Good Bye, Haechan.

—92;


Setelah mengantar Haechan mengembalikan mobil rentalan, kini Mark mengantar Haechan ke Bandara bersama teman-temannya yang lain.

Melewati tol Cipularang, tiga mobil yang mengantar Haechan melaju dengan kecepatan tinggi. Sampai saat ini status mereka masih sebagai sepasang kekasih, karena Haechan menjajikan status mereka berakhir ketika Haechan sudah pergi nanti.

Tangan kiri Mark menggenggam tangan kanan Haechan, di dalam mobil itu diputarlah lagu-lagu kesukaan mereka saat semasa pacaran. Bersenandung bersama dengan penuh senyum dan tawa.

Mark memaksakan diri untuk tegar, begitupun juga dengan Haechan. Ia tidak ingin perpisahan terakhir ini menjadi perpisahan yang sedih, apalagi juga ada teman-temannya yang lain.

Lagu Seventeen yang berjudul 'Untuk Mencintaimu' pun terputar. Ini lagu sedih, namun baik Mark dan Haechan sangat menyukainya.

Karna aku mencintaimu Dan hatiku, hanya untukmu Tak akan menyerah, dan takkan berhenti mencintaimu~~~

Ku berjuang dalam hidupku Untuk slalu memilikimu Seumur hidupku, setulus hatiku Hanya untukmu~~~

Mark dan Haechan bersenandung bersama dengan tangan yang masih terpaut. Jempol Mark mengusap punggung tangan halus Haechan. Rasanya sudah lama sekali mereka tidak skinship seperti ini. Iya, memang lama sekali. Sudah 6 tahun lamanya ia tidak menyentuh Haechan seperti ini.

Lagu itu sebetulnya pengungkapan perasaan untuk satu sama lain, karena tak dapat mengutarakan secara gamblang, maka dengan lirik lagulah mereka menyampaikannya. Mereka tidak bisa berhenti mencintai satu sama lain, karena hati mereka hanya untuk satu sama lain juga, perasaan mereka tulus dan mereka akan berjuang untuk saling memiliki, mungkin?

“Haechan...”

“Iya, kenapa Mark?”

Mark terkekeh dan menggeleng. “Nggak, pengen manggil kamu aja.”

“Dih, kenapa gitu coba?”

“Nama kamu indah, kayak kamu. Yang selalu indah di mata aku. Gimana aku mau deskripsiin kamu ya, Chan? Terlalu banyak poin plus nya kamu tuh.”

Haechan tergelak tawa, “Gombal, masih awet ya gombalan kamu? Kamu tuh sering banget bilang kalau aku indah. Aku bukan patung atau lukisan, indahnya dimana?”

“Emang indah itu harus sebuah karya seni? Kamu indah, karyanya Tuhan. Karya Tuhan paling indah, namanya Lee Haechan.”

Haechan mencubit lengan Mark saking gemasnya membuat Mark mengaduh dan cemberut. “Kebiasaan cubit nya masih aja ya? Sakit banget jujur.”

“Hahaha rasain, mangkanya jangan gombal ah. Udah tua, aku jadi malu banget.”

“Dibilang nggak gombal, aku ini tuh ngomong fakta dan kejujuran.”

“Iya deh terserah Mark Lee aja.”

Mark mengusak rambut Haechan sambil terkikik.

“Ih berantahkan nanti! Udah rapi cakep juga yaelah.”

“Masih cakep atuh Chan, abisnya kamu gemes banget aku mana tahan.”

Haechan mengerlingkan matanya menanggapi Mark, lama-lama ia lelah sendiri.


Perjalanan selama 3 jam dari Bandung ke Jakarta Pusat akhirnya sampai, masih sisa wakta 1 jam pas sebelum keberangkatan Haechan. Akhirnya mereka nongkrong di Sbux yang ada di terminal 3 2F karena Haechan akan berangkat dari terminal 3.

Disana, 7 lelaki tampan itu memesan minuman yang berbeda, Haechan memesan Java Frip Frappucino sedangkan Mark memesan Vanilla Sweet Cream Cold Brew. Renjun membawa UNO kesana, sehingga waktu itu mereka habiskan untuk bermain UNO.

