Lembang Punya Cerita

Sesampainya di Lembang Park & Zoo Hevin dinaikkan ke dalam stroller, Marvin yang mendorong stroller nya, sedangkan Hazen membaa tas ransel nya. Di dalam stroller, Hevin sudah meminum susu dari dot nya. Kaki Hevin ditutupi oleh selimut mini agar tidak kepanasan.

“Mau lihat apa dulu Kak?” tanya Hazen sembari berjalan bersampingan dengan Marvin.

“Coba tanyain Hevin, dia mau liat binatang apa dulu?”

Hazen pun menunduk agar bisa melihat Hevin lebih jelas. “Mau liat apa dulu sayang? Harimau? Gajah? Rusa? Kelinci? Burung? Atau Ikan?”

Hevin mengerjapkan matanya tak mengerti, karena Hazen menyebutkan semua hewan yang tak bisa ia lafalkan cepat-cepat. Marvin menggeleng lelah. “Liat Harimau aja dulu deh, lo nanyain berbondong-bondong, lo pikir dia ngerti dan paham?”

Hazen meringis lalu menegakkan tubuhnya. “Ya udah sih, ayo kita lihat Harimau.”

Akhirnya mereka memilih untuk melihat Harimau. Sesampainya di kandang Harimau, Marvin menggendong Hevin, agar anak itu bisa melihat dengan jelas bagaimana hewan Harimau. Ia berdiri dari jarak yang aman.

“Lihat Hevin, itu namanya Ha-ri-ma-u. Harimau. Hewan Harimau.” Eja Hazen sembari menunjuk Harimau yang sedang menjilati bulunya.

“Mauuuuuu hihihi mauuuu.” Ucap Hevin sembari bertepuk tangan ceria.

“Benar sekali, mirip Papamu kalo galak, kayak Harimau rawrrrrr.” Kata Hazen sembari memberikan gestur dua telapak tangannya seperti cakaran Harimau.

Hevin tergelak tawa. “Hihihihi lawlllll mauuuuu lawlllll.”

Marvin mendengus dikatai Hazen seperti Harimau, tapi ia tak kesal karena Hevin tertawa bahagia. “Sebenernya itu lebih mirip Mamamu kalo marah-marah.”

“Fitnah, kapan gue marah-marah?”

“Hampir tiap hari, nggak sadar diri amat.”

“Bukan marah itu, hanya kesal.”

“Sama aja Mama...” Ucap Marvin mengerlingkan matanya.

Hazen sedikit terkejut mendengarkan Marvin memanggilnya Mama, apalagi ini konteks nya bukan mengajak Hevin ngomong, melainkan bicara dengan dirinya langsung. Hazen jadi salah tingkah, sialan.

“A-apa sih? Gue bukan Mama lo.”

“Siapa bilang lo Mama gue?”

“Nah tuh tadi apaan manggil gue Mama? Idih.”

“Mama dari anak gue kan?” Marvin menaikkan sebelah alisnya, menatap Hazen.

Hazen melengoskan wajahnya. “Cringe parah anjir, diem lo. Ayo kita lihat Gajah.” Ucapnya, berjalan dahulu meninggalkan sang kekasih dan anaknya sembari mendorong stroller yang berisi tas ranselnya.

Marvin terkikik geli lalu berbisik kepada Hevin. “Mama kamu kalo salah tingkah dan malu emang gitu, lucu ya?”

Sang anak menatap Papanya lalu bertepuk tangan, tanda setuju. “Cuuu Maaa cuuu.”

“Heem, Mama lucu. Ayo kita susul Mama mu, kita lihat Gajah.”

“Jah? Jahhh paaaa.” Hevin tertawa senang sembari menepuk-nepuk pipi Marvin.

Ternyata Hazen menunggu kedua kesayangannya itu dari jarak 20 meter. Saat Marvin dan Hevin sudah ada di sampingnya, ia menoleh. “Lama amat jalannya.”

“Nikmatin pemandangan.” Kata Marvin.

