seiheichou

MASQUERADE Weishin cr: rinceu


Eric Nam – You're Sexy I'm Sexy

It could be simple as we got more in common than you think

Read more...

WORK OUT SEUNGZZ cr: rinceu

.

Seungyoun baru saja keluar dari kamar ketika Seungwoo membuka pintu kamarnya. Kedua tatapan mereka bertemu dan berlanjut dengan senyuman yang terbit dari masing-masing lengkung bibir. Seungyoun memakai sweater-nya terlebih dulu sebelum menyalakan penghangat ruangan. Gerakan matanya mengikuti Seungwoo, yang mengenakan kaus hitam tanpa lengan, sedang menuangkan air putih ke dalam gelas.

“Cuaca seperti ini dan hyung memakai pakaian seperti itu? Tidak dingin?”

“Hm?”

Seungwoo hanya menoleh sebentar untuk menggelengkan kepala sambil menggumam untuk menjawab pertanyaan Seungyoun. Lelaki itu masih sibuk menenggak minumannya. Gelasnya yang sudah kosong kembali diletakkan di meja sebelum menghampiri Seungyoun yang mulai berjalan mendekati sofa.

“Yang lain pergi, ya? Apakah Hangyul menemani seseorang lagi untuk menonton Frozen 2?”

Tawa halus Seungwoo menyapa pendengaran Seungyoun ketika sang leader duduk di sampingnya, ikut menempelkan punggung dan kepala pada sandaran sofa.

“Hari ini Yohan mengajak Hangyul pulang ke rumahnya.”

“Ha? Cepat sekali. Sudah berani bawa pulang pacar rupanya. Yang lebih tua saja kalah.”

Seungyoun menutup mulutnya segera ketika ia merasa tatapan Seungwoo menusuknya tiba-tiba.

“Siapa kemarin yang menolak kuajak pulang ke Busan?”

“Lain kali ya, hyung. Ibuku juga merindukanku.”

Seungwoo menarik tangan Seungyoun hingga tubuh keduanya menempel tanpa jarak. Lengan pria yang lebih tua melingkari pundak Seungyoun dan mengeratkannya. Kulit yang bersentuhan langsung dengan fabrik halus milik yang lebih muda mengantarkan sengatan tersendiri bagi Seungwoo. Dan hal itu menerbitkan satu gagasan di kepalanya.

“Youn?”

“Hm?”

Seungyoun menoleh lalu mendongak untuk menjawab panggilan untuknya.

“Mau olahraga tidak?”

“Sekarang, hyung?”

Seungwoo mengangguk saja. Lagipula kondisinya, pakaian lebih tepatnya, sudah sesuai untuk melakukan kegiatan yang barangkali bisa menghangatkan tubuhnya—juga Seungyoun di tengah cuaca yang cukup dingin. Jogging tidak mungkin, ke gym apalagi. Mau menawarkan untuk beradu push up, takut Seungyoun menolak tanpa basa-basi karena terakhir kali melakukannya, Seungyoun marah besar.

Tentu saja. Siapa yang mau dijadikan alas untuk push up sambil dicium habis-habisan?

“Tidak push up, ‘kan?”

“Tidak, Seungyounie.”

“Tidak ada kegiatan di dalam kamar, ok?”

“Jangan khawatir, Cho Seungyoun. Aku serius ingin berolahraga.”

“Deal.”

.

Seungwoo hanya tersenyum kecil,mendengar cetusan ide yang keluar dari mulut Seungyoun. Bukan olahraga berat sebenarnya, meskipun mungkin keduanya akan mengeluarkan tenaga yang cukup banyak untuk saling menjatuhkan mengingat kekuatan mereka sebenarnya hampir sama. Seungyoun yang selalu menggebu-gebu berkata jika Seungwoo dan dirinya adalah setara dalam hal kekuatan. Seungwoo? Menurut saja karena ia juga merasa memang benar adanya.

“Ada hukuman untuk yang kalah?”

“Tentu. Jika Seungwoo hyung kalah, hyung harus temani aku melihat Elsa karena Jinhyuk terlalu lihai dalam hal spoiler. Lagipula aku tidak mau membuat Hangyul phobia dengan Olaf karena harus menontonnya berulang-ulang.”

Seungwoo mengangguk saja. Bukan syarat yang sulit. Menonton sendiri saja bisa, apalagi dengan Seungyoun. Apa perlu mengalah saja sebelum bertanding? Tidak, terima kasih.

“Aku akan memikirkan hukumanmu nanti. Tidak masalah, bukan?”

Giliran Seungyoun mengangguk. Yakin saja jika ia bisa menang untuk kali ini. Bukanlah hal yang sulit mengalahkan Seungwoo dalam hal yang akan mereka lakukan. Seungyoun bahkan selalu menang melakukannya dengan beberapa orang yang badannya terlihat jauh lebih besar darinya.

,

Setidaknya Seungyoun berusaha ketika Seungwoo tidak terlihat mengeluarkan seluruh kekuatan ketika dua tangan kiri mereka saling menggenggam dengan lengan yang beradu dan siku berada di atas meja. Bahkan sang leader yang sering terlihat kalem itu kini sudah mendekatkan wajahnya pada Seungyoun hingga jarak keduanya hampir tidak ada.

“Seungwoo hyung!”

“Hm?”

Lagi-lagi jarak wajah keduanya menipis, dengan hidung mancung milik Seungwoo yang berhasil menyentuh milik Seungyoun.

“Fokus, hyung!”

“Aku sedang fokus, Seungyounie. Aku sedang memusatkan perhatianku padamu.”

