Ending Scene


Seperti janji, kini Raden sedang menunggu Hazen selesai dengan kelasnya di parkiran kampus Neo Dream. Raden sudah hafal yang mana si babon alias motor KLX hijau milik Hazen, bahkan helm full face nya Hazen saja, Raden hafal sekali. Oleh karena itu, ia menunggu sembari duduk di atas motor Hazen.

Tadi Raden sudah mengirim pesan kepada Hazen, mengabari jika dirinya sudah menunggu di parkiran. Hazen bilang, kelasnya akan selesai 15 menit lagi.

Raden melihat layar ponselnya, jam menunjukkan pukul 10.55 WIB, artinya 5 menit lagi, kelas Hazen sudah selesai. Sembari menunggu Hazen datang, Raden melihat-lihat isi galeri ponselnya, kemudian tersenyum, terkekeh, terkadang tertawa cekikikan, dan terkadang menghela nafas sendu.

Jika kalian ingin tau apa yang dilihat Raden, ia sedang melihat foto-foto Hazen yang ia jadikan folder dalam galerinya, menamainya dengan Beruang Madu. Itu Rahasia, tentu saja tidak ada yang tau kecuali dirinya, Raden mengunci akses masuk ke galerinya, sampai-sampai Hazen pernah mengira jika Raden koleksi video bokep.

Darimana Raden mendapatkan foto-foto Hazen? Tentu saja hasil pap dari Hazen sendiri yang selalu dikirimkan ke Raden. Ada hasil dari paparazzi Raden sendiri, dan juga ada hasil mencuri dari sosmed-sosmed Hazen. Instagram dan Twitter contohnya.

Katakan Raden gila, tapi yang namanya sedang jatuh cinta, bukankah menyimpan foto orang yang dicintai itu wajar kan? Apalagi jika ia mendapatkan foto itu langsung dari orangnya? Jadi Raden tidak salah, bukan penguntit atau psikopat. Ingat itu.

“Hahaha anjir, kenapa lo lucu banget sih? Tsk, pengen cubit pipi lo deh.” Ujarnya ketika melihat foto Hazen yang sedang makan sampai pipinya mengembung.

Darrr

“Anjingggg.” Teriak Raden reflek dan ponselnya pun terjatuh tengkurap. Ia menoleh ke samping, ternyata pelakunya setan kecil; siapa lagi jika bukan Hazen?

“Hahaha dih kok ngegas? Liatin apa hayoo, kok ketawa-ketawa?”

“Kepo deh.”

Hazen melihat ke bawah, melihat ponsel yang tergeletak tak berdaya, ber case tokoh kartun moomin. Hazen inisiatif menunduk ingin mengambilkan, tetapi belum sempat Hazen menggapai ponsel itu, Raden sudah mengambilnya dan memasukkan ke dalam saku blazer nya.

“Kenapa sih? Nggak gue curi juga hp lo.”

“Ya kenapa sih? Orang gue pengen ngambil hp gue doang.”

Hazen memicingkan matanya. “Curiga nih gue, lo lagi liatin konten aneh-aneh ya?”

Plakk

“Anjrit kok dipukul sih?” Protes Hazen mengusap lengan kirinya yang baru saja dipukul Raden.

“Mulut lo dijaga mangkanya kalo ngomong, gue cuma liatin foto-foto anak beruang di instagram tadi.”

“Gue heran deh, lo tuh sukanya sama beruang, tapi barang-barang lo serba moomin? Moomin kan kudanil.”

“Suka-suka gue lah. Lagian nih ya, Moomin tuh peri, bukan kudanil!”

“Peri darimananya sih? Kagak ada sayap, peri mah langsing semua, nah itu gembrot amat.”

“Lo kok Moomin rasisme sih?”

Hazen tergelak tawa, sumpah demi apapun Raden itu lucu. Dia bisa sekesal dan semarah ini hanya karena Hazen menggodanya dengan menjelekkan Moomin.

