setetesmatcha

What Kind of Future

“Hai, Won.” Sapa Seungcheol. Mereka emang jadi sering ketemu, soalnya Seungcheol emang client dari agensi tempat Wonwoo kerja.

“Eh, Kak Cheol.” Sapa Wonwoo sambil senyum.

“Udah sarapan?” Tanya Seungcheol.

“Udah kok, Kak.” Jawabnya.

“Bagus kalau gitu.” Seungcheol nyamperin Wonwoo yang lagi sibuk sama laptopnya.

“Yang lain kemana?” Tanya Seungcheol sambil liat sekeliling.

“Belum dateng, kak. Masih pagi lagian.” Jawab Wonwoo.

“Kakak juga pagi banget kesini. Kayaknya baru deh ada client yang datang sebelum jam kerja.” Seungcheol ketawa denger ucapan Wonwoo.

“Ada yang mau dijenguk.” Katanya.

“Siapa?” Tanya Wonwoo heran.

“Kamu.” Jawab Seungcheol.

“Dih, saya kan gak sakit.” Bales laki-laki berkacamata itu.

“Haha... Saya aja yang pengen samperin.”

“Kakak udah sarapan belum?” Tanya Wonwoo.

“Belum sih.”

“Ck, bilangnya pengen samperin saya, tapi padahal kakak kan yang pengen ditemenin makan?” Seungcheol ketawa lagi karena Wonwoo nebak dirinya dengan benar.

“Iya, hehe. Ayok temenin.” Ajak Seungcheol.

“Delivery aja, kak. Takutnya nanti keburu masuk kalau jalan dulu.” Kata Wonwoo sambil liat jam tangannya.

Drive thru aja, Mcd kan deket.” Tawar Seungcheol.

“Oh iya, ayok deh.” Wonwoo akhirnya ikut sama Seungcheol ke Mcd yang ada di sekitaran sana.

“Kamu mau apa?” Tanya Seungcheol.

“Mau chicken wrap aja deh, kak.” Ucap Wonwoo. Kemudian Seungcheol menyebutkan makanannya dan membayarnya.

“Berapa kak?” Tanya Wonwoo setelah transaksi mereka selesai.

“Gak usah. Kan kamu udah anterin saya.”

“Beneran nih?”

“Iya, bener, Wonwoo.” Bales Seungcheol sambil senyum dan ngeliatin dimple-nya secara alami.

“Kak, dimple kakak tuh bagus banget deh. Saya juga pengen.” Kata Wonwoo.

“Ya udah nanti saya senyum terus.” Bales Seungcheol.

“Jangan kak, nanti kebas mukanya.” Ucapan Wonwoo itu bikin Seungcheol ketawa.

Sesampenya di kantor, ternyata udah ada Joshua sama Seungkwan. Kalau Uji sama Ochi udah pasti datang nyerempet waktu jam masuk.

“Loh kalian kok bareng?” Tanya Seungkwan.

“Abis dari Mcd. Gue udah dateng dari tadi tau.” Jawab Wonwoo.

“Ya udah sarapan dulu aja.” Kata Joshua.

“Kak Seungcheol kok pagi banget kesininya? Mau samperin Kak Won, ya?” Denger itu, Wonwoo langsung keselek.

“Gak usah ngadi-ngadi lu.” Timpal Wonwoo sambil nyubit pipi Seungkwan.

“Sakit ih!” Seungkwan mukul tangannya Wonwoo.

“Tolong biasain ya, Cheol.” Ujar Joshua, mereka berdua emang seumuran.

“Haha, gak apa-apa sih.” Bales Seungcheol.

“Kak Seungcheol punya sepupu gak? Atau saudara gitu, yang jomblo tapi.” Mereka tuh kalo di luar kerjaan emang udah deket banget. Makanya ngobrol apa aja bebas.

“Ada kok. Kamu suka bule gak?” Tanya Seungcheol.

“Suka atuh, kak.” Jawab Seungkwan semangat.

“Nanti deh saya kenalin.” Seungkwan senyum lebar banget, akhirnya dia punya gebetan.

“Jomblo lu.” Cibir Wonwoo.

“Dih sadar diri, lu juga jomblo, Kak.” Seungkwan bales mencibir.

“Seenggaknya gue gak ngenes.” Bales Wonwoo.

Gak lama, Hoshi sama Woozi datang. Mereka selalu datang barengan, soalnya Hoshi selalu jemput Woozi dulu.

“Eh brou, nyubuh banget datengnye.” Sapa Hoshi. Emang itu anak sksd banget.

“Haha, pengen aja.” Bales Seungcheol.

Mereka semua ngobrol-ngobrol dulu sebelum akhirnya jam kerja bikin obrolan random mereka terhenti. Mereka semua berubah menjadi profesional dalam seketika.

“Sebenernya penjualan udah ngelebihin target, cuma masih belum puas aja gitu rasanya.” Kata Seungcheol.

“Pasang iklan udah dimana aja?” Tanya Joshua.

“Instagram ads kok, story sama feeds.” Jawab Seungcheol.

“Seungkwan udah kasih contoh caption?” Tanya Hoshi.

“Udah kok. Itu juga kan yang dipake caption dari gue.” Jawab Seungkwan.

“Pake brand ambassador aja gimana? Kan ini produk baru, masih butuh awareness. Kalau mau booming sih harus jor-joran juga keluarin uangnya.” Kata Woozi.

“Sependapat sama Uji sih. Since lagi banyak-banyaknya produk clothing yang launching, harus gencar promo bukan cuma dari iklan di medsos aja. Harus ada yang bikin produk ini mencolok.” Bales Wonwoo. Seungcheol keliatan mikir dulu.

“Boleh sih.” Jawab Seungcheol.

“Mau cari BA nih?” Tanya Hoshi.

“Iya, kayaknya efektif.” Jawab Seungcheol.

“Kalau BA-nya Kim Mingyu gimana?”

'UHUK.' Semua orang disitu langsung nengok ke Wonwoo.

“Maaf maaf, tadi keselek.” Kata Wonwoo sambil minum air mineralnya.

“Gimana?” Tanya Seungcheol lagi.

“Bisa sih. Tapi kemaren Mingyu kan baru kerja sama Bragasthetic.” Kata Seungkwan.

“Itu cuma endorse kok, bukan BA.” Bales Joshua.

“Oke, Mingyu aja kalau gitu. Nanti saya coba obrolin sama brand manager di kantor.” Ujar Seungcheol.

“Oke. Udah clear berarti?” Tanya Joshua.

Clear. Makasih ya.” Ucap Seungcheol.

“Yess, udah gak ada kerja.” Kata Hoshi sambil nyenderin punggungnya di sofa. Setelah selesai, mereka semua ngobrol-ngobrol tentang kerjaan dengan santai.

What Kind of Future

Mingyu yang hampir sampai di apartemen Jeonghan segera ngehubungin lelaki itu. Mingyu dan Seokmin nunggu di luar gerbang. Gak lama, Jeonghan keluar lengkap dengan cap dan juga masker.

“Tumben kak mau ikut.” Kata Seokmin.

“Bosen kalau sendirian di apartemen.” Bales Jeonghan.

“Nih.” Jeonghan nyodorin dua cup kopi hangat ke Mingyu sama Seokmin.

Thanks loh, Kak. Kan gue jadi keenakan.” Seokmin segera minum kopinya.

“Jadi seger kan gue.” Ucap Seokmin.

“Makanya kalau chat tuh jangan sampe subuh.” Sindir Mingyu.

“Dih kagak, orang doi jam 10 aja udah tidur.” Bales Seokmin.

“Jam 10? Emang dia gak ikut main sama yang lain?” Tanya Mingyu.

“Siape anjir?”

“Ya temennya lah, sama itu siapa sih? Seungcheol? Itu lah pokoknya.” Ujar Mingyu.

“Kagak tuh. Itu mah Wonu doang perasaan, berdua sama Seungcheol Seungcheol itu.” Jawab Seokmin. Mingyu diem dengernya.

I'm here, if you forget.” Jeonghan menginterupsi. Lelaki itu tidak suka jika dirinya merasa left out.

“Hehe, maap maap.” Kata Seokmin.

“Tapi gue mau nanya deh.” Ucap Jeonghan.

“Kenapa, kak?” Tanya Seokmin.

Your crush. Is he nice person?” Tanya Jeonghan.

“Baik atuh, Kak. Makanya gue demen. Lembut banget dah pokoknya.” Jawab Seokmin sambil senyum lebar.

Good, then.” Bales Jeonghan.

“Nanti deh gue kenalin, kalau jadi tapi.” Kata Seokmin.

“Oke, gue bakal tunggu.” Timpal Jeonghan.

“Kamu gimana? Ada gebetan?” Giliran Mingyu yang ditanya.

“Kamu udah nanya deh perasaan.” Ujar Mingyu.

“Oh ya? Aku lupa.” Kata Jeonghan.

“Dasar pelupa.” Cibir Mingyu.

“Ya udah sih jawab aja.” Ujar Jeonghan.

“Belum ada, Han. Belum ada.” Balas Mingyu.

“Oh, ya udah. Semoga cepet nemu.”

“Gak mau clbk aja?” Seokmin dapet jitakan keras dari Mingyu.

“Sakit, anjing!” Umpat Seokmin sambil megangin kepalanya.

Mingyu dan Jeonghan cuma lirik-lirikan sekilas terus segera malingin pandangannya. Mingyu kembali tegakin badannya di kursi depan. Sementara Jeonghan sok-sokan ngecek hp-nya di jok belakang.

Sesampainya di daerah Lembang, mereka bertiga segera turun dari mobilnya dan memasuki sebuah restoran yang baru saja dibuka. Mingyu diundang sebagai bintang tamu dan untuk menarik perhatian juga tentunya.

Sebelum acara dimulai, Mingyu, Seokmin, dan Jeonghan menunggu dulu di ruangan yang sudah disediakan. Jeonghan segera membuka cap dan maskernya.

“Aku laper.” Kata Jeonghan.

“Buburnya dimakan dong, Han.” Suruh Mingyu.

“Kamu gak makan?” Tanya lelaki yang lebih tua.

“Duluan aja. Aku ganti baju dulu.” Jawab Mingyu.

Eat first. You can dirty your clothes.” Setelah mendengar ucapan Jeonghan, Mingyu segera menurutinya dan mulai memakan buburnya.

“Enakan yang waktu itu di Telkom.” Kata Jeonghan.

“Kebiasaan ngomentarin makanan. Gak boleh gitu, makan aja. Kalau gak suka, simpen.” Nasihat Mingyu.

“Iya iya.” Bales Jeonghan, tapi dia tetep lanjutin makannya.

Emang kadang Jeonghan bisa lebih childish dibanding Mingyu yang lebih muda. Jeonghan emang picky eater, jadinya susah nyari makanan yang cocok buat lidahnya. Mingyu cuma senyum aja sambil liatin Jeonghan yang makan buburnya.

Setelah setengah jam, akhirnya Mingyu telah mengganti baju dan menyelesaikan riasannya. Jeonghan yang melihat Mingyu segera menghampirinya. Lelaki itu hanya menatap Mingyu dari ujung kepala hingga ujung kakinya.

What's wrong?” Tanya Mingyu sambil membenarkan dasinya.

Nothing.” Jawab Jeonghan, dan kemudian kembali duduk di kursinya.

“Kapan mulainya?” Tanya Jeonghan.

“Gyu, stand by. Lima menit lagi mulai.” Ucap Seokmin sedikit berteriak.

“Itu jawabannya.” Ujar Mingyu dan membuat Jeonghan mengangguk.

Good luck.” Jeonghan menyemangatinya dan Mingyu hanya mengangguk, padahal jantungnya sudah berdegub tidak karuan.

Lima menit kemudian, Mingyu segera menaiki panggung dan mengisi acaranya. Sementara Jeonghan menunggu sambil memainkan ponselnya. Karena bosan, Jeonghan memilih untuk keluar, melihat Mingyu yang mengisi acara.

