TWENTY FOUR SEUNGZZ


Ini adalah sebuah kisah haru untuk Seungyoun. Mendapati seorang lelaki dewasa datang ke cafe miliknya untuk sebuah makanan dan minuman gratis tidak pernah Seungyoun pikirkan sebelumnya. Namun sesuai peraturan yang ia buat sendiri, Seungyoun tidak bisa menolak tentu saja.

Hari itu, dimalam natal bersalju ditanggal dua puluh empat, Seungyoun berniat untuk memberi hadiah natal sekaligus ulang tahun untuk pelanggan terakhirnya hari itu.

“Apa aku masih bisa menggunakan kartu identitasku untuk mendapatkan satu loyang pizza dan satu cangkir cokelat hangat, Tuan Cho?”

Seungyoun tersenyum melihat pelanggan terakhirnya. Ya, di balik pintu cafenya, Hangyul tengah membalik tanda 'buka' menjadi 'tutup'. Lebih awal memang, ini malam natal dan mengapa harus repot bekerja ketika kalian bisa menikmati waktu bersama keluarga atau kekasih? Atau untuk orang-orang religius, mungkin lebih penting mengikuti misa daripada berada di belakang meja kasir seperti yang Seungyoun lakukan sekarang.

Tangan Seungyoun meraih tanda pengenal lelaki di depannya untuk melihat nama sang pelanggan dan memastikan identitasnya sesuai dengan peraturan untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

“Tentu.”

Seungyoun menoleh kebelakang saat Hangyul hendak melepas apron hitam yang melapisi bajunya untuk kemudian melempar tatapan sedikit bersalah.

“Gyul? Maaf tapi bisakah kau siapkan satu pizza dan cokelat hangat gratis untuk seseorang yang berulangtahun hari ini? Kuhitung lembur dan bilang pada Wooseok jika kau terlambat mengikuti misa dengannya karenaku. Kujamin kucingmu tidak akan marah.”

Seungyoun meletakkan pan berisi pizza bertabur macam-macam topping juga secangkir cokelat hangat dan satu gelas kecil teh camomile di sebuah meja di ujung cafenya.

“Tidak keberatan untuk berbagi pizza denganku di hari bahagiamu, Seungwoo hyung?”

Lelaki itu mengangguk pelan dan mempersilahkan Seungyoun duduk di kursi lain di hadapannya. Pemuda itu lalu terlihat mengeratkan mantelnya, menghalau udara dingin yang semakin menyiksa raganya. Seungyoun yang melihatnya meringis, terlihat sungkan karena cafe kecil miliknya bahkan tidak punya cukup penghangat ruangan untuk mengusir hawa dimusim dingin penghujung tahun.

“Apa yang membawa hyung kemari dan memilih menikmati pizza daripada memakan daging kalkun dan meminum wine mahal, hm?”

Seungyoun mengambil cangkirnya dan menyesap teh camomile yang selalu jadi favoritnya dalam hal relaksasi. Ingin rasanya ia berbagi pada pemuda kaku di hadapannya ini, namun sayang Seungwoo bukanlah penikmat teh. Sang pewaris tunggal ini tetaplah pecinta cita rasa pahit dari satu gelas plastik americano untuk mengisi hari-harinya.

“Youn, aku—”

“Aku akan mendengarkan jika jawabanmu bukanlah tentang hal yang selalu kau katakan padaku setiap hari, Seungwoo hyung.”

Cengkeraman tangan itu menguat pada cangkir berisi cokelat panas. Seungyoun ingin mengambil jemari itu agar tidak melepuh. Namun ia tahu, sangat tahu hal itu sangat tidak mungkin dilakukannya. Tidak bisa lagi. Mereka sudah tidak berada pada tempat yang sama.

“Aku hanya ingin maaf darimu, Seungyounie.”

Senyuman yang tersungging dengan indahnya itu ternyata masih untuknya, sekalipun Seungyoun sudah ingin menolaknya.

“Aku sudah memberikannya, hyung. Jauh sebelum hyung memintanya. Aku memaafkanmu, Seungwoo hyung.”

Sebuah helaan nafas lega tertangkap pandangannya yang mulai mengabur karena air mata. Seungyoun bisa melihat Seungwoo kembali bahagia dihari ulang tahunnya keduapuluh lima. Di seperempat abad di hidup Seungwoo yang berat, Seungyoun adalah saksi hidup, tempat Seungwoo mengadu.

“Jadi, bolehkah aku merasa lega sekarang, Youn?”

Sebuah anggukan kepala dengan air mata yang menuruni pipi diberikan Seungyoun untuk orang yang paling dikasihinya di dunia.

“Bolehkah aku pamit sekarang juga?”

“Tuhan akan marah jika aku terlalu lama menahanmu, Seungwoo hyung.”

Dilihatnya Seungwoo dengan senyuman lebar berusaha meraih tangan Seungyoun dan menggenggamnya erat sekalipun hanya seperti menyapu udara.

“Terima kasih, Seungyounie.”

Mungkin tidak adil, tapi setidaknya sebelum malam ini berakhir, biarkan Seungwoo mendengarnya untuk terakhir kali.

“Seungwoo hyung?”

“Ya?”

“Selamat ulang tahun.”

'Dan selamat tinggal, Seungwoo hyung.'


'Pewaris utama Han Corp, Seungwoo, ditemukan tewas bunuh diri di kamarnya. Alasan perjodohan menjadi alasan terkuat penyebab kepergiannya.'


Omake:

“Apa? Seorang pewaris perusahaan Han Corp meminta makanan gratis?”

“Tidak ada peraturan yang melarangku mendapatkan itu di hari ulang tahunku, tuan kasir!”

“Aku Cho Seungyoun pemilik cafe ini, Tuan!”

“Aku tidak peduli dan karena ini hari ulang tahunku, aku ingin pizza dan cokelat panas disiapkan untukku di meja ujung sana. Sepuluh menit.”

“Jangan seenaknya!”

“Juga tambahkan kasirnya untuk menemaniku duduk di sana. Berkencan dengan salah satu pewaris perusahan besar, kau akan mendapat tip cukup banyak, Seungyoun-ssi.”


Prompt:

Trigger! suicide  Seungwoo celebrate his birthday with Seungyoun, unknowingly that very night Seungwoo take his own life