A Curse and A Blessing

Armin selalu menjadi pelari lamban dibandingkan kedua sahabatnya.

Peringkat tiga dari tiga peserta dalam perlombaan menuju pohon yang bertengger di puncak bukit. Paras lugu tanpa pengaruh busuknya dunia hanya menghirau mimpi yang dianggap lelucon oleh orang dewasa. Namun, selama tangan mereka bertautan, tidak ada yang dapat menghalangi mereka.

Mereka akan selalu mengisi kekosongan satu sama lain.

Seperti ketika Armin menerima tendangan tidak terlihat di tulang keringnya.

Kedua sahabatnya dengan sigap menolong Armin yang terguling kembali ke dataran rendah bukit.

Mikasa dengan segala sifat naluriahnya memberi pertolongan pertama pada luka Armin. Kedua sahabatnya berekspresi aneh ketika mengobati luka lebam di dahinya. Yang benar saja, lukanya perlahan menghilang dengan sendirinya. Tanpa angin tanpa hujan.

Mikasa yang berusaha berpikir apa yang terjadi dan Eren menghibur dengan penuh antusias, “keren banget! Kamu gak usah takut lawan titan karena lukamu cepet sembuh! Akhirnya titan bisa musnah dari dunia ini!”

Ohahaha, tidak semudah itu, Eren.

Kenyataannya, kondisi Armin sekarang jauh lebih rapuh.

Disaat semua orang berbalut selimut karena hawa dingin malam menggelitik kulit, si pirang bersimbah keringat terbaring diatas kasur membendung rasa sakit yang ia alami dengan kain putih mengikat mulutnya agar suaranya tak lepas ketika menerima serangan tak terlihat. Semua jenis cobaan sudah pernah dirasakan, retakan tulang di jari-jari, pukulan di abdomen, benturan di kakinya.

Mama… Papa…

Sakit…

Entah berapa liter air mata yang telah merebak. Bahkan, bantalnya kini tak layak pakai.

Tak heran keadaan Armin mengundang simpati dari keluarga Jaeger. Kakek bukanlah orang yang memiliki harta banyak. Jangankan untuk berobat, untuk makan sehari-hari saja kakek harus bekerja mati-matian. Satu-satunya jalan adalah Dokter Grisha, itu pun ditebus secara cuma-cuma.

Dinding berkatilah Dokter Grisha, ia melakukan apapun untuk menyembuhkan Armin. Segala obat diracik demi si pirang bisa kembali berlari kesana kemari. Kata Eren, tidak jarang Dokter Grisha bermalam di laboratorium bawah tanahnya hanya untuk memecahkan misteri penyakit Armin.

Terkadang, ia menyuruh Mikasa dan Eren untuk bermalam agar bisa memonitor keadaannya.

Untung saja, semua itu terjadi hanya pada malam hari.

Ia bisa bermain dengan kedua sahabatnya ketika siang hari. Yah, itupun kalau tidak bertemu dengan segerombolan penindasnya.

Atau kembali melakukan hobi yang sempat tertinggal, pasti tahu kan? Ya, Membaca!

Si mata biru mengernyitkan alisnya. Buku dipangkuannya memperlihatkan halaman yang aneh. Halaman yang tak pernah ia lihat itu sangatlah lusuh dan kaku. Salah sedikit memegangnya, halaman itu akan hancur berkeping-keping. Ditambah isinya yang sebagian besar sudah luntur.

Soulmate Curse – di usia 11 tahun, yang terpilih berbagi rasa sakit dan luka yang sama dengan lainnya. bekas luka hanya muncul kemudian memudar dengan cepat.

Saat itulah, tugasmu menolongnya.

Armin telah menyelesaikan buku itu beberapa kali, baru kali ini dia menemukan halaman aneh tentang kutukan.

Tapi bagaimana caranya? Secara ilmiah, itu tidak mungkin terjadi. Bagaimana tepatnya seseorang mendapatkan cedera tanpa sesuatu terjadi pada mereka? Apakah pembuluh darah mereka pecah secara misterius? Atau kulit mereka terbelah tanpa alasan? Jika demikian, bagaimana—

Tunggu…

Jadi selama ini… Belahan jiwanya merasakan pukulan dari para penindas?