Ya. Olahraga hasil pemikiran cemerlang seorang Cho Seungyoun adalah arm wrestling. Dan Seungyoun tahu ia berada diujung tanduk—sebuah kekalahan yang menyebalkan karena taktik licik dari sang main vocal. Dua lengan bergambar beberapa lingkaran tak beraturan dan bunga lilac dengan bulan sabit itu saling menegang untuk mempertahankan posisi. Meskipun Seungwoo lebih terlihat sebagai calon pemenang ketika Seungyoun hampir tidak bernafas ketika bibirnya disentuh bibir lain. Itu milik Seungwoo.

“Hyung!”

Tidak butuh waktu lama setelah Seungwoo menyudahi kecupan singkatnya, ia berhasil menjatuhkan tangan Seungyoun ke atas meja dan meraih kemenangannya. Dahi Seungyoun berbenturan pelan dengan meja berlapis kaca. Erangan cukup keras keluar dari bibirnya ketika tahu ia sudah kalah.

“Seungwoo hyung, kau curang!”

“Tidak ada aturan aku tidak boleh mencium lawanku saat pertandingan, Seungyounie.”

“Tapi—“

“Apa aku sudah bisa menagih hukumanmu?”

Lagi-lagi Seungyoun mengerang karena kesal.

“Apa yang hyung inginkan dariku?”

Seungwoo menopang dagu dengan tangannya sambil tersenyum teduh pada all rounder kesayangannya.

“Hari ini kita akan menonton Frozen 2 lalu pulang ke rumahmu dan makan malam dengan masakan buatan ibumu.”

“Hah?”

Seungwoo tiba-tiba menarik tangan Seungyoun yang masih berada di atas meja hingga yang lebih muda mendongak untuk menerima satu ciuman kecil di pipi diikuti dengan sebuah kedipan mata.

“Jangan khawatir. Aku sudah menghubungi calon ibu mertuaku.”

.

END.

Dinner Seungzz cr: rinceu


Adalah sebuah makan malam terlambat yang membuat keduanya mengadu sendok dan garpu di atas piring hingga berdenting gaduh. Jarum jam menunjuk angka dua belas dan satu, lewat tengah malam. Dan dua lelaki yang dirundung lapar itu tidak saling bicara selama beberapa menit untuk mengisi perut mereka yang ribut. Kebiasaan dan adab bagi keduanya untuk tidak mengobrol jika sudah berhadapan dengan makanan sampai semua tandas.

“Youn?”

Itu Seungwoo yang mendahului obrolan ketika keadaan hening tanpa suara, yang menandakan keduanya selesai makan hampir bersamaan.

“Hm?”

Seungyoun, yang tengah meneguk minuman, menjawabnya dengan gumam singkat.

“Cuci piring?”

Gelasnya diletakkan dimeja dengan bunyi yang cukup keras karena sebuah pernyataan yang disamarkan jadi pertanyaan dari Seungwoo.

“Hyung saja, ok?”

Dahi Seungwoo mengernyit hendak menautkan kedua alisnya. Kedua lengan dilipat di atas meja sambil mengumbar tatap tajam pada sosok yang duduk di seberang.

“Berikan alasan yang cukup kuat untuk menolaknya, Cho Seungyoun, karena aku yang memasak makanan yang baru saja mengasup nutrisi bagi cacing-cacing di perutmu. Jadi kali ini giliranmu membalas budi.”

Seungyoun tak mau kalah apalagi terintimidasi. Punggungnya bersandar santai di kursi. Kedua tangan juga tak lupa saling bersilang di depan dada.

“Aku sudah mandi dan hyung tahu aku tidak suka basah lagi.”

“Alasan ditolak. Sana cuci piring!”

Porselen berbentuk bundar pipih itu didorong mendekat ke arah Seungyoun, yang tidak terima dan menghentikan gerakan Seungwoo. Tangan Seungyoun ikut mendorong kembali si piring ke arah semula.

“Tidak, Seungwoo hyung. Aku tidak akan cuci piring karena jika ya, aku tidak akan tidur nyenyak dan esok hari kau akan menemukan all-rounder grupmu bangun dengan tubuh lemas dan mata sayu jadi—”

“Cho. Seungyoun.”

Shit. Seungyoun benci atmosfer menekan ini.

“Tidak, Han Seungwoo-ssi.”

Tapi pertahanan keras perlu dibangun untuk tidur yang berkualitas, bukan?

“Cuci piringnya dan kau akan bangun dengan segar bugar.”

Sial. Seungyoun benci diintimidasi. Benci sampai pada titik ia hilang kontrol dan—

“Aku tidak suka diperintah kecuali dalam keadaan telanjang, Seungwoo hyung.”

—mengatakan hal yang tidak masuk akal.

Seungwoo terkejut, tapi tidak cukup terkejut utuk sekedar mengulas seringai tampan. Seringai favorit sekaligus yang paling dibenci Seungyoun.

“Siapa? Aku atau kau yang telanjang?”

Seungyoun melebarkan kelopak mata.

“Oh, apa mungkin kau yang ingin telanjang sendiri atau aku yang harus menelanjangimu, Cho?”

See? Itu tadi Han Seungwoo dan mulut kotornya.

“Hyung, please?”

“Aku yakin semua sudah tidur. Sekalipun ada yang masih terjaga, aku jamin itu bukan Hangyul yang akan menertawakanmu mencuci piring tanpa sehelai benangpun. Jadi?”

Seungyoun semakin bergidik dan menyesal telah diberikan mulut sial yang sulit sekali dikontrol ketika tangan Seungwoo berpindah dari piring porselen ke arah jari-jarinya yang mungil sambil mengelusnya sensual.

Sial. Sial. Sial.

“Ehm, hyung?”

“Sendiri atau kutelanjangi, Seungyounie?”

