Bumi dan Bulan

Hazen dan Marvin gelagapan karena Hevin terbangun dari tidurnya. Langsung saja Hazen menggendong sang anak dan mendekapnya. Menepuk-nepuk punggung sempitnya sembari menciumi seluruh permukaan wajah si kecil.

“Maafin Mama ya? Maaf, pasti Hevin kaget banget ya denger teriakannya?”

Mmmaaa mama mama hiks hiks maaa

“Iya sayang, ini Mama. Maaf ya jadi kebangun. Tidur lagi ya anak baik.” Ujar Hazen masih setia menepuk punggung dan pantat sang anak bergantian.

Kruyuk kruyuk

Marvin menaikkan sebelah alisnya mendengar suara tak asing itu. “Lo belum makan malam?”

Hazen meringis dan menggeleng. “Belum, dan sekarang gue laper.” Bibirnya melengkung ke bawah.

Marvin menghela nafas lalu mengambil ponselnya. “Mau makan apa?”

“Terserah kak Marvin aja, asalkan jangan sayuran yang nggak berbumbu, gue bisa makan.”

“Oke.” Kemudian Marvin dengan cekatan membuka aplikasi grab nya untuk memesan makanan.

Karena hari sudah cukup larut malam, ia pun memesan makanan cepat saji yang buka 24 jam. Ia memesan KFC saja dengan paket kombo. Tau betul dirinya jika Hazen makannya banyak.

Maaa mammm maammm

“Hevin laper juga? Mau makan?”

Mamm hiks hiks

“Kak, pesen makan apa?”

“KFC, kenapa?”

“Tambah, beli sup jagung. Hevin lapar.”

“Iya.” Untung saja Marvin belum menekan tombol pesan untuk mengecek pesanannya lagi.

Ngomong-ngomong, Hevin sudah bisa makan selain susu karena umurnya sudah 9 bulan, otw 10 bulan, bulan depan. Hevin suka makan pisang, smoothie, bubur bayi, dan puding. Hazen selalu menyediakan itu semua di dalam kulkasnya untuk makanan Hevin. Menyuapi dengan telaten, meski Hevin suka nakal mengotori wajahnya dengan makanan nya.

Hevin akan minum susu ketika akan tidur saja atau saat bepergian sebelum mampir membeli makanan. Ah, terkadang Hevin suka tiba-tiba mencomot makanan Hazen ataupun Marvin dan menelannya. Tadinya sih Hazen dan Marvin takut jika bayi itu akan muntah, sakit atau terjadi sesuatu yang buruk, namun nyatanya Hevin tetap sehat, bugar dan ceria.

Saat Hazen mencari di internet, ia teringat perkataan Yosa katanya umur 8 bulan bisa makan yang lembut-lembut asalkan tidak terlalu banyak mengandung bahan kimia seperti pengawet, pewarna, perasa. Jika hanya bumbu dapur alami, itu tidakpapa.

Mama hiks hiks, maaaaa

“Iya sayang, kenapa hm? Kangen ya 3 hari nggak ketemu?” Goda Hazen sembari menggelitiki leher Hevin dengan menciumi leher nya.

Hihihikkk ngenn maaaa

“Eh, udah bisa bilang kangen? Kak Marv, liat! Hevin bisa bilang kangen!” Seru Hazen dengan wajah girangnya.

Marvin terkekeh lalu mengangguk. “Iya tau, tadi dia juga niruin omongan gue. Waktu gue bilang bobok ya? Hevin bilang bok paa bok, gitu.”

Hazen membulatkan matanya. “Eh yang bener kak??? Demi apa lo?”

“Serius, kayaknya emang udah masa nya Hevin mulai ngomong jelas. Abis pulang dari sini, kita ajarin ngomong aja. Biar perkembangan Hevin nggak terlambat.”

Hazen mengangguk antusias. “Aduh Hevin sayang, pinter banget udah bisa ngomong selain mama, papa dan susu. Hihh gemasnyaaaa.” Kata Hazen memberikan ciuman bertubi-tubi di wajah Hevin.

Hihhihi maaa maaa hihihihik

“Hehehe, geli ya?”

Liii maaaa

Hazen menganga, ternyata benar, anaknya sudah tumbuh menjadi lebih besar. 9 bulan, ia tidak menyangka sudah 3 bulan merawat Hevin sebagai Mama nya. Hazen tiba-tiba menitikkan air matanya.

“Hiks, Hevin hiks hiks kamu hebat banget hiks, Mama seneng banget hiks.”