Keduanya saling melempar senyum ketika pandangan mereka bertemu. Jeonghan juga mengepalkan tangannya dan mengangkatnya, menyemangati lelaki yang lebih muda darinya itu.

Satu jam berlalu, akhirnya acara tersebut selesai. Mingyu segera mengambil botol minumnya, dan meneguknya hingga habis. Meskipun ia hanya berbicara, tetap saja dirinya berkeringat dan merasa lelah.

“Lap dulu keringetnya.” Jeonghan ngambil handuk kecil milik Mingyu dan lapin keringet laki-laki itu.

Thanks.” Mingyu diem aja waktu Jeonghan lapin keringetnya.

You improve so much.” Puji Jeonghan tiba-tiba. Mingyu yang tadinya mejamin mata, langsung buka matanya, natap Jeonghan.

Is it compliment or sarcasm?” Tanya Mingyu. Jeonghan mendecak sebal.

“Lupain aja.” Jawab Jeonghan sebal. Mingyu tertawa melihatnya.

“Makasih banyak, kakak senior.” Ledek Mingyu. Jeonghan hanya memutar bola matanya malas.

“Manager bukannya urusin artis malah bucin.” Sindir Mingyu ngeliat Seokmin yang lagi senyam senyum sambil liatin hp-nya.

“Kan ada Kak Han. Iya kan, kak? Bentar lagi balik loh ke negara orang. Abisin dah waktu lu berdua.” Banyak bener alesannya.

Setelah itu, mereka bertiga makan, soalnya disuruh sama yang punya resto. Dengan senang hati, mereka makan dengan banyak. Kecuali Jeonghan sih yang makannya dalam porsi orang normal.

“Pelan-pelan.” Kata Jeonghan.

“Enak, hehe ” Bales Mingyu dengan cengirannya.

“Ya tetep hati-hati.”

“Iya iya.”

Setelah selang 20 menit, akhirnya piring mereka suka habis tak bersisa. Mingyu mengusap-ngusap perutnya yang terasa kenyang.

“Balik kapan, kamu?” Tanya Mingyu.

“Sabtu.” Jawab Jeonghan.

Flight jamber?”

“Jam 1 siang.”

“Nanti aku anter ke bandara.”

“Emang gak ada jadwal?”

“Gak ada sih harusnya.” Jeonghan mengerutkan keningnya.

“Seok, Sabtu jam 1 siang ada jadwal gak?”

“Gak ada, adanya jam 2 siang.” Mingyu mengangguk.

“Bisa anter.”

“Tapi nanti kamu pulangnya ngebut.”

“Gak kok. Gak tau maksudnya, hehe.” Jeonghan memutar bola matanya malas mendengar jawaban Mingyu.

Kemudian setelah semuanya selesai, akhirnya mereka pulang, kecuali Jeonghan, ia ingin mampir ke apartemen Mingyu, yang ujungnya cuma numpang tidur aja.

What Kind of Future

Mingyu yang hampir sampai di apartemen Jeonghan segera ngehubungin lelaki itu. Mingyu dan Seokmin nunggu di luar gerbang. Gak lama, Jeonghan keluar lengkap dengan cap dan juga masker.

“Tumben kak mau ikut.” Kata Seokmin.

“Bosen kalau sendirian di apartemen.” Bales Jeonghan.

“Nih.” Jeonghan nyodorin dua cup kopi hangat ke Mingyu sama Seokmin.

Thanks loh, Kak. Kan gue jadi keenakan.” Seokmin segera minum kopinya.

“Jadi seger kan gue.” Ucap Seokmin.

“Makanya kalau chat tuh jangan sampe subuh.” Sindir Mingyu.

“Dih kagak, orang doi jam 10 aja udah tidur.” Bales Seokmin.

“Jam 10? Emang dia gak ikut main sama yang lain?” Tanya Mingyu.

“Siape anjir?”

“Ya temennya lah, sama itu siapa sih? Seungcheol? Itu lah pokoknya.” Ujar Mingyu.

“Kagak tuh. Itu mah Wonu doang perasaan, berdua sama Seungcheol Seungcheol itu.” Jawab Seokmin. Mingyu diem dengernya.

I'm here, if you forget.” Jeonghan menginterupsi. Lelaki itu tidak suka jika dirinya merasa left out.

“Hehe, maap maap.” Kata Seokmin.

“Tapi gue mau nanya deh.” Ucap Jeonghan.

“Kenapa, kak?” Tanya Seokmin.

Your crush. Is he nice person?” Tanya Jeonghan.

“Baik atuh, Kak. Makanya gue demen. Lembut banget dah pokoknya.” Jawab Seokmin sambil senyum lebar.

Good, then.” Bales Jeonghan.

“Nanti deh gue kenalin, kalau jadi tapi.” Kata Seokmin.

“Oke, gue bakal tunggu.” Timpal Jeonghan.

“Kamu gimana? Ada gebetan?” Giliran Mingyu yang ditanya.

“Kamu udah nanya deh perasaan.” Ujar Mingyu.

“Oh ya? Aku lupa.” Kata Jeonghan.

“Dasar pelupa.” Cibir Mingyu.

“Ya udah sih jawab aja.” Ujar Jeonghan.

“Belum ada, Han. Belum ada.” Balas Mingyu.

“Oh, ya udah. Semoga cepet nemu.”

“Gak mau clbk aja?” Seokmin dapet jitakan keras dari Mingyu.

“Sakit, anjing!” Umpat Seokmin sambil megangin kepalanya.

Mingyu dan Jeonghan cuma lirik-lirikan sekilas terus segera malingin pandangannya. Mingyu kembali tegakin badannya di kursi depan. Sementara Jeonghan sok-sokan ngecek hp-nya di jok belakang.

Sesampainya di daerah Lembang, mereka bertiga segera turun dari mobilnya dan memasuki sebuah restoran yang baru saja dibuka. Mingyu diundang sebagai bintang tamu dan untuk menarik perhatian juga tentunya.

Sebelum acara dimulai, Mingyu, Seokmin, dan Jeonghan menunggu dulu di ruangan yang sudah disediakan. Jeonghan segera membuka cap dan maskernya.

“Aku laper.” Kata Jeonghan.

“Buburnya dimakan dong, Han.” Suruh Mingyu.

“Kamu gak makan?” Tanya lelaki yang lebih tua.

“Duluan aja. Aku ganti baju dulu.” Jawab Mingyu.

Eat first. You can dirty your clothes.” Setelah mendengar ucapan Jeonghan, Mingyu segera menurutinya dan mulai memakan buburnya.

“Enakan yang waktu itu di Telkom.” Kata Jeonghan.

“Kebiasaan ngomentarin makanan. Gak boleh gitu, makan aja. Kalau gak suka, simpen.” Nasihat Mingyu.

“Iya iya.” Bales Jeonghan, tapi dia tetep lanjutin makannya.

Emang kadang Jeonghan bisa lebih childish dibanding Mingyu yang lebih muda. Jeonghan emang picky eater, jadinya susah nyari makanan yang cocok buat lidahnya. Mingyu cuma senyum aja sambil liatin Jeonghan yang makan buburnya.

Setelah setengah jam, akhirnya Mingyu telah mengganti baju dan menyelesaikan riasannya. Jeonghan yang melihat Mingyu segera menghampirinya. Lelaki itu hanya menatap Mingyu dari ujung kepala hingga ujung kakinya.

What's wrong?” Tanya Mingyu sambil membenarkan dasinya.

Nothing.” Jawab Jeonghan, dan kemudian kembali duduk di kursinya.

“Kapan mulainya?” Tanya Jeonghan.

“Gyu, stand by. Lima menit lagi mulai.” Ucap Seokmin sedikit berteriak.

“Itu jawabannya.” Ujar Mingyu dan membuat Jeonghan mengangguk.

Good luck.” Jeonghan menyemangatinya dan Mingyu hanya mengangguk, padahal jantungnya sudah berdegub tidak karuan.

Lima menit kemudian, Mingyu segera menaiki panggung dan mengisi acaranya. Sementara Jeonghan menunggu sambil memainkan ponselnya. Karena bosan, Jeonghan memilih untuk keluar, melihat Mingyu yang mengisi acara.

Keduanya saling melempar senyum ketika pandangan mereka bertemu. Jeonghan juga mengepalkan tangannya dan mengangkatnya, menyemangati lelaki yang lebih muda darinya itu.

Satu jam berlalu, akhirnya acara tersebut selesai. Mingyu segera mengambil botol minumnya, dan meneguknya hingga habis. Meskipun ia hanya berbicara, tetap saja dirinya berkeringat dan merasa lelah.

“Lap dulu keringetnya.” Jeonghan ngambil handuk kecil milik Mingyu dan lapin keringet laki-laki itu.

Thanks.” Mingyu diem aja waktu Jeonghan lapin keringetnya.

You improve so much.” Puji Jeonghan tiba-tiba. Mingyu yang tadinya mejamin mata, langsung buka matanya, natap Jeonghan.

Is it compliment or sarcasm?” Tanya Mingyu. Jeonghan mendecak sebal.

“Lupain aja.” Jawab Jeonghan sebal. Mingyu tertawa melihatnya.

“Makasih banyak, kakak senior.” Ledek Mingyu. Jeonghan hanya memutar bola matanya malas.

“Manager bukannya urusin artis malah bucin.” Sindir Mingyu ngeliat Seokmin yang lagi senyam senyum sambil liatin hp-nya.

“Kan ada Kak Han. Iya kan, kak? Bentar lagi balik loh ke negara orang. Abisin dah waktu lu berdua.” Banyak bener alesannya.

Setelah itu, mereka bertiga makan, soalnya disuruh sama yang punya resto. Dengan senang hati, mereka makan dengan banyak. Kecuali Jeonghan sih yang makannya dalam porsi orang normal.

“Pelan-pelan.” Kata Jeonghan.

“Enak, hehe ” Bales Mingyu dengan cengirannya.

“Ya tetep hati-hati.”

“Iya iya.”

Setelah selang 20 menit, akhirnya piring mereka suka habis tak bersisa. Mingyu mengusap-ngusap perutnya yang terasa kenyang.

“Balik kapan, kamu?” Tanya Mingyu.

“Sabtu.” Jawab Jeonghan.

Flight jamber?”

“Jam 1 siang.”

“Nanti aku anter ke bandara.”

“Emang gak ada jadwal?”

“Gak ada sih harusnya.” Jeonghan mengerutkan keningnya.

“Seok, Sabtu jam 1 siang ada jadwal gak?”

“Gak ada, adanya jam 2 siang.” Mingyu mengangguk.

“Bisa anter.”

“Tapi nanti kamu pulangnya ngebut.”

“Gak kok. Gak tau maksudnya, hehe.” Jeonghan memutar bola matanya malas mendengar jawaban Mingyu.

Kemudian setelah semuanya selesai, akhirnya mereka pulang, kecuali Jeonghan, ia ingin mampir ke apartemen Mingyu, yang ujungnya cuma numpang tidur aja.

Birthday Present

▪ BxB (Mingyu Wonwoo) ▪ Canon ▪ NSFW (include kink) ▪ Fluff ▪ Bahasa baku

Happy reading!

Seventeen baru saja menyelesaikan konser mereka di Tokyo. Di tengah konser tadi, para member dan juga Carats sempat merayakan ulang tahun Mingyu yang kebetulan bertepatan dengan penutupan konser.

Hingga sampai di hotel, member Seventeen makan bersama dan setelah itu pergi untuk tidur, karena pagi harinya mereka sudah harus terbang menuju Amerika. Sesampainya di kamar, Mingyu meminta hadiahnya kepada roommate sekaligus kekasihnya, Wonwoo. Lelaki yang lebih ramping itu memberikan sebuah case handphone persis seperti miliknya. Mingyu tersenyum lebar dan memeluk kekasihnya itu.

“Hanya ini?” Tanya Mingyu sambil menopang kepalanya menggunakan sebelah tangan, karena kasur mereka yang terhalang oleh meja kecil. Wonwoo menatapnya dan mengangguk, membuat Mingyu mengerucutkan bibirnya.

