Culture Shock

Marvin dan Hazen sedikit berlari mengingat Hevin yang menangis mencari mereka. Saat mulai memasuki area stage, mereka melepas genggaman tangannya. Lalu langsung menuju ke backstage.

Acara Manajemen Festa baru saja selesai setelah pesta kembang api, hanya diputarkan lagu-lagu secara random dari stage sehingga penonton pun mulai berhamburan pergi dari sana.

Oooeeeekkk hiks hiks paaaa maaaaa hiksss oooeeeeekkk

Hazen meringis saat suara tangisan Hevin terdengar memilukan begitu ia masuk ke dalam ruangan yang ada di backstage. “Hevin!” panggilnya.

Suara Hazen membuat belasan kepala disana menoleh, melihat kedatangan Hazen yang tak lama kemudian disusul dengan kedatangan Marvin.

Hevin yang memang sudah sangat hafal dengan figur Hazen dan Marvin pun sontak meraung-raung, tangannya meraih-raih udara minta digendong oleh Hazen.

Mamamamama maaaa mama hiks hiks hiks

Bi Mina langsung menyerahkan Hevin kepada Hazen yang sigap diterima Hazen. “Maaf ya? Pasti bosen di rumah sejak tadi pagi ya?” Ucap Hazen mengusap buliran air mata Hevin yang membasahi pipi tembamnya.

Hiks hiks mama hiks mamamama maaaa

“Iya, Mama udah disini, jangan nangis lagi. Cup cup anak pinter.”

Fyi, teman-teman Marvin ataupun Hazen baru pertama kali bertemu dengan Hevin. Sedikit cerita bagaimana bisa Bi Mina sampai di stage ini.

Bi Mina menaiki taksi untuk pergi ke kampus Neo Dream dengan Hevin yang masih menangis sambil memanggil Papa dan Mama nya. Saat Bi Mina sampai di depan gerbang Neo Dream, satpam menghentikannya.

“Permisi, ada keperluan apa Ibu datang kemari? Mencari seseorang?”

“Iya, saya mencari Mas Marvin dan Mas Hazen.”

“Ada perlu apa? Kampus sedang ada kegiatan, orang luar harus memiliki tiket masuk untuk bisa masuk ke dalam.”

“Maaf ini darurat Pak, saya tidak ada tiket masuk, tapi saya harus bertemu dengan Mas Marvin dan Mas Hazen sekarang juga.”

“Maaf Bu, jika tidak ada tiket masuk, saya tidak bisa memberi izin.”

“Tapi saya perlu masuk sekarang Pak, lihat! Anaknya Mas Marvin menangis sejak tadi, mencari-cari Mas Marvin dan Mas Hazen.”

Seketika satpam itu melototkan matanya dan menganga. “A-anak?”

Bi Mina menepuk jidatnya, dia keceplosan. Tapi ia harus melakukan ini agar ia bisa masuk. “Iya, anaknya. Dia mau ketemu Papa nya, tolong biarkan saya masuk.”

“Anda siapa? Istrinya?”

“Saya pengasuhnya, tolong saya Pak, lihat. Apa bapak tidak kasian liat bayi ini menangis terus dan memanggil Papa nya???”

Satpam itu mengerjapkan matanya, sebenarnya ia iba melihat Hevin menangis tersedu-sedu sembari menyebut Papa dan Mama. “Sebentar, saya panggil dulu crew nya, nanti Ibu bisa bicara dengan crew nya untuk izin masuk.”

“Iya, cepat Pak. Atau anak ini akan kehabisan suara karena menangis.”

Satpam itu mengangguk lalu menyalakan walkie talkie nya yang tersambung kepada Johan, seksi keamanan.

Drrrttt drrrttt

“Dengan Johan disini, ada apa Pak?”

“Maaf mas Jo, ini di depan ada ibu-ibu yang ngotot ingin ketemu sama Mas Marvin dan Mas Hazen, dia membawa bayi, katanya itu anak Mas Marvin. Bayi nya menangis, mencari Mas Marvin dan Mas Hazen.”

“Apa??? Sebentar, mereka dimana Pak? Biar saya yang kesana.”