Hazen tak peduli, ia mengamit lengan Marvin sebelah kanan dan berjalan. Sungguh terlihat seperti keluarga kecil bahagia. Mereka menuju ke kandang Gajah, disana para Gajah sedang aktif makan, ada Gajah besar dan Gajah kecil. Karena Gajah tidak terlalu bahaya seperti Harimau, Marvin pun mengambil jarak lebih dekat dengan pagar agar Hevin bisa lihat dengan jelas di gendongannya.

“Itu namana Ga-jah. Gajah.” Ucap Marvin.

“Jah? Jah paaaa hihihihi.”

“Iya, Gajah. Tuh lihat, yang besar itu namanya Papa dan Mama Gajah, yang kecil, pendek, namanya anak Gajah.” Tambah Hazen.

Hevin hanya bertepuk tangan kesenangan saat Hazen menunjukkannya berbagai ukuran Gajah dalam penangkaran.

“Yuk kita lanjut lihat Rusa.” Hazen memeluk lengan Marvin lagi dan mendorong stroller nya menuju penangkaran Rusa.

“Zen, Rusa tuh mirip sama Pudu nggak sih?”

“Ya kan Pudu emang Rusa, tapi Rusa Amerika Selatan, Rusa paling kecil di Dunia.”

“Oh, lucu ya?”

“Iya lucu, mungil hahaha.”

“Mirip kayak lo, tapi bukan mungilnya, lucu nya Pudu kayak lo.”

Hazen mendengus dikatain Pudu, tapi ia tidak marah, toh Pudu memang menggemaskan dan lucu. “Gue Pudu, lo Harimau.”

“Lo jadi santapan gue gitu nggak sih konsepnya? Harimau kan karnivora.”

“Gimana caranya lo makan gue? Gigit-gigit?”

“Hmm, caranya ya? Bisa jadi gigit.”

“Gigit apa? Tangan? Kaki?”

“Maunya sih awalnya gigit bibir, lalu gigit leher terus turun gigit da—”

Stop!, sumpah jangan diterusin. Ini siang bolong Kak, dan tolong, ada Hevin.” Ucapnya mengangkat telapak tangannya di atas untuk menghentikan pembicaraan vulgar Marvin.

Marvin terkekeh, ia tau Hazen sedang malu, buktinya kedua telinga kekasihnya itu merah sekali sampai menjalar pipinya. “Hahaha bercanda, lo jangan mikir aneh-aneh.”

“Siapa yang mikir aneh-aneh hah? Lo tuh ya—” Jari telunjuknya menunjuk Marvin dan beberapa detik kemudian ia turunkan dan menghela nafas. “Udahlah lupakan.”

Hazen beralih fokus melihat Pudu yang sedang makan. “Hevin, itu namanya Pudu, Pu pu, Du du. Pudu.”

“U...du???”

Hazen bertepuk tangan lalu mencium pipi kiri Hevin. “Benar, itu Pudu. Ah pinternya anak Mama. Yuk kita lihat Kelinci di rumah Kelinci.”

“Ci??? Ci Maa? Ci ci ci hihihihi.”

Marvin dan Hazen terkekeh.

“Iya, kelinci.”

Lalu ketiganya mengunjungi rumah Kelinci, Hevin diletakkan ke dalam stroller karena hari makin panas. Marvin mendorongnya menuju Rumah Kelinci. Seperti tadi, Hazen dan Marvin memperkenalkan hewan Kelinci kepada Hevin, yang disambut antusias dengan sang anak.

“Kak, naik bombom car yuk, nanti Hevin biar duduk sama gue aja. Sebentarrr aja sebelum kita ke Farmhouse.” Ucapnya selesai mengunjungi semua hewan yang ada disini.

“Iya, ayo kita naik.”

“Keduanya bermain bomom car bersama, Hevin yang duduk diapit oleh Marvin pun bertepuk tangan kesenangan, bahkan Hazen tertawa kencang.

“Maaa maaaa hihihihik maaa.” Panggil Hevin saat melihat Hazen menyetir bombom car sedikit jauh darinya.