“Benar-benae hanya ini?” Ulang Mingyu, kali ini posisinya berubah menjadi duduk.

“Iya, Mingyu. Lebih baik kita tidur, besok jadwal penerbangannya pagi..” Ujar Wonwoo sambil memejamkan matanya bersiap untuk tidur. Namun, Wonwoo merasakan jika kasurnya berderit, dan dugaannya benar jika kekasihnya itu naik ke kasurnya kemudian memeluknya erat.

“Sempit, Gyu.” Ucapnya. Namun bukan Mingyu namanya jika lelaki itu menuruti kata-katanya.

“Aku ingin hadiah lain.” Pinta Mingyu.

“Apa?” Netra Mingyu yang semula menatap bola mata Wonwoo, kini turun ke arah bibir merah muda milik Wonwoo, kemudian kembali menatap matanya lagi. Dalam hitungan detik, Wonwoo mengecup bibir Mingyu singkat dan tidur membelakangi lelakinya itu.

Mingyu tersenyum kecil kemudian memeluk pinggang ramping Wonwoo, dan mendekapnya erat sehingga tak ada lagi jarak. Namun karena hal itu, penis milik Mingyu justru bergesekan dengan garis anal milik Wonwoo dan membuatnya menegang.

Hyung...” Bisik Mingyu, namun tidak ada jawaban karena Wonwoo sudah tertidur.

Mingyu melihat Wonwoo yang sudah tertidur lelap, sementara dia dan 'adiknya' sedang mengeras hanya karena sebuah gesekan ringan. Sebuah pikiran terlintas di kepala Mingyu. Lelaki itu segera memasukan tangan kekarnya ke dalam baju Wonwoo, meraba perut atletis kekasihnya dan berakhir dengan mengusap lembut nipple Wonwoo.

“Gyu...” Wonwoo terbangun, dan menahan tangan Mingyu agar tidak melakukan hal 'lebih.'

“Tidur saja.” Suruh Mingyu, namun lelaki tinggi itu justru menciumi leher Wonwoo.

“Gyu, lusa masih ada konser.” Ujar Wonwoo.

“Aku tidak akan memberinya tanda.” Balas Mingyu.

“Gyu...” Wonwoo tidak bisa mengontrol desahannya ketika tangan Mingyu kembali mencubiti nipple-nya. Nafasnya semakin terasa berat. Tangan Wonwoo meremas selimut, ia menggigit bibir bawahnya agar tidak mengeluarkan suara lainnya.

“Tidak tidur, hm?” Tanya Mingyu dengan smirk-nya. Wonwoo tidak menjawab, ia hanya menatap Mingyu kesal, namun tetap menikmatinya.

Tangan Mingyu berhenti menggerayangi tubuh bagian atas kekasihnya. Wonwoo mengira jika Mingyu akan berhenti, namun dugaannya salah. Tangan Mingyu kini berada di tubuh bagian bawahnya, mengusapnya dengan pelan dan membuat Wonwoo mengerang pelan.

Lelaki tinggi itu kembali menggesekan kepunyaannya dengan garis anal Wonwoo, dan kini keduanya mengerang. Mingyu melepas dua kancing atas pajama yang dipakai Wonwoo dan memberi kecupan dan juga tanda di bahunya.

Mingyu kini menelusupkan tangannya ke dalam celana Wonwoo dan segera mengocok kejantanan Wonwoo dengan tempo yang pelan.

“Mingyu... Mmhh...” Suara rendah Wonwoo saat mendesah akan selalu menjadi favorit Mingyu. Apalagi ketika lelakinya itu menyebutkan namanya.

Mingyu semakin mempercepat kocokannya dan sesekali memijat penis Wonwoo pelan. Mingyu menurunkan celana Wonwoo dan juga celana miliknya. Kini 'adik' Mingyu bersentuhan langsung dengan anal Wonwoo, ia tidak memasukannya, hanya menggeseknya dan membuat keduanya mengerang bersama.

Ketika keduanya sedang menikmati keintiman tersebut, alarm yang berbunyi dari ponsel Wonwoo menghancurkan moment tersebut. Mingyu yang kesal langsung mematikannya, dan berniat untuk melanjutkan kegiatan mereka berdua.

“Tidak, Gyu. Nanti pagi kita harus flight, aku tidak ingin kita kelelahan.” Ucap Wonwoo sambil menaikan kembali celananya.

“Justru jika tidak dilanjutkan, aku tidak bisa tidur. Let's just have some quickie.” Pinta Mingyu sambil memelas. Penisnya masih menegang, namun kekasihnya menggelengkan kepalanya dengan tegas, dan mengusir Mingyu dari kasurnya.

“Tidur, atau aku akan melaporkannya ke Scoups hyung.” Ancam Wonwoo. Akhirnya lelaki tinggi itu hanya menghembuskan nafas pasrah dan kembali ke tempat tidurnya.

▪▪▪

Tepat pukul 08.00 waktu Tokyo, member Seventeen segera berangkat ke bandara untuk menuju ke Amerika Serikat. Wajah Mingyu terlihat sedikit kusut, namun member mengetahui alasannya meskipun tidak ada yang memberi tau.

Saat di pesawat, Wonwoo dan Mingyu duduk bersebelahan. Keduanya memakan sarapan yang diberi oleh pramugari dan memakannya. Keduanya makan dengan khidmat. Sampai makanannya habis, keduanya tetap tidak berbicara apapun.

“Kenyang?” Tanya Wonwoo.

“Belum, kenyang jika aku sudah memakanmu.” Jawab Mingyu dengan wajah kesalnya dan Wonwoo justru tertawa melihat tingkah lelaki yang lebih muda darinya itu.

“Berhenti tertawa.” Suruh Mingyu, tetapi Wonwoo tetap saja menertawakannya. Mingyu yang kesal segera menutup matanya bersiap untuk tidur karena dirinya baru tidur satu jam. Belum sempat Mingyu tertidur, ia merasakan jika adik kecilnya diremas dengan sedikit kuat. Mingyu membuka matanya dan melihat Wonwoo tengah menatapnya dengan intens. Wonwoo memberikan selimut kecil untuk menutupi tangannya yang sedang melakukan sebuah 'akitivitas'.

H—hyung...” Erang Mingyu pelan ketika Wonwoo berhasil membuka resleting celana jeans-nya dan memijat pelan kepunyaan Mingyu. Lelaki yang lebih muda sengaja menggigit bibirnya kuat-kuat agar tidak mengeluarkan suara apapun. Wonwoo tersenyum sekilas, namun kembali memasang wajah datarnya. Tangan Wonwoo menelusup masuk ke dalam celana dalam yang digunakan Mingyu dan meremasnya dengan kuat untuk menjahili kekasihnya itu.

Mingyu yang kaget sedikit tersentak dan langsung berdehem, beruntung ia tidak mengeluarkan suara erotis yang bisa membuat orang curiga. Setelah itu, Mingyu memasang resleting celananya dan pergi ke kamar mandi pesawat. Selang beberapa menit, Wonwoo pun pergi mengikuti Mingyu.

Baru saja Wonwoo mengunci pintu toiletnya, Mingyu sudah mengunci tubuhnya di pintu dan segera memberinya ciuman. Mingyu mencium bibir Wonwoo dengan ganas. Tangan kirinya ia gunakan untuk menarik pinggang ramping Wonwoo, sehingga tidak ada lagi jarak antara mereka berdua. Wonwoo mencengkram bahu Mingyu dengan kuat saat lelaki yang lebih tinggi menggigit bibir bawahnya.

“10 menit.” Ucap Wonwoo. Mingyu hanya mengangguk dan kembali mencumbu lelakinya.

Mingyu menghisap bibir Wonwoo dengan kuat, menjilatnya, dan menggigitnya. Mereka berdua saling bertukar saliva dan bermain-main dengan lidah. Tangan Mingyu yang sudah gatal segera membuka kancing kemeja Wonwoo dan memainkan nipple-nya. Mencubitnya dan kembali mengusapnya, memberikan sensasi geli dan nikmat sekaligus.

Ciuman Mingyu turun menuju dada Wonwoo. Dia menjilati puting berwarna pink kecoklatan milik Wonwoo, sementara tangannya sibuk memainkan puting sebelahnya. Wonwoo mengadahkan kepalanya sambil menahan segala erangan yang sebenarnya ingin sekali ia keluarkan.

Mingyu sibuk memberikan tanda di bagian atas tubuh Wonwoo. Sementara Wonwoo hanya bisa meremas rambut Mingyu dengan kuat sambil menggigit bibir bawahnya. Mingyu membuka celana Wonwoo kemudian mengangkat dan mendudukan lelakinya itu di atas wastafel. Mingyu membuka paha Wonwoo lebar-lebar dan segera memberikan kecupan-kecupan di paha bagian dalam milik Wonwoo hingga selangkangannya.

Saat wajah Mingyu bertemu dengan penis Wonwoo yang masih terbalut celana dalam itu, Mingyu hanya mengadahkan kepalanya, menatap sang kekasih yang terlihat sudah sangat terangsang, mengharap jika Mingyu akan mengeluarkan penisnya dan memanjakannya dengan mulutnya. Namun Mingyu tidak melakukannya. Lelaki tinggi itu justru berdiri tegak dan mendekatkan wajahnya ke lelakinya.

“Sudah mengeras, hm?” Bisiknya seduktif. Wonwoo sedikit merinding karena ia bisa merasakan nafas Mingyu di lehernya. Dengan cepat, Wonwoo menarik tengkuk Mingyu dan menciumnya lagi. Tangannya ia kalungkan di leher Mingyu. Wonwoo menguasai permainan bibir mereka. Lelaki yang lebih tua itu menghisap bibir Mingyu dengan kuat, lalu melumatnya lagi, dan kemudian menggigitnya dengan cukup kuat sehingga membuat Mingyu sempat mengerang.

Mingyu meraba kejantanan Wonwoo dari luar celana dalamnya. Ia mengelusnya dengan pelan, memijat-mijatnya dan kemudian membuka celana dalam Wonwoo. Mingyu melepas tautan bibir mereka dan mengocok penis Wonwoo dengan cepat. Mingyu bisa melihat bagaimana Wonwoo menahan dirinya sendiri agar tidak mengeluarkan desahan. Nafas Wonwoo terdengar semakin berat. Mingyu tersenyum miring dan ia kini lebih cepat lagi mengocok penis Wonwoo.

Lelaki yang lebih tua itu mencengkram bahu Mingyu kuat-kuat. Sementara yang lebih muda tetap konsisten dengan kecepatan pergerakan tangannya. Mingyu senang melihat wajah Wonwoo yang menjadi merah sambil menggigit bibir bawahnya. Kepalanya mengadah, sesekali nafas beratnya terdengar.

“Aku akan keluar.” Mingyu tersenyum dan semakin mempercepat kocokannya. Tidak sampai satu menit, Wonwoo akhirnya mengeluarkan spermanya.

“Ahh...” Wonwoo mengerang pelan saat cairan putih itu keluar. Mingyu tersenyum puas sambil mengeluarkan sapu tangan yang ada di saku celana jeans-nya dan membersihkan sperma Wonwoo. Setelah itu Wonwoo kembali memakai celananya.

“Mau mencoba?” Godanya tepat di sebelah telinga Mingyu.

Sial. Mingyu tidak pernah tahan dengan suara rendah Wonwoo, apalagi jika lelaki itu berbisik.

Tanpa aba-aba, Wonwoo berjongkok, mengusap kejantanan Mingyu dari luar celananya dan kemudian meremasnya pelan. Kini giliran lelaki tinggi itu yang harus menahan erangannya. Wonwoo membuka kancing dan resleting celana Mingyu, menampilkan penis sang kekasih yang sudah menegang sempurna. Wonwoo meremasnya dan memijatnya, kemudian mengecupnya dari balik celana dalam Mingyu. Lalu Wonwoo membuka celana dalamnya dan terpampang dengan jelas kejantanan Mingyu.

