writtenbychel

sinting

#Sinting

PERHATIAN, mengandung kalimat merasakan ingin mati. Jika tidak bisa membaca hal ini, sila untuk meninggalkan laman demi kesehatan mental kamu, ya. You are loved!

Jeongin nampak tak bisa berhenti berpikir, apakah akan mampus atau lebih dari kata tersebut. Pasalnya, pesan yang dikirimkan tak kunjung dapatkan balasan. Pemuda bersurai legam itu panik setengah mati.

Apa yang harus dilakukan? Apa baiknya ... Bunuh diri saja?

Lagipula, untuk apa menunggu hingga 10 tahun yang akan datang? Sama saja 'kan pada akhirnya; meninggalkan dunia ini, yang seharusnya Jeongin lakukan.

Gila memang, seorang Yang Jeongin dengan harta kekayaan orang tua fantastis, memilih untuk menjalankan permainan yang akan merenggut nyawanya dengan pasti. Benar-benar isi kepala wira itu tak bisa dipikir dengan akal sehat.

“Gimana ...” Jeongin mengusak rambut kehitamannya dengan frustasi. “Mati aja kali, ya, gue?” lirihnya.

Jika dipikir dua kali, tiga kali, bahkan berkali-kali, sangat salah jika Yang Jeongin memilih jalan ini. Sekarang lihat, jam tangan itu tak bisa lepas begitu saja, 'kan?

Pemuda yang masih berpakaian seragam sekolah ini sedari tadi hanya berdiri di dalam kamar mandi pria. Tangannya bergemetar, membiarkan kuku-kuku itu berkelahi satu sama lain untuk ciptakan rasa sakit. Bibir kemerahan digigit dengan sendirinya untuk melepaskan rasa ketakutannya.

Percuma. Percuma saja.

Pada akhirnya, Jisung akan mengetahui keberadaannya sebagai dalang pembunuh Felix, 'kan?

BENAR! Haha, Jeongin pembunuh!

“Aku ... Pantes mati.”

Pemuda dengan surai berantakan itu pun membuka kunci pintu, kemudian menarik hingga terlihat dinding kamar mandi. Kosong, ya? Seperti pikiran Jeongin saat ini.

Kepalanya menengok, tatapannya kosong. Jeongin berjalan menuju ke sana. Satu langkah ... Dua langkah ...

Hingga dirinya tiba dekat dengan perbatasan antara lantai sekolah dengan tanah di bawah sana.

“Mati ... Kali, ya?” lirihnya.

ㅡ Higanbana!AU