Merinding. Menggigil. Panas. Han Seungwoo dan sentuhannya. Han Seungwoo dan kalimat-kalimat seduktif lagi kotor miliknya. Semuanya menyiksa Seungyoun sampai ke tulangnya.

“Se-sendiri, hyung.”

Seungyoun segera menarik tangannya dari jangkauan Seungwoo dan segera mengambil piring-piring yang ada di meja ketika yang lebih tua tersenyum tipis dan melonhgarkan genggamannya.

“Deal. Aku hanya akan melihatmu dari sini, jadi kau tidak perlu khawatir tentang bercinta di wastafel sambil bermain busa pencuci piring denganku, ok?”

Han Seungwoo dan dominasi yang tak bisa dilawan, Seungyoun membencinya. Bukan Han Seungwoo dan yang ada padanya. Melainkan kelemahannya pada perintah sang leader yang selalu tidak pernah bisa disanggah olehnya.

Fin.


Home Sweet Home (maybe) seungzz cr: rinceu


Nyonya Cho berjenggit pelan ketika sebuah beban menimpa perutnya saat ia hampir tertidur. Matanya yang tadi terpejam kini perlahan terbuka, dan semakin lebar ketika melihat seorang pemuda yang sangat dirindukannya tersenyum hangat sambil memeluk perutnya. Wanita itu tidak bisa untuk tidak segera bangkit dari posisi tidurnya dan mencium pucuk kepala yang berwarna terang sebagian milik pemuda itu.

“Ibu merindukanmu, Seungyounie.”

“Aku pulang. Aku juga rindu ibu.”

Acara melepas rindu itu tidak seperti yang biasa dilakukan orang-orang kaya yang suka menghamburkan uang hanya untuk makan malam di tempat mewah dan menyantap hidangan berharga mahal. Acara melepas rindu ibu dan anak semata wayangnya itu hanya dilakukan di sebuah kamar, dengan beberapa benda untuk perawatan kulit dan kecantikan. Nyonya Cho selalu senang dengan segala hal yang bisa membuatnya juga Seungyoun—sang putra tetap menawan sekalipun usianya tak lagi muda.

“Ibu membeli masker baru?”

Wanita paruh baya itu hanya mengangguk pelan sembari menata beberapa handuk kecil di ujung tempat tidur sebelum duduk dengan beberapa bantal yang menyangga punggung. Kedua kakinya diluruskan dan menaruh handuk di paha. Tangannya menepuk handuk itu, memberi isyarat agar Seungyoun mendekat.

“Kemari, Youn-ah.”

Tidak perlu dua kali perintah, Seungyoun merangkak cepat dan merebahkan diri di kasur dengan kepala berada di paha sang ibu.

“Apa kita akan memulainya sekarang, bu?”

Nyonya Cho tersenyum lembut. Tangannya meraih satu botol pembersih wajah dan menuangkannya di telapak tangan untuk setelahnya dioleskan di wajah sang putra. Dengan lembut, diusapnya seluruh muka Seungyoun hingga rata sambil ditekan dan dipijit perlahan.

“Kenapa wajahmu ada kerutan, hm? Apakah ini tentang sebuah kebahagiaan atau kesedihan yang sedang dialami Seungyoun ibu?”

Pemuda itu memejamkan mata, menikmati sentuhan lembut sang ibu pada wajahnya. Ketika matanya kembali terbuka untuk menatap sang ibu, Nyonya Cho membalas tak kalah dalam. Menunggu Seungyoun dan segala keluh kesahnya tumpah melalui sesi obrolan ringan keduanya.

“Ibu ingin aku bercerita tentang kebahagiaan atau kekhawatiranku? Atau dua-duanya?”

“Apapun itu, ibu mendengarkan, Seungyounie.”

Kini giliran Nyonya Cho membersihkan wajah Seungyoun dengan kapas.

“Aku—sebenarnya sedang tidak baik-baik saja, bu. Ibu tahu masalah grupku, bukan? Mungkin ibu juga tahu jika kerutan-kerutan di wajah tampan anakmu ini tentu datang dari sana. Aku banyak menangis akhir-akhir ini di asrama. Menyembunyikan kesedihan itu sulit, bu. Tapi aku juga tidak mau adik-adikku melihatku menangis. Aku bahkan sampai kelepasa terlihat menangis di depan banyak orang.”

Hening sejenak setelah Seungyou berbicara cukup banyak.

“Hm? Sudah? Ada lagi, Youn-ah?”

Nyonya kembali mengusap wajah Seungyoun, kali ini dengan sebuah peeling. Pijatan ringan dari tangan halus itu kembali memanjakan si pemuda hingga kembali memjamkan mata.

“Tapi sebenarnya, bu, aku bersyukur. Anakmu ini tidak sendiri. Aku tidak benar-benar sendirian ketika aku depresi dengan keadaan kami. Ada seseorang yang lain, yang sebenarnya juga tidak dalam keadaan baik, bahkan lebih buruk dariku. Tapi, bu, ia bukan sosok tegar. Mungkin lebih cengeng dariku. Tapi, ia masih bisa memeluk sambil menepuk punggungku. Aku sampai tertidur waktu itu.”

Seungyoun yang terkekeh ditengah semangatnya bercerita, membuat Nyonya Cho ikut tersenyum. Jemari lentiknya kini mengambil handuk basah yang sebelumnya direndam air hangat dan memerasnya peln. Setelah itu dibersihkannya sisa-sisa peeling dari wajah halus si pemuda yang sekarang tengah diam menunggi respon dari ibunya.

“Maka dari itulah ibu tenang. Ibu percaya Seungwoo bisa melewati semua dan mengajakmu juga adik-adik kalian agar bisa tetap mengangkat dagu dan menjadi kuat untuk menghadapi keadaan.”

“Ibu tahu darimana ini semua tentang Seungwoo hyung?”