“Ya Tuhan, Raden.... lo kok lucu banget sih? Hahaha gemes deh.” Ucapnya mencubit hidung Raden dan menariknya.

“Aaaaaa Hazen gendeng, gue nggak bisa nafas pekok!” Teriaknya memukuli punggung tangan Hazen berkali-kali.

Hazen masih tertawa terbahak-bahak, tak lama setelahnya ia melepaskan tangannya dari hidung Raden. “Biar makin mancung kayak pinokio.”

“Orang gila, kalo gue mati, gue tuntut lo ya bangsat.”

“Masih hidup kan? Berarti nggak jadi dituntut.”

Raden mengerlingkan matanya lalu berdiri dan menyingkir dari motor Hazen. “Ayo cepat, udah panas banget ini mah.”

“Nggeh ndoroo.” Kata Hazen dan memakai helm full face nya. Raden juga memakai helm nya.

“Mari naik ndoro.”

Sekali lagi, Raden memukul bahu Hazen. “Brisik, gue lakban juga ya mulut lo lama-lama.”

Hazen terkekeh di balik kaca helm nya. Kemudian motor KLX 250 itu melaju keluar area kampus menuju kediaman Tuan Kaisar—rumah Hazen.


Hazen melepas helm nya kemudian menyisir rambutnya menggunakan jari-jarinya sembari bercermin. Raden yang sudah turun dari boncengan Hazen hanya mengerlingkan matanya. Padahal dalam hatinya sudah berantahkan melihat Hazen seperti itu. Karena apa? Cakep kebangetan, hati Raden berantahkan.

Sialan, maksud lo apaan Hazen bangsat? Lo mau bikin gue mati berdiri atau gimana sih? Sok cakep banget anjing.”

Itu suara hati Raden yang menjerit kesal, namun juga senang mendapat pemandangan se indah itu di depan matanya. Kalau kata Raden, Hazen itu kayak sprite; nyatanya nyegerin.

“Woi Den, bengong-bengong bae. Ayo masuk.” Ucap Hazen melambaikan tangan nya di depan wajah Raden.

Raden mengerjapkan matanya dan menatap Hazen. “O-oh maaf, ayo.”

Kemudian kedua anak adam itu berjalan menuju pintu rumah besar dan mewah ini.

Benar kata Hazen, Ayah dan Bunda nya ada di rumah. Karena begitu Hazen memencet bel rumah, Bunda nya lah yang membukakan pintu, lalu langsung memeluk erat sang putra.

“Hazen anak Bunda, kok nggak bilang-bilang kalau pulang, nak?”

Karena teriakan sang Bunda, maka Ayah nya yang tengah bersantai di ruang tamu pun kaget dan menghampiri sang istri.

“Loh, Hazen kok tumben pulang? Udah dua minggu ini kamu nggak pulang.” Kata sang Ayah.

Hazen meringis lalu merenggangkan pelukannya dengan sang Bunda. “Iya maaf Bun, mendadak soalnya.”

“Hehe, maaf Yah, lagi hectic banget, jadi nggak sempet pulang.”

Bunda dan Ayah tersenyum saja, kemudian sang Bunda melirik ke belakang tubuh Hazen. “Eh, ada Raden juga.”

Raden melongokkan kepalanya dari belakang Hazen, karena jujur saja Hazen ketinggian, jadi tubuh kecilnya sampai tertutupi. “Hehe, selamat siang Bunda.”

“Siang Raden, ayo masuk dulu. Panas-panas begini mending ngadem di dalem.” Ucap Bunda.

Raden mengangguk saja lalu mengekori Hazen dan kedua orangtuanya masuk ke dalam rumah.

“Kalian belum makan siang kan?” Tanya Bunda.

Hazen dan Raden kompak menggelengkan kepala.

“Makan dulu gih, Bunda udah masak. Mumpung Raden disini, Bunda mau buatin puding coklat kesukaan kamu ya?”

“Eh Bunda nggak perlu repot-repot, aku sama Hazen setelah ini mau keluar kok.”