“Iyaa Hevin, Mama disiniiii.” Teriaknya juga sembari tertawa.

Tenang saja, disitu hanya ada mereka bertiga yang naik, jadi terasa seperti dunia milik bertiga.

Selesai memutari Park & Zoo setelah melihat burung, reptil, dan ikan, mereka memutuskan pergi ke Farmhouse Lembang.


Saat di Farmhouse, mereka memilih untuk istirahat sebentar, duduk di salah satu kursi panjang yang di depannya ada taman bunga, bunga-bunga bermekaran indah. Banyak yang mengambil selca disana. Hazen dan Marvin duduk di kursi besi, sedangkan Hevin ada tiduran di stroller.

“Kak pengen es krim deh, haus.”

“Tunggu sini, gue aja yang beli.”

Hazen mengangguk senang lalu memberikan finger heart kepada Marvin. “Hehe i love you.”

Marvin terkekeh lalu segera pergi dari sana untuk membeli Es Krim.

“Maaa maaa mammmm.”

“Kenapa? Hevin laper? Mau mamam?”

“Maaam mammm Mama hihihi.”

Hazen mengangguk paham lalu membuka ranselnya, mengeluarkan tupperware kaca yang berisi potongan buah pisang. Lalu menyuapkannya kepada Hevin.

“Aaaakkk aemmmm.” Ucap Hazen ketika satu potong super kecil buah Pisang masuk ke dalam mulut Hevin.

Anak itu terus mengunyah tanpa henti, sampai waktu sudah berjalan sampai 20 menit.

“Papamu beli es krim ke Irak apa gimana sih? Lama amat.”

Hevin hanya menatap polos racauan Hazen.

“Maaa pill pilll.”

“Kenapa? Mau makan buah Pir?”

“Mmm pill maaa pill.”

Hazen menutup tupperware buah pisangnya, lalu giliran membuka tupperware buah Pir.

Sampai Marvin datang membawa 2 es krim, Hazen masih menyuapi Hevin.

“Zen, mau makan es krim nya sekarang? Nanti keburu leleh.”

“Oh iya iya gue makan sekarang, lagian Hevin juga udah makan banyak tadi saking lamanya lo.”

“Maaf, tadi ngantri banget soalnya, Lembang lagi rame, weekend.”

Hazen mengangguk dan tersenyum. “Iya gue tau kok hehe, maaf tadi bercanda aja, jangan marah ya?”

“Nggak marah. Nih makan es krimnya.” Ucapnya memberikan satu cone Es Krim kepada Hazen.

Lalu keduanya menikmati makan Es Krim, sedangkan Hevin tengah minum air putih dari botolnya. Hevin sudah bisa memegang barang dengan lama, ia sudah pintar memegang dot dan botolnya sendiri.

“Kak, selca yuk, kayaknya lucu selca sambil makan es krim.”

Marvin tidak bisa menolak apapun permintaan Hazen, karena hari ini, ia berjanji akan membuat Hazen dan Hevin senang seharian. Maka dari itu, ia pun mengangguk, menyetujui permintaan Hazen.

“Ya udah ayo.”

“Gue bawa tripot, pake itu aja, biar kita bisa gaya bebas, dan hasilnya bagus. Kalo dipegang, biasanya jadi burem.” Ucap Marvin.

“Ah persiapan yang matang sekali Papa, ya udah ayo pake tripot.”

Lalu keduanya berpose setelah tripot terpasang dan ponsel Marvin yang tengah siap memotret.

“1...2....3!!!” Ucap Marvin setelah memencet tombol bidik kamera yang berdurasi timer 5 detik.

Cekrek cekrek cekrek

“Hei, bagus fotonya. Lucu, kirim dong Kak.” Katanya saat melihat hasil foto mereka.

“Iya, lo kirim aja gih, hp gue nggak ada sandi nya juga.”

Saat membuka imess, Hazen terbelalak melihat nama kontaknya di ponsel Marvin. “Bisa-bisanya, kontak gue dinamain tukang makan?”