Sang ibu kaget ketika Seungyoun tiba-tiba bangun dari posisinya.

“Youn! Jangan mengagetkan ibu. Kembali ke posisimu.”

“Ah, maaf! Aku tidak bermaksud begitu, bu.”

Seungyoun kembali merebahkan tubuhnya dengan ekspresi sedikit menyesal ketika tindakannya barusan mengejutkan sang ibu. Sedangkan Nyonya Cho sendiri sibuk dengan kuas dan masker berwarna cokelat muda. Disapukannya perlahan benda dengan wangi kayu itu pada wajah Seungyoun.

“Ibu pernah meminta Seungwoo untuk menjagamu selagi kau berkegiatan dengan grupmu. Ibu tidak tahu apa alasan ibu dengan mudahnya menitipkanmu padanya, tapi Seungwoo pria yang baik. Seungwoo itu menantu idaman ibu kalau saja Seungyoun menyukai pemuda seperti Seungwoo.”

“Menantu apanya?”

Kepala Seungyoun dipukul dengan kuas kecil yang ada di tangan ibunya.

“Diam, Youn! Nanti maskernya pecah.”

Tidak ada jawaban karena Seungyoun tidak mungkin membantah.

“Jangan dikira ibu tidak tahu. Dan juga ibu tidak keberatan dengan hubungan kalian. Selama itu tidak mengganggu kegiatan dan profesionalisme. Juga berhati-hatilah, karena banyaknya berita buruk akhir-akhir ini, maka tidak menutup kemungkinan kalian juga bisa terlibat.”

Seungyoun menjawab dengan anggukan saja. Takut masker di wajahnya rusak. Juga takut terkena amarah ibunya di hari libur yang indah.

“Ibu harap Seungwoo akan benar-benar menjagamu, dan kau juga mendukungnya, Youn-ah. Seungwoo dan dirimu itu sama. Kalian sudah melewati banyak hal. Jadikan itu semua penguat dan pengingat jika kalian merasa ini semua sangat berat.”

Nyonya Cho tertawa kecil melihat mata anak lelakinya mulai berkaca-kaca.

“Jangan menangis, maskernya bisa rusak, Seungyounie. Nanti Seungwoo tidak jadi menantu ibu jika ia tidak suka lagi padamu karena kau terlalu banyak memiliki kerutan di wajah.”

“Ibu! Jangan menggodaku!”


Omake:

“Hyung?”

Seungwoo menoleh ketika Seungyoun baru saja memasuki asrama mereka.

“Seungwoo hyung sudah pulang dari Busan? Kapan?”

“Hm, aku sampai belum lama. Oh, juga ada oleh-oleh untukmu dan sudah aku letakkan di—”

Pelukan Seungyoun yang tiba-tiba membuat Seungwoo kaget, namun senyum teduh muncul dari bibirnya. Ciuman-ciuman kecil diberikan untuk Seungyoun ketika hidungnya tenggelam di rambut all-roundernya. Begitu pula usapan pada punggung lebar Seungyoun.

“Ibu titip pesan untuk hyung.”

“Hm? Benarkah? Apa itu?”

Seungwoo melepas pelukannya ketika Seungyoun sedikit menarik diri untuk mendongak menatap matanya. Rahangnya dikecup cepat. Dan senyuman lebar timbul dalam sekejap dari lengkung bibir Seungyoun. Favoritnya.

“Ibu bilang aku harus katakan pada calon menantunya untuk selalu kuat supaya bisa menjaga anak semata wayangnya.”

“Hah?”

“Ibu bilang, Seungwoo hyung adalah calon menantunya.”

.

Fin


FOE SEUNGZZ cr: rinceu


Di dalam kamus hidup seorang Cho Seungyoun, Han Seungwoo adalah rival, seorang saingan. Dari dulu, hingga sekarang. Dan mungkin untuk selamanya.

Seungyoun benci—setengah mati, bahkan sampai mati, pada Han Seungwoo dan semua yang ada di diri pemuda itu. Seungyoun membencinya.

Seungwoo dan kelihaiannya menguasai tikungan.

Seungwoo dan tunggangan berwarna hitam kesayangannya.

Seungwoo dan seringainya ketika finish satu detik di depannya.

Seungwoo dan lirikan tajam penuh hina dan cemoohan pada dirinya.

Juga Seungwoo yang tengah mencium laki-laki yang lebih muda dari mereka, berbumbu sebuah tatapan merendahkan yang tentu saja mengarah pada Seungyoun seolah-olah menunjukkan jika ia adalah Adonis dunia dan bisa mencumbu siapapun sesuka hatinya.

Han Seungwoo adalah definisi sempurna dari sebuah kata.

Brengsek.

Meskipun Seungyoun juga sebenarnya tidak kalah brengsek.

Seungwoo memang rival, dan itu artinya Seungyoun juga bisa melakukan apapun untuk menggenggam kemenangannya. Curang? Sudah biasa. Bahkan, Seungyoun ahlinya.

Seungwoo adalah lelaki paling tangguh yang pernah Seungyoun kenal—sekaligus berada di titik paling lemah jika sudah berhadapan dengannya. Bolehkah ia berbangga diri dan besar kepala?

Dari segala kecurangan yang dilakukannya, Seungwoo tidak akan berpikir dua kali untuk patuh, juga tunduk. Bahkan Seungwoo mau bersimpuh demi dicurangi seorang Cho Seungyoun sekalipun ia perlu mundur satu detik demi kemenangan sang Aphrodite yang licik dan merendah di hadapan semua orang. Tapi Seungyoun tahu itu bukan masalah besar bagi Seungwoo selama mereka saling menguntungkan.

Ketika Seungyoun mencuranginya dengan kenikmatan, maka Seungwoo akan dengan suka rela memberikan kemenangan.