Marvin mengerlingkan matanya. “Drama king banget.”

Hazen menjulurkan lidahnya. “Biar, gue beneran terharu banget Hevin udah gede hiks hiks jadi nggak rela kalo Hevin nanti diambil orangtuanya.”

“Jangan pikirin yang belum terjadi, Zen.”


“Gue turun dulu, makanan nya udah sampe.”

Hazen mengangguk, ia sedang sibuk bermain dengan Hevin, bayi itu sedang asik memainkan puzzle meski tidak menyusun nya dengan benar. Hazen lah yang membantu menyusunnya, jika kalian bertanya darimana mainan itu? Marvin membelinya tadi sepulang dari acara pernikahan Daddy dan Papa nya. Karena Hevin mulai rewel dan tidak mau bermain dengan piano nya.

Marvin keluar dari kamar hotel dan menuju lobi untuk mengambil makanan nya.

“Sir Marvin, right?” tanya sang grab.

“Yes i'am. Thank you so much sir.” Ucap Marvin menyerahkan uang 10 dollar.

“My pleasure, enjoy the food and good night sir.”

Marvin mengangguk dan pergi dari sana, kembali menuju kamar nya.

Ceklek

Suara pintu terbuka itu mengalihkan atensi Hevin dari mainan puzzle nya.

Papa! paaaaa mammmmm

Hazen terkekeh begitupun juga dengan Marvin.

“Iya ini makanan Hevin udah dateng, ayuk sini makan.” Ucap Marvin.

Hazen pun menggendong Hevin, mendudukkan di pangkuannya sambil duduk bersila di atas karpet. “Ya ampun, lo pesen paket kombo kak?”

“Hm, lo kan makannya banyak. Mana kenyang pake paket normal?”

Hazen mencebikkan bibirnya, namun tidak protes karena itu benar adanya. Ia sih senang-senang saja dikasih makan banyak. “Gratis nggak nih? Apa gue harus ganti uang nya?”

“Diem dan makan, nggak usah banyak nanya.”

Hazen terkekeh lalu menganguk dengan semangat. Ia membuka cup sup jagung milik Hevin. “Sebentar ya sayang, ini masih panas. Ditunggi sebentar lagi biar agak adem.”

Maaammm maaammm

“Sini, biar gue suapin Hevin. Lo makan aja.”

“Tapi lo juga belum makan malam Kak, nggakpapa biar gue aja yang suapin sambil tiupin sup nya biar dingin.”

Kruyuk kruyuk kruyuk

Perut Hazen berulah lagi, karena aroma ayam goreng yang menguar masuk hidung dan menembus usus nya.

“Hazen, makan. Biar gue yang suapin Hevin, nggak usah bantah.”

Hazen mendengus sebal, ia tidak suka diperintah, tapi ia sangat sangat lapar kalau jujur. “Ya udah, jangan lupa ditiupin dulu sup nya.”

“Iya, tau.” Marvin mengambil cup sup jagungnya lalu mengambil alih Hevin dari Hazen ke pangkuannya.

Barulah Hazen berdiri dan pergi menuju kamar mandi untuk cuci tangan.

“Hevin makan sama Papa dulu ya? Mama udah kelaparan soalnya, biar dia makan, oke?”

Keeeee hihihihi papaaa maammmm

Marvin gemas sekali dengan bayi itu kemudian menciumi kedua pipi gembilnya dahulu sebelum menyuapi sang anak. “Hmmm gemes banget, makan yang banyak ya? Biar cepet besar dan pintar.”

Hazen yang baru saja cuci tangan dari kamar mandi pun terhenti di ambang pintu kamar mandi lantas menarik garis bibirnya ke atas membentuk senyuman. “You are a great Papa, Kak Marv.” batin nya yang tak melunturkan senyumnya.

Hevin makan dengan lahap, dengan telaten Marvin meniupi sendok yang berisi sup jagung yang akan masuk ke mulut sang anak. Setelah terasa cukup dingin, Marvin menyuapkannya kepada Hevin. Jika belepotan, dengan sigap Marvin mengelap bibir Hevin agar bersih. Dua tangannya bekerja, memeluk Hevin di pangkuannya dan menyuapi sang anak.

Hazen trenyuh melihatnya, biasanya saat di apart, Hazen lah yang menyuapi Hevin, sedangkan Marvin yang membuatkan susu. Jika Hazen sedang repot, maka Marvin akan menyuapi Hevin yang mudah, seperti pisang yang sudah dilembutkan dengan sendok, dan menyuapinya. Karena dengan makan pisang, Hevin tidak belepotan.

