari." aneh betapa pertanyaan serupa sering terlintas di kepala wonwoo. kenapa bukan seungcheol? kenapa bukan orang yang sedang menggenggam tangannya ini juga lah yang menggenggam hatinya? kenapa bukan orang ini yang terbayang di kepalanya ketika wonwoo menyentuh dirinya sendiri saat malam tiba? kenapa bukan pada mata bulat dan teduh ini saja hatinya memilih untuk berlabuh? karena betapa pun wonwoo ingin menginginkan seungcheol atau mencoba dengan yang lain—pasti selalu ada mata berbahaya serupa elang itu yang terus membayanginya. andai dia kamu. andai. andai. andai... "kenapa sih manusia sukanya yang ribet? udah dikasih gampang malah cari yang susah...," wonwoo bertanya-tanya. entah ke siapa. "nggak aneh kok. jangan salahin bunga matahari yang cuma mau mandang ke arah matahari aja karena itu udah jodohnya." wonwoo tersenyum dan membawa kepalanya nyender ke pundak mantannya. ah, kak seungcheol. ajaib gimana dia selalu bisa bikin wonwoo nyaman dan aman. "we'll always be each other's favorite what-if." sunyi lama. wonwoo membiarkan seungcheol terlelap sebentar. tubuhnya berat di sebelah wonwoo tapi alih-alih beban hatinya ngerasa enteng. melirik jam dinding, wonwoo mendengus. haha. teman fiktifnya pasti udah marah-marah dia telat gantiin shift dan belum dateng sampe sekarang. dan mingyu masih belum pulang. rasanya dia tadi dengar pintu depan terbuka tapi setelah ia cek, nggak ada siapa-siapa disana. seungcheol menggeliat disebelahnya. "udah enakan?" "better. thanks to you. you always treat me so well." "nyesel kan lo sekarang mutusin gue?" dengusan. "canda nyesel." "jahat nggak kalo gue jawab nggak nyesel?" "nggak. tapi awas aja kalo lo nyari-nyari gue next time lo berantem lagi sama jeonghan. gue bakal ketawa paling kenceng," ancam wonwoo yang bikin seungcheol ngakak. wonwoo memandanginya aneh. "kayaknya gue nggak bisa deh kalo nggak berantem sama jeonghan. dia bikin gue sakit tapi dia juga obatnya. gue nggak tau itu cinta atau bego sih." "bukan cinta namanya kalo nggak bikin bego." seungcheol menyentil hidung wonwoo yang bangir. "paham kan sekarang. kalo cinta cuma diambil enaknya doang, bukan cinta dong namanya?" ya. wonwoo paham sekali. itu bukan cinta. seperti hubungan aneh yang lagi dijalani dia sama mingyu sekarang kan? "wellll good luck deh sama pacar super ribet lo itu," wonwoo mulet kayak kucing dan mulai mencari-cari tasnya. kalo pulang sekarang, dia masih punya waktu buat istirahat sebentar sebelum shiftnya mulai. "tapi kurang-kurangin lah begonya, kak. kadang gue kasian sendiri liat lo." "kalo lo?" "gue kenapa?" "sama siapa sekarang?" mendadak ditanya seperti itu, otak wonwoo macet. "hm? apa orangnya kebetulan yang punya apartemen ini?" goda seungcheol. kepalanya mengedik ke kamar mingyu. nyebelin. "gue masih penasaran kenapa lo bisa ada disini." "jangan ngejudge gue, tapi hubungan gue sama sepupu lo itu rumit." seungcheol memandang wonwoo lelah. barangkali juga semua orang yang pernah jadi penonton dramanya wonwoo dan mingyu. sinetron tersanjung aja kalah ruwet. "lo juga harus bahagia, wonwoo," pesan terakhir seungcheol sebelum wonwoo hilang di balik pintu. "i'm trying."