Kaisar yang duduk sembari menyesap teh herbalnya memicingkan mata. “Panas-panas gini mau kemana? Enak juga istirahat disini ngadem, main PS sampe sore kan?”

Tawaran menggiurkan untuk Hazen sebetulnya, ia sudah lama tidak main PS sejak tinggal di asrama. Tapi ia sudah punya rencana apik hari ini mau mengajak Raden ke suatu tempat.

“Nggak, Yah. Aku mau jalan-jalan sama Raden, menghibur diri dari hectic nya tugas-tugas.”

“Makan dulu ya tapi? Nggak Bunda ijinin keluar kalau nggak makan siang dulu.”

Hazen melirik Raden, kemudian Raden tersenyum dan mengangguk.

“Kalau Raden setuju aku ya nggakpapa sih. Aku juga laper hehe.”

Kaisar terkekeh begitupun juga Kirana. Raden hanya haha hihi aja, Hazen memang seperti itu, jadi ia tidak heran lagi menjadi sahabatnya sejak masa SMP.

Selesai makan siang, kedua lelaki itu berpamitan dan mencium tangan Ayah dan Bunda bergantian.

“Bawa mobil, Zen?” Tanya sang Ayah.

“Iya Yah, nggakpapa kan?”

“Nggakpapa lah, tadi Ayah mau nyuruh kamu bawa mobil aja, kayaknya agak mendung juga.”

“Aku bawa Audi putih nya ya Yah?”

“Terserah kamu ajalah, kan mobilnya punya kamu. Mau kamu bawa yang Jaguar, Porsche, Ferrari, Aston Martin, Land Rover, atau BMW pun nggak masalah.”

Raden dalam hati menjerit, demi Tuhan ia baru tau jika mobil milik Hazen sendiri sudah sebanyak itu? Seingatnya dulu waktu wisuda SMA, ia menghitung mobil milik Hazen sendiri ada 4. Sekarang sudah 7 saja mobilnya. Dan perlu diingat, itu milik Hazen sendiri. Ayah dan Bunda nya memiliki mobil sendiri yang sama banyaknya juga.

“Ini keluarga keknya buka jasa dealer mobil deh.” Batin Raden tak habis pikir.

“Hehe makasih Ayag, kalo gitu aku sama Raden berangkat dulu ya?”

“Hati-hati nyetirnya Hazen.” Ucap sang Bunda.

“Siap Bunda, dadaaa.” Kata Hazen melambaikan tangan dan menarik tangan Raden untuk segera keluar dari rumah.

Raden mengekori Hazen yang masuk ke garasi, dan benar saja di dalam garasi itu terjejer 7 mobil mewah dan 1 motor Ninja 4 tack warna hitam. Hazen menekan tombol buka kunci otomatis pada remote control kunci nya.

“Ayo masuk, keburu sore. Gue harus balik asrama sebelum jam 5.”

“Kenapa?”

“Biasalah, ntar Marvin mencak-mencak kalo gue kelayapan dan ngebuat dia nggak ngunci pintu karena gue masih di luar.”

Raden mengangguk saja, Hazen memang menceritakan kepada Golden Boyz jika Marvin suka marah-marah jika Hazen pulang terlambat karena artinya Marvin tidak bisa mengunci pintu meski Marvin sudah ingin tidur.

Mobil Audi R8 putih itu keluar dari kediaman Tuan Kaisar. Hazen memutarkan lagu-lagu One Direction.

Sudah menjadi rahasia umum, jika Hazen ini sangat menyukai One Direction. Raden pun juga ketularan suka dengan lagu-lagu One Direction karena Hazen mencekoki telinganya sejak SMP.

Saat ini, sedang terputar lagu berjudul Perfect. Btw, Raden sangat menyukai lagu ini juga.

Hazen mengetukkan jari telunjuknya di setir mobilnya ssembari bersenandung mengikuti lirik lagu. Omong-omong, aksen bahasa Inggris Hazen itu bagus. Raden saja sampai terperangah setiap Hazen menyanyi lagu Western.