“Kak, makan ya? Gue suapin.”

“Nggak usah, gue bisa makan nanti.”

“Nggak usah ngeyel, lo belum makan dari tadi sore kan?”

“Tapi lo lagi makan.”

“Gue bisa makan sambil suapin lo, lo kan bukan Hevin yang kalo makan belepotan dan berceceran.”

“Terserah.”

Hazen pergi ke kamar mandi untuk mencuci tangannya, ia akan lanjut makan menggunakan sendok karena harus menyuapi Papa sang bayi juga.

Selesai cuci tangan, Hazen dengan telaten memotong ayam-ayam goreng punya Marvin dengan sendok dan pisau yang disediakan hotel sebagai alat makan.

“Buka mulutnya bayi besarrrr.” Ucap Hazen.

Marvin mengerlingkan matanya lalu membuka mulut, menerima suapan dari Hazen.

“Pinter banget bayi besar.” Ejek Hazen sembari terkikik.

“Sekali lagi lo bilang gitu, gue pukul kepala lo pake sendok sumpah.”

Hazen tergelak tawa, menurutnya seru sekali menggoda Marvin. “Iya iya bercanda, makan yang banyak Kak.”

“Bawel.”

Hazen menyuapi dirinya sendiri dengan sendok lain setelah menyuapi Marvin. Bergantian, antara menyuapi Marvin lalu dirinya. Sedangkan Marvin, jika Hazen tengah makan, ia akan menyuapi Hevin.

“Haus kak, lo nggak pesen minumnya juga?”

“Nggak, gue udah beli minuman tadi. Liat nakas, disana banyak minuman.”

Hazen pun berdiri dan benar ternyata ada keresek putih berukuran sedang, yang berisi berbotol-botol minuman. Ada pepsi, sprite, susu kemasan, minuman isotonik juga ada, dan air mineral.

Paaaa usss usss paaa numm

“Hevin haus juga ya?”

Hevin mengangguk saja.

“Zen, gue taruh botol minumnya Hevin di dalam laci, isiin air mineral nya. Hevin haus.”

“Oke siap.” Ucap Hazen lalu membuka laci, mengisi botol minumnya Hevin dengan air mineral.

“Kak, lo beneran mempersiapkan semuanya dengan baik.” Puji Hazen ketika melihat lacinya ada dot dan susu bubuk Hevin juga.

“Biar Hevin nggak rewel, wajib bawa dot, botol minum, sama susunya.” Kata Marvin menanggapi.

Hazen mengangguk saja lalu kembali duduk bersama Marvin dan Hevin, membawa 2 botol minuman soda dan 1 botol minuman Hevin berisi air mineral.

Punya Hevin yang warna kuning

Marvin meraih botol minuman Hevin dan memasukkannya ke dalam mulut si kecil, Hevin meneguk minumnya dari sedotan botol itu dengan rakus. Terlihat haus memang.

“Ayo kak makan lagi, belum habis ini. Cepet buka mulutnya.”

“Bentar, gue juga haus. Tolong dong, sprite nya.”

Hazen membuka tutup botol sprite nya lalu menaruhkan sedotan disana, karena di dalam plastik tadi memang ada banyak sedotan, yang berjumlah sama dengan botol-botol minuman kemasannya. “Nih.”

Marvin menyesap minuman bersoda itu dengan botol yang dipegang oleh Hazen.

Lalu acara makan-makan pun itu berlanjut hingga makanan ketiganya habis dan merasa kenyang.


Kini, ketiganya tengah berbaring di atas kasur. Dengan Hevin yang ada di tengah. Anak itu bahkan enggan menutup matanya sama sekali, akhirnya Hazen dan Marvin mengajaknya berbicara, dan Hevin dengan cekatan menirukan apa yang dikatakan Marvin dan Hazen, atau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Papa dan Mama nya.

“Buah yang biasanya Hevin makan namanya pi...sang.” Eja Hazen sembari menunjukkan gambar pisang dari ponselnya.

Sangggg

“Nah nanti kalo minta makan pisang, bilang gitu aja ya?”

“Coba ulangi, namanya pi???” Kini Marvin yang giliran bertanya.

Sanggg hihihiiii

Marvin dan Hazen tergelak tawa saking gemasnya.

“Ummm apa lagi ya buah kesukaan Hevin selain pisang?” Monolog Hazen.

“Alpukat.” Jawab Marvin.

“Ah iya Alpukat. Hevin juga suka makan Al-pu-kat. Alpukat.” Kata Hazen menjelaskan.