.

Make it better, Han Seungwoo!”

Namun bagi Seungyoun, kenikmatan dan kemenangan sama-sama menguntungkan untuknya. Kemenangan di tangan akan menghujaninya dengan pujian dan setumpuk uang. Sedangkan kenikmatan di tubuhnya akan membuatnya berteriak lantang untuk sebuah kepuasan.

Calm down, Cho. Aku tidak akan bisa bergerak jika kau—ah sial! Stop it, Seungyoun.”

“Bagaimana bisa aku diam jika kau mencumbu orang lain di depanku—ugh Seungwoo! Ya! Lebih dalam!”

Ya, itu Han Seungwoo-nya. Saingan yang sangat dibencinya, sekaligus kekasih yang sangat dicintainya.

Ya, itu Han Seungwoo-nya. Rival terbaik di jalanan, sekaligus rekan terliar di balik selimut kusut dan decit ranjang miliknya.

Seungwoo dan kelihaiannya menguasai semua.

Seungwoo dan dasi berwarna hitam yang mengikat pergelangan tangannya.

Seungwoo dan seringainya ketika berhasil menyentuh titik terdalam pada dirinya.

Seungwoo dan tatapan tajam penuh cinta dan pemujaan pada tubuhnya.

Seungyoun suka—setengah mati, bahkan sampai mati, pada Han Seungwoo dan semua yang ada pada di pemuda itu. Seungyoun menyukainya.

.

Fin

HANDS ON MINE SEUNGZZ cr: rinceu

.

Bibir Seungyoun mengerucut hingga menimbulkan kerutan di dagu miliknya ketika melihat Seungwoo berjalan santai di sampingnya dalam balutan sweater tipis. Itu tidak sesuai dengan rencana yang akan mereka lakukan. Di luar memang tidak ada salju turun, tapi tetap saja ini musim dingin dan suhu berada dibawah nol derajat celsius tidak akan segan-segan membuat tubuh mereka kaku dan ngilu.

Tapi lamunan kesal Seungyoun buyar dalam sekejap ketika sebuah benda lembut bersentuhan dengan bibirnya.

Milik Seungwoo, siapa lagi?

“Kau bilang ingin ramen buatan kedai langgananmu? Mengapa malah diam dan mencebik? Aku jadi tidak bisa tidak menciumnya, Youn.”

“Han Seungwoo dan mulut manisnya, huh?”

Seungyoun bisa melihat Seungwoo terkekeh geli.

“Ya, ya ,ya. Tentu saja hanya Seungyounie yang tahu rasanya.”

“Apa hyung bila—”

Satu kecupan lagi dari Seungwoo membungkam protes Seungyoun. Bisa bibirnya rasakan, sebuah usapan halys ketika kedua bibirnya berjarak. Seungwoo tengah berusaha memghapus sisa-sisa jejak ciuman mereka.

“Ayo! Cuaca akan lebih dingin lagi jika kita hanya diam dan berciuman di sini.”

Dilihatnya uluran tangan Seungwoo kembali diberikan untuknya. Seungyoun tidak bisa membiarkan tangan besar itu menganggur lebih lama hanya untuk kehilangan kehangatan dari sana. Digenggamnya telapak tangan Seungwoo dan menyelipkan jemarinya sendiri di sela-sela jari yang lebih tua. Seungwoo dan tangannya yang hangat adalah favoritnya. Namun tidak untuk saat ini.

“Tangan hyung dingin!”

Pekikannya membuat Seungwoo terkejut, lalu pemuda itu meringis seolah meminta maaf dari tatapan mata.

“Maaf karena tidak bisa memberimu kehangatan seperti biasa, Seungyounie.”

Namun bukannya marah, pemuda bermata rubah itu tersenyum lebar sambil meraih satu tangan Seungwoo untuk diusap dengan dua telapak tangannya yang kecil.

“Kalau begitu, aku saja yang menghangatkan tangan hyung.”

Tapi baru beberapa usapan, Seungyoun mendengus kesal. Hal itu membuat pemuda di depannya tertawa gemas melihat dagu itu kembali berkerut dengan bibir mencebik. Namun tidak bertahan lama, tangannya dibawa masuk ke dalam salah satu saku coat berwarna abu milik Seungyoun.

“Karena tanganku kecil, mungkin hyung tidak akan merasa hangat sekalipun aku mengusapnya berulang-ulang. Jadi, aku terbantu dengan saku mantelku yang cukup besar untuk menghangatkan tangan kita berdua.”

Senyum lebar dengan cepat muncul dari lengkungan bibir Seungyoun hingga menampakkan dua gigi serinya. Bagi Seungwoo itu sangat lucu, dan menggemaskan. Terlalu manis, sampai-sampai membuatnya maju satu langkah untuk menarik Seungyoun ke dalam pelukan yang cukup erat.

“Sebenarnya aku lebih suka memelukmu seperti ini daripada berbagi saku tapi mungkin sebelum makan ramen yang kau inginkan, kita bisa mampir ke toko untuk membeli sarung tangan, hm?”

Seungyoun mengangguk semangat dalan dekapan Seungwoo.

“Nanti beli sepasang saja lalu dibagi dua ya, hyung? Tangan Seungwoo hyung dan tanganku yang tidak dapat sarung masuk lagi ke saku mantelku, ok?”

“Seperti drama-drama, maksudmu?”

Ketika Seungyoun mendongak sambil mengangguk dan tersenyum, Seungwoo tahu ia tidak mungkin bisa menolak.

“Tentu saja, Youn. Tentu saja.”

Dua ujung hidung itu bersentuhan sebelum mereka kembali berjalan menjemput kehangatan dari semangkuk ramen dan sepasang sarung tangan.