“Di gerbang depan Mas.”

“Baik Pak, saya kesana sekarang, amankan mereka dulu di pos ya?”

“Baik Mas Jo.”

Lalu sambungan walkie talkie itu terputus.

“Mas Johan akan kesini, silahkan duduk dulu Bu.”

Bi Mina mengangguk lalu duduk di kursi yang ada di depan pos satpam. “Makasih Pak.”

“Baik Bu.”

“Emm Pak, saya boleh minta tolong lagi?”

“Selama saya bisa bantu, saya akan tolong.”

“Soal anak ini, tolong rahasiakan ya Pak? Jangan sampai orang-orang kampus tau jika dia anaknya Mas Marvin dan Mas Hazen.”

Papapaaaaa hiks hiks hiks Maaa mamama hiks hiks

Satpam itu sedikit terjingkat, sempat diam beberapa detik kemudian terkekeh canggung. “Itu teh bukan urusan saya atuh Bu, lagian Neo Dream fleksibel. Tidak ada aturan tidak boleh menikah atau memiliki anak saat menjadi mahasiswa disini, bahkan boleh membawa anak saat ke kampus, asalkan tidak mengganggu proses mengajar saja.”

Bi Mina bernafas dengan lega. “Meski begitu, tolong rahasiakan ya Pak? Saya tidak ingin Mas Marvin dan Mas Hazen mendapat penilaian yang tidak-tidak, mereka orang yang baik, menolong anak ini dan mau merawatnya seperti anak sendiri.”

Satpam itu menggaruk kepalanya, ia bingung harus menanggapi seperti apa ketika Bi Mina bercerita. “Iya Bu, saya akan merahasiakannya. Ibu bisa tenang.”

“Makasih ya Pak.”

Papaaa Mamaaaa hiks hiks maaa paaa hiks

Hevin masih menangis namun tidak sekencang tadi karena Bi Mina terus mengusap pundaknya, namun Hevin tetap menggumamkan kata Papa dan Mama dalam tangis nya.

Lalu tak lama kemudian Johan datang bersama dengan Ben. Yang langsung disambut oleh Pak Satpam. Johan dan Ben mengangguk lalu menghampiri Bi Mina.

Bi Mina langsung berdiri saat melihat Johan dan Ben.

“Apa benar anda yang mencari Marvin dan Hazen?” Tanya Ben.

“Iya, saya Mina, ART nya Mas Marvin dan Mas Hazen di apart.”

Johan mengangguk lalu melirik bayi yang digendong oleh Bi Mina, ia ingat Marvin dulu mengirimkan foto Hevin di grub saat memberitahukan bahwa Marvin memiliki anak.

“Oh ini anaknya Marvin sama Hazen ya?” Tanya Johan sembari tersenyum.

“Iya Mas, boleh saya ketemu Mas Marvin atau Mas Hazen nya? Hevin sedari tadi menangis mencari mereka.”

Ben mengangguk. “Boleh, ayo ikut saya Bu.”

Lalu Johan berpamitan dengan satpam untuk membawa Bi Mina dan Hevin masuk ke dalam.

Ben dan Johan membawa mereka ke ruangan yang ada di backstage karena disana yang paling aman, hanya berisi panitia saja untuk ruang istirahat panitia.

Bi Mina dan Hevin disambut baik oleh teman-teman Marvin.

“Maaf mas jika saya mengganggu kalian, tapi saya perlu ketemu dengan Mas Marvin dan Mas Hazen agar Hevin bisa berhenti menangis.”

Jay dan Tristan menghampiri Bi Mina.

“Sebenernya Marvin pergi setelah tampil, dan kami tidak tau dia ada dimana. Ibu sudah menghubungi Marvin?” Tanya Tristan.

“Sudah, saya bahkan juga menelfon. Dua-duanya tidak ada yang merespon, baik Mas Marvin ataupun Mas Hazen.”

Jay mengangguk. “Sepertinya mereka sedang bersama Bi, kami coba hubungi Marvin dan Hazen lagi.”

Bi Mina dipersilahkan duduk di sofa empuk, dengan Hevin yang masih sesenggukan, dihibur oleh Juan, Willy, Ben, dan Keenan. Agar Hevin bisa sedikit diam.