Kattt hihihikkk katt maaa

“Iya betul sekali, Hevin juga suka buah Pir yang dijadikan smoothie. Namanya buah Pir.”

Pilll maaa pill

“Pinter banget anak Papa, nanti kalo udah di rumah belajar nama buah-buahan sama hewan ya?”

Brrrmm paaaa hihihikkkk

Senang dan bahagia, itu yang dirasakan Marvin ataupun Hazen ketika melihat Hevin yang tumbuh cerdas dan cepat tanggap.

“Kak, Hevin kan udah 9 bulan. Gue baca di internet, katanya 9 bulan udah bisa mulai diajarin jalan. Um, pake baby walker dulu sih.”

Baby walker apaan?”

“Ini.” Hazen menunjukkan layar ponselnya.

“Oh, ya nggakpapa, nanti di Indonesia kita beli.”

Hazen terkekeh. “Lihat, Papamu ternyata beneran pelitnya cuma sama Semangka. Kamu nanti kalo udah besar, jangan suka sama Semangka ya? Atau nanti kamu dipukul sama Papa.”

Marvin berdecak. “Nggak usah ngajarin yang aneh-aneh deh Zen.”

“Hahaha tuh kan marah, bilangin ke Papa coba, jangan marah-marah nanti cepat tua.”

Paaaaa papa lahhh tii waaa

Hazen tidak bisa untuk tidak tertawa terbahak-bahak. “Hahaha astaga ya ampun, lucu banget please mau nangis hahaha.”

Hevin ikut tertawa dan bertepuk tangan. Hihihihikk maaa paaa hiihihik

“Udah diem kalian berdua, ini udah larut malam. Hevin waktunya bobok ya?”

Boookkkk bbrmm bookkk

Hazen merubah posisinya, yang tadinya terlentang menjadi miring ke kiri, tangan kanan nya ia gunakan untuk menepuk-nepuk tummy sang anak. Marvin juga ikutan merubah posisi menjadi miring ke kanan, hingga keduanya kini berhadapan. Telapak tangan kanan besarnya ia gunakan untuk mengusap kepala kecil Hevin lembut.

Ku pandang langit Penuh bintang bertaburan

Hazen dengan suara merdunya mulai menyanyikan lagu anak-anak yang sangat ia sukai dulu. Bundanya selalu menyanyikan ini di setiap malam saat Hazen kecil ingin tidur.

Marvin memilih diam dan mengelus kepala sang anak sembari mendengarkan suara Hazen yang bernyanyi. Kedua manik gelapnya menatap lurus ke arah Hazen yang sedang menatap Hevin yang matanya mulai sayu dan mengerjap, mengantuk.

Berkelap kelip Seumpama intan berlian Tampak sebuah Lebih terang cahayanya

Marvin tanpa sadar pun ikut membuka suaranya dan ikut bernyanyi, mungkin bukan hanya Hevin yang terbuai dengan suara Hazen, tetapi dirinya juga.

Itulah bintangku Bintang kejora yang indah selalu Itulah bintangku Bintang kejora yang indah selalu

Marvin dan Hazen mengulangi lagu Bintang Kejora sebanyak 2 kali dari awal sampai akhir, dinyanyikan bersama-sama.

Lagu itu ditutup dengan paduan suara baritone Marvin dan suara countertenor Hazen.

Ajaibnya, Hevin pun telah terlelap dengan pulas. Lantas Marvin dan Hazen menghela nafas lega. Kemudian kedua mata mereka bertemu.

“Kak, gue sayang banget sama Hevin.” Cicitnya berbisik lirih, takut membangunkan sang anak.

“Gue juga.”

“Gue nggak pengen Hevin diambil nantinya.”

“Kalo orangtuanya mau ambil, kita bisa apa? Nggak ada, Hevin pasti juga pengen pulang sama orangtua kandungnya kan?”

Bibir Hazen menekuk ke bawah. “Nggak mau...” lirihnya, memandang tangan kecil Hevin yang menopang diatas telapak tangannya.

“Jangan pikirin itu Zen, yang penting Hevin masih ada sama kita, untuk di masa depan, biar kita pikirkan nanti juga bagaimana ke depannya.”

Hazen mendongak menatap Marvin yang kini juga melihatnya. “Kita tuh kayak bumi dan bulan, Hevin langitnya.”

Marvin mengernyitkan dahinya. “Kenapa begitu?”