Wonwoo tersenyum miring. Ia memberikan Mingyu sapu tangan bekas ia mengelap spermanya tadi.

“Jangan mendesah. Gigit itu.” Suruh Wonwoo. Mingyu menggigit sapu tangannya. Selanjutnya, Wonwoo mengocok penis Mingyu dengan cepat, ia juga menjilat ujung kepala penis Mingyu membuat lelaki itu mengerang di balik sapu tangannya. Wonwoo melesakkan kejantanan Mingyu dan menggigitnya pelan, kemudian memainkan lidahnya. Tidak sampai situ, Wonwoo juga menciumi testis Mingyu sembari mengocok batang penisnya.

“Nghh...” Desahan Mingyu tertahan oleh sapu tangan.

Ketika Wonwoo merasa jika penis Mingyu sudah berkedut tanda akan mengeluarkan cairannya, dengan sengaja Wonwoo menghentikan aktivitasnya dan membereskan dirinya.

“Sudah 10 menit, aku keluar.” Ia tersenyum jahil, dan meninggalkan Mingyu dalam keadaan paling menyiksa. Mingyu benar-benar merasa kesal karena ia harus membereskannya sendiri. Lelaki itu serasa ingin mengumpat, namun ia masih tau tempat.

Ketika Mingyu kembali ke kursinya, ia melihat Wonwoo yang sedang membaca bukunya dengan kacamata yang sudah bertengger di batang hidungnya. Mingyu menatap Wonwoo tajam, sementara kekasihnya hanya menatap seperti tidak ada kejadian apapun.

▪▪▪

Sesampainya di Los Angeles, mereka semua beristirahat sebentar, kemudian mereka harus melakukan rehearsal sebelum konser. Selama latihan, Mingyu terus saja menatap Wonwoo, merasa masih harus ada yang diselesaikan. Mingyu masih kesal karena kekasihnya itu yang meninggalkannya begitu saja saat di toilet pesawat.

Malam harinya, mereka bersiap untuk tidur agar mereka bisa tampil maksimal saat konser. Mingyu satu kamar dengan Dokyeom, sementara Wonwoo satu kamar dengan Jeonghan.

Keesokan harinya, konser berjalan dengan lancar dan menyenangkan seperti biasa. Jadwal konser selanjutnya masih ada jarak waktu sebanyak dua hari, dan bisa digunakan oleh member Seventeen untuk beristirahat.

Ketika selesai konser, para member Seventeen kembali ke hotel mereka. Namun ada juga beberapa dari mereka yang memilih untuk makan malam di restoran hotel. Sementara Mingyu yang tadinya berniat untuk ikut makan malam, mengurungkan niatnya karena tidak melihat keberadaan sang kekasih. Mingyu segera naik ke lantai tujuh hotel tersebut dan berjalan menuju kamar paling ujung, kamar Wonwoo dan Jeonghan. Ia tau jika Jeonghan tidak ada di kamar karena lelaki itu sedang makan malam bersama dengan sang leader sekaligus kekasihnya.

Mingyu mengetuk pintu kamar tersebut, dan kurang dari satu menit, pintu itu terbuka. Mingyu segera mengunci pintunya dan menyudutkan Wonwoo ke tembok. Mingyu tidak melakukan apapun, ia hanya menatap kekasihnya yang hanya menggunakan kemeja oversize yang menutupi selangkangannya, dengan choker hitam yang senada dengan kemeja yang digunakannya. Mingyu tersenyum miring. Wonwoo tau jika Mingyu selalu saja terangsang setiap dirinya memakai choker.

Good kitten.” Ucap Mingyu. Wonwoo hanya tersenyum tipis dan kemudian segera menarik tengkuk Mingyu. Lelaki yang lebih tinggi menerima ciuman itu dengan senang hati. Diremasnya bokong Wonwoo dengan kuat dan kemudian ia mengangkat tubuh kekasihnya itu menuju ke kasur tanpa melepaskan tautan bibir mereka.

Mingyu duduk di kasur, dan membuat Wonwoo duduk di pangkuannya. Tangan Mingyu menarik pinggang Wonwoo untuk mengikis jarak. Keduanya saling melumat dengan ganas, suara kecupan terdengar dengan jelas. Mingyu kembali meremas bokong Wonwoo dan membuat lelakinya mengerang. Keduanya tidak perlu takut terdengar oleh orang lain karena ruangan di hotel tersebut kedap suara.

Wonwoo melepas ciuman mereka dan menatap Mingyu secara seduktif. Tidak ada ucapan apapun yang keluar dari keduanya. Hanya terdengar nafas yang memburu. Keduanya hanya diam sambil menatap satu sama lain, namun sex tension begitu terasa di antara Mingyu dan Wonwoo.

“Nghh...” Mingyu mengerang saat Wonwoo menggesekan kemaluannya dengan miliknya. Sementara Wonwoo tersenyum dan turun dari pangkuan Mingyu.

Lelaki itu menarik Mingyu menuju sebuah meja yang ada di sudut ruangan. Mingyu terkejut ketika melihat berbagai jenis alat ada disana. Di atas meja tersebut terdapat sebuah blindfold, tali, dan juga sebuah bulu-bulu.

“Hadiah ulang tahun.” Ucap Wonwoo dan membuat Mingyu tersenyum. Mingyu mengambil blindfold-nya dan memasangkannya kepada Wonwoo. Mingyu tersenyum miring kemudian kembali melumat bibir sang kekasih, hanya untuk beberapa detik, setelah itu Mingyu melepasnya lagi.

Mingyu mendorong tubuh Wonwoo ke kasur, dan mengambil tali dengan bahan kain licin yang ada di meja tersebut. Lelaki tinggi itu menggigit talinya dan menggulung lengan kemejanya kemudian membuka dua kancing atasnya. Setelah itu, Mingyu mengangkat kedua tangan Wonwoo dan mengikatnya dengan tali yang sudah disiapkan Wonwoo tadi.

Wonwoo membasahi dan menjilat bibirnya sendiri, sengaja untuk menggoda kekasihnya. Mingyu segera menindih tubuh ramping Wonwoo dan menciumi lehernya. Ia memberikan banyak tanda merah keunguan. Gigi taringnya selalu memberikan sensasi tersendiri bagi Wonwoo ketika Mingyu menggigit dan menghisap kulitnya.

Mingyu semakin turun dan menghujani tubuh Wonwoo dengan kissmark. Mingyu mengusap puting Wonwoo secara perlahan. Jemarinya membuat gerakan memutar kemudian menekan putingnya membuat tubuh Wonwoo menggelinjang. Sekarang giliran bibir Mingyu yang bermain di atas puting Wonwoo. Ia melakukan gerakan yang sama. Lidahnya bergerak, membuat sebuah putaran, kemudian menghisapnya dengan kuat.

“Ahh...” Wonwoo sedikit frustasi karena tangannya diikat oleh Mingyu. Ingin rasanya dia menarik rambut atau meremas bahu Mingyu.

Netra Mingyu menatap penis Wonwoo yang masih terbalut celana dalam. 'Adik' Wonwoo itu sudah terlihat mengeras di dalam sana. Mingyu meremasnya dengan kencang dan membuat desahan Wonwoo mengalun di telinganya.

Mingyu melanjutkan aktivitasnya. Ia segera membuka celana dalam Wonwoo dan mengocoknya pelan.

Faster...” Pinta Wonwoo.

“Seperti ini, hm?” Kocokan Mingyu semakin kencang dan membuat Wonwoo mendesah pelan. Tapi kemudian, Mingyu menghentikan kegiatannya itu. Mingyu melebarkan paha Wonwoo dan menciumi pahanya lagi, padahal sudah ada banyak tanda disana. Mingyu memberikan sebuah kissmark di selangkangan Wonwoo. Sambil bibirnya sibuk memberikan sebuah kecupan dan hisapan, tangannya kembali meremas dan memijat penis Wonwoo, dan itu benar-benar membuat Wonwoo gila. Suara desahannya memenuhi kamarnya.

Bibir Mingyu menghisap tulang selangkangan Wonwoo dengan kuat, kemudian menggigitnya pelan, lalu ia hisap lagi, begitu terus ia mengulangnya beberapa kali. Tubuh Wonwoo melengkung naik akibat kenikmatan yang diberikan oleh Mingyu. Setelah puas, lelaki tinggi itu kembali mengocok penis Wonwoo dengan cepat. Bibirnya mengulum bibir Wonwoo yang sudah membengkak akibat dirinya. Lelaki yang masih memakain blindfold itu terus mendesah ditengah tautan bibirnya. Mingyu benar-benar mengocoknya dengan sangat cepat hingga kejantanannya itu berkedut.

Namun sepertinya Mingyu membalas dendamnya. Kekasihnya itu menghentikan kocokannya dan melepas tautan bibir mereka. Wonwoo mengerang frustasi, ia benar-benar sudah ada di titik puncaknya, namun Mingyu tidak membiarkan dirinya untuk cum.

“Pembalasan dendam memang lebih kejam.” Bisik Mingyu tepat di telinga Wonwoo. Lelaki yang lebih muda mengulum daun telinga Wonwoo kemudian meniupnya, membuat Wonwoo menggelinjang.

“Aku sudah selesai.” Ucap Mingyu. Wonwoo menggelengkan kepalanya. Lelaki itu sudah benar-benar ereksi. Wonwoo menginginkan hal lebih. Wonwoo ingin Mingyu berada di dalamnya. Mingyu tersenyum miring.

“Memohonlah.” Suruh Mingyu.

“Mingyu, tolong... Tolong masukan milikmu. Aku menginginkannya.” Pinta Wonwoo, suaranya terdengar bergetar. Ia benar-benar frustasi. Beruntung Mingyu segera menghampirinya dan menyuruh Wonwoo untuk menungging di hadapannya dengan tangan yang masih terikat.

Mingyu mengambil bulu halus yang berada di atas meja. Lelaki itu mengarahkan bulu itu ke lubang anal milik Wonwoo dan membuat kekasihnya itu mengeluarkan desahan halus. Mingyu hanya tersenyum, dan terus memainkan bulu tersebut. Bulu itu terasa benar-benar menggelitik lubang anal Wonwoo.

“Gyu...” Desah Wonwoo. Kejantanan Mingyu terasa semakin sesak di balik celananya ketika kekasihnya itu memanggil namanya. Mingyu melempar bulu itu sembarang dan segera melepas celananya. Mingyu menyuruh Wonwoo turun dari kasur dan berlutut, kemudian ia mengarahkan penisnya ke dalam mulut Wonwoo.

Lelaki dengan blindfold itu mengulum 'adik' besar Mingyu dengan penuh gairah. Wonwoo sesekali menghisap kepala penis Mingyu dengan kuat, menyebabkan sensasi ngilu dan nikmat sekaligus. Mulut Wonwoo benar-benar penuh dengan batang milik Mingyu yang berada di dalamnya. Mingyu mengadahkan kepalanya sambil terus meracau, menyebut nama Wonwoo. Kekasihnya itu hampir saja tersedak ketika tangan Mingyu mendorong kepalanya agar seluruh penisnya masuk ke dalam mulut Wonwoo.

“Ahh... Jeon Wonwoo...” Desah Mingyu. Lelaki yang disebut namanya tidak menjawab, sibuk mengulum dan menjilati kejantanan Mingyu, hingga akhirnya ia orgasme. Cairannya menyemprot di seluruh mulut Wonwoo, dan lelaki itu menelannya hingga habis.

Mingyu yang tidak tahan segera membuka tali di tangan Wonwoo, dan mendorong mendekati meja. Entahlah, Mingyu selalu ingin melakukan sex sambil berdiri. Wonwoo hanya menurutinya, ia menungging sambil memegang ujung meja. Mingyu mengocok penisnya yang sudah basah dan segera mengarahkannya ke lubang milik Wonwoo.

“Ahh...” Erang keduanya ketika milik Mingyu memenuhi lubang Wonwoo.