But if you like causing trouble up in hotel rooms And if you like having secret little rendezvous If you like to do the things you know that we shouldn't do Then baby, I'm perfect Baby, I'm perfect for you

Suara selembut madu itu masuk ke dalam rongga rungu Raden, membuatnya terbawa suasana. Hingga pada bait selanjutnya, Raden ikut menyanyikan itu bersama Hazen.

And if you like midnight driving with the windows down And if you like going places we can't even pronounce If you like to do whatever you've been dreaming about Then baby, you're perfect Baby, you're perfect So let's start right now

Kemudian keduanya tertawa setelah berhasil menyelesaikan Reff bersama.

“Lo masih aja ya anjir dari jaman SMP maniak lagunya One Direction.”

Hazen terkekeh, “Iyalah, favorit itu mah. Kalo One Direction ngadain konser lagi, gue pengen nonton. Udah lama mereka nggak gelar konser.”

“Mau nonton sama siapa lo? Kayak punya temen aja.”

“Lo kan? Ya kali lo nggak mau nemenin gue konseran, bro?”

“Don't bro me. I'm your enemy.”

“Hahaha, musuh model apaan kalo tiap harinya nempel kek perangko?”

“Idih, itu dulu ya bangsat. Sekarang kan nggak.”

“Ya juga sih, lo udah beda. Lo udah jadi cowok hebat dan berani. Gue bangga sama lo.” Ucap Hazen dan menepuk pucuk kepala Raden dengan telapak tangan kirinya sembari menyunggingkan senyum.

Raden terdiam beberapa saat, ia tersadar setelah tangan Hazen sudah tidak di atas kepalanya lagi.

“Lo gimana sama Kak Marvin?”

“Gimana apanya?”

“Ya—kalian nggak akur. Udah 1 setengah bulan kalian tinggal bareng.”

“Nggak gimana-gimana sih, gue sama dia udah buat peraturan asrama. Jadi gue tinggal patuhi aturan itu aja kalo nggak mau diusir dari sana.”

“Kak Marvin emang segalak itu Zen? Se ngeselin itu? Gue—agak speechless.”

“Hm, nggak juga sih. Tergantung aja, dia itu cuek, dingin, susah ditebak, misterius banget pokonya. Dia marah kalau gue debatin dia aja, selebihnya enggak kok.”

“Kalo lo nggak nyaman tinggal sama dia, lo sama gue aja gimana? Kak Arjun punya apart kecil, gue bisa nyuruh dia balik kesana trus bagi kamar sama lo.”

Hazen menghela nafas, “Harusnya, lo tawarin itu ke gue dari dulu, bukan sekarang.”

“Kenapa emang?”

“Karena sekarang gue nggak bisa tinggalin Kak Marvin sendiri, ada Hevin yang harus gue jaga bersama dia.”

“Ya—gue udah belajar adaptasi aja sama cara kerja hidupnya kayak apa. Dan gue udah mulai terbiasa sekarang.”

Raden mengangguk saja. Keduanya pun bercerita random membahas apapun untuk mengisi kekosongan selama perjalanan.

“Lo mau bawa gue kemana sih? Kok nggak nyampe-nyampe?”

“Hm ada deh, gue mau ajakin lo berpetualang.”

“Hah?”

Hazen terkekeh dan membelokkan setirnya. “Bentar lagi nyampe, kalo lo inget, kita pernah kesini sebelumnya waktu SMA.”

Raden menoleh menatap jalanan di balik kaca mobil, ia mencoba mengingat jalan ini. “Zen, ini—”

“Iya, gue ajak lo liat galaksi bima sakti. Liat indahnya bintang kejora diantara ribuat meteor di langit.”

Raden tersenyum tipis sembari menatap pantulan dirinya di kaca mobil, kedua pipinya bersemu merah, sehingga ia tidak berani menoleh untuk melihat Hazen.