Ke tujuhnya tertawa bahagia seperti tanpa beban, mereka rindu bisa berkumpul dan bermain seperti ini. Hari ini mereka nostalgia lagi, meski tidak bisa selama dulu, yang penting mereka bisa mengenang kembali masa-masa menjadi mahasiswa.

“Jisung sama Chenle belom pacaran?” Tanya Haechan setelah babak 1 selesai.

“Sama-sama jomblo, Chan.” Jawab Renjun.

“Bukan, maksud gue ya mereka berdua pacaran gitu, bukan punya pacar masing-masing.”

“Emang gue ada ngomong bakalan pacaran sama Jisung?” Tanya Chenle sembari menaikkan sebelah alisnya.

“Gini nih Chan, dia galak, gue nggak berani takut dicincang.” Ucap Jisung terang-terangan.

Yang lainnya tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Jisung, sedangkan Chenle sudah memelototi Jisung.

“Astaga, ya udah semangat buat kalian berdua ya? Friendzone bertahun-tahun apa nggak capek?” Tanya Haechan.

Jeno menggeleng sambil tertawa, “Biarin aja lah Chan, dua-duanya cupu dan denial. Nunggu rusa beranak sapi kali baru mau pacaran.”

“Mentang-mentang udah nikah, tersakiti gue dengernya.” Kata Renjun.

“Kenapa lo nggak punya pacar, Ren? Lo secakep dan segemes ini masa nggak punya pacar?”

Renjun mendengus mendengar pertanyaan Haechan. “Mau jadi sultan dulu, Chan. Baru cari pendamping.”

“Halah, bilang aja lo males pacaran,” ucap Jaemin.

“Hehehe ya gitu salah satunya.” Jawab Renjun.

“Chan, cariin Mark pacar gih, kesian itu jomblo bertahun-tahun juga. Padahal banyak yang deketin dia mana cakep dan cantik banget, tapi ditanggepin seadanya doang dan berakhir gagal jadian.” Ucap Chenle.

Mark mengerlingkan matanya sedangkan Haechan tersenyum simpul.

“Lo mau tipe yang kayak gimana, Mark? Temen gue banyak yang cakep sama cantik, siapa tau lo berminat.” Kata Haechan.

“Yang kayak lo ada nggak?” Ucap Mark sembari terkekeh, bermaksud bercanda. Padahal Mark mah maunya Haechan, bukan yang lain.

Haechan ikut tertawa, ia tidak mau suasana jadi canggung apalagi ada teman-temannya. “Emang yang kayak gue tuh gimana? Gue mana bisa menilai diri gue sendiri, Mark Lee.”

“Mulai dah mulai...” Ucap Jeno yang seakan hafal jawaban Mark nantinya apa. Jeno bosan mendengar Mark yang mendeskripsikan betapa dirinya memuja seorang Lee Haechan.

Mark jadi tertawa, “Jangan tanya gue, kalo bagi gue lo tuh ya gitu lah. Coba tanya mereka, lo itu kayak apa. Gue yakin jawaban mereka nggak jauh beda dari gue.”

“Oke stop, artinya jawaban lo gombal banget. Udah hafal gue ya.” Ucap Haechan sambil menggelengkan kepala heran.

“Gini nih Chan, dia kalo ditanya mau nyari pacar kayak apa jawabannya kayak lo terus. Ya masalahnya yang kayak lo tuh ya cuma lo gitu nggak sih?” Jaemin geregetan sendiri tiap mendengar jawaban Mark.

“Nah tuh tau.” Kata Mark santai, berbeda dengan reaksi Haechan yang ingin memukul Mark, kenapa bisa lelaki itu santai-santai saja menunjukkan betapa Mark menyukai dirinya.

“Ntar deh Mark kalau teknologi dunia udah canggih dan bisa duplikat manusia, gue duplikatin Haechan buat lo.” Ujar Renjun.

Haechan tergelak tawa, begitupun yang lain. Mark hanya menanggapi dengan senyuman tipis. Ia tidak mau duplikat Haechan, ibaratnya jika Haechan punya kembaran sekalipun, Mark tidak mau. Ia maunya Haechan, bukan imitasi atau kembaran Haechan.

“Eh udah jam setengah 3 nih, Haechan buruan check in.” Kata Jisung setelah melihat jam tangannya.