“Hevin, cilukkkk baaaa, cilukkkkk baaaa.” Willy dengan konyolnya mengajak Hevin bermain cilukba.

Oeeekkk papaaa mamaaaa hiks hiks

“Willy bodoh, makin nangis ini bayinya!” Juan menjitak kening Willy.

“Akh, jangan ngomong kasar depan bayi, stupid!” Ucap Willy sembari mengelus keningnya.

Keenan geleng-geleng kepala. “Kalian berdua sama aja, udah sana pergi kalian. Biar gue sama bang Ben aja yang hibur.”

Mamamamama papaaaa hiks hiks hiks

“Hai anak ganteng, lihat, kakak punya apa?” Keenan mengeluarkan kunci mobilnya yang bergantungan kunci squishy kucing hitam.

“Kalau kamu berhenti nangis, kakak kasih ini. Gimana?”

Paaaa papaaa hiks hiks Maaaaa

Ben pun berjongkok, lalu mengusap pipi gembil Hevin yang dipangku Bi Mina. “Nanti Papa bakalan dateng kalo kamu berhenti nangis, sekarang main sama kak Ben dan kak Keenan dulu ya?”

Hevin sedikit meredakan tangisnya, lalu Keenan memberikan squishy kucing hitam itu kepada Hevin.

“Jangan dimakan ya tapi? Diteken-teken aja, oke?” Ucap Keenan.

Keee hiks hiks hiks

“Aaaa gemes banget sih.” Ucap Ben mengusap kepala Hevin.

Hevin masih sesenggukan namun tidak menangis, ia memainkan squishy yang diberikan oleh Keenan. Bi Mina bernafas lega, setidaknya fokus Hevin bisa teralihkan sekarang sambil menunggu Marvin dan Hazen datang.

Sedangkan yang lain sibuk menghubungi Marvin dan Hazen.

“Siapa yang punya kontak nya anak Golden Boyz? Coba tanya mereka dimana keberadaan Hazen.” Ucap Tama.

“Gue udah tanyain ke Nathan, katanya tadi Hazen ijin ke toilet tapi belum balik sampai sekarang.” Ucap Jay.

“Hadeh, gue makin yakin ini emang tuh anak berdua janjian.” Ujar Yudha.

“Tapi bukannya Marvin mau temuin calon pacarnya?” Ucap Juan.

“Ya berarti Hazen calon pacarnya.” Kata Willy.

“Hm bisa jadi sih, kalo dari pengamatan gue, Marvin agak berubah semenjak ada Hazen, ngerasa nggak lo pada? Kayak bukan Marvin yang biasanya gitu loh.” Ucap Deon.

“Iya anjir, tweet nya dia juga aneh banget akhir-akhir ini, gue agak ngamatin tweet nya Hazen yang lumayan nyambung sama tweet Marvin.” Kata Tristan.

Jay tergelak tawa. “Ah kalian telat menyadari, gue udah mengamati mereka berdua lumayan lama, sejak Hazen nge tweet tentang yang katanya seatap tapi nggak pernah saling ngomong, hmm kebetulan gue mergokin snapgram Hazen yang lagi genjrengan bareng Marvin, kenal banget gue sama suara Marvin.”

“Eh itu snapgram kapan? Gue kok nggak liat?” Tanya Tama.

“Masih 1 menit langsung dihapus sama dia, karena gue notice duluan kalo ada Marvin disana.”

“Anjir pantesan gue nggak tau juga, lo orang gabut apa gimana dah Jay bisa gercep gitu liat snapgram nya Hazen?” Tanya Juan.

“Kebetulan aja, gue lagi scrolling timeline trus liat Hazen buat story ya gue liat, eh ternyata isinya lagi genjrengan sambil ketawa ketiwi sama Marvin.”

“Anjir, mereka berdua diam-diam menghanyutkan parah, gue nggak akan kaget sih kalo misalnya yang ditembak Marvin tadi beneran Hazen.” Kata Johan.

“Lihat aja nanti, kalo gue sih 100% yakin pasti Hazen orangnya.” Ujar Yudha.