Hazen membawa Raden ke Planetarium Jakarta. Dulu saat SMA, Raden bilang ingin sekali melihat bintang kejora secara jelas, dan saat itulah Hazen membawanya kemari untuk melihat bintang kejora lebih dekat. Ketika itu, Raden bahagia sekali, di tempat ini Raden tersenyum begitu lebar.

Tapi—tidak tau untuk hari ini. Apakah senyum lebar dan tawa dari Raden bisa Hazen lihat lagi.

Raden dan Hazen berjalan memutari Planetarium, Raden mengambil banyak gambar disana. Menyuruh Hazen untuk memotretnya, Hazen menuruti saja asalkan Raden bahagia.

“Zen, sebenernya gue ngajak lo keluar gini ada tujuan.” Ucap Raden memasukkan ponselnya dan melirik Hazen yang tengah berdiri membaca horoskop zodiak yang terpampang di dinding.

“Aries memiliki lambang domba dan berelemen api. Sifat murah hati dari Aries sering kali menjadikannya sosok panutan. Meskipun memiliki sifat yang keras, Aries selalu rela untuk berkorban bagi orang terdekatnya.” Ucap Hazen membacakan horoskop zodiak milik Raden.

“Hazen, gue ngomong sama elo loh ini...”

Hazen menoleh kemudian menatap Raden serius. “Jangan berkorban terlalu banyak Raden, pikirin kebaikan diri lo sendiri sebelum berkorban buat orang lain. Termasuk perasaan lo, jangan dikorbanin. Lo berhak bahagia, okey? Jangan berkorban buat orang yang udah jelas nggak akan bisa bales pengorbanan hati lo.”

“Maksud lo?” Raden termangu dengan ucapan Hazen, ia jadi over thinking jika Hazen sedang menyuruhnya mundur sebelum ia bisa mengutarakan perasaannya.

“Katanya lo ngajak gue pergi karena ada tujuan kan? Apa itu?”

Jantung Raden berdegup begitu kencang, karena saat ini kedua manik hazel Hazen sedang menatapnya begitu intens. Nyali Raden mendadak ciut lagi.

“Den...”

“Bentar, bisa nggak lo balik badan dulu?”

“Hah? Kenapa gitu?”

“Jangan banyak nanya deh, cepetan atau gue nggak akan ngomong apapun?”

“Ish, iya iya.” Ucap Hazen memutar badannya memunggungi Raden.

Raden menyiapkan hatinya, ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya, ia melakukannya sebanyak 3 kali.

“Den, ngapain kok lama? Gue lo suruh ngapain sih ini?”

“Bacot amat, bentar deh.” Raden melihat sekitar; sepi.

Raden memantapkan langkahnya untuk mendekati Hazen, dengan tangan yang gemetar dan jantung berdegup kencang, Raden memeluk Hazen dari belakang.

Grep

Kedua tangan kecil Raden mengunci tubuh besar Hazen, memeluk erat perut Hazen dn menyandarkan kepalanya pada bahu lebar Hazen.

Hazen terhenyak dengan pergerakan Raden tiba-tiba, namun Hazen tidak bergerak sedikitpun, ia membiarkan Raden melakukan apapun sesuka hatinya.

“Den?”

Terdengar helaan nafas Raden, pelukannya makin mengerat. “Lo diem dulu, dengerin gue ngomong sampai selesai ya?”

“Iya.”

“Hazen, gue tau ini kurang ajar, gue tau nggak harusnya gue begini ke lo. Gue tau kalo gue udah ngelewatin batas dan mengotori title persahabatan kita. Tapi—I can't handle it Hazen. Gue bingung, gelisah, frustasi kayak orang gila tiap mikirinnya. Gue takut, lo pergi dari hidup gue kalo gue bilang apa yang selama ini gue rasain ke lo. Gue lebih baik gila sendirian daripada harus kehilangan lo dari hidup gue. Lo tau kan kalau lo itu pahlawan di kehidupan gue yang kacau? I means, gue nggak akan bisa buat ditinggal pergi sahabat kayak lo sampai kapanpun—

Sorry for say this Hazen, but—I love you, I really do. I love you more than friend, maaf.” Suaranya memudar di akhir kata, ia sedang menguatkan hatinya untuk mendengar jawaban Hazen.

