write.as

"Wah, Dufan!" "Yayyy!!" Winter dan Karina melompat kegirangan dan berputar-putar sambil bergandengan tangan. Dasar bocil! Wendy menyampirkan tas ransel di bahu-nya sambil tersenyum kecil melihat kelakuan dua anak SMP di depannya. Isi tas itu 80% snack Winter dan Karina. Sementara itu, Irene berdiri di sampingnya sambil memandangi Wendy dengan tatapan penuh cinta. 'Wah, kita seperti pasangan uwu di drakor yang menghabiskan weekend dengan anak-anak mereka,' batin Irene sambil memegangi pipinya. Dasar halu! "Kak! Winter mau naik kora-kora!" "Karin juga ma- " Karina lalu teringat bahwa kakaknya takut ketinggian, dia pun sedikit cemberut karena hal itu. "Ya boleh. Kakak juga pengen naik Kora-kora," ucap Wendy dengan penuh semangat. "Kak Ren, gimana?" tanya Karina penuh harap. Maklum dia masih kecil, kalau kakaknya bilang tidak, ya berarti tidak. "Boleh banget!" Hah?? Karina memandang kakaknya dengan kaget. "Beneran boleh, Kak?" "Boleh!" Irene memandang Karina penuh makna. "Tapi kan kakak takut ketinggian." "Ngga, ngga takut," ucap Irene meskipun nada suaranya kini mulai parau. "Ayo Wen, mau naik kora-kora kan?" Tampaknya dia adalah penganut aliran 'Asalkan Ayang Bahagia'. "Kalau kamu takut, tunggu di bawah aja, Ren. Biar aku yang nemenin mereka," ucap Wendy. "Hahaha, ngga lah. Masa gitu doang takut, yuk antri," balas Irene sambil menarik lengan Wendy. Kapan lagi ada kesempatan megang lengan Wendy, kan? 'Lembut banget kulitnya, harum lagi! Jadi pengen gelendotan hehe,' batin Irene. ** Antrian Kora-kora. Semakin maju antrian mereka, semakin guguplah Irene. Keringatnya mengalir deras dan bibirnya kini sedikit gemetar. Menyadari ada yang tidak beres dengan gadis di sampingnya, Wendy pun menyenggol lengan Irene. "Yakin mau naik?" "Ya-yakin!" "Jangan nangis di atas," ucap Wendy setengah menakuti. "Ga lah, emang aku bocil?" Karina yang berada di depan mereka menoleh dan tampak sedikit khawatir. "Kak, tunggu aja deh di bawah, aku temenin." Meskipun Karina sangat ingin naik Kora-kora tapi dia kasihan melihat kakaknya yang memaksakan diri. Dia pikir kakaknya takut sendirian di bawah sehingga dia rela untuk menemani. Padahal alasan sebenarnya Irene ikut karena dia mau ambil kesempatan buat gelendotan manja ke Wendy. Takut no 2, yang penting bisa gelendotan! Irene menggelengkan kepalanya lalu menatap Wendy penuh harap. "Boleh aku pegang tangan kamu kalau aku takut? Aku penasaran banget sama Kora-kora." Wendy memandang Irene sejenak lalu mengedikkan bahunya. "Ya." 'Yes!' batin Irene. Antrian pun semakin maju dan tibalah saatnya mereka berempat naik Kora-kora. Saat Irene hendak naik ke sisi kiri perahu mengikuti Wendy, tiba-tiba langkahnya dihentikan oleh petugas wahana Kora-kora. "Kak, mohon duduk di sisi kanan ya. Area ini sudah penuh" "Hah??" "Silakan Kak, di kanan," lanjut petugas itu. "Ta-tapi, tapi ..." Irene terdorong ke kanan oleh antrian di belakangnya sehingga terpisah oleh Winter, Wendy dan Karina. Wajah Irene berubah pucat. Namun, tidak ada yang bisa dilakukan oleh mereka bertiga karena mereka terjepit di tengah. Setelah perahu Kora-kora terisi penuh, petugas pun memberikan aba-aba. "Yak, kita mulai dalam hitungan 1,2,3! Goyang!!" Lagu pun di putar. Hari ini temanya lagu dangdut jadul tahun 2000an. Awalnya perahu berayun lambat, kemudian berubah kencang dan semakin kencang. Irene merasa mual, ingin muntah. Dia memegang tiang pengaman dengan erat-erat sambil komat kamit membaca doa. "Aaaaa!" Teriak para penumpang dengan girang. "Aaaaaa ya Tuhan, tolong, tolonggg!!!" Teriak Irene sambil memejamkan mata, jantungnya serasa mau copot saat kora-kora meluncur ke bawah. Di tengah penyesalan yang mendalam, dia pun mendengar sebuah lagu yang menurutnya sangat menggambarkan kondisi dia dan Wendy saat ini. Dia membuka mata dan melihat Wendy yang ada di seberangnya. Dia baru sadar kalau mereka duduk berhadap-hadapan meskipun terpisah oleh jarak 1 meter. Wendy terlihat bahagia sembari tertawa lepas bersama Karina dan Winter. 'Gapapa Ren kamu kuat, kamu bisa...' batin Irene dan sesaat kemudian perahu Kora-kora berayun semakin tinggi. "Aaaaa tolong! Stop! Stop!! Axxgsgshsh!" *** Setelah permainan selesai, Irene terduduk lemas di tangga. Nyawa melayang, hati ingin pulang. Penumpang lain menatap Irene dengan iba dan bahkan menawarkan air minum untuknya (beberapa ada yang modus sih). "Bisa berdiri?" Tanya Wendy yang kini berada di sisinya. Irene menggeleng lemas. "Kaki aku lemas, aku mau muntah." Wendy membuka tasnya dan menawarkan sebungkus permen nano-nano. "Makan ini. Aku bantu berdiri." Irene menuruti perintah Wendy dan sesaat kemudian dia merasakan tangan Wendy melingkari pinggangnya untuk membantunya berdiri. 'Aaaaaa' Kini Irene mau pingsan karena alasan lain. Pipinya merona merah karena terlalu bahagia. Mereka berjalan perlahan dan kemudian duduk di bangku dekat wahana Kora-kora. Sementara itu, Winter dan Karina pergi membeli orange juice untuk menghilangkan mual Irene. "Makanya, kalau takut tuh jangan dipaksa." Wendy pun mulai mengomel. Saat itu, Irene pun menyadari satu sifat Wendy, yaitu ngomel tanpa henti. Tapi, hal itu tidak mengurangi rasa cintanya pada Wendy. Setelah 30 menit mengomel non-stop, Wendy pun berhenti sejenak untuk menarik napas. Gadis itu lalu menatap Irene yang tampak sedih (karena dimarahi calon ayang) sambil memegangi cup orange juice dengan erat sehingga dia merasa kasihan. "Kamu mau naik apa? Aku temenin. Winter dan Karina bisa main sendiri," ucap Wendy yang merasa sedikit bersalah. Mata Irene pun kembali berbinar. Tanpa ragu dia menyebut wahana yang dia inginkan, "Turangga-rangga!" **