“Nathan barusan chat gue, karena gue bilang ke dia kalo anaknya nyari Hazen di backstage, trus Nathan bilang mau kesini sama temen-temennya.” Ucap Jay.

“Ya udah suruh kesini aja, sekalian mau ucapin makasih ke mereka.” Kata Tristan.

Begitulah ceritanya, mengapa bisa semuanya berkumpul di backstage bersama Bi Mina dan Hevin.

Sehingga, Hevin disana pun diajak bermain oleh teman-teman Marvin beserta teman-teman Hazen. Bayi itu bahkan tertawa merasa terhibur karena ulah mereka.

“Bi Mina pasti capek banget kan urusin Hevin seharian ini karena Kak Marvin sama Hazen nggak ada, Bi Mina istirahat aja sekarang. Hevin biar kami aja yang ajak main.” Ucap Jidan.

“Makasih banyak nak Jidan, Hevin sepertinya kesepian mangkanya nggak mau berhenti nangis tadi di apart, buktinya sekarang dia bisa diam dan ketawa lagi karena ada banyak orang disini.”

Leo ikut nimbrung, ia pun mengangguk. “Sepertinya gitu Bi.”

Oooeeeekkk hiks hiks oeeekkk

Bi Mina terkejut mendengar suara tangisan Hevin lagi, ia pun menghampiri Hevin yang sedang dipangku oleh Ben. “Kenapa nangis sayang?”

Ben menghela nafas lalu menatap Raden dan Jendra sanksi. “Itu Bi, Raden sama Jendra rebutan buat mau nyubit pipinya Hevin yang berujung cekcok, nangis deh Hevin liatnya.”

Raden dan Jendra seketika mundur dan sungkan.

Bi Mina terkekeh. “Hahaha, oh gitu. Ya udah sini kasih ke bibi.”

Ben pun memberikan Hevin kepada Bi Mina. “Cup cup cup, kenapa nangis? Kakak-kakak nya nggak jahat, cuma mau pegang Hevin aja kok, ssstt udah ya jangan nangis.”

Tangisan Hevin jadi kencang seperti awal tadi, membuat Nathan menghela nafas lalu memukul kepala Raden dan Jendra bergantian.

“Belegug teh sia! Hadeh.”

Yang dipukul cuma meringis dan mengaduh.

Oooeeeekkk hiks hiks paaaa maaaaa hiksss oooeeeeekkk

“Hevin!” Suara Hazen pun mengalihkan semua atensi mereka disana.

Hiks hiks mama hiks mamamama maaaa

“Iya, Mama udah disini, jangan nangis lagi. Cup cup anak pinter.” Hazen menepuk-nepuk punggung kecil sang anak.

Semua melongo mendengar itu. Mereka pikir ocehan Hevin tadi hanya ocehan bayi, ternyata Hevin bilang Mama itu untuk memanggil Hazen? Sungguh mereka syok mendengarnya.

Papa papaaaaaa hiks hiks paaaa

“Iya sayang, ini Papa. Jangan nangis lagi dong, kan udah ada Papa sama Mama disini.”

Teman-teman Marvin dan Hazen saling lirik dan membisu disana, apa yang mereka dengar sekarang terlalu membuatnya tercengang. Membuat mereka diam membisu tanpa kata.

“Bi Mina, bawa susu nya Hevin nggak?”

“Bawa Mas Hazen, sebentar Mas.” Ucap Bi Mina mengambilkan dot susu yang masih terisi penuh susu formula lalu memberikannya kepada Hazen. “Ini Mas.”

Hazen langsung memberikan dot nya kepada Hevin yang langsung di respon dengan baik, Hevin menyesap susu nya. Hazen memegangkan dot nya. “Anak pinter, dihabisin ya? Kita pulang dan bobok.”

Hevin masih sesenggukan, jemari kecilnya menggerayangi wajah Hazen, ingin menyentuh. Hazen yang paham pun menunduk agar Hevin bisa menggapainya. Hevin menepuk-nepuk kecil pipi Hazen.