“Ah iya, ya udah kita keluar sekalian aja lah, duduk dan nungguin Haechan boarding.” Kata Mark.

Semua mengangguk setuju dan keluar dari Starbucks untuk mengantarkan Haechan.


Hello, Boarding for Etihad Airways flight number 56K76 to London will commence immediately. Would all passengers please to proceed to gate C2 and have your boarding pass and ID ready. Thank you.

Pengumuman itu terdengar keras menyebar di seluruh Bandara Soekarno Hatta.

Benar, Haechan memberitahu mereka bahwa ia tinggal di Inggris. Mereka paham jika Haechan tidak ingin memberitahu detailnya dimana ia tinggal, hanya mengatakan bahwa Haechan memiliki rumah di Inggris.

Semua memeluk Haechan satu persatu dan memberikan salam perpisahan, juga ucapan dan doa selamat sampai tujuan.

Yang terakhir ada Mark, ia menunggu semua temannya selesai berpamitan dengan Haechan. “Mark, kok diem? Haechan mau boarding.” Tanya Jaemin.

“Kalian disini aja, tungguin gue. Jangan ngikut!” Mark memberikan perintah mutlak kepada 5 temannya. Mereka paham jika begini, Mark butuh privasi bersama Haechan, sehingga mereka mengizinkannya.

“Iyeee dah sono, pisahan yang manis-manis gih.” Ejek Jeno disertai kerlingan mata.

Haechan tertawa melihat ekspresi Jeno, kemudian tangannya ditarik oleh Mark.

Guys thank you yaaa, gue pergi, bye bye.” Teriak Haechan melambaikan tangannya kepada 5 temannya.

Mereka ber 5 juga melambaikan tangannya kepada Haechan yang perlahan menghilang bersama Mark diantara keramaian orang di Bandara.

“Coba tebak, mereka ciuman kagak?” Tanya Jaemin tiba-tiba.

“Lo tau Mark kayak gimana, pasti sih kalau kata gue.” Ucap Jisung.

Renjun yang mengetahui fakta bahwa Haechan sudah punya istri pun hanya mengelus dada. Ingin mengatai Mark dan Haechan bodoh, tapi apa boleh buat? Ia tidak mau ikut campur dengan rumah tangga Haechan, semoga saja istri Haechan tidak tau kelakuan Haechan dengan Mark selama di Bandung.

Tolong putar lagu ini! Duddy Oris 'Laksana Surgaku'

https://www.youtube.com/watch?v=Qyk-vgJmT5o

. . .

Mark membawa Haechan ke dalam toilet yang dekat dengan gate C2. Menarik Haechan untuk masuk ke salah satu bilik dan menguncinya.

“Bisa kalem nggak? Tas gue berat ini, anjir.” Kata Haechan setelah mereka berhasil masuk di dalam toilet.

Keadaan toilet sepi, namun beberapa orang tadi sedang cuci tangan yang kemungkinan akan segera keluar dari toilet. Sedangkan bilik yang tertutup hanya 1, yang artinya ada 1 orang di toilet.

“Iya maaf, nggak ada waktu soalnya. Lagian ini kan tas oleh-olehnya gue bawain.”

“Iya iya, jadi gimana? Ngapain lo bawa gue kesini?”

“Perpisahan.”

“Harus banget disini? Sempit lah ini anying.”

“Iya harus, karena nggak ada tempat yang sedikit sepi selain toilet.”

Ah, Haechan mengerti sampai sini kenapa Mark mengajaknya ke toilet.

“Mupeng banget lo buset, ya udah sini cepet. Gue nggak ada waktu selonggar itu ya Mark Lee, ntar gue ketinggalan pesawat.”

Mark terkekeh, pacaran selama 4 tahun dengan Haechan tentu saja tidak perlu kode-kode jika ingin meminta ini itu. Buktinya Haechan tau apa yang diinginkan Mark sekarang.

Karena mendapat ijin dari Haechan, Mark menghapus jarak yang tersisa di toilet yang tidak seberapa besar ini. Haechan memejamkan matanya ketika bibir Mark menempel di bibirnya.

