another hyuckren


'Selingkuh denganku saja, bagaimana?'

Satu tawaran yang mungkin akan disesali sosok berambut ungu bernama Donghyuck. Tapi mau bagaimana juga sudah terucap. Menyesalnya nanti saja, sudah terlanjur. Mulutnya memang susah menyaring kata-kata. Sekarang, hanya tersisa bagaimana caranya agar tetap bersikap tenang di depan manusia mungil yang sudah membuat sinkronisasi otak dan tubuhnya hancur berantakan.

Menyetir bukanlah hal yang harus dilakukan Donghyuck setiap pagi. Setidaknya, sebelum dia menjadi selingkuhan seorang lelaki pendek yang sedang duduk di jok depan persis bersebelahan dengannya. Well, terlalu awal dan terlalu sepele untuk menjadikan hal ini alasan menyesal.

“Kau tahu, ada restoran bagus dengan hotpot sebagai menu andalan di hotel yang tak jauh dari sini—”

Pass!

Tidak butuh tiga detik untuk Donghyuck mendengar jawaban cepat dari lelaki yang kini sibuk memperhatikan ponsel di genggamannya, bahkan sebelum ia selesai menawarkan niatnya yang baik. Baik? Tentu saja. Donghyuck paham benar lelaki itu pecinta berat hotpot. Apalagi sup tomyum-nya.

“Kau belum mencicipinya, Renjun.”

“Pasti tidak enak karena setelah makan kau akan mengajakku menginap dan tidur satu kamar. Atau malah satu ranjang. Lalu mengajakku berhubungan intim. Sudah bisa kubaca dengan baik, titpikal lelaki genit sepertimu.”

Donghyuck mendesah pelan.

Please, sesekali berpikirlah dengan lurus saat bersamaku, Huang. Aku tidak selalu buruk.”

Yang dipanggil dengan nama 'Huang' memandang keluar jendela, membuka kaca mobil di sampingnya.

“Kalau pikiranku lurus, aku tidak akan menerima tawaranmu, Hyuck.”

“Pikiranmu tidak akan pernah lurus selama kau masih memikirkan Lee Jeno, pacarmu yang suka membiarkanmu melihatnya bermesraan dengan orang lain itu, Renjun. Dia bahkan tidak peduli padamu lagi dan—”

“Dan Jeno masih kekasihku kalau kau tidak hilang ingatan. Jadi, sadarilah posisimu, Lee Donghyuck.”

Bibir Donghyuck terkatup rapat, tidak menyanggah. Tidak sanggup membantah, karena pada dasarnya posisi Donghyuck di hati Renjun hanyalah pelarian, tidak lebih, dan sepertinya tidak akan bertahan lama.


Sebenarnya, menganggap Lee Jeno sebagai seorang saingan rasanya tidak terlalu tepat. Bahkan bisa dibilang salah. Dari berbagai sisi Donghyuck sudah kalah, telak mungkin. Kecuali wajah dan keahlian soal menyanyi, boleh dianulir. Sayangnya, poin penting berhasil sudah diambil dulu oleh Jeno.

Perasaan seorang Huang Renjun.

Jeno-lah yang memenangkannya. Jeno-lah yang memilikinya. Dan Donghyuck, masih berusaha meminta penalti, sekalipun Jeno tidak melakukan apapun, menjegal apalagi. Bukan salah Jeno karena memang Renjun yang memilih, karena Renjun yang menyukai.

Donghyuck kadang berpikir, apa karena Jeno yang datang lebih duludi hidup Renjun? Apa karena kesan pertama yang ditunjukkannya pada Renjun terlalu buruk hingga membuat si mungil sama sekali tidak menganggapnya ada? Peduli setan dengan jawaban dan segala teori sebab akibat. Yang ada dipikirannya sekarang adalah bagaimana caranya memiliki Renjun, bukan hanya raga tapi juga hati dan pikirannya.

Fin.