Para penonton hanya melihat tanpa kata, karena sejujurnya mereka tak berpikir bahwa Hazen sebaik ini dalam merawat bayi, apalagi partner merawatnya adalah Marvin.

Marvin mengalihkan atensinya dari sang bayi menuju ke teman-temannya dan teman Hazen. “Makasih ya udah izinin Bi Mina sama anak gue masuk sini, gue sama Hazen pamit pulang duluan.”

Tristan pun terkekeh canggung. “Ah santai Vin, nggak masalah. Soalnya anak lo nangis kejer nyariin kalian berdua. Gue mana tega sih ngebiarin dia di luar?”

Marvin tersenyum. “Ya udah, gue balik ya bro.” Ucapnya lalu menoel lengan Hazen.

“Makasih buat kerja kerasnya Kakak semuanya, gue pamit pulang dulu.” Ucap Hazen.

“Iya, hati-hati kalian.” Kata Ben.

“Terimakasih Kak.”

Hazen melirik teman-temannya. “Gue balik duluan cuy, kalo mau nanya apa-apa nanti bisa nanya di grub. Lo semua hati-hati di jalan.”

“Yoi Zen.” Jawab Leo, yang lainnya mengacungkan jempol.

Bi Mina pun menyusul Marvin dan Hazen yang berjalan keluar duluan. “Saya juga ikut permisi Mas, terimakasih banyak untuk hari ini.”

“Sama-sama Bi.” Jawab mereka kompak.

Setelah kepergian keluarga cemara itu, mereka semua saling berpandangan lalu heboh.

“Itu tadi Marvin bukan sih? Kok auranya beda banget, kayak bukan Marvin.” Ujar Juan.

“Mau bilang bukan, tapi itu tadi emang Marvin.” Sahut Deon.

“Kok bisa ya?” Keenan menggeleng heran.

“Bisa lah, love can change anything, including personality.” Ucap Jay.

Raden tersenyum tipis, miris dalam hatinya. Sepertinya malam ini, ia akan menangis lagi. Setidaknya untuk terakhir kalinya, ia ingin menangisi Hazen, karena untuk selanjutnya, ia akan menjadi Raden yang tegar.

“Kayaknya Hazen sama Kak Marvin emang pacaran deh.” Ucap Leo.

“Gue juga ngerasa gitu, berarti tadi Hazen bohong ke kita soal toilet, dia mau nemuin Kak Marvin.” Kata Nathan.

“Udahlah, kita bisa sensus Hazen nanti, sekarang kita pulang. Gue mau rebahan.” Ujar Jidan.

Lalu Golden Boyz pun pamit kepada anak-anak BEM untuk pulang.


Hevin sudah tidur dengan pulas di keranjang bayinya, sisa Marvin dan Hazen yang berbaring bersama di kasur Hazen. Saling memiringkan badan hingga mereka berhadapan.

“Kak, menurut lo, bakalan aneh nggak kalo kita nunjukin Hevin ke publik? Maksud gue, kayak kita posting foto-foto Hevin di sosmed kita, bakalan aneh nggak sih?” Tanya nya sembari memeluk gulingnya.

“Anehnya dimana? Menurut gue sih enggak.”

“Kalo ada yang nanya, kita jawab gimana? Anak kita?”

“Lo maunya jawab gimana? Kalo gue sih ya bilang anak gue, kan emang begitu kenyataannya sekarang.”

Hazen menggerakkan bibirnya yang tertutup rapat ke kanan dan ke kiri. “Iya juga sih, maksud gue, bakalan aneh nggak kalo Hevin kita sebut sebagai anak kita? Mungkin kalo disebut anak lo aja atau anak gue aja itu wajar, tapi kalo anak kita berdua? Kayak gak mungkin gitu nggak sih?”

“Mungkin aja, karena kita punya status. Lo pacar gue, bahkan calon tunangan gue.”

Hazen memukul Marvin dengan guling yang dipeluknya.

Bugh

Marvin menahan teriaknya karena mengingat Hevin sedang tidur. “Kalo mau ngajak ribut jangan di kamar lo, nanti Hevin bangun.”

Hazen mencibir. “Habisnya, gue nanya beneran ini anjir.”