Kedua tangan Haechan otomatis melingkar di leher Mark saat Mark memeluk pinggangnya. Pergerakan bibir itu dimulai bersamaan, membuka dan menutup untuk melumat bergantian atas bawah.

Jemari kanan Haechan mengusap pipi kanan Mark karena posisi tangan Haechan masih memeluk leher Mark. Pinggang Haechan juga diusap Mark dari balik leather jacket Haechan.

Semakin lama, Mark menaikkan tempo ciuman mereka, lebih dalam dan menuntut, bunyi kecipak basah dan desahan lirih Haechan pun terdengar di indra rungu keduanya.

Karena Haechan membiarkan Mark memperdalam lebih intim ciuman itu, akhirnya Mark pun berani menggigit bibir Haechan dan menyesap saliva yang mengkilap menghiasi bibir Haechan. Tak hanya sampai situ, lidah Haechan dibelit, dilumat dan dihisap juga.

Sungguh, Mark rindu ciuman panas seperti ini dengan Haechan. Mark orang yang setia, sehingga ia tak pernah menyentuh orang lain selama 6 tahun ini, palingan cuma pegangan tangan dan pelukan, untuk ciuman dan menyentuh intim, Mark tidak pernah melakukannya karena di pikirannya hanya Haechan yang ingin ia sentuh seperti itu.

Tangan Mark merambat masuk ke dalam kaos hitam Haechan, mengusap pinggang polos mantan kekasihnya yang sangat di damba itu. Haechan tidak menolak, ia juga merindukan sentuhan Mark di tubuhnya.

“Mmnhh.” Desah Haechan yang merinding karena telapak tangan Mark yang menggerayangi pinggang dan punggungnya, ditambah dengan pagutan bibir Mark yang makin cepat dan dalam. Mengabsen semua gigi rapinya dan memanjakan lidahnya untuk dihisap dan ditelan saliva manis itu.

Haechan merasa bibirnya seperti dimakan habis-habisan oleh Mark, ini nikmat dan Haechan menyukainya. Ia mendesah untuk kesekian kalinya, Mark tersenyum senang mendengar lenguhan Haechan setelah sekian lama tak mendengar.

“Nngghh Mark, udahhmmh, gue ntar telat.” Ucapnya disela-sela tautan bibir itu masih saling melumat.

Mark seolah tersadar dan langsung melepaskan tautan bibir keduanya. Dilihatnya pipi Haechan merah merona, bibirnya basah dan bengkak, karena Mark brutal sekali menggigitnya tadi.

Sorry, gue sampe lupa. Maaf ya?” Ia mengusap pipi Haechan dan merapikan leather jacket Haechan. Mengelap ujung bibir Haechan yang sedikit basah.

“Iya nggakpapa, ayo keluar. Kalo gue ketinggalan pesawat, gue pukul lo sumpah.”

“Nggak akan, ada 10 menit lagi nih sisanya.”

Haechan mengerlingkan matanya lalu keluar dari toilet bersama Mark yang membawakan tas berisi oleh-oleh.

Saat sudah sampai di depan gate C2, Mark menurunkan tas oleh-oleh itu dan memeluk Haechan erat. “Terimakasih untuk waktu 2 harinya di Bandung ya Chan? Gue seneng banget bisa nostalgia sama lo, makasih udah buat gue bahagia selama 2 hari. Safe flight ya.”

Haechan balik memeluk Mark, menyandarkan kepalanya di bahu Mark. “Gue juga makasih udah diajakin jalan-jalan ke Bandung. Lo juga hati-hati pulangnya, jangan ngebut.”

Keduanya merenggangkan pelukan lalu saling bertatapan, mengamati paras masing-masing untuk terakhir kalinya.

“Chan, I love you, I still love you, sorry.

Haechan mengangguk. “I know, you can forget me slowly, Mark.

Mark tertawa kecil, “Iya, semoga ya.”

“Kalo gitu, gue pergi ya, Mark? Bye, Mark Lee. Semoga berhasil untuk hari-harinya!” Haechan melambaikan tangannya kepada Mark dan perlahan jauh dari pandangan Mark.

Mark juga melambaikan tangannya sampai Haechan menghilang masuk ke gate. “Good bye sweetheart. Thank you so much. Gue janji nggak akan cari lo lagi setelah ini, gue akan lupain lo, Haechan.”