Manik biru mudanya menyelami berbagai probabilitas, ibu jari membelai lembut seluk tosca di pergelangan tangannya.

Maaf


Hari ini hari yang melelahkan bagi Annie.

Komandan Magath menginstruksikan mereka untuk berlatih sampai bego. Maka dari itu, Annie bingung melihat kedua temannya sedang beradu tangan. Ah, lebih tepatnya satu orang menyerang satu lagi hanya terhantar di tanah sambil melindungi kepalanya dengan tangannya. Padahal, baru lima menit yang lalu warrior candidates sama sekali tidak bisa mengangkat kaki dan sekarang Annie menjadi spektator baku hantam dua anak ini.

Kata Ayah, jangan ikut-ikutan masalah orang lain. Ogah juga nambah beban kepala. Lagi pula bagaimana Reiner sanggup menanggung titan kalau tidak tahan dengan pukulan anak 12 tahun?

Annie mengusap bagian belakang kepalanya. Aneh, tiba-tiba kepalanya berdenyut sangat keras. Rasanya sakitnya berbeda dari demam yang menyerangnya minggu lalu. Rasa sakitnya mirip—-

Mata annie terbelalak ketika jarinya meraba tonjolan bengkak. Seingatnya, dia tidak terbentur pagi ini atau saat latihan dengan ayah kemarin.

Sudahlah, nanti juga hilang, batinnya.

Tidak lama, Marcel berlari untuk meleraikan pergulatan dua piyik itu.

Di belakang Marcel, perempuan bersurai hitam menghampirinya. Yang pertama kali Annie sadar adalah kantung matanya yang tebal. Anak itu aneh. Annie bisa begadang sampai seminggu dan terlihat dua kali lebih segar daripada Pieck.

Awal Annie bertemu, ia kira Pieck sedang berada dalam fase rebel, ternyata tidak. Setiap hari Pieck selalu terlihat lelah dan mengantuk. Sudah gitu, rambutnya seperti hobo yang sering nongkrong di pinggiran tembok. Oke, Annie akan memberinya sisir untuk hadiah ulang tahun mendatang.

Disisi lain, Pieck memiliki kemampuan memikat hati orang lain. Kemampuan yang Annie tidak akan punya sampai kapanpun. Dia berusaha mendekati Annie walau terus didorong. Bahkan Zeke Zeke itu tampak menyukai Pieck lebih dari yang lain.

“Buat kamu.” Pieck memberi Annie sebotol air mineral.

Kan.

Annie menggumamkan terima kasih. Rasa sakit di kepalanya perlahan menghilang, Annie berusaha mengabaikannya.

Ternyata oh ternyata, itu keputusan yang buruk.

Saat Annie meneguk air mineral, dia merasakan pukulan tak terlihat mendarat di perutnya. Air yang sudah tertelan menerobos keluar tenggorokannya dan mendarat 3 meter dari posisinya. Ia tersedak.

Perhatian semua orang tertuju kepadanya. Batuknya terdengar kian mengeras. Annie terjatuh, tenggorokannya tersumbat, paru-parunya mati-matian mencari udara. Satu lengannya melingkarkan perut dan yang lain menutupi mulutnya. Batuknya perlahan berhenti, Annie akhirnya bisa bernapas kembali. Samar-samar, tetapi Annie bisa merasakan Pieck mengusap punggungnya, mencoba menenangkannya.

Hal berikut yang Annie ingat adalah seseorang membawanya ke ruang perawat.

Setelah Annie tenang dari kejadian apapun tadi, matanya tertuju pada seorang wanita paruh baya yang duduk disamping tempat tidurnya. Seragam wanita itu putih bersih tanpa noda setitik pun. Senyumnya menghadirkan rasa aman bagi Annie.

Perawat itu menanyakan tentang kondisinya, apakah tenggorokannya sudah membaik dan Annie menanggapinya dengan anggukan tanpa ekspresi. Dilanjutkannya diagnosa dengan pertanyaan dasar seperti apa yang dilakukan minggu ini, tadi pagi sarapan apa, dan lain sebagainya.