“Gue jawabnya juga beneran Hazen, bagi gue itu wajar kalo kita punya status, apalagi status kita nggak sekedar sepasang kekasih, tapi calon tunangan. Udah wajarnya kalo kita adopsi anak kan? Anggap aja gitu.”

“Kan biasanya yang adopsi anak itu pasangan yang udah nikah, sedangkan kita kan enggak.”

“Bukan enggak, tapi belum.”

Hazen mendengus, ia tidak mau terlihat salah tingkah di depan Marvin. Dirinya juga laki-laki, ia tak ingin menjadi malu-malu kucing hanya karena tingkah dan ucapan manis Marvin. “Kayak yang bakal nikahin gue aja lo.”

“Lihat nanti, kalo beneran jodoh ya pasti nikah sih.”

“Kalo enggak jodoh?”

“Ya nggak nikah lah.”

“Trus apa gunanya gue jadi calon tunangan lo?!”

“Anggap aja lagi jagain jodoh orang sementara sebelum dapet jodoh yang aslinya.”

“Anjing, ngeselin.”

Marvin terkekeh. “Bercanda, kalo lo bukan jodoh gue, gue maksa buat jadiin lo jodoh gue.”

“Prettt.”

“Dih, beneran gue. Lagian kan Daddy sama Papa juga udah setuju. Ya kali kita nggak jadi sepasang suami-suami?”

Hazen terkekeh. “Lo suka banget ya Kak sama gue?”

“Lo juga suka banget sama gue.”

“Kepedean, kata siapa tuh? Fitnah.”

“Kalo nggak suka kenapa lo nerima gue?”

“Kasian aja sih.”

“Oh aja.” Ucap Marvin lalu bangun dari berbaringnya. “Minggir lo.”

Hazen ikut bangun. “Mau kemana lo?”

“Tidur lah.”

Hazen menatap Marvin lekat-lekat kemudian terkikik pelan. “Jiakh, marah lo?” Katanya dan menoel-noel lengan Marvin.

“Siapa bilang?” Marvin mendepak tangan Hazen yang menoel-noel lengannya.

“Jangan marah, gue bercanda ih. Gitu aja ngambek huu, malu sama Hevin coba.”

Marvin mengerlingkan matanya. “Gue mau tidur beneran njir, mata gue berat banget.”

Hazen menarik lengan kanan Marvin hingga lelaki itu jatuh terbaring lagi di kasur. Kemudian di susul Hazen yang berbaring di samping Marvin, menyingkirkan guling yang menjadi pembatas di antara mereka. “Tidur sini aja.”

“Males.” Katanya, tapi lelaki itu malah mendekatkan diri kepada Hazen dan menarik tubuh Hazen ke dalam dekapannya.

“Males model apaan yang malah meluk erat banget kayak gini hah?”

Marvin terkekeh dan menumpukan dagunya di atas kepala Hazen. “Gue mager naik tangga, udah ngantuk berat. Tidur disini merupakan pilihan terbaik.”

“Heleh, bilang aja kalo lo emang mau tidur disini. Pake alesan mager naik tangga.” Ucap Hazen melingkarkan kedua tangannya di pinggang Marvin dan menyamankan kepalanya di ceruk leher sang kekasih.

“Iya, pengen berduaan sama lo soalnya.”

Hazen menghirup aroma parfum Marvin, bukan parfum maskulin kebanyakan lelaki di luar sana. Marvin ini sedikit unik, sama seperti dirinya. Jika Hazen suka memakai parfum floral yang khas dengan buah-buahan segar dan aroma bunga, itu bukan parfum perempuan kok, itu parfum floral khusus laki-laki karena baunya tidak manis, melainkan segar dan harum. Kalau Marvin menyukai parfum woody, yang bernuansa hangatnya alam.

“Lo harum Kak hehe.”

“Tau, sampe lo ngendusin leher gue dari tadi.”

“Lo numpahin parfum apa gimana? Wangi amat.”

“Parfum mahal, semprot dikit baunya kuat dan tahan lama.”

“Anjir sombong, mentang-mentang manusia paling kaya se Indonesia.”