“Fakta, lo kan kalo makan kayak babi, apa-apa ditampung dan masuk.”

Hazen mencubit lengan Marvin.

“Akh akhhh sakit Zen, Ya Tuhan....”

“Biar, lo ngeselin anjir.”

“Itu panggilan sayang gue ke lo, udah jangan banyak protes. Nanti kalo kita udah nikah, gue ganti kok.”

Hazen mengerlingkan matanya. “Lama.”

“Mau nikah besok aja apa gimana?”

“Sinting.” Ucapnya lalu mengirimkan foto-foto yang ada di boomboomcar serta foto barusan ke imess nya.

“Nah selesai, yuk kak kita keliling Farmhouse, abis itu ke Floating market, sekalian belanja bulanan. Udah pada tipis stok nya di kulkas.”

“Iya, ayo.”

Dalam hati Marvin, ia bersyukur sekali karena ia selalu membawa uang cash lebih dari 20 juta setiap mengajak Hazen dan Hevin jalan-jalan. Sebab apa? Ya seperti ini, menguras finansial sekali.


Marvin dan Hazen mengambil banyak foto-foto di Farmhouse, karena tempatnya memang fotogenic sekali. Bahkan Hevin saja senang sekali keliling Farmhouse.

Selesai keliling Farmhouse, mereka menuju Floating Market yang tujuannya hanya untuk belanja bulanan karena hari sudah sore, pukul 4. Mereka harus bergegas ke Bukit Moko sebelum hari semakin gelap.

Hevin di dalam stroller menggigiti teether Strawberry nya. Marvin yang mendorong, lalu Hazen yang berbelanja ini itu, Marvin tidak ikut campur sama sekali, ia menyerahkan keperluan apart kepada Hazen sepenuhnya. Ia hanya perlu memberikan uang untuk membayar.

Hingga menghabiskan waktu 1 jam untuk belanja apa saja kebutuhan rumah tangga mereka—upss. Maksudnya, keperluan sehari-hari mereka untuk keberlangsungan hidup.

“Beres, udah jam 5 nih Kak, kita ke Bukit Moko sekarang?”

“Iya, yuk. Pake jaketnya Zen.”

“Sebentar, jaket Hevin dulu.”

Hazen membuka tas ranselnya lalu mengeluarkan jaket bulu Hevin berwarna maroon. “Kak gendong dulu anaknya, biar gue yang pakein jaketnya.”

“Iya.” Marvin mengeluarkan Hevin dari stroller, lalu menggendong sang anak.

Dan dengan cekatan, Hazen memakaikan jaket tebal itu ke tubuh gempal Hevin. Dasarnya Hevin sudah pintar, ia menurut saat tangannya dimasukkan ke dalam lengan jaket oleh Hazen.

Fyi, mereka masih berdiri di jembatan apung untuk menyebrang antara pasar satu ke pasar lainnya, sehingga kegiatan itu ditonton oleh ratusan pengunjung Floating Market. Ada yang gemas, ada yang bisik-bisik, ada yang hanya memandang tanpa bicara, ada yang lewat tak peduli.

“Oke selesai, sini gendong Mama dulu ya? Papa mau pake jaket dulu.”

“Lo aja dulu pake jaketnya, nanti baru gue.”

“Duh, iya iya, gue pake jaketnya.” Hazen pun mengeluarkan jaketnya dari ransel lalu memakainya.

“Sudah kan? Sekarang jaket lo, dipakai juga.”

Marvin menyerahkan Hevin kepada Hazen, kemudian ia memakai jaketnya sendiri, kepalanya ia tutupi dengan tudung jaket juga. “Ayo, kita berangkat ke Moko.”


Mereka bertiga sampai di Moko jam setengah 7 malam, sudah gelap dan langit malam tampak sangat indah ditaburi ribuan bintang.

Hazen menggelar kain tipis yang ia bawa untuk dijadikan alas duduk. Hevin duduk diantara Papa Mama nya. Disana, ramai sekali pengunjung yang juga sama-sama bersantai, bahkan ada juga yang camping ataupun picnic.