“Hipotesis saya, kamu mengalami fenomena unik yang dinamakan soulmate bonds.” Ucap perawat itu.

Hah?

Melihat tatapan kosong Annie, wanita bersurai coklat itu melanjutkan. “Orang spesial akan… terhubung satu sama lain melalui rasa sakit fisik. Ini fenomena yang jarang terjadi, hanya 1 diantara 10.000 subject of ymir yang akan terdampak.”

Alis si pirang menekuk. Jangankan mengerti, Ia saja tidak bisa mencerna kata-kata dari wanita di sampingnya itu. Tatapan mata Annie menyiratkan untuk dijelaskan lebih lanjut.

Untung saja perawat itu cepat tanggap, jadi dia menjelaskan semua yang ia tahu.

“Gak masuk akal.” Ketus Annie setelah suster selesai dengan penjelasannya.

“Hmm.. Kita hidup didunia penuh dengan raksasa telanjang. Masa seperti ini gak masuk akal?”

Benar juga yah.

Siapapun soulmatenya, lebih baik orang itu tak akan pernah menghalangi dalam menjalankan misi.

Karena ia hidup untuk memenuhi kewajiban.


“Maaf.” Ia terisak. “Maaf. Maaf. Kamu butuh pertolongan tapi aku disini malah nyakitin kamu.” Armin berbisik, mulutnya mengecup lembut nadi pergelang tangannya.

Dikira absensinya belakangan ini akan membuat komplotan itu lupa akan eksistensinya.

Dan disini ia terduduk lemah, punggungnya bersandar pada dinding bangunan tanpa nama. Sinar mentari pun tak ingin hadir dalam gang kecil ini.

Sshh jangan nangis. Kamu harus kuat. Demi dia.

“Armin!”

Suara itu… Eren?

Sosok Eren dan Mikasa yang berlari muncul dari balik gedung depannya.

“Armin! Kamu gak apa-apa?”

Si pirang mengangguk dan bangkit dari posisinya.

“Tadi aku Mikasa lagi belanja di pasar terus ngeliat mereka ketawa sambil keluar gang di luar sana.” Eren menunjuk ke arah yang dimaksud. Eren menatap lebam di pipi tembam Armin, ia mengalihkan pandangannya. “Maaf telat.”

“Bukan salahmu.” Armin menepis debu yang menodai tubuhnya.

“Buku baru?” Eren memungut buku yang dilempar oleh penindasnya tadi. Sampul buku itu tertuliskan judul dasar-dasar bertahan hidup.

“Iya, aku sempet liat di dalemnya ada cara komunikasi dengan getaran.” Armin mengambil buku dari genggaman Eren dan membuka sebuah halaman yang berisikan kode morse.

Tidak masuk akal, tetapi Armin tidak ingin merusak kebahagiaannya.

Kedua sahabatnya sudah mengetahui prihal kutukan belahan jiwa ini. Kalau diingat-ingat, lucu juga reaksi mereka. Afeksi Mikasa jadi bertambah berkali lipat. “Armin? Mau diobati?” Setiap Armin tersentak sedikit saja. Dan percaya atau tidak, Mikasa membawa obat merah kemanapun mereka bermain. Eren, disisi lain, kagum bagaimana luka itu bisa datang dan pergi sendirinya. Terkadang Eren menyandingkan dengan lukanya, “liat! Luka kita samaan!”

“Coba, ada balasan atau nggak.” Ujar Mikasa.

Armin mencubit telapak tangannya dengan pola morse [Hai]

Tidak ada balasan

1 menit.

5 menit.

7 menit.

“Hmm.. Mungkin dia gak ngerti kode morse?” Kata Armin.

Mungkin, pikir Armin, jika ia terus mencubit mungkin siapapun di seberang sana akan sadar?

Sejak saat itu Armin selalu mengetuk selamat siang, selamat pagi, mimpi indah, dan kata sapaan lainnya untuk sang pemilik tali hubungan.

Berharap yang menerima akan terhibur dari apapun cobaan yang dialaminya.