“Lagak lo ngomong kayak orang miskin aja, lo kan juga termasuk jajaran orang kaya se Indonesia.”

“Tapi parfum gue nggak mahal-mahal amat.”

“Nggak mahal buat lo tuh harga berapaan?”

“2,5 juta an doang parfum gue.”

“Mahal itu goblok, punya gue nggak beda jauh dari lo.”

“Lo suka nggak sama bau parfum gue?”

“Suka.”

“Kak.”

“Tidur Zen, istirahat. Lo capek, selama 2 bulan ini latihan, rapat, urusin Hevin juga.”

“Nyanyiin dong Kak.”

“Males, gue ngantuk.”

“Ya udah, gue aja kalo gitu yang nyanyiin buat lo. Anggep aja balesan dari lagu lo tadi di stage.”

“Hm, terserah.” Marvin sudah memejamkan mata sejak ia memeluk Hazen. Namun ia belum sepenuhnya tidur, hanya memejamkan mata saja, karena ia masih ingin menanggapi pembicaraan Hazen.

Di putar dulu yuk lagunya, biar asemewew asek asek :D “Tulus – Teman Hidup”

https://www.youtube.com/watch?v=u7I_WdVRs5Y

Dia indah meretas gundah Dia yang selama ini ku nanti Membawa sejuk memanja rasa Dia yang selalu ada untukku

Di dekatnya aku lebih tenang Bersamanya jalan lebih terang

Marvin tersenyum tipis dengan mata yang masih terpejam. Mendengarkan setiap untaian lirik yang keluar dari bibir Hazen. Ia pun mengeratkan pelukannya, seolah tak ada hari esok untuk bisa memeluk Hazen seerat ini.

Tetaplah bersamaku jadi teman hidupku Berdua kita hadapi dunia Kau milikku ku milikmu kita satukan tuju Bersama arungi derasnya waktu

“Iya, kita hadapi bersama ya Zen, kita bahagia bersama, dengan Hevin.” batinnya.

Kau milikku ku milikmu Kau milikku ku milikmu

“Iya, lo punya gue. Begitupun juga gue yang cuma milik lo.” Batin nya lagi, menjawab setiap lirik yang dinyanyikan Hazen.

Bila di depan nanti Banyak cobaan untuk kisah cinta kita Jangan cepat menyerah Kau punya aku ku punya kamu selamanya kan begitu

“Gue nggak akan nyerah, nggak akan pernah gue lepasin lo gitu aja meski nanti sesulit apapun keadaannya.” Masih setia bergumam dengan batinnya.

Tetaplah bersamaku jadi teman hidupku Berdua kita hadapi dunia Kau milikku ku milikmu kita satukan tuju Bersama arungi derasnya waktu

Kau milikku ku milikmu Kau jiwa yang selalu aku puja

“Lo juga Zen, selama ini gue nggak pernah memuja seseorang selain Mommy, dan sekarang selain Mommy, gue memuja lo dan Hevin. Kalian berdua indah, melengkapi hidup gue yang tadinya datar, monokrom dan sepi menjadi penuh warna, cerah dan bahagia. Makasih banyak Zen, i love you so much.” Lagi-lagi Marvin hanya bisa membatin.

Hazen sedikit mendongak untuk melihat Marvin, ia tersenyum lembut saat mendapati Marvin memang memejamkan mata dan nafasnya berhembus teratur. Hazen menaikkan sedikit tubuhnya lalu mengecup bibir Marvin.

Hanya sebuah kecupan namun cukup lama, ia memejamkan matanya. “Selamat malam dan selamat istirahat Kak, gue sayang banget sama lo.” Ucapnya lirih setelah melepaskan bibirnya.

Kemudian Hazen kembali ke tempat semula, memeluk Marvin dan menyandarkan kepalanya di dada Marvin, menyusul untuk memejamkan mata dan tidur.

Marvin membuka kedua matanya ketika merasa Hazen sudah tenang dan tidak banyak gerak, lalu tersenyum simpul. “Gue lebih sayang sama lo, Zen. Selamat malam juga, sleep tight, honey.” cicitnya sangat lirih, sampai hanya dirinya yang dapat mendengar.

@_sunfloOra