Lelaki tinggi itu menggenjotnya dengan kasar. Mingyu memegang kedua pinggang ramping Wonwoo dan menggerakannya maju mundur, berlawanan dengan tubuhnya. Suara tubuh mereka yang menyatu, memenuhi kamar hotel, ditambah dengan desahan-desahan yang tak tertahankan.

“Mingyu... Mmhh...” Saat mendengar namanya, Mingyu mempercepat temponya. Tangan kanannya ia gunakan untuk terus menggerakan tubuh Wonwoo, sementara tangan kirinya ia gunakan untuk mencekik leher Wonwoo.

“Ohh... Shit...” Umpat Mingyu. Tangan Mingyu turun untuk mencubiti puting milik Wonwoo dan membuat lelaki itu semakin mengerang dengan keras.

“Aku akan keluar... Ahh...” Wonwoo orgasme. Sementara Mingyu masih dengan semangat menggenjot penisnya di dalam Wonwoo. Sesekali Mingyu memberikan sebuah spank di bokong Wonwoo. Kaki Wonwoo terasa sudah lemas, namun genjotan Mingyu tidak berhenti, justru semakin kencang.

H...Hyung... Aku akan keluar... Ahh...” Sebuah cairan putih keluar dari penis Mingyu. Keduanya dipenuhi oleh keringat. Namun, Mingyu masih merasa belum puas.

Lelaki tinggi itu segera melepas kemeja Wonwoo dan kini keduanya bertelanjang bulat. Mingyu memangku Wonwoo dan kembali memasukan penisnya ke dalam lubang anal Wonwoo. Ia masuk ke dalam kamar mandi, dan kemudian menyandarkan dirinya di dinding toilet.

“Bergerak.” Suruh Mingyu. Wonwoo menurutinya dan menggerakan badannya. Mingyu menahan beban tubuh Wonwoo dengan baik. Sambil lelaki yang lebih tua menggerakan pinggulnya, keduanya kembali bercumbu. Bibir mereka akan selalu terasa manis bagi satu sama lain dan akan selalu menjadi candu. Mingyu memegang pinggul Wonwoo dan juga ia ikut menggerakan pinggulnya sendiri agar penisnya bisa masuk lebih dalam lagi.

“Ahh...” Keduanya kembali orgasme secara bersamaan.

“Kau lelah?” Tanya Mingyu. Wonwoo menggelengkan kepalanya dan membuat Mingyu tersenyum lalu mengecupnya. Mingyu berjalan ke arah bathtub dan membiarkan posisi Wonwoo terduduk di atasnya.

Wonwoo kembali menggerakan badannya naik turun. Tak mau kalah, Wonwoo pun memberikan tanda di leher, dan di dada Mingyu. Lelakinya itu hanya bisa memejamkan mata sambil terus memanggil namanya. Wonwoo kemudian menyalakan keran, mengisi air agar memenuhi bathtub.

“Aku ingin mencoba sex dalam air.” Ucapan Wonwoo itu hanya dibalas tawa oleh Mingyu.

Ketika airnya sudah penuh, Wonwoo mematikannya dan kembali bergerak naik turun. Mereka berdua merasakan sensasi baru yang belum pernah dirasakan. Mingyu mencengkram pinggang Wonwoo dan mengontrol gerakan kekasihnya agar tidak terlalu cepat.

Mingyu menarik tengkuk Wonwoo, dan bibir mereka kembali bertemu. Keduanya saling melumat dengan kasar, bertukar saliva, dan memainkan lidahnya. Wonwoo memutar pinggulnya, kemudian kembali membuat gerakan naik turun lebih cepat, hingga keduanya kembali orgasme.

Mingyu dan Wonwoo kehabisan nafas dan juga energi. Wonwoo menjatuhkan kepalanya di bahu Mingyu. Bisa Mingyu rasakan nafas Wonwoo di lehernya. Lelaki yang lebih muda tersenyum sambil mengusap rambut Wonwoo. Mingyu melepas blindfold yang digunakan Wonwoo.

“Akhirnya aku bisa melihatmu dengan jelas.” Ucap Wonwoo dan membuat Mingyu gemas. Dikecupnya puncak kepala lelaki yang lebih tua, kemudian tangannya terjulur untuk mengusap punggung mulus Wonwoo.

“Terimakasih hadiahnya. Aku sangat menyukainya.” Wonwoo tersenyum.

“Meskipun terlambat...” Wonwoo mengangkat kepalanya, menatap lembut Mingyu tepat di bola matanya. Mingyu menunggunya dengan sabar sambil mengusap pipi Wonwoo dengan lembut.

“Selamat ulang tahun.”

Mingyu mendekap Wonwoo dan kembali mempertemukan bibirnya. Kali ini tidak diikuti dengan nafsu dan birahi. Untuk kali ini, ciuman mereka dipenuhi oleh perasaan hangat dan juga kasih sayang.

Tepat pukul 12 malam, dorm Seventeen diramaikan oleh pada member yang merayakan ulang tahun Mingyu. Lelaki jangkung itu tersenyum bahagia ketika para membernya menyanyikan lagu ulang tahun untuknya. Senyumnya semakin mengembang saat seseorang yang menjabat sebagai roommate sekaligus kekasihnya itu memakaikan topi ulang tahun untuknya.

Make a wish, first.” Ucap Joshua. Mingyu memejamkan netranya kemudian meniup lilinnya.

Thanks, guys. I love you.” Ujar Mingyu. Senyumnya masih terpatri di wajah tampannya.

Love kita semua atau Kak Wonu aja nih?” Ledek Seungkwan. Mingyu melirik kekasihnya yang hanya menatapnya sambil menaikan kedua alisnya, dan Mingyu hanya tertawa melihat respon dari kekasih tsunderenya itu.

“Ya udah, tugas kita cuma ngerayain, sisanya terserah Wonu.“Ujar Jeonghan sambil tersenyum penuh arti.

“Hadiah utama, ya?” Timpal Dokyeom dan membuat member Seventeen tertawa.

Setelah itu, seluruh member Seventeen keluar dari kamar Mingyu dan Wonwoo. Hanya tersisa mereka berdua. Mingyu menatap Wonwoo sambil tersenyum, lelaki jangkung itu juga memasang puppy eyes-nya. Sementara Wonwoo hanya meliriknya

Unusual Morning

Seungwoo segera keluar kamarnya setelah dia cuci muka, dan sikat gigi. Gak lupa bawa kunci kamarnya Zyra. Laki-laki itu buka pintu kamarnya Zyra dan masuk gitu aja. Cewek itu masih tiduran di balik selimutnya.

“Mau sarapan sekarang gak?” Tanya Seungwoo.

“Iya deh, saya laper banget.” Pas Zyra turun dari kasurnya, Seungwoo langsung palingin wajahnya.

“Kamu udah gak mabok kan?” Tanya Seungwoo.

“Ya, nggak lah. Masih pusing dikit sih.” Seungwoo ngehembusin nafasnya.

“Saya tunggu di luar.” Seungwoo segera keluar dari kamar Zyra. Sementara cewek itu bingung sama sikapnya Seungwoo. Zyra segera cuci muka dan gosok gigi. Waktu mau pake celana, dia baru sadar, ternyata...

Dia gak pake celana dari tadi. Cuma pake celana dalem warna putih. Zyra ngehembusin nafasnya. Dia kayak udah gak begitu pusingin lagi kalau dirinya ngelakuin hal malu-maluin depan dosennya itu. Ya masih malu sih, tapi gak akan se-awkward awal-awal gitu.

Setelah Zyra pake baju yang dibeliin Seungwoo, dia keluar kamarnya dan ngunci.

“Yuk.” Ajak Zyra, berusaha biar gak canggung.

Mereka berdua segera turun pake lift. Keduanya males makan sarapan yang disediain sama hotel. Zyra sama Seungwoo lebih milih beli makan di luar aja, sekalian sambil cari udara seger katanya Zyra.

Setelah muter-muter, akhirnya Zyra bilang kalau dia mau makan bubur aja. Seungwoo nurutin keinginan Zyra dan makan bubur di pinggir jalan.

Selama makan, mereka diem-dieman aja. Kepala Zyra juga masih sedikit pusing akibat dia mabok berat semalem. Seungwoo juga mikirin kejadian, uhuk, ciuman mereka semalem. Sekitar 15 menitan, mereka udah selesai makan.

“Saya pengen jalan keliling dulu. Kamu kalau mau duluan ke hotel gak apa-apa.” Kata Zyra.

“Ikut aja, saya juga udah lama gak pernah jalan kaki.” Keduanya jalan-jalan, masih gak ada yang buka suara. Zyra dan Seungwoo asik ngeliatin pemandangan Jakarta di pagi hari.

“Mau sepedaan gak?” Tawar Seungwoo.

“Mau.” Jawab Zyra cepet. Seungwoo segera sewa dua sepeda yang ada disitu dan segera pergi buat keliling-keliling. Mereka berdua keliling di taman sambil ngerasain udara ibu kota.

Selang 20 menit, keduanya milih buat duduk di pinggir taman sambil ngeliatin orang-orang yang masih asik olahraga. Ada juga yang sibuk foto-foto, dan ada juga ibu-ibu yang lagi senam.

“Seru juga ternyata pagi-pagi jalan-jalan gini.” Kata Zyra, netranya masih fokus natap sekelilingnya.

“Kamu gak pernah olahraga pagi?” Tanya Seungwoo.

“Nggak, males. Lebih suka tidur aja, lagian jadwal saya juga pagi semua.” Jawab Zyra.

“Alesan aja. Padahal kan bisa bangun setengah jam lebih awal dari biasanya, terus gerakin badan, kan jadi enak mandinya juga.” Kata Seungwoo. Zyra noleh ke dosennya itu.

“Gak bisa bangun pagi, soalnya malemnya begadang.”

“Ya, jangan begadang dong.”

“Skripsian.”

“Bisa dikerjain dari 8 malem, Zyra. Sebelum jam 12 udahan ngerjainnya, terus tidur.”

“Kamu jadi papa saya aja mending.” Kata Zyra. Laki-laki di sebelahnya natap dia sambil ketawa kecil.

“Papa saya gak pernah ngingetin apa-apa. Gak pernah nyuruh saya olahraga. Gak pernah ingetin saya skripsian. Gak pernah ngelarang saya begadang.” Seungwoo ketawa dengernya.

“Papa gula?” Zyra juga ketawa denger ucapan Seungwoo.

“Kamu tau juga ternyata istilah itu.”

I'm not that old, Zyra.“Ucap Seungwoo dan bikin Zyra makin ketawa.

“Aduh kepala saya pusing lagi gara-gara ketawa.” Katanya Zyra sambil pegangin kepalanya.

“Boleh jadi papa gula saya, nanti saya minta skripsi saya dilulusin aja.”

“Itu kan ada di tangan penguji.” Bales Seungwoo.

“Kamu negolah ke pengujinya biar saya dilulusin.” Jawab Zyra.

“Oh iya, kamu udah kirim revisi ke Bu Ella?” Tanya Seungwoo.

“Udah kok.” Jawab Zyra.

“Bagus kalau gitu.”

“Semalem saya ngapain aja?” Seungwoo ngelirik Zyra sekilas.

“Beneran mau diomongin?” Tanya Seungwoo.

“Ehm... Gak apa-apa.” Jawab Zyra.

We're kissing.” Kata Seungwoo.

“Hah?” Zyra kaget waktu denger, padahal dia kira dia bakal biasa aja kalaupun denger.

We?” Tanya Zyra.

Yes. You and I.” Bales Seungwoo.

“Maaf.” Kata Seungwoo. Zyra diem dulu, bingung juga.

It's okay. Harusnya saya yang minta maaf, kamu gak akan gitu kalau saya gak duluan.” Timpal Zyra.

“Kamu... Udah baikan?” Tanya Seungwoo hati-hati. Zyra senyum kecil, terus nundukin kepalanya. Dia natap rumput sambil mainin kakinya. Setelah itu dia hembusin nafasnya berat dan natap kosong ke depan.