“Iya, gue kan Buana, artinya dunia, bisa dibilang gue juga termasuk bumi kan? tempat manusia-manusia di dunia berpijak. Lalu, lo itu Bulan, yang nerangin langit saat malam hari dan membuat bumi juga menjadi terang.”

“Then?”

Hazen terkekeh. “Lo sadar nggak sih semenjak ada Hevin, kita kayak kompak? Lo yang dulunya kemusuhan sama gue, nggak pernah sependapat sama gue, karena Hevin, kita jadi sejalan.”

“Oh, hm ya, I think yes.”

“Hevin kayak langit, penghubung Bulan sama Bumi. Bulan mau nyinarin dunia, butuh langit buat menempatkan diri kan? Sama kayak lo, biar bisa komunikasi dengan benar sama gue, lo butuh Hevin sebagai perantara. Yaaa, gue ngerasa lo bisa melakukan apapun demi Hevin even lo mau menerima apa kata gue yang nggak lo suka.”

“It's not like that either, I'm really happy to do it for Hevin although I have to argue with you first.”

“Kak, soal yang kita janjikan ke orangtua lo dan orangtua gue buat nggak mengecewakan gimana? Gue bingung, kita kan hanya pura-pura.”

Marvin menghela nafasnya. “Let it flow aja Zen, kita tinggal se apart, ngerawat Hevin bersama, itu cukup meyakinkan mereka. Lalu soal hubungan pura-pura ini mau dibawa kemana... pikirin belakangan. Kita nggak ada yang tau masa depan.”

“Misal, kalo Daddy lo nanyain soal pertunangan kita, lo mau jawab apa?”

“Maksud lo kapan kita tunangannya?”

“Iya.”

“Gue bilang menunggu kita berdua siap, dan kita nggak terburu-buru karena mau fokus sama Hevin.”

“Tapi kak—”

“Dan soal menunggu itu, kita beneran nggak akan tau apa yang terjadi Zen. Maksud gue, who knows we will really love each other someday right?

Hazen mengerjapkan matanya beberapa kali lalu berdeham canggung. “Night Kak, gue ngantuk.” Ucapnya langsung memejamkan matanya.

“Sialan, gue salting anjingggggg.” Teriak Hazen dalam hati sembari memejamkan matanya erat. ia tidak mau melihat Marvin.

Marvin terkekeh, lucu saja melihat Hazen malu seperti itu. Padahal tadi dirinya bicara betulan, masa depan siapa yang tau? Ia juga tidak tahu jika suatu hari nanti, kemungkinan akan jatuh cinta dengan Hazen ataupun sebaliknya, Hazen yang jatuh cinta padanya. Atau bahkan dua-duanya saling jatuh cinta. Marvin tidak ingin ambil pusing.

“Zen, lo beneran udah tidur?”

Tidak ada jawaban dari Hazen, lelaki manis itu menutup rapat mulut serta matanya. Hazen belum tidur, ia hanya berusaha menormalkan debaran jantungnya yang bergemuruh di dada.

“Oh udah ya? Ya udah. Night and sleep tight Hevin, Hazen.

Marvin bergumam lirih menyanyikan sebuah lirik lagu, ia menganggapnya sebagai pengantar tidur si bayi besar.

Play this bestie, biar makin uwu ~~~ Hiv! – Bumi dan Bulan

https://www.youtube.com/watch?v=pVDnVf8Bs0w

Bidadari biru berlarut melamun Merajut sendu berlinang embun Mengapa kau membiru menyapa seribu tanya Buat apa, bila tahu jawabnya

Hazen terhenyak mendengar satu bait lirik yang dinyanyikan Marvin. Dahinya yang berkerut pun mulai mengendur, rileks saat suara Marvin masuk ke indra rungu nya. Matanya yang terpejam rapat pun ikut rileks hingga terbuai yang berakhir ia tertidur lelap.

Ooh, kita bagai bumi dan bulan Berpasangan walau tak sejalan Mungkin kita harus belajar pada mereka Tuk tetap bahagia

Marvin melirik Hazen lagi kemudian tersenyum tipis. “Udah tidur beneran ternyata, gue kira pura-pura.”

Ia pun melihat ke arah jemari kecil Hevin yang ada di atas telapak tangan Hazen, saat ia melirik tangannya, ternyata Hazen juga menindih telapak tangannya. Marvin terkekeh dan bingung, sejak kapan kedua tangan bayi itu ada di atas tangannya?

“Sekarang giliran Papa yang nyusul tidur, selamat malam Hevin, Hazen.” Ucapnya lalu mengecup kening Hevin dan mengusap pelan kepala Hazen.

@_sunfloOra