Tanpa sepengetahuan Armin, yang diharapkan malah membenci kebiasaan baru itu.


Annie paham betul apa yang soulmate-nya lakukan. Ya iya lah, perempuan pirang itu sudah disuapi hal-hal berbau militer sebelum dia bisa jalan. Disaat anak lain bermain polisi-maling, dia berlatih mencekik maling. Disaat seumuran nya merakit bunga, ia belajar merakit senjata. Disaat anak lain belajar menggambar dari sekumpulan titik, dia belajar titik titik morse.

Bukan hanya cubitan berkedok kode morse, ternyata sang soulmate gemar bertengkar. Apa rasa sakit dari latihan Annie tidak cukup untuk membuat orang itu kapok?

Setiap siang, tepatnya waktu istirahat dan belajar Annie, ia terkadang mendapat pukulan di pipinya atau remasan di pergelangan tangannya.

Kurang ajar. Bisa-bisanya gangguin orang istirahat.

Masa iya, kemarin saat ujian tentang wawasan sejarah Marley jari-jarinya berasa seperti diinjak. Komandan Magath sampai meremas kertas ujian karena tulisannya tidak layak baca.

Habis itu, sang soulmate berani-beraninya minta maaf dengan kode morse.

Annie menjadi lima kali lebih ketus dan galak pada hari itu.


Kali ini kata-kata yang keluar dari mulut Komandan Magath mengundang kegembiraan dari warriors of candidates. Lompat sana-sini, merencanakan kegiatan liburan, tertawa, namun seseorang tidak kecipratan setetes kebahagiaan.

Hari libur artinya hari latihan non-stop bersama ayah.

Setiap inci gerak-geriknya, setiap napasnya, bahkan setiap lirikannya semua dimonitor. Semua tamat ketika Annie membuat kesalahan. Pukulan mematikan ayah mendarat di tubuhnya.

Apalagi suara teriakan ayah yang hampir memecahkan gendang telinga. Kalau disuruh memilih, lebih baik mendengar suara Komandan Magath membentak di wajah Annie daripada suara lelaki di depannya itu.

“Lemah! Bertahun-tahun Ayah ajarin progressnya malah menurun?!”

Sayup-sayup, Annie mendengar suara langkah kaki mendekat. Inderanya sudah mati. Yang ia rasakan hanya kerasnya tanah di bawah raganya. Iris matanya mencari-cari, kenapa semua pandangannya satu warna? Jam berapa ini? Siang? Sore? Malam? Kenapa matahari tidak ada?

Matahari seharusnya menyinari hidup seseorang kan? Kenapa tidak ada seorang pun yang memberinya kehangatan? Seseorang yang seharusnya menjadi pelindung nomor satu Annie malah berdiri di hadapannya bersiap untuk melontarkan tendangan ke tubuh mungilnya.

“Bangun!”

Enggak bisa. Tulang ini enggan untuk digerakkan. Lidahnya sudah tidak bisa merasakan keberadaan saliva. Rasa asam telah merembet dari kerongkongan ke lidah.

Si kecil sadar ayah bicara sesuatu. Sejujurnya, ia tidak mendengar sama sekali. Yang telinganya tangkap hanyalah suara nafas lemah. Bahkan netranya tidak dapat melihat garis pemisah antar objek.

Di saat seperti ini, Annie bertanya-tanya, apakah di dunia ini ada sosok yang tulus menyayanginya? karena sepengetahuan Annie, malaikat yang diutus semesta pun menolak eksistensinya.

Dan disini, tanpa seseorang yang—

[Jangan menyerah]

Cubitan itu mengembalikan ke realita. Ah iya, satu orang terlupakan.

Hahaha, butanya Annie mengeluh tidak ada yang memperlakukan layaknya manusia ketika di ujung dunia ada seseorang yang senantiasa menantikan kabarnya.

Walaupun hanya sekecil selamat pagi, kebiasaan itu membekas di hati Annie.

Padahal Annie tak henti merutuki pelakunya. Bahkan, tak jarang ia berharap yang disana enyah dari dunia ini.