It's okay if you won't to tell me. It's your privacy.” Kata Seungwoo lagi. Dia bisa liat kalau ekspresi Zyra berubah, meskipun tetep senyum, tapi dari sorot matanya keliatan gak bahagia.

Sorry, I can't tell you. I just... It's hurt so much when I try to remember it.” Ucap Zyra. Walaupun terlihat tenang, tapi nada suaranya sedikit bergetar.

Need a hug?” Zyra noleh ke arah Seungwoo yang senyum teduh banget ke arahnya. Perempuan itu senyum juga dan menghambur ke pelukan Seungwoo. Tanpa sadar, air matanya turun gitu aja. Seungwoo usapin rambut Zyra lembut. Laki-laki itu tau kalau perempuan yang lagi dia peluk itu nangis. Dia bisa ngerasain kalau badan Zyra sedikit bergetar.

I hate this world.” Gumam Zyra di tengah tangisnya.

I... I hate myself.

I never ask to be born.

I hate them.” Seungwoo cuma dengerin omongan Zyra, gak berniat buat bales. Seungwoo tau kalau Zyra cuma butuh didengerin aja. Karena menurutnya, gak ada orang yang berperan sebagai pendengar di hidupnya Zyra. Termasuk kedua orang tuanya. Seungwoo bisa ngerti kalau Zyra punya masalah sama kedua orang tuanya meskipun Zyra gak bilang.

Gadis itu selalu keliatan iri ketika dia liat ada keluarga yang harmonis. Zyra selalu natap orang tua yang lagi becanda bareng sama anak-anaknya. Seungwoo tau itu, dia suka perhatiin Zyra. Kayak tadi waktu baru datang ke taman, ada seorang ibu yang suapin anaknya makan, sementara ayahnya ngegendong anaknya itu. Seungwoo bisa liat kalau Zyra senyum, tapi tatapannya keliatan iri.

Selang sepuluh menit, akhirnya Zyra berhenti nangis, tapi dia masih gak ada niat buat lepasin pelukannya.

“Sebentar, saya malu. Wajah saya pasti sembab.” Kata Zyra dan bikin Seungwoo ketawa.

“Gak usah ketawa.” Ucapnya lagi galak.

“Gak ada yang liat tau, lagi pada sibuk senam sama main.” Bales Seungwoo.

“Tapi kamu liat.” Jawab Zyra.

“Emang kenapa?”

“Ya malu.” Zyra jawabnya ketus dan malah bikin Seungwoo ketawa lagi.

Kemudian Zyra ngelepas pelukannya setelah dua menitan. Sebenernya idungnya masih merah, matanya juga masih keliatan sembab.

“Gak usah ketawa.” Zyra ngedelik sebel.

“Lucu abisnya.” Ledek Seungwoo.

“Gak usah ketawa ya, Bapak.” Zyra sengaja nekenin kata 'Bapak.' Tapi laki-laki itu masih aja ketawa dan bikin Zyra sebel. Setelah puas ketawa, Seungwoo natap Zyra.

“Zyra.” Panggil Seungwoo lembut, perempuan yang dipanggil noleh. Seungwoo natap tepat di bola mata Zyra. Terus laki-laki itu senyum dan dia genggam tangan Zyra lembut.

I don't know what's your problem, but I know if you can through this. I know you can survive this situation. I know you're stronger than you know.” Seungwoo ngasih jeda. Dia masih natap Zyra lembut. Senyumnya juga gak lepas dari bibirnya.

And I know if you deserves the happiness. You're worth, Zyra. Please don't hate yourself.

“Kamu tau? Suatu saat nanti pasti akan ada yang bisa buat kamu bahagia. Akan ada orang yang bisa bikin kamu menatap dunia dengan positif. Pasti akan ada seseorang yang bikin kamu lebih sayang sama diri kamu sendiri. Dan pasti akan ada orang yang ajarin betapa berharganya dan pentingnya kamu buat dia.” Kata Seungwoo.

“Mungkin gak sekarang, but I know if someday you will meet with him.

So, please survive all of this challenge, I know you'll will win and meet with people who love you.” Senyun Seungwoo semakin lembut, genggamannya terasa hangat, menjalar ke seluruh tubuh Zyra. Gadis itu ikut senyum.

Thanks a lot for your word, it's really comfort me.” Bales Zyra sambil senyum.

Gue lagi di lobi fakultas, nunggu Kak Naya yang katanya mau samperin kesini, soalnya mau makan di kantin fakultas gue. Padahal mahal anjir. Kantin fakultas komunikasi tuh kantinnya kaum borju anjrit. Gue lebih milih kantin teknik yang murah meriah, sampe perut gue penuh, duit gue masih aman kalo makan di kantek tuh.

Waktu gue lagi main hp, ada orang nepuk pundak gue, dan ternyata Kak Naya. Gue langsung berdiri. Kayaknya Kak Naya jalan, soalnya keliatan kepanasan gitu. Maklum, fakultas dia ke fakultas gue lumayan jauh. Tadinya gue nawarin buat jemput, tapi dia bilang gak usah, jadinya gue tunggu aja.

“Bentar, Din. Ngadem dulu.” Katanya sambil kipasin wajahnya sendiri.

“Dibilang juga tadi gue jemput aja.”

“Ngerepotin ah.” Katanya.

“Bentar, tunggu ya.” Gue pergi dulu sebentar ke koperasi yang deket sama fakultas gue, terus balik lagi sambil bawa tisu.

“Keringetan kan jadinya.” Gue lapin keringet Kak Naya yang ada dijidatnya.

“Makasih, Din, hehe.” Katanya. Gue ngobrol sebentar sama doi di lobi fakultas. Pas gue cek notif, ternyata Bang Ochi ngeliat gue. Gue cari tuh jelemaan maung, tapi gak ada, gak keliatan sama gue. Emang setan mah kan gak kasat mata ye.

“Nyari siapa, Din?” Tanya Kak Naya yang liat gue celingukan.

“Titisan maung cisewu.” Jawab gue.

“Ochi maksudnya?”

“Iya, kak. Dia doang yang pengen kesurupan maung.” Kak Naya ketawa doang waktu denger jawaban gue.

“Udah lah, bodo amat. Makan hayuk, kak. Gue udah laper.” Ajak gue. Kak Naya nyodorin tangannya, minta gue buat narik dia.

“Badan gue berat banget.” Katanya masih di posisi duduk.

“Banyak dosa lu, kak.” Jawab gue, terus pegang tangannya dan narik dia.

“Hehe, yuk.” Gue sama Kak Naya segera ke kantin fakultas terus pesen makan. Kak Naya pesen beberapa cemilan juga, pengen nyoba katanya, sebelum dia lulus.

Untungnya sebelum gue makan disini, gue nanya dulu ke Bang Mingyu yang emang sering makan di kantin fakultas, jadinya gue bisa rekomendasiin makanan yang enak buat Kak Naya.

“Enak deh nasgor katsunya.” Kata Kak Naya. Gue cuma senyum aja. Thanks buat Bang Mingyu.

“Lu sama Bang Hao gimana, Kak?”

'Uhuk.'

Kak Naya langsung keselek pas denger pertanyaan gue. Gue langsung bukain botol air mineral punyanya doi, dan nyodorin air minumnya.

“Kenapa deh, Kak?” Tanya gue. Dia gelengin kepalanya.

“Maksudnya gue sama Hao?” Tanya dia.

“Ya itu, project butik Bang Hao, gimana?”

“Oh... Itu. Agak ketunda, Din.” Jawab dia.

“Kenapa?”

“Gue sama Hao kan lagi sama-sama banyak tugas pra-uts juga, sama ya masalah-masalah lainnya.” Jawab Kak Naya. Gue ngerutin dahi.

“Masalah apa, Kak?”

“Ehm... Tugas gue, pusing banget, gak kelar-kelar, mana sempro juga.” Bales Kak Naya. Gue baru inget kalo Kak Naya udah ambil sempro.

“Sibuk ya, Kak?”

“Lumayan sih. Banyak pikiran aja akhir-akhir ini.” Katanya.

“Kalo lagi ada masalah, lu boleh kok kak ceritain ke gue. Ya emang sih gue juga belum tentu bisa bantu, tapi siapa tau lu bisa lega kalo ceritain ke gue.” Kata gue sambil garuk tengkuk gue. Malu aja gitu ngomong kayak gitu. Kak Naya senyum terus ngacak rambut gue.

“Gemes banget dedek Didin.”

“Udah gede ih, Kak.” Cibir gue.

“Iya deh, adek gede.” Ledek dia terus lanjut makan lagi. Gue tuh suka salting sendiri kalo diledekin Kak Naya, tapi kalo diledek yang lain, suka emosi bawaannya.

“Berduaan aja nih, tiati orang ketiganya setan.” Gue sama Kak Naya noleh waktu denger suara terkutuk itu.

“Lu setan.” Kata gue ke Bang Kiming.

“Eh Mingyu, sendiri aja?” Tanya Kak Naya.

“Jiakh... Beneran berantem ye lu sama si Kejora?” Ledek gue. Mukanya langsung sepet.

“Sotoy lu, orang gue sama temen gue yang lain.” Jawab dia.

“Loh kok sewot?”

“Jangan sampe gue siram wajah lu pake kuah batagor.” Katanya yang lagi bawa semangkok batagor kuah.

“Weits, galak bener yang lagi musuhan sama gebetan.” Seneng banget dah gue ledekin Bang Kiming, soalnya dia pasrah aja kalo diledek.

“Dah lah, gak baik ladenin bocah baru gede kemaren sore. Duluan ya, Nay.” Bang Kiming pergi ke ujung kantin, emang ada temen-temennya yang gue kenal juga beberapa. Emang squadnya anak hits semua tuh abang gue.

“Mingyu sama Kejora kenapa?” Gue ketawa aja dengernya.

“Gak tau, Kak. Tapi kata Bang Dikey, mereka berdua lagi berantem.” Jawab gue.

“Mereka tuh udah jadian?”

“Php Bang Mingyu mah. Gak tau dah si Kejora bakal dijadiin atau nggak. Atau malah Kejora balikan sama Bang Dikey. Seru banget, sinetron azab kalah.” Kata gue.

“Adek durhaka emang.” Celetuk Kak Naya.

“Mereka juga abang durhaka.” Bales gue.

“Oh iya, semalem tuh Bang Hao nanya gimana kalau gebetan diambil sama temen deket sendiri...” Belum juga gue selesai ngomong terus Kak Naya keselek lagi.

“Maaf maaf. Gue kaget aja.” Katanya.

“Emang Hao punya gebetan?” Tanya Kak Naya.

“Nah itu, Kak. Bang Hao punya gebetan apa ya? Terus siapa yang ngambil gebetan dia? Setau gue, Bang Hao juga punya circle sama temen jurusannya, tapi katanya gak deket-deket amat, sekedar nongkrong doang.” Jelas gue.

“Masa Bang Hao yang ambil gebetan temennya?” Kak Naya ngerutin dahinya.

“Bisa jadi sih.” Katanya.

“Tapi gue gak percaya ah. Bang Hao mah gak akan gitu.” Bales gue.

“Lagian kan Bang Hao juga katanya dijodohin.” Kak Naya nganggukin kepalanya.

“Lu tau, Kak?”

“Tau, kan dia bilang juga ke gue waktu lagi ngomongin project minggu lalu.” Jawab Kak Naya.

“Ya udahlah ya, gue mah yakin Bang Hao bisa atasin semuanya.” Kak Naya senyum terus makan lagi nasgornya.

“Lu sering makan disini?” Tanya Kak Naya.

“Nggak sih, kak. Lebih sering makan di kantin teknik.” Jawab gue.

“Emang sih kantin teknik terbaik.” Bales Kak Naya.

“Murah banget, porsinya banyak lagi.” Ternyata sekaya-kayanya Kak Naya, masih suka makanan murah.

“Iya kan? Udah paling juara kantek tuh.”

“Kapan-kapan makan di kantek yuk?” Ajak Kak Naya.