.

Fin.

CHICKEN SAUCE DEULCAT cr: rinceu

“Wooseok-hyung?”

Kucing dalam bentuk manusia itu menoleh ke arah pintu yang baru saja dibuka, sembari merapikan kacamatanya yang bertengger di hidung. Matanya melebar melihat sebuah plastik di tangan pemuda tinggi yang kini berjalan mendekat padanya. Wooseok dengan cepat menarik satu tangan pemuda itu hingga kini ikut duduk bersila di sampingnya.

“Kaki ayam pedas favoritku?”

Wooseok tidak bisa terlihat lebih bersemangat daripada ini.

Satu kantung plastik dengan stereofoam di dalamnya, berisi kaki-kaki ayam yang selalu dipuja-puja olehnya.

Dan hal itu juga yang membuat Minhee, pemuda tinggi yang membawakan Wooseok makanan kesukaannya, tidak bisa melepaskan pandangan dari yang lebih tua. Wooseok dengan tangannya yang lentik membuka plastik bening dan membuangnya begitu saja ke sembarang arah ketika stereofoam itu terbuka. Jari-jari itu sudah terbalut plastik dan mencampurkan saus pada kaki-kaki ayam dengan lincah. Matanya yang cantik semakin berbinar ketika mendapati aroma pedas menyentuh saraf penciuman keduanya.

“Minhee-ya! Kau yang terbaik karena sudah membawakanku ini.”

Wooseok memujinya saja, Minhee tidak dengar. Minhee terlampau sibuk mengamati detil wajah Wooseok yang orang-orang juluki sebagai visual grupnya. Matanya seperti kucing, terkadang lucu, tapi tidak jarang terlihat tatapan tajam dari sana. Hidungnya mungil, rahangnya tegas. Minhee saja tidak sadar tangannya sudah menyentuh bagian kanan wajah Wooseok.

“Hei, hei, adik macam apa kau ini, tidak sopan, Kang Minhee.”

Wooseok menepis perlahan lengan Minhee yang kini mengerjapkan mata berulang-ulang. Bingung.

“Aku? Memangnya aku melakukan apa?”

Wooseok hanya mendengus pelan.

Dan membuat Minhee juga perhatiannya lagi-lagi disita.

“Sudah. Makan saja kaki ayam ini, aku sudah membuatnya mudah dimakan untukmu. Tanganmu juga tidak perlu kotor terkena saus.”

Minhee mengernyit heran.

Maksudnya, Wooseok sedang berusaha menyuapinya kaki ayam? Yang benar saja?

“Tapi aku tidak lumpuh, untuk apa disuapi?”

Detik berikutnya Minhee merasakan sentuhan dingin di ujung hidungnya, dan itu beraroma menyengat menusuk penciumannya. Saus pedas dari kaki ayam favorit Wooseok.

Wooseok mengomel saja, entah apa Minhee tidak paham karena lebih fokus pada sudut bibir si manusia kucing yang sedang mengunyah sambil berbicara panjang lebar tentang tata krama secara sarkas. Kurang lebih seperti itu. Minhee tidak terlalu peduli. Yang penting ia sedang bingung. Mengenai bagaimana lucunya bibir penuh noda saus itu bergerak-gerak, namun disaat yang sama telinga Minhee juga mulai panas.

Jadi, lagi-lagi tanpa sadar Minhee bertindak.

Wajahnya maju dengan cepat. Lalu menyentuhkan bibirnya pada ujung lengkungan bibir Wooseok yang tiba-tiba saja berhenti mengomel. Oh, sepertinya berhasil.

“Sudah besar tapi makan saja masih belepotan seperti bayi.”

Bahu Minhee terangkat ringan usai kembali memberi jarak pada kedua wajah mereka.

“Dan hyung, ada saus juga di pipimu. Mau kubantu bersihkan juga?”

Wooseok memerah, antara marah atau malu. Minhee masih tidak peduli mana yang benar karena pada akhirnya wajah Wooseok tetap lucu dan menggemaskan apapun emosi yang tercetak di sana.

“Dasar jerapah kurang ajar! Kemari kau Kang Minhee, kusumpal mulutmu dengan tiga kaki ayam pedas!”

.

Fin.

STICKY NOTES SEUNGZZ cr: rinceu

.

Seungwoo baru saja meletakkan gelas di meja ketika sebuah tangan menarik-narik kaos hitam yang dikenakannya beberapa kali. Menengok ke samping kanannya, Seungyoun tengah tersenyum padanya dengan merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Sang leader paham lalu menarik tubuh yang hampir serupa miliknya itu dalam rengkuhan. Sebuah dekapan hangat berlabel 'aku pulang' milik Seungwoo menjawab pelukan 'selamat datang' Seungyoun.

“Sudah makan?”

Seungwoo bisa merasakan rambut-rambut Seungyoun menggelitik telinganya ketika kepala si all-rounder menggeleng. Kemudian Seungwoo mendorong pelan pemuda itu agar tubuh mereka berjarak. Bibir Seungyoun terlihat mengerucut, seperti tidak suka acaranya menikmati pelukan leader kesayangannya usai begitu saja.

“Oh, post it? Untuk apa?”

Dilihatnya Seungyoun sedikit panik mencari-cari sesuatu. Kemudian kaki jenjang yang hanya dibalut celana pendek itu berjalan ke meja kecil di samping lemari pendingin dan mengambil sebuah pena yang entah kapan berada di sana. Seungyoun menuliskan sesuatu sebelum kembali mendekati Seungwoo.

“Ada apa, Seungyounie?”

Pemuda itu merobek satu post it untuk kemudian di tempel di lehernya sendiri, yang membuat Seungwoo mengernyit karena heran.

'Tenggorokanku sedang sakit, hyung.'