Perempuan bermata biru itu sadar, selama ini ia salah membenci orang.

“Mana bisa kamu jalanin kewajiban kalo gini aja sakit! Bangun!”

Persetan dengan kewajiban. Annie sudah muak dengan segalanya. Hidupnya, latihan, kebencian antar ras, lelaki dihadapannya.

Ya, ‘ayah’ lebih tepatnya tuan. Sebab Annie tak lebih dari budak yang tunduk kepada rezim inkarnasi lucifer ini. Sebuah marionette yang hidupnya dimanipulasi oleh pendongeng. Tak heran mereka menyebutnya ras iblis.

[Kamu kuat]

Dengan tenaga mendekati nol, Annie memaksakan dirinya untuk bangun. Ia yakin, ayah melihat betapa kencang getaran di tumpuan tangannya. Tetesan keringatnya tidak ragu untuk membuat pulau kecil di tanah tempatnya terkapar tadi.

[Lawan dia]

Ia memasang kuda-kuda. Pandangannya bertahap menjadi jernih. Biasanya, ayah akan marah jika pergerakkannya lambat, dilihat dari kerut dahi ayah dan beliak matanya, Annie tahu ayah habis murka.

Melihat ekspresi ayahnya membuat perut Annie seakan diremas. Tidak ada kata-kata yang dapat mendeskripsikan amarah yang tersimpan lama. Lebih lama dari yang bisa ia ingat.

[Lawan]

Komandan Magath pernah berkata bahwa diantara kandidat lain, Annie lah yang paling kuat.

Namun apa daya, kayu terkuat pun akan lapuk juga.

Ayah menyentuh pundaknya bermaksud mendapat perhatian.

Itu dia. Itu katalisnya.

Annie menjerit.

Teriakkan yang Annie sendiri belum pernah dengar menunjukkan perasaan terpendam meledak. Kakinya diayunkan keras ke kaki Ayah.

Ayah yang terkejut tidak mengira anak semata wayangnya bisa seperti itu, tidak sempat menghindar dari tendangan Annie.

Lelaki itu terjatuh, meraih kakinya dengan erat.

Annie terdiam. Ringisan Ayah membuatnya ingin berlutut meminta maaf. Suara singkil lelaki itu menyayat hatinya.

Maaf.

Ayah, maafin Annie.

[Lawan]

Lawan… Ayah?

Haruskah ia melepas bara api yang meraung-raung atau menahan dengan air es yang selama ini ia latih?

[Lawan]

Teriakan tanpa sadar kembali keluar dari mulutnya.

Kini diikuti oleh tendangan fatal. Lebih menyakitkan daripada tendangan pertamanya.

Annie membiarkan emosi menuntun gerak-geriknya. Ia menendang, lagi dan lagi. Berkali-kali. Dengan jeritan dari ayahnya sebagai suara latar belakang.

Hal selanjutnya ia ingat adalah ruangan gelap tempat ia menunggu kepulangan sang Ayah. ——————

Tidak ada yang bisa menjelaskan betapa senangnya Armin ketika soulmatenya mulai membuka diri. Yah, walaupun dibalasnya hanya satu-dua huruf, antara ‘ya’ atau ‘tidak’.

Rasanya seperti memiliki teman pena dengan alat yang secara ajaib bisa menghantarkan pesan jarak jauh dengan instan. Ditambah, lebih menantang dan lebih… tau lah… memiliki ikatan batin yang kuat. Bahkan menurut Armin, lebih dekat daripada kulit dan nadi.

Soulmatenya perlahan menjadi diary tersendiri. Bagaimana ya kira-kira reaksi dari pemilik ikatan disana? Apakah dia tertawa ketika Armin bercerita tentang kejadian lucunya? Tentang Armin yang terjatuh karena kesandung kerikil, bukannya berpegangan pada sesuatu yang kokoh, tetapi malah berpegangan pada celana Eren. Alhasil, celana Eren melorot dan sepasang kulit berkilau dibaliknya debut menjadi artis Shiganshina.

Bolehkan Armin melihat senyumnya?

Apapun yang Armin lakukan, ia harap akan meringankan hari-hari soulmatenya.