Hazen mengusap punggung tangan Raden kemudian melepas paksa pelukan Raden. Kemudian ia berbalik sehingga ia berhadapan dengan Raden, tanpa aba-aba, Hazen menarik tubuh yang lebih kecil untuk dipeluknya erat. Mengusap rambut lurus Raden dengan lembut.

Terdengar helaan nafas keluar dari bibir Hazen. Ia dapat merasakan detak jantung Raden yang berpacu cepat, ia jadi ikut deg-deg an. Raden masih diam dalam dekapan Hazen, ia menghirup wangi floral yang menyegarkan, wangi dan manis sekaligus.

Biasanya Raden suka bau maskulin, tetapi kalo Hazen, ia sangat menyukai bau cowok lembut macam floral seperti ini. Seperti healing saat menghidu bau tubuh Hazen. Membuatnya betah lama-lama ada di dekapannya.

“Raden Bintang Kejora, listen to me, okay?

Raden mengangguk tanpa menjawab. Dia sudah siap-siap tertolak, meski nantinya berujung dirinya yang patah hati, tapi sejujurnya ia tetap ingin mendengar jawabannya langsung dari Hazen.

“Lo itu berarti banget buat gue, demi apapun deh asli, gue nggak bohong. Ibaratnya, kalo gue disuruh milih kehilangan ribuan temen atau cuma kehilangan lo, gue bakalan milih kehilangan ribuan temen daripada harus kehilangan lo. Jadi—gue nggak akan kemana-mana atau ninggalin lo kayak yang lo takutin.

tapi Den—maaf buat ngomong ini ke lo, bagi gue, lo itu sahabat terbaik gue, adek gue yang lucu, abang gue yang bisa arahin gue, nasehatin gue, nenangin gue disaat gue butuh support orang terdekat selain Ayah, Bunda dan Mas Devon. Lo—sahabat gue yang paling tau luar dalem nya gue kayak apa, Den. Kesimpulannya adalah, sorry, I can't loving you more than as best friend, as an adorable lil brother or as a wise big brother. You're my family, my best partner in this world until whenever. I love you Raden, but not as my lover. I'm so sorry. I can't reciprocate your feelings. Sorry I broke your heart. I'm bastard, Raden.”

Tolong banget ini mah, putar lagu Cinta Tak Mungkin Berhenti dari Tangga, mari patah hati bersama Raden dan kesedihan Hazen

https://www.youtube.com/watch?v=mjP1HOwEhr8&list=RDmjP1HOwEhr8&index=1

Deg

Hati Raden patah menjadi serpihan kaca. Pelukan eratnya di pinggang Hazen terlepas. Bahkan tubuhnya hampir saja limbung jika Hazen tidak memeluknya begitu erat. Hazen dapat merasakan perubahan tubuh Raden yang melemas. Ia pun mengeratkan pelukannya pada tubuh kecil sang sahabat.

“Maaf, Raden. Gue masih Hazen yang sama, Hazen sahabat lo. Gue nggak akan ninggalin lo ataupun jauhin lo karena ini. Gue berterimakasih banget lo udah mau jujur sama gue. Meski jawaban gue nggak sesuai ekspetasi lo. But please Raden, don't leave me. Lo boleh marah sama gue sesuka hati lo, lo boleh maki-maki gue sepuas lo. Lo bisa pukul dan tonjok gue sekarang, gue nggak keberatan. Gue emang bajingan, cuma bisa nyakitin hati lo doang. Marah Den, ayo marah sama gue.”

“Gue jadi beban buat lo ya Zen?”