“Ayok aja, kak.” Jawab gue.

“Oh iya, lu ikutan kepanitiaan yang pengmas itu, ya?”

“Iya kak, lu kenapa gak ikut? Sibuk ya?”

“Asli deh, sebenernya gue pengen ikut, tapi ya gitu. Sempro iya, tugas iya, project juga iya. Gak bisa ikut kepanitiaan lagi.”

“Padahal seru tau, kak.”

“Iya ya? Gue tuh pengen sebenernya ikut acara pengmas gitu.”

“Bulan depan ada pendaftaran buat volunteer kok, kak. Kalau lu mau, bilang aja ke gue. Kerjanya juga gak seberat panitia.” Kata gue.

“Oh iya? Nanti deh gue liat sikon dulu. Kalo udah gak begitu sibuk, gue ikut.”

“Sip.”

Gue sama Kak Naya ngobrolin kepanitiaan lagi. Emang kita berdua tuh anaknya kura-kura banget. Sering satu kepanitiaan, tapi baru deketnya ya kemaren waktu acara festival musik itu. Setelah selesai makan, gue sama Kak Naya milih buat balik aja. Gue anterin dulu Kak Naya ke kosannya terus gue balik ke kontrakan.

Gue udah bisa liat dari jarak sepuluh meter keberadaan Kak Oris dari rambutnya yang diiket tinggi-tinggi terus pake baju warna ungu dan lagi berdua sama Kak Naya.

“Hai, cowok.” Sapa Kak Oris sambil nyengir. Emang dah ceria banget doi tuh.

“Dah, balik aja. Cowok gue udah dateng.” Usir Kak Oris ke Kak Naya, dan dia misuh-misuh. Gue mah ketawa aja liat mereka berdua kalo udah berantem.

“Kak Naya mau kemana?” Tanya gue.

“Ketemu Hao.” Jawabnya.

“Kirain ketemu Dino.” Ledek gue. Kak Naya sama Kak Oris liat-liatan gitu.

“Jangan digituin, kasian.” Kata Kak Oris.

“Kenapa kasian?” Gue bingung, soalnya emang perkataan gue ada yang menyinggung?

“Kasian aja, gak dikasih kepastian. HAHAHAHA.” Kak Naya langsung narik rambut Kak Oris yang diiket itu.

“Naya anjir monas gue!” Kata Kak Oris sambil megangin rambutnya. Iya, yang dia bilang monas tuh rambutnya, soalnya dia selalu iket rambutnya tinggi-tinggi kayak Monas. Aneh? Ya, emang, cewek gue doang yang begitu.

“Udah ah, jomblo mah sensian. Hayuk jalan.” Kak Oris langsung ngejauh dari Kak Naya yang masih aja misuh.

“Duluan ya, Kak.” Pamit gue.

Gue sama Kak Oris jalan ke parkiran dan gue kasih dia helm. Tapi Kak Oris gak pake helm-nya. Dia juga gak naik motor. Kak Oris diem berdiri sambil ngeliatin gue dan bikin gue bingung.

“Gak naik?” Tanya gue. Dia gak bales omongan gue, tapi masih ngeliatin gue. Asli deh, gue gak ngerti maksudnya.

“Kenapa?” Tanya gue lagi. Kak Oris cemberut.

“Baju gue gimana ih? Komentarin dong.”

Ternyata dia diem soalnya pengen gue komentarin bajunya doang, gue kira dia kebelet atau kerasukan gitu.

“Bagus kok. Cocok sama lu, kak.” Jawab gue.

“Udah gitu aja?” Tanya Kak Oris.

“Cantik, kak.” Jawab gue. Terus Kak Oris senyum lebar dan pake helm-nya.

“Ayok jalan!” Katanya semangat.

Gue sama Kak Oris pergi ke Kopi Warga yang ada di daerah Dago, soalnya gue inget Kak Oris pengen banget nyoba soft cookies-nya, dan bener aja, Kak Oris pesen soft cookies-nya.

“Udah gak kepo lagi, kan?” Tanya gue waktu Kak Oris makan kuenya.

“Udah nggak dong, hehe.” Jawabnya sambil terus makan.

“Nih.” Kak Oris suapi gue soft cookies-nya, dan ya emang enak sih.

“Project lu yang buat UTS gimana, kak? Udah?” Tanya gue.

“50% lagi lah kira-kira.” Jawab doi.

“Cepet juga ngerjainnya.”

“Iya cepet. Cepet stres.” Bales Kak Oris.

“Begadang ya, lu?” Tanya gue.

“Gak mungkin nggak. Kalau gak begadang, gak selesai tuh tugas sebelum UTS.” Jawabnya.

“Nangis?” Gue tau kebiasaan Kak Oris tuh suka nangis kalau lagi banyak tugas. Kayaknya hampir semua orang begitu sih gue rasa.

“Iya.” Jawabnya.

“Kalau stres, bilang gue. Gue gak apa-apa direpotin lu.”

“Iya, adek.”

“Kadang gue tuh ngerasa pacaran sama orang yang lebih tua, tau.” Kata Kak Oris.

“Kenapa?”

“Soalnya ya lu dewasa gitu.”

“Dari segi mananya?”

“Omongan lu, cara lu memperlakukan orang lain, dan cara lu mandang dunia dari berbagai perspektif.” Jawab dia. Gue senyum terus usap rambutnya sekilas.

“Anak kontrakan lu apa kabar? Udah lama gue gak kesana.” Tanya Kak Oris.

“Sama aja, sama gilanya. Malah semakin hari semakin meningkat.” Jawab gue asal, tapi bener.

“Dikey gimana? Kan kata lu kemaren dia galau berat.”

“Udah bisa ketawa sama becanda sih, tapi gue rasa Bang Dikey masih sedih banget sih.”

“Iyalah, pasti sedih banget. Dikey udah pacaran kan dari SMA, terus tau-tau kayak gitu, nyesek banget sih pasti.” Timpal Kak Oris.

“Masih belum tau cowoknya siapa?” Tanya Kak Oris lagi, gue gelengin kepala, terus ngehembusin nafas berat. Kasian asli gue mah sama Bang Dikey, soalnya kadang gue suka liat dia ngelamun sendiri di balkon.

“Sepupu lu? Gimana kabarnya?” Tanya Kak Oris lagi.

“Baik kali, gak pernah chat gue sama dia tuh.” Jawab gue.

“Tengokin sekali-kali, kasian tau gak ada siapa-siapa disini.” Bales Kak Oris.

“Males ah, nanti ngajak yang nggak-nggak.”

“Ingetin makanya.”

“Susah. Gue tuh ya, lebih ngerasa deket sama anak kontrakan dari pada sama keluarga gue. Padahal gue baru ketemu mereka setahun, tapi lebih klop aja gitu kerasanya.” Kak Oris senyum denger omongan gue.

“Temen-temen lu emang care to each other, gak heran kalau lu lebih ngerasa deket sama mereka. Mungkin mereka juga ngerasain hal yang sama.” Bales Kak Oris.

Gue sama Kak Oris ngobrol lagi, random deh pokoknya, tapi lebih banyak Kak Oris yang musingin tugas akhirnya. Apalagi dia juga kan udah ambil seminar proposal.

“Nanti lagi kalo jalan sambil dikerjain aja sempro-nya, gak apa-apa kok gue.” Kak Oris tuh gak enak kalo lagi jalan, terus nyuekin gue, makanya dia gak mau bawa-bawa laptop kalo jalan bareng, padahal gue juga biasa aja.

“Tapi masa lu ngeliatin gue doang, nanti malah gabut.”

“Nggak, Kak. Gue temenin sampe ide lu mentok.” Jawab gue.

“Uwu banget pacar gue, ahayy.” Kak Oris kalo udah kayak gini kayak tante-tante nemu brondong asli dah.

“Eh, pulang yuk? Udah mendung.” Ajak Kak Oris, gue liat keluar, ternyata emang udah gelap langitnya. Gue dan Kak Oris segera beresin barang kita dan cabut dari sana.

30 menit sebelum acara di mulai, gue masih sibuk bacain chat anak-anak kebadutan yang gak pernah ada faedahnya itu. Sampe gue capek, takut pipi gue kempot gegara tawa mulu.

“Laku keras ye.” Kata seorang cewek sambil nepuk bahu gue. Gue noleh ke cewek itu. Iya, dia Maura. Buat hari ini, dia gak jadi partner gue, tapi dia jadi moderator acaranya.

Jurusannya dia alias Hubungan Masyarakat, lagi ada acara, dan gue disuruh jadi MC-nya, tentunya atas usul dari Maura. Emang baik banget sih ini anak, cuma bloon aja kadang yang suka bikin gue greget sendiri.

“Minum dulu yang banyak, acaranya bakal lama.” Maura nyodorin minum ke gue.

“Nanti gue kebelet pipis kalo kebanyakan minum.” Bales gue.

“Dari pada lu ntar haus, terus suara lu jadi serak, mending kalo serak, tiba-tiba melengking kayak badot gimana coba?” Gue ketawa dengernya.

“Nih.” Gue terima air yang dikasih Maura terus gue minum, gak mau terlalu banyak juga, takut beser gue.

“Mampus lu, Dino duduk paling depan.” Kata Maura waktu liat ke kursi audience.

Anjrit banget emang si Dino, dia pasti sengaja duduk paling depan biar bisa godain gue pas lagi mandu acara. Gue gak boleh liat ke dia selama acara.

Setelah 30 menit, akhirnya acaranya mulai. Gue segera buka acara, dan mandu acara. Gak mau gue liat ke si Dino, soalnya tadi aja itu anak ketawa-ketawa mulu, belum aja gue lempar proyektor.

Gue segera minum waktu narasumbernya ngomong. Kebetulan gue duduk sebelah moderator alias Maura yang dari tadi gawenya cuma mindah-mindahin slide doang.

“Enak ye mindah-mindahin doang.” Celetuk gue, becanda doang gue.

“Diem, atau mulut lu gue geprek. Gue harus fokus biar slide-nya sesuai.” Jawab Maura sambil fokus ke narasumbernya. Gue nahan ketawa banget liatin Maura yang fokus banget. Keningnya sampe ngerut gitu. Terus selama beberapa menit, gue malah jadi liatin Maura aja, lucu aja liatnya.

“Kagak usah liatin gue, gue tau gue mirip Ariana Grande.” Kata dia pelan, tapi matanya tetep fokus ke narasumbernya.

“Ariana Granat mah iya.” Bales gue. Terus gue perhatiin narasumbernya juga, gue dengerin tuh, tapi ngantuk, cuy, kagak ngarti juga gue. Jurusan gue ada sih matkul yang hampir mirip sama public relation, namanya tuh Kemampuan Berbicara dan Presentasi Depan Publik alias public speaking. Mirip gak sih? Mirip lah ya, sama-sama harus ngandelin omongan.

Gue tuh males dengerin, tapi gue harus denger, biar tau poin-poinnya, soalnya biar gue gak clueless aja gitu sebagai MC. Gue biasanya sebutin lagi poin utama dari materi narasumber biar keliatan lebih profesional aja gitu.

Pas gue lagi dengerin, Maura tuh gak mau diem, gue jadi nengok ke cewek sebelah gue ini. Kakinya dari tadi goyang-goyang. Terus tadi juga sempet agak telat pindahin slide.

“Lu kenapa sih?” Tanya gue. Gak biasanya Maura kayak gini.

“Pengen pipis anjrit, sumpah gak kuat.” Bales dia.

“Ya udah sana pipis dulu, nanti gue pindahin, gue merhatiin kok.” Kata gue.

“Bener, ya? Sumpah makasih banget, bentar ya, ngebut nih gue pipis.” Setelah itu, Maura pergi ke toilet dulu, dan gue cuma ketawa kecil aja gara-gara tingkahnya.

Gak lama, Maura balik. Wajahnya keliatan lebih lega. Sebelumnya wajah dia kayak anak sekolah keciduk guru BK lagi mau kabur, tegang banget.

Thanks, hehe.” Katanya sambil nyengir.