Terima kasih sudah bertahan sejauh ini. Kamu orang terkuat yang pernah aku tau. Mengingatkanku pada bunga, Bunga Gladiol.

[Mimpi indah, Gladiolku]


Runtuhnya dinding Maria tiga tahun yang lalu meninggalkan luka terdalam bagi banyak pihak, terutama para korban. Tak heran, mantan penghuni Shiganshina jarang mendapatkan tidur nyenyak. Walau Armin sudah merasakan nyaman di barak bersama kadet lainnya dan bisa mengembalikan tidurnya yang hilang, hal itu tidak menghalangi mimpi buruk untuk menghampirinya.

Armin tersentak bangun. Ia bisa merasakan mengalami hiperventilasi ketika tidur tadi. Pakaiannya basah oleh keringatnya. Tangannya menyapu lembut pipinya. Air mata?

Ia melihat sekelilingnya dan menghela napas lega. Sepertinya teman-teman lain tidak terganggu oleh suara apapun yang keluar dari mulutnya ketika tidur tadi.

Di sampingnya, Eren tidur begitu nyenyak. Saat seperti ini Armin dapat menyaksikan ekspresi damai Eren. Tidak ada kerutan di dahinya, hanya senyuman tipis yang terlukis di wajahnya. Seolah-olah semua hal di kehidupan ini tidak terjadi. Titan, kematian ibunya, kehancuran Shiganshina.

Kenyataannya, ekspresi Eren ketika mengamuk sama seramnya seperti setan yang baru keluar dari got.

Pikirannya sudah tidak sinkron lagi. Mungkin udara segar bisa membantu.

Si pirang mencubit telapak tangannya [mimpi buruk] dan menunggu sejenak balasan, tetapi tak kunjung datang.

Dengan langkah sangat pelan, Armin keluar dari asramanya.

Tanpa tujuan, ia membiarkan kakinya membawa kemana pun pergi hingga sampailah ia di tempat favorit Reiner.

Biasanya Reiner akan membawanya kesini ketika dirinya merasa kecil. Terlalu lemah untuk menjadi kadet. Reiner akan memberinya motivasi dalam berbagai bentuk.

Seminggu yang lalu Reiner bercerita tentang seorang anak kecil lemah yang bermimpi menyelamatkan tanah airnya. Semua orang merendahkan dia. Bahkan salah satu temannya menindas habis-habisan. Satu hal yang membuat dia terus berusaha dan akhirnya sukses adalah ibunya.

Kata Reiner, ini cerita rahasia. Hanya Armin yang boleh tau. Maka dari itu, Reiner bersusah payah membawa Armin ke tempat ini, tempat yang selalu kosong ketika malam hari.

Kecuali hari ini.

Sosok bersurai pirang sedang duduk di penghujung batuan. Punggungnya menghadap Armin, jadi ia tidak tahu siapa itu. Dari gaya rambutnya sih terlihat seperti…

“Annie?”

Sang empunya menoleh. Tuh kan benar.

“Boleh ikut duduk?”

Annie mengangguk singkat dan kembali memandangi danau.

Armin duduk disebelah Annie. Keduanya terdiam seraya mengagumi perairan dihadapannya. Indah seperti biasanya. Cara danau memantulkan pendaran bulan, berbagai prisma cahaya terpancarkan kembali ke langit gelap. Pemandangan ini tak pernah gagal memikat hati Armin.

Atmosfer seperti ini membawa Armin berkelana ke masa lalu, ketika ia pertama hari pertama bertemu Mikasa. Saat itu Eren mengajaknya main di pinggir sungai.

“Kamu senyum.” Suara dari sebelahnya terdengar.