Seungwoo sedikit terkejut. Sadar, ia menatap wajah Seungyoun dengan selidik. Oh, bibir itu pucat, dengan hidung merah dan mata sayu. Apa Seungyoun terserang flu?

“Youn?”

Lalu satu post it ditempel di dahi Seungyoun yang tiba-tiba tersenyum hangat setelah menuliskan pesannya.

'Aku baik-baik saja, hanya suaraku hilang dan sedikit menyakiti tenggorokanku ketika aku memaksa berbicara'

“Ingin kubuatkan air madu hangat?”

Seungyoun menggeleng lalu kembali menggores tinta di atas kertas warna-warni miliknya yang kemudian di tempel di pipi kanannya.

'Tadi sudah ada Junho yang baik hati membuatkannya untukku.'

Seungwoo mendesah lega. Namun ia cukup terkejut sampai-sampai tubuhnya mundur satu langkah ketika tangan Seungyoun menempelkan satu post it berwarna pink di dahi Seungwoo.

'Aku lebih membutuhkan pelukan. Semoga hyung tidak tertular. Boleh?'

Seungwoo meremat gemas kertas kecil itu lalu membawa Seungyoun berjalan keluar dapur dengan satu tarikan. Yang lebih muda sedikit panik ketika tahu Seungwoo akan membawanya ke kamar sang main vocal.

Sampai di kamar Seungwoo dan pintu sudah tertutup kembali, leader itu mengambil satu persatu post it yang masih menempel di wajah dan leher Seungyoun.

Diikuti sebuah kecupan kupu-kupu untuk masing-masing bagian yang tadinya tertempeli kertas, dahi, pipi kanan, juga leher bagian depannya.

“Ayo tidur. Besok latihan vokal lagi, ok?”

Dan satu ciuman kecil di bibir Seungyoun sebelum ditarik ke tempat tidur Seungwoo.

.

Fin.

SLEEPING BEAUTY SEUNGZZ cr: rinceu (have been posted in wattpad)

.

Cho Seungyoun dengan senyum lebar memapah pemuda lainnya menuju mobilnya. Sekalipun itu membuatnya sangat kesulitan mengingat tubuh yang dipapah—atau mungkin lebih tepat jika menyebutnya diseret olehnya itu tampak lebih tinggi juga lebih besar dari milik Seungyoun sendiri. Namun itu bukan masalah besar bagi Seungyoun, bahkan ia terlihat baik-baik saja sekalipun nafasnya sulit diatur.

Sampai di dekat mobilnya, Seungyoun sempat menekan kunci mobil lalu bersusah payah membuka pintu dan membuat lelaki itu duduk di kursi samping kemudi. Saat tangannya meraih dan memakaikan sabuk pengaman, Seungyoun memanfaatkan itu juga untuk mendekatkan wajahnya hingga kedua hidung mereka bersentuhan. Lalu ia sempatkan untuk mencuri sebuah kecupan kecil di bibir lelaki itu.

“Bagaimana bisa kau tidur lelap seperti itu sedangkan kau berbohong padaku untuk tidak lagi berhubungan dengannya, hm, Seungwoo hyung?”

Tidak ada jawaban untuk pertanyaannya, namun Seungyoun tetap tersenyum maklum. Wajah tampan pemuda yang dipanggilnya Seungwoo itu diusapnya pelan, pipi dinginnya bersentuhan dengan tangan Seungyoun yang lebih hangat. Lalu bibir Seungyoun kembali menempatkan sebuah ciuman kupu-kupu pada ujung hidung mancung itu sebelum wajahnya berjarak dan menutup pintu untuk berjalan ke sisi lain mobil.

Setelah mobil dinyalakan, dengan segera Seungyoun menginjak pedal gas dengan cukup kasar, membuat suara decitan ban yang beradu dengan aspal terdengar memekakkan telinga. Namun hari telah melewati tengah malam, siapa peduli dengan suara-suara itu. Dua tangannya berimbang, memegang setir dan beberapa kali memutarnya saat ingin mendahului kendaraan lain maupun berbelok sembari mengatur tuas gigi, juga sesekali menyempatkan diri meraih tangan Seungwoo yang terkulai di paha dan menggenggamnya jari-jarinya dengan erat.

“Hyung pasti kedinginan. Aku akan menaikkan suhunya. Ah, aku pikir udara malam yang sedikit hangat akan terasa lebih baik.”

Seungyoun mematikan pengatur suhu di mobilnya. Kemudian dibukanya jendela di sisinya juga Seungwoo hingga dalam sekejap mata angin malam musim semi membelai kulit mereka dan menerbangkan anak-anak rambut keduanya. Seungyoun kembali melirik Seungwoo dari ujung mata rubahnya lalu tersenyum mengagumi wajah tampan itu. Rupanya Adonis memiliki saingan berat, batin Seungyoun tertawa.

“Seungwoo hyung, sekalipun kau tidak mendengarnya, tapi aku akan tetap mengatakan hal ini, ok?”

Tentu saja tidak ada jawaban. Tapi apa peduli Seungyoun? Pemuda itu tak akan diam dengan sejuta energi yang terlihat seolah tak ada habisnya. Mengoceh sepanjang perjalananpun bukan masalah besar. Didengarkan atau tidak, Seungyoun akan tetap berbicara panjang lebar. Bahkan Seungwoo sekalipun tidak akan mampu menghentikannya.

“Hyung, aku suka padamu, kau tahu?”

Seungyoun tertawa lepas setelahnya, masih dengan dua tangan yang mencengkeram erat setir mobilnya.

“Aku menyukaimu, Han Seungwoo!”

