Apa Alasannya, Haechan.

—26;


Ballroom Hotel yang disewa Jeno dan Jaemin kini hanya disinari oleh lampu remang-remang, yaitu lampu pesta karena saat ini sudah waktunya untuk party sesudah makan malam dengan tenang beberapa jam lalu.

Jam 9 malam, Mark Lee sudah menghabiskan 3 botol vodka untuk dirinya sendiri. Toleransi alkohol Mark terbilang bagus, karena ia kuat menghabiskan 4 botol hingga detik ini. Dia tidak pingsan, namun sudah excitement.

“Jen, Jaem, emang salah gue ya kalo gue nurutin apa kata Papa sama Mama gue sebentar aja sebelum gue berani ngelawan demi Haechan?”

“Kenapa Haechan putusin gue, Ren? Gue cinta banget sama dia, harusnya dia tau itu kan? Dia harusnya bisa lihat itu dari seluruh love language gue ke dia, tapi kenapa dia nggak mau nunggu sebentar aja?”

“Kenapa Le, Sung, kenapa Haechan nyerah dan biarin gue jatuh cinta sendirian sampe sekarang sedangkan dia nggak munculin batang hidungnya sama sekali sejak 6 tahun lalu. Kenapa? Gue salah ya?”

Pengaduan itu terus terlontar berulang kali dari bibir tipis Mark, meracau dengan nada kesedihan, keputusasaan. Sendu sekali, setiap kalimat yang keluar dari mulutnya dapat menyayat hati siapapun yang mendengarnya.

“Apa artinya Haechan udah nggak sayang sama gue lagi mangkanya dia nyerah dan milih akhirin hubungan kita?”

“Tapi dia dulu bilang kalau bakalan berjuang bareng lawan Papa sama Mama gue, but in the end, dia pergi ninggalin gue. Siapa yang salah disini? Gue? Atau Papa Mama? Atau Haechan?”

Air mata Mark mulai menetes, dadanya terasa sesak karena pengaruh alkohol yang terus diteguknya dan juga isak tangisnya.

Renjun mencekal tangan Mark yang sedang meneguk vodka dari botol yang utuh. “Stop, Mark. Lo udah mabok ya bangsat, jangan minum lagi.”

Mark menampik tangan Renjun dengan keras sampai Renjun terhuyung, untung segera ditangkap oleh Jaemin dari belakang.

“Mark!” Renjun membentaknya dengan keras.

Yang dipanggil tersentak kaget sampai botolnya jatuh ke lantai dan pecah.

Prankk

Untung pecahan botol itu tidak mengenai teman-temannya, namun mengenai kaki Mark yang memang tak memakai sepatu.

“Mark, kaki lo berdarah goblokkkk.” Teriak Jeno. “Siapapun ambilin kotak P3K di tas gue!”

Jaemin lari dan mengambil kotak P3Knya. Jeno memang selalu membawa P3K kemanapun ia pergi, maklum lah dia seorang Dokter.

Tak berselang lama, Jaemin menyerahkan kotak P3K itu kepada Jeno, dan Jeno lekas mengobatinya. Sedangkan Chenle dan Jisung membereskan pecahan botol itu dan isi vodka yang tercecer.

Renjun mendekati Mark, menatapnya dengan ekspresi merasa bersalah. Ia menepuk pundak Mark. “Bodoh, sakit nggak tuh kaki lo?”

Mark terkekeh dan menggeleng, kakinya mati rasa. Entah karena ia yang terlalu mabuk atau emang karena ia sudah mati rasa akibat kesedihan dan keputusasaannya. Nyatanya, hatinya pun telah mati rasa sejak 6 tahun lalu. Jantungnya hanya berdebar ketika memikirkan Haechan, membayangkan parasnya, tawanya, semua tingkah lucu Haechan bisa membuatnya berdebar, bahkan namanya saja membuat ia berdebar.

Sorry, gue buat lo kaget ya?” Nada Renjun melembut, kemudian memeluk Mark dan mengusap punggungnya.

“Haechan, kamu kemana aja sayang? Aku kangen, kamu jangan pergi lagi ya? Katamu mau berjuang bersama demi kita, katamu mau punya dua anak lucu, satu cewek dan satu cowok. Jangan kabur lagi ya? Disini aja, kita bangun keluarga harmonis dengan anak-anak. Mau ya, sayang?” Ucapnya memeluk Renjun erat.

Jeno dan Jaemin diam membisu mendengar itu. Mark sudah ditahap frustasi dan kesedihan yang mendalam, biasanya Mark tidak pernah melihat salah satu dari mereka sebagai Haechan dalam keadaan mabuk, namun malam ini Mark memeluk erat Renjun sebagai Haechan.

“Chan, kamu kok diem aja? Kamu nangis ya?” Tanya Mark.

Renjun memang menangis saat ini dipelukan Mark, ia merasa sedih melihat sahabatnya sekacau ini. Sampai dirinya tak bisa berkutik hanya untuk sekedar menyadarkan Mark bahwa dirinya bukan Haechan.

Akhirnya Renjun memutuskan untuk membuat Mark bahagia malam ini saja, setidaknya agar sahabatnya itu tidak terus menerus merasa kacau.

Renjun mengusap kepala Mark, “Iya, aku nggak pergi kemana-mana kok. Maaf ya kalau aku pergi gitu aja. Mark, jangan sedih ya? Aku mohon, bahagialah meski ada aku atau enggak nantinya. Kamu buat aku dan temen-temen kamu sedih Mark, jangan begini. Kalau kamu sedih, aku nggak mau ketemu kamu lagi.”

Reflek, Mark mempererat pelukannya, ia takut Haechan nya pergi lagi. “Jangannn, jangan pergi Haechan. Aku nggak sedih kok asalkan kamu tetep bertahan sama aku. Disini aja ya sayang? Jangan kemana-mana.”

“Iya, Haechan disini, Mark.” Ucap Renjun menggigit bibirnya untuk menahan tangisnya yang ingin keluar makin keras.

Kemudian terdengar suara deru nafas teratur di telinga Renjun.

“Udah capek dia Ren, kita pulang aja deh ya? Mark butuh istirahat.” Ucap Jisung yang baru saja datang bersama Chenle dan sempat mendengarkan racauan Mark di kalimat terakhir sebelum pingsan.

“Bantuin gue dong, Mark itu berat anjir.” Ucap Renjun yang berusaha membuat Mark berdiri dari pelukannya dibantu Jeno dan Jaemin.

Benar, sebenarnya apa alasan Haechan meninggalkannya? Sampai sekarang Mark tidak tahu apa alasan Haechan memutuskan hubungannya disaat Mark sudah ingin memberanikan diri menentang Papa dan Mama nya.