“Lagi nostalgia.” Jawab Armin, matanya tak lepas dari danau. “Aku sering main air di sungai sama Eren dan Mikasa. Waktu itu, baru kenal Mikasa. Dia nanya tentang banyak hal kayak kenapa daun warna hijau, kenapa belalang besar makan belalang kecil, gimana ibu bisa punya anak. Habis aku jelasin semuanya, Eren ngajak kita mandi di sungai. Yah karena hari itu panas banget akhirnya kita setuju, tapi Mikasa bilang mau nyelupin kaki aja. Nah, Eren buka semua baju tuh. Aku juga dong? Kalau nggak nanti basah. Pas aku buka atasanku, Mikasa entah dari mana meluk aku. Terus bilang kalo perempuan gak boleh sembarangan buka baju. Eren langsung tuh ketawa keras banget sementara aku malunya bukan main.” Kalimat terakhir membuatnya tertawa.

“Terus kamu tau kan kalo ikan kadang-kadang lompat? Pas Eren lagi terbahak-bahak ada ikan masuk ke mulutnya! Kita pun akhirnya masak ikan itu dan makan buat makan malam. “

Tawanya terhenti mengingat apa yang ia lakukan. Kebiasaan. Kalau sudah bicara pasti melantur. Sekarang ia siap di cap sebagai anak aneh.

“Maaf, aku ngelantur ya.” Semburat merah muncul di kedua pipi lelaki pirang itu.

“Gak juga.”

Armin tersenyum tipis, lega bahwa lawan bicaranya tidak terganggu dengan perbuatan buruknya. Walaupun Armin berbicara panjang kali lebar kali tinggi, Annie kerap dengan sabarnya mendengarkan. Itu salah satu hal yang Armin suka dari Annie.

Suka…

Pipinya menjadi hangat. Ssst Armin, ini bukan waktunya untuk suka-sukaan. Lagipula, Armin sudah punya tanggung jawab lain, tidak boleh mengkhianati dia. Armin menunduk memperhatikan telapak tangannya.

“Annie… punya seseorang yang ingin Annie lindungi?”

Perempuan di sebelahnya menggeleng. “Selain ayah, gak ada.” Kasihan Ayah, karena putri satu-satunya yang seharusnya melindungi dia malah menjadi pencetus disabilitasnya.

Armin menoleh, “Annie sayang banget ya sama ayah?”

Annie mengangguk. Mulai sayang, lebih tepatnya, batin Annie. Ia bisa membayangkan betapa bangganya ayah setelah pulang dari misi ini. Mungkin, mungkin saja, pertama kali dalam hidupnya ia bisa merasakan kecupan di dahi atau pelukan hangat dari sosok ayah. Impiannya selama ini.

Annie tidak sadar kepalanya perlahan menunduk dan melakukan sesuatu yang jarang ia lakukan,

Ia tersenyum

dan seseorang sedang curi-curi pandang.

Walaupun surai pirang menutupi sebagian wajah Annie, Armin dapat menyaksikan bibirnya terangkat. Merah muda menambah warna pada kulit pucatnya. Mata lirihnya menunjukkan bahwa ini loh seorang Annie Leonhart, yang katanya galak dan dingin seperti singa, ternyata memiliki hati lembut.

Dan Armin seratus persen setuju karena sekarang ia berusaha keras menahan agar jantungnya tidak meledak.

Demi Dinding Sina, Armin belum pernah melihat panorama lebih menakjubkan dalam hidupnya.


Kata orang, jatuh cinta adalah hal yang terindah dalam hidup mereka.

Tidak salah, namun tidak benar juga.

Membingungkan, menyenangkan, menakutkan, mencemaskan, menyakitkan, itulah yang dirasakan Armin.

“Bulannya cantik ya.”

Kupu-kupu berterbangan di perut bersamaan dengan gusaran hati setiap ia melihat gadis di sebelahnya yang sedang mengotak-atik ODM gear. Berdua, menjauh dari teman-temannya, ditemani oleh helaian rumput dan spektrum cahaya bulan.

“Sayangnya bulan menampakkan elegansinya hanya malam hari, jadi tidak semua orang bisa menyaksikan keindahannya.”

Armin telah mencintai seseorang dan berjanji akan menemuinya suatu saat nanti. Seseorang yang hidupnya penuh dengan sembiluan.

“Annie tau gak? Kalo sebenernya bulan itu panas? Kata tetanggaku dulu bulan itu dingin.” Ia memberanikan diri untuk menatap manik biru muda perempuan itu. Pandangannya kini terhipnotis dengan warna azura. Bahkan di bawah redupnya cahaya, pesona gadis itu tak henti terpancarkan.