“Kata gue juga jangan kebanyakan minum, beser kan lu.” Bales gue.

“Biasanya nggak, ih.” Jawab dia

“Hadeh susah nih dibilangin.” Kata gue.

“Berisik lu ah kayak ikan.” Bingung gak lu? Perasaan ikan kerjanya cuma megap-megap doang, kagak ada tuh suara ikan.

“Abis acara ini kelar, mau kemana?” Tanya gue. Maura noleh sebentar.

“Balik lah, tapi kalo mau diajak jalan, dengan senang hati.” Jawab dia.

“Pede banget.” Bales gue.

“Lu mau ngajak gue jalan kan makanya nanya begitu?”

“Kagak sih, sotoy lu. Nanya aja gue tuh.” Bales gue.

“Ya udah kalo gitu.” Katanya lagi.

Akhirnya narasumbernya selesai ngisi materi. Gue segera jalan lagi ke tengah panggung dan ngasih ulasan sama sebutin lagi poin-poin penting yang tadi disampein sama narasumber.

Setelah acaranya selesai, gue langsung turun dan ngejitak si Dino yang dari tadi gangguin gue, eh itu manusia malah ketawa-ketawa, mana dia fotoin gue, yang jelas foto aib. Kurang ajar emang ini manusia.

“Din, jadi kerja kelompok?” Tanya pacar Bang Shua, alias Jingga.

“Eh Seungkwan. Tadi kamu asik banget bawain acaranya.” Puji dia. Emang ni cewek adem banget, cocok lah sama Bang Shua, walopun kadang itu abang-abang suka ngeselin juga.

Thanks, loh, Ngga.” Bales gue.

“Kerja kelompok di kontrakan, pan?” Tanya Dino.

“Iya. Maura mana deh?” Tanya Jingga.

“Tuh, masih ngobrol sama dosen kayaknya.” Jawab gue.

“Ya udah, tungguin Maura aja.” Kata Jingga.

“Kita duluan aja, nanti Maura sama manusia ini.” Bales Dino, gue jepret tuh mulutnya, mampus banget.

“Anjrit ya lu, kekerasan.” Protes Dino.

“Udah yuk ah, Jing.” Asli, gak enak banget si Dino manggilnya. Abis itu, mereka berdua pergi.

“Lah ku masih disini? So sweet amat nungguin gue.” Kata dia. Pede banget ya Allah.

“Lu mau kerja kelompok kan sama Jingga Dino?” Tanya gue

“YA ALLAH GUE LUPA!” Kenceng amat, toa kalah.

“Ya udah buru, bareng gue.” Ajak gue, gue jalan duluan.

“Katanya bareng, tapi malah duluan.” Katanya. Gue berhenti dulu, terus nengok.

“Lama lu ah.” Kata gue, tapi tetep nungguin Maura.

Gue sama dia segera ke parkiran. Gue gak bawa helm dua, jadinya harus jalan tikus biar gak ditilang.

“Mau jajab dulu, hehe.” Kata Maura sebelum naik motor.

“Jajan mulu.” Bales gue.

“Laper tau.”

“Makan berat, jangan ngemil.”

“Sama aja makan.”

“Beda, Maura. Gak kenyang.”

Udah tuh, malah debat kita berdua di bawah pohon kersen, mana panas lagi kan, nyebret banget anjrit.

“Ya udahlah, beli apa aja, tapi nasi juga.” Kata gue sambil naik motor, akhirnya dia juga naik.

“Mau itu.” Maura nunjuk tahu bulat, terus gue berhenti disitu.

“Gue juga mau, 15 rebu aja satuin.” Kata gue, terus Maura pesen, setelah itu gue bayar.

“Makan apa?” Tanya gue.

“Pecel ayam deh.” Jawab dia. Gue segera jalanin motor gue ke tujuan. Gue juga pesen, laper soalnya walopun gue dapet makanan dari acara tadi, tapi belum gue makan, pengen nasi.

Selang 10 menitan, akhirnya selesai, gue sama Maura segera ke kontrakan. Di kontrakan ternyata ada Bang Uji, Bang Wonu, Teh Odri, Dino, Jingga, sama Bang Dikey.

“Lama amat nih sejoli.” Celetuk Dino.

“Cocot banget curut.” Bales gue.

“Makan dulu deh, laper.” Kata Maura.

“Tau gitu titip ayam geprek.” Kata Dino.

“Males, lama ah.” Bales gue.

“Kalo mau pesen makan, gue juga mau dong.” Kata Teh Odri.

“Abang-abang mau makan juga gak?” Tanya Dino.

“Maulah, laper belum makan dari orok.” Hiperbola emang Bang Dikey.

Mereka semua pesen makan dulu, gue ganti baju dulu ke kamar, terus balik lagi ke ruang tamu. Mereka lagi pada ngobrol aja.

Setelah setengah jam, akhirnya makanan yang lain datang, dan kita semua makan bareng, terus abis itu gue duduk aja disana sambil ngobrol sama yang lain. Sekitar jam 2-an, Bang Mingyu datang. Maura riweuh banget pas ada Bang Mingyu.

“Eh, Kak Mingyu. Baru pulang, kak?” Tanya Maura. Sok manis banget anjrit.

“Eh, Maura. Iya nih baru pulang.” Jawab Bang Mingyu sambil senyum. Hadeh fakboi mode.

“Balik mangkal lu?” Celetuk gue.

“Sekate-kate ye mulut lu.” Bales dia.

“Dih, kan gue nanya. Tadi katanya lu gabut.”

“Ya emang.” Jawab Bang Mingyu.

“Kak Mingyu udah makan?” Tanya Maura.

“Udahlah pasti sama gebetannya.” Gue yang jawab.

“Sewot amat lu anjrit, kelamaan main sama Bang Wonu.”

“Setuju sih gue.” Bales Teh Odri.

“Bacot, mending lu ganti baju, gerah liatnye.” Suruh gue.

“Hatinya gerah?” Ledek bang Dikey sambil senyum tai kuda.

“Ngapain juga anjir? Gak ada yang bikin gue gerah.” Bales gue.

“Ah masyak?” Sumpah Bang Dikey minta disumpel lap mulutnya.

“Kirain gerah gara-gara ada yang nanyain Mingyu udah makan apa belum.” Bang Wonu juga anjrit banget julidnya.

“Mau, jangan nanya-nanya gitu ke Mingyu. Ada yang gerah.” Kata Teh Odri.

“Dih, males.” Bales gue.

“Dih, orang maksudnya diri gue sendiri. Gue kan demen Mingyu kali.” Gue cuma muterin bola mata males.

“Kalo demen gue mah bilang aja kali, pasti ada cashback-nya, nggak 30% kayak shopeepay, cashback-nya 100% kalo demen gue mah.” Ini lagi si Maura, apaan coba maksudnya? Pede banget anjir.

“Dah lah, mendingan lu pada kerjain dulu tugas kelompok noh.” Kata gue, terus gue berdiri mau ke kamar.

“Kemana, Kwan?” Tanya Jingga.

“Ke atas, Ngga.” Jawab gue.

“Oh kirain mau mandi.”

“Ngapain juga?”

“Soalnya kan kamu gerah katanya.” Allahu Akbar, ternyata Jingga udah sama ngeselinnya kayak Bang Shua.

“Mandi mandi, bau lu. Bau gosong.” Celetuk Bang Uji.

“Ya gimana gak bau gosong? Hatinya terbakar. HAHAHAHA... Pftt... ANJRING!” Resek emang Bang Dikey, ya udah gue sumpel kertas nasi bekas gue makan tadi, terus gue kabur ke kamar.

Another Man

Wonwoo segera turun menggunakan lift waktu dia baca chat dari Mingyu. Dia sempet papasan juga sama Joshua, Seungkwan, Hoshi, Woozi, tapi dia cuma semoet nyapa aja, terus langsung jalan cepet lagi menuju luar kantornya.

Netra Wonwoo langsung menangkap sebuah mobil BMW hitam yang parkir gak jauh dari kantornya. Dia segera samperin mobil itu dan ngetuk kaca jendelanya. Bukannya bukain jendela, Mingyu malah bukain pintunya, nyuruh Wonwoo buat masuk ke mobilnya.

“Kamu tuh ngapain sih kesini?” Mingyu ketawa kecil. Kayaknya pagi ini dia udah kena omel berkali-kali.

“Katanya kamu mau kupat tahu juga, ya udah saya beliin.” Bales Mingyu. Wonwoo ngerutin dahinya terus ngehembusin nafasnya.

It's just a kidding, Mr.Gyu.” Kata Wonwoo.

“Kamu harus makan, kitten. Gak laper apa?” Tanya Mingyu.

“Saya bisa makan di kantin kantor, Mingyu.” Jawab Wonwoo.

“Terus kamu mau balikin kupat tahunya?” Kata Mingyu sambil masang ekspresi sedih.

No. I'll eat this. Tapi, ngerepotin tau.” Mingyu lagi-lagi senyum. Wonwoo punya kebiasaan gak mau ngerepotin orang, padahal Mingyu sendiri yang inisiatif mau kasih.

“Gak ngerepotin, kitten. Saya kan selalu bilang kalau kamu gak pernah ngerepotin aaya.” Kata Mingyu sambil ngacak rambut Wonwoo. Laki-laki berkacamata itu cuma diem aja waktu Mingyu ngacak rambutnya.

“Kamu masuk lagi jam berapa?” Tanya Mingyu.

“Sebentar lagi, ada client soalnya.” Jawab Wonwoo.

“Ya udah kalau gitu, kamu balik lagi aja, misi saya udah selesai, nganterin kupat tahu.” Kata Mingyu sambil nyengir lebar.

“Nanti ya uangnya, saya gak bawa dompet.” Ucapan Wonwoo itu dibales usapan di rambutnya.

“Gak usah, kitten. Saya yang beliin kamu. Pokoknya kamu makan, ya. Biar gembul.” Kata Mingyu sambil mencet pipinya Wonwoo.

“Kayaknya itu mobil client saya deh. Saya duluan, ya. Makasih kupat tahunya, hati-hati.” Wonwoo segera keluar dari mobil Mingyu. Ketika Mingyu mau muter arah di sekitar kantornya Wonwoo, Mingyu liat kalau Wonwoo lagu ngobrol sama laki-laki yang katanya client-nya. Mereka berdua keliatan akrab sampe ketawa-ketawa selama ngobrol.

Mingyu ngeliatin interaksi keduanya. Dia ngerasa kalau pernah liat laki-laki yang lagi ngobrol sama Wonwoo itu.

“Oh itu Seungcheol yang dibilang Wonwoo.” Monolog Mingyu.

Klakson mobil kedenger nyaring, akibat Mingyu neken lama. Wonwoo dan Seungcheol yang lagi ngobrol pun langsung nengok karena kaget. Wonwoo keliatan sedikit gugup. Dia takut ada orang lain yang liat Mingyu. Wonwoo segera samperin Mingyu dan laki-laki yang ada di dalem mobil langsung turunin kaca jendela.

“Kamu kenapa masih disini?” Tanya Wonwoo dengan suara kecil, sesekali dia ngelirik ke arah Seungcheol.

“Gak apa-apa, mau puter arah.” Jawab Mingyu.

“Ya udah tinggal muter aja gak usah pake klakson panjang juga.” Bales Wonwoo.

“Ya udah maaf, gak ada tukang parkir abisnya.” Kata Mingyu.

“Emang gak ada, Gyu.”

“Itu tukang parkir bukan?” Tanya Mingyu sambil nunjuk Seungcheol yang lagi ngeliatin keduanya.

“Bukanlah, dia client saya.” Kata Wonwoo dengan matanya yang membelo.

“Oh, kirain. Ya udah saya pulang dulu. Hati-hati.” Wonwoo ngerutin jidatnya.

“Hati-hati kenapa?” Tanya Wonwoo.

“Hati-hati banyak yang deketin. See you, kitten.” Setelah itu Mingyu segera pergi dari kawasan kantor Wonwoo.