Kali ini teriakan yang keluar dari bibir pucatnya. Namun percuma saja, deru mesin dan angin meredam semua. Sekalipun ia berteriak kuat-kuat, sekalipun suaranya habis hingga tenggorokannya sakit, semua tidak akan mendengar pengakuannya. Tidak ada yang tahu tentang perasaannya.

“Tapi aku tidak suka kau menolakku dan lebih memilih lelaki lain untuk kau kencani.”

Satu tetes air mata turun lalu mengaliri pipi Seungyoun yang kini mulai memerah tersapa angin. Kulit sensitif itu memang tidak pernah bisa bersahabat dengan cuaca malam. Ditambah lagi dengan suasana hati yang sedang tidak baik karena perlakuan pria yang duduk diam tanpa respon di sampingnya. Wajah Seungyoun benar-benar terlihat merah padam menahan emosi yang meluap hebat.

“Karena itulah Seungwoo hyung, maafkan aku—”

Seungyoun kembali menatap Seungwoo yang terlihat semakin pucat dengan beberapa noda darah yang sedikit mengering di dahi dan pipinya. Kedua mata yang tidak terpejam dan memandang kosong itu semakin membuat Seungyoun mengerang kencang dengan tangisan. Tangan dingin Seungwoo yang sudah kehilangan nafasnya sejak beberapa jam lalu itu kembali digenggam erat ketika Seungyoun semakin keras menginjak pedal gas-nya. Sekalipun ia memilih jalur yang salah dan di depannya melintas sebuah truk besar dengan bunyi klakson yang mengerikan.

“—maafkan aku tidak bisa merelakanmu untuk orang lain selain diriku.”

Dan benturan hebat itu terjadi, membawa Seungyoun menyusul lelaki terkasih yang lebih dulu pergi karena rasa cemburu yang dilampiaskan dengan tiga pukulan hebat di kepala saat melihat Seungwoo diam-diam menelepon kekasihnya.

.

.

.

W/N: cemburu menguras darah, uyea!!!

MISCONCEPTION (mungkin) SEUNGZZ? cr: rinceu

Lee Hangyul hanya tidak suka dengan tingkah menyebalkan seorang Cho Seungyoun yang dengan mudahnya memberi sebuah rangkulan mesra pada Han Seungwoo. Apa-apaan dengan tingkah manja yang membuatnya bahkan ingin mencakar wajah itu—yang sialnya terlampau cantik untuk sekedar dimiliki seorang lelaki tulen. Bahkan besar tubuh Seungwoo dan Seungyoun hampir sama. Lalu bagaimana bisa ia merajuk untuk sebuah piggyback? Apa Seungyoun ingin menghancurkan pinggang Seungwoo?

“Ada apa dengan tatapanmu itu, Lee?”

Hangyul hanya menghela nafas lelah. See? Seungyoun memang semenyebalkan itu jika sudah ada Seungwoo di depannya.

“Tidak bisakah kalian pergi dari sini jika hanya ingin membuat orang-orang menatap kemari? Kita sudah terlihat seperti badut taman hiburan jika kalian tidak sadar.”

Seungwoo yang juga di sana hanya tertawa sambil membenarkan posisi tubuh Seungyoun yang kedua tangannya sudah melingkari lehernya dengan dua pipi mereka yang saling bersentuhan. Tangan Seungwoo terselip dibelakang lutut Seungyoun, dengan dada dan punggung mereka yang bersinggungan rapat. Itu piggyback favorit pasangan HanCho, yang terkenal seantero negeri universitas mereka.

“Kami sudah akan pergi, Hangyul-ah. Kubawa Seungyoun pulang, ya? Aku titip Wooseok, ok? Aku juga sudah mengirim pesan jika kau akan pulang dengannya.”

Hangyul mendengus pelan, namun menjawab Seungwoo hanya sebuah anggukan. Seungyoun memberi kode pada Seungwoo melalui sebuah tepukan di bahu agar yang lebih tua menunduk sebentar. Detik berikutnya sebuah ciuman mendarat di pipi Hangyul.

“Telepon aku jika sudah sampai rumah, ok? Ayo pulang Seungwoo hyung! Sampai jumpa besok, Hangyul.”

Itu Seungyoun yang melambaikan tangan padanya, dengan Seungwoo yang tertawa kecil sambil mengedipkan sebelah mata ketka bibir Seungyoun mengenai rahang tegas pemuda yang tengah menggendongnya itu ketika meninggalkan Hangyul sendirian duduk di salah satu meja kantin fakultasnya.

“Hei, Gyul.”

Yohan, teman satu kelas Hangyul, baru saja duduk setelah sempat menepuk pundaknya. Hangyul tidak terlalu menggubris karena ia tengah mengedarkan pandangan, mencari-cari sosok Wooseok yang barang kali sudah datang untuk diantarnya pulang.

“Lee Hangyul!”

Teriakan Yohan menyapa telinganya keras-keras.

“Ada apa?”

“Seungwoo hyung dan Seungyoun pacaran?”

Hangyul menoleh cepat, menajamkan pandangan pada Yohan—yang sudah menggaruk kepalanya sekalipun tidak gatal.

“Kalau tidak pacaran mengapa harus setiap hari pulang bersama dan saling menyuapkan makanan juga berpelukan di depan keramaian? Sudah banyak gosip tentang pasangan HanCho yang fenomenal, kau tahu?”

See? Seungyoun dan Seungwoo dengan tingkah berlebihan mereka memang benar-benar mencuri perhatian. Hangyul ingin terbiasa, tapi masih terasa sulit saja jika Seungwoo dan Seungyoun tidak peka dengan keadaan sekitar dan asyik menebar kemesraan.

“Tidak. Seungwoo hyung dan Seungyoun tidak pacaran.”

“Hah?”

“Tentu saja karena Cho Seungyoun itu pacarku.”

.

FIN.