Ketika jantungnya berdebar, apakah dia ikut merasakannya? Apakah dia marah karena Armin menaruh hatinya pada orang lain?

“Kata orang, jangan percaya bulan karena dia berubah setiap malam.”

Namun, entah mengapa hati mengatakan bahwa ini hal yang benar. Selamat, Armin. Sekarang kamu termasuk orang brengsek.

“Tetapi mereka lupa, kalau bulan lah yang selalu menyinari dikala kelamnya malam.”

Maaf.

“Ternyata sumber cahaya itu dari matahari loh!” Armin tersenyum lebar.

“Kenapa kamu ngomong ini?” Akhirnya suara gadis itu terdengar.

“Setiap aku liat bulan, aku inget Annie.” Keras tenaga ia menjaga kejernihan suaranya. Kalau saja suara argumen Jean-Eren atau tawa Connie-Sasha tidak melambung tinggi di hutan, dapat terdengar getaran di mulut Armin.

“Karena gak bisa bersinar tanpa orang lain?”

“E-eh?! Selain itu!” Bagus, jadi salah paham kan.

“Jadi?”

“Maksudnya, semua orang ngeliat Annie itu dingin, galak, apatis, tapi mereka semua salah. Annie punya hati yang peduli, yang mendengarkan, yang berani, yang dapat mengubah momen gelap seseorang. Dan aku bersyukur aku termasuk orang yang bisa liat sebagian dari itu. Ditambah hari ini cantik!”

Annie mengedip. Gelombang panas menjalar cepat di seluruh paras lelaki pirang itu. Ia yakin, wajahnya sekarang bisa menggantikan api unggun yang dipakai Sasha memasak makan malam jika mau.

“Ma-ma-maksudnya bulannya! Iya bulan hari ini cantik! Tadi udah bilang kan!” Eh kalo ngomong gitu dia malah mikir dia jelek lagi. “Tapi Annie juga kok!” Hah kok jadi creepy kesannya. “E-eh Tapi tau kan kalo semua perempuan cantik? Annie lebih cantik!” Stop, Armin. Stop. Jangan malu-maluin. “Ka-karena Annie punya hati yang lembut! Apalagi pas ngasih makan kucing kelaparan minggu lalu di pasar!” loh loh loh kedengaran kayak stalker. “Jangan salah sangka! Aku gak nguntitin Annie kok! Aku kebetulan lewat!” Kerja bagus, Armin. Sekarang siap-siap disoraki seluruh saksi bisu sambil menerima medali dengan tulisan 'orang terbodoh sedunia'.

Betapa ingin mengumpatnya diri ini ke goa dan kembali setelah seratus tahun mendatang. Lupakan titan, laut, Armin lebih memilih lenyap ditelan bumi daripada menghadapi kesunyian canggung yang disebabkan lanturan mulut nakalnya. Ditambah suara jangkrik seolah meledek kekacauan ini.

“Ga-Gak jadi.” Suasana ini membuat gundah, Armin beranjak dari tempat duduk dengan kaki yang tidak lebih kuat daripada ranting kering. “Ayo balik ke yang lain. Pasti Sasha udah selesai masak.”

“Duluan. Masih belum selesai benerinnya.” Annie berusaha keras untuk menahan kedua sisi bibirnya tak terangkat. Setelah Armin pamit dan tertatih-tatih meninggalkannya, Annie menguburkan wajah merah mudanya pada telapak tangan.

Payah, begitu saja Annie sudah terbang mengarungi gunung. Untung saja, bongkahan es yang ia bangun selama ini dapat berperan sebagai topeng. Namun di dalamnya, ada rasa yang tak pernah terlintas.

Jikalau ia adalah bulan, Armin adalah langit. Yang memberi seribu bintang menyemarakkan kehidupannya sedangkan bulan hanya bisa mengamati langit dari jauh. Akan tetapi, sejauh apapun bulan itu pergi, langitlah tempat bulan kembali.