D-Day
“Lo tadi nyuruh gue buru-buru? dan sekarang belum siap kayak gini?“ kata Jendral saat sudah sampai di rumah, menemukan sosok Jevano sedang berbaring santai di ruang televisi.
“Iya sebentar, tunggu sebentar lagi, tanggung,” jawab Jevano sambil menunjuk ke arah televisi.
Jendral mendecak sebal, pasalnya ia rela meninggalkan tongkrongannya karna Jevano yang memaksa minta ditemani. Ia pikir sesampainya di rumah mereka akan segera pergi, namun ternyata tidak.
“Gue balik ke rumah Nathan aja ya?”
“Ya jangan dong, Jen!?”
“Ya makanya cepet. diluar mendung, gue gak mau bawa mobil.”
Kepala Jevano menoleh cepat ke arah Jendral, “Kok gitu? Gue gak mau naik motor, Jen.”
“Lo pergi sendiri ajalah, Jev. Jangan sama gue.”
Melihat wajah Jevano yang tiba-tiba menjadi murung, Jendral pun dengan cepat meralat ucapannya, “Bercanda gue, yaudah buruan. Sekarang atau gak sama sekali.”
Perkataan Jendral membuat Jevano dengan segera bangkit dan berlari ke kamarnya, segera berganti baju, sebelum saudara kembarnya itu berubah pikiran dan benar-benar tak mau menemaninya pergi.
—-
Baru saja keluar dari gerbang perumahan, hujan pun turun dengan derasnya. Membuat Jendral sedikit mendecak sebal,
“Kan apa gue bilang, hujan kan?”
Jevano memutar bola matanya, “Yaudah sih, kan naik mobil juga.”
“Abis di cuci nih, makanya gue males. Lagian lo mau beli apaan sih di Gramed? Gak bisa di gojekin gitu?”
Jevano menggeleng, “Enggak, buku biologi, edisi terbaru. Disuruh sama ibu Ina buat olimpiade.”
“Ibu Ina nih gak mau jadi donatur ya? Nyuruh beli buku mulu tapi gak ngasih duit.” Pundak Jendral dipukul pelan oleh Jevano.
“Ya gak gitu konsepnya! Kan ini buku rekomendasi buat belajar!”
Jendral menggelengkan kepalanya, “Ya ya terserah anak olimpiade dan urusannya lah.”
Setelahnya mereka sampai di tempat tujuan. Jendral memutuskan untuk tidak ikut turun, awalnya ada sedikit perdebatan dari Jevano. Namun Jendral tetap pada pendiriannya, karna kalau ia ikut turun, Jevano pasti akan lama sekali mengelilingi toko buku ini.
Dan benar saja, tak sampai 20 menit, Jevano sudah kembali lagi ke dalam mobil dengan membawa sebuah kantong belanja.
“Tumben cepet?” tanya Jendral begitu Jevano sudah duduk di kursinya.
“Gak seru aja gitu gak ada yang nungguin, boring!” Lalu tubuhnya menghadap ke arah Jendral, “Lo mau gak turun sekarang? Temenin gue keliling?”
Dengan cepat Jendral segera melajukan mobilnya, tidak memberi jawaban lewat kalimat namun langsung bukti di hadapan Jevano.
“Nyebelin banget setan!” seru Jevano. Sementara Jendral terkekeh pelan.
“Lo sering-sering bawa mobil deh. Nanti lama-lama lo lupa gimana caranya bawa mobil. Gimana mau pergi sendiri?” ucap Jendral secara tiba-tiba. Membuat Jevano menaikkan sebelah alisnya.
“Dih apaan sih ngomongnya? Kan ada lo. Ngapain juga gue harus sendirian, kan lo selalu nemenin gue.”
Jendral tersenyum tipis, “Gue kan cuma bilang aja. Lo harus bisa gerak sendiri, Jev. Gue gak mungkin selamanya sama lo, kan?”
Tak ada suara dari Jevano. Bahkan setelah 10 menit berlalu tetap tak ada pembicaraan. Suasana terlalu awkward bagi mereka berdua.
Beberapa saat kemudian, Jendral memberhentikan mobilnya di depan sebuah minimarket, sebelum turun ia menoleh ke arah Jevano, “Mau apa?”
“Jangan ikut turun, hujan masih deres.” Lanjutnya lagi.
“Apa aja.” jawab Jevano. Sejujurnya ia masih kesal dengan ucapan Jendral tadi.
Setelahnya Jendral turun dan tak sampai 10 menit kemudian ia kembali masuk ke mobil.
“Es krim.” kata Jendral sambil memberi es krim ke Jevano.
“Kok?” tanya Jevano bingung.
“Lo lagi ngambek, jadi kuncinya cuma ini. Dikit aja, sisanya simpen di rumah.”
“Makasih…”
Jendral mengangguk pelan, lalu segera melakukan mobilnya. Jalanan sedikit sepi dan semakin susah dilihat karena derasnya hujan.
Jevano kemudian membuka es krim yang diberikan oleh Jendral, baru mau menyendokkan es krimnya, mobil bergoyang dan sendoknya terjatuh di dekat kaki Jendral,
“Jen itu sendoknya jatoh di kaki lo.” adu Jevano.
cw // tw // car crash
Membuat Jendral menunduk dan melihat dimana sendok itu berada, lalu kemudian ia menunduk untuk mengambil sendok tersebut.
Layaknya hujan yang datang tanpa aba-aba.
Mobil dari arah berlawanan juga datang tanpa aba-aba.
Jendral tak menyadari kalau setirnya terlalu ke kanan saat itu. Yang membuat mobilnya keluar jalur.
“Jendral!” teriak Jevano.
Jendral mengangkat kepalanya, menyadari situasi yang akan terjadi, ia segera memindahkan kedua tangannya, menutupi tubuh Jevano, “JEVANO NUNDUK!”
Dan tabrakan itu tak dapat di hindari.
Mobil terbalik beberapa kali, di dalam sana, ada seseorang yang berusaha bertahan dan ada seseorang yang berusaha melindungi.
Semuanya terjadi begitu cepat sebelum dunia terasa gelap.