Hazen menggeleng ribut dan mengusap kepala Raden. “Bukan sama sekali, lo itu anugerah buat gue. Perasaan lo nggak salah Raden, siapapun berhak jatuh cinta kepada siapapun juga. Nggak ada keharusan buat lo naruh rasa sama orang, bahkan termasuk ke gue sekalipun, atau ke sahabat kita yang lainnya. Kalo bisa Den, gue pengennya juga jatuh cinta sama lo aja, serius. Gue beneran sesayang dan senyaman itu sama lo. But, gue nggak bisa, bagaimanapun caranya gue nyoba. I can't.

“Gue mau marah sama lo dulu ya? Gue butuh sendiri, lo cinta pertama gue asal lo tau, dan pastinya lo ngerti kan rasanya perasaan sepihak?” Ucapnya melepaskan diri dari pelukan Hazen.

“Iya, gue ngerti. Lo bisa katain gue brengsek, bajingan, bangsat ataupun itu. Gue pantes menerimanya, lo orang yang baik Den, tapi gue justru ngebuat lo sedih. Maaf.”

“Hazen, lo brengsek. Karena lo buat gue nyaman dengan semua treatment lo ke gue yang bahkan gue tau, lo lakuin itu juga ke semua orang terdekat lo. Nggak cuma orang terdekat, lo sebaik dan setulus itu sama semua orang. Gue benci, gue kesel, gue marah karena lo terlalu baik jadi orang. Gue benci diri gue yang terbawa perasaan karena hal-hal kecil yang lo lakuin buat gue. Jadi stop salahin lo sendiri. Disini gue yang salah karena baperan dan terlalu nyaman sama lo. Nggak gue pungkiri kalo gue sakit hati, marah dan pengen maki-maki lo pake ribuan nama hewan. Tapi gue sadar diri, it's not your fault. You just be yourself as it should be.”

“Lo orang baik Zen, tapi orang-orang lemah kayak gue gini gampang terlena sama kebaikan hati manusia kayak lo. Itu bahaya banget, mungkin yang keliatan cuma gue, tapi lo nggak tau kan seberapa banyak orang yang naruh hati sama lo? Gue harap lo sedikit ngerti dan mulai waspada sama orang-orang. Dengan kebaikan lo ini, gue takut banget Hazen, gue takut jika ada orang jahat yang manfaatin kebaikan lo di luar sana. Jangan terluka, jangan hilang dari gue ya Zen—

Kayak yang lo bilang, gue bakalan usaha buat semuanya terlihat baik-baik aja, balik ke keadaan semula. Tapi beri gue waktu ya? Gue nggak bisa lihat lo, atau gue bakalan nangis.”

Hazen menyunggingkan senyumnya dan mengangguk. “Take your time as well, Raden. I'm waiting you.”


Setelah perbincangan tentang perasaan, Hazen dan Raden memutuskan untuk mengalihkan pikiran dengan menonton galaksi bima sakti, sesuai janji Hazen kepada Raden.

Bayangan Raden tadi, ia akan bahagia dan tersenyum lebar seperti awal keduanya datang kemari. Namun kali ini tidak, dalam sedikit cahaya remang-remang dan layar monitor besar yang menunjukkan galaksi bima sakti, menunjukkan tata surya dan meteor-meteor serta milyaran bintang dan sapuan aurora, Raden meneteskan air matanya.

Tangan kirinya digenggam erat oleh Hazen, hatinya bergemuruh merasakan pedih.

“Raden, lo berhak bahagia. Lo istimewa dengan cara lo sendiri, gue yakin akan ada orang yang bisa mencintai lo lebih dari gue. Yang mencintai lo setulus hati dan menjadikan lo sebagai semestanya, bukan kayak gue yang cinta sama lo sebagai anugerah indah yang Tuhan kasih buat gue. I'm sorry and thank you, Raden Bintang Kejora.”

“I will try my best to let you go. Semoga lo bahagia, Zen. Dengan ini, disini, mulai saat ini, gue ikhlasin lo. Good bye, Hazen Aditya Buana—my first love.”

Bintang Kejora nya sedang menangis sore ini, karena Buana tidak mengizinkan Kejora untuk tetap mendampingi sampai usai jagat raya ini berputar

Flo·ᴥ·