Keduanya mendongak menatap langit malam yang indah.

“Kira-kira nanti ada bintang jatuh nggak ya?” Gumam Hazen yang dapat di dengar oleh Marvin.

“Papa Mama paaa maaaa hihihihikkk”

“Kalo ada bintang jatuh, mau ngapain?”

“Mau minta sebuah harapan.”

“Harapan apa kalo gue boleh tau?”

Hazen menoleh, ternyata Marvin sedang menatapnya juga. “Rahasia.”

Tak lama kemudian orang-orang disana pada teriak heboh.

“Woi ada bintang jatuh!”

“Mana-mana?”

“Itu tuh, eh banyak lagi. Ayo kita berdoa.”

Marvin dan Hazen saling berpandangan, lalu Hazen tersenyum sumringah dan memejamkan kedua matanya, menangkup tangannya. “Tuhan, aku sangat bahagia, memiliki Kak Marvin, Hevin, dan sahabat-sahabat serta keluargaku yang sangat mencintaiku. Aku mohon, tolong beri kami semua kebahagiaan tanpa terkecuali, dimanapun kami berada, sejauh apapun jarak memisahkan kami, tolong berkati kami dengan banyak kebahagiaan. Amiin.”

Marvin pun ikut memejamkan mata, tapi ia tidak menangkup tangannya. *“Tuhan, sudah cukup aku merasa sedih kehilangan Mommy, tolong jaga Mommy ku diatas sana, beri dia rumah yang bagus dan indah agar Mommy bisa tersenyum dan bahagia, sama sepertiku yang sudah menemukan rumah terbaik, rumahku adalah Hazen dan Hevin. Aku harap, Tuhan mau mengabulkan doaku untuk tak memisahkan aku dari semua orang yang membuatku bahagia, cukup Mommy yang diambil, jangan Hazen, Hevin, Daddy ataupun orang-orang yang aku sayang. Amiin.”*

Keduanya membuka kedua mata bersamaan.

“Lo tadi juga berdoa kak?”

“Enggak, gue cuma merem karena terbuai tiupan angin yang sepoi-sepoi.”

Hazen mencibir. “Oh aja sih, doain ya kak semoga permohonan gue tadi dikabulin sama Tuhan.”

“Emang lo minta apa? Kalo lo mintanya dapet jodoh selain gue ya nggak gue aminin.”

Hazen tertawa terbahak-bahak. “Nggak, doa gue baik kok. Baik buat lo, gue, dan Hevin.”

“Amiin Amiin.” Ucap Marvin kemudian.

“Paaaa papa Maaa maaa.”

Keduanya menoleh saat Hevin memanggilnya. Lalu mereka pun membaringkan tubuh, begitupun juga Hevin. Ketiganya menatap langit malam bersama.

Marvin memiringka tubuhnya menghadap Hevin, menggelitiki perut tummy sang anak sampai Hevin tertawa cekikikan.

Hazen menoleh dan tersenyum lebar melihatnya, lalu ia membuka instagram dan merekam suara tawa Hevin yang ceria itu, kemudian mengirimnya menjadi Instagram story.

Tiba-tiba Hazen menyumpalkan earpod di telinga kanan Marvin, telinga yang tak di samping Hevin. Dan terputarlah lagub dari Maudy Ayunda, Perahu Kertas.

Bestie, tolong putarrr, maksa!!! Hehehe

https://www.youtube.com/watch?v=cEepdg1k4AY

“Kak, intinya gue bahagia bisa nemuin lo diantara milyaran manusia di dunia ini, dengan radar sedekat itu, gue bahagia. Thanks Kak, karena lo datang di hidup gue.”

Perahu kertasku 'kan melaju Membawa surat cinta bagimu Kata-kata yang sedikit gila Tapi ini adanya

Marvin tersenyum lalu menggenggam jemari Hazen di bawah sana. “Gue juga, gue sangat beruntung bisa punya lo dan Hevin di hidup gue, jangan pergi kemana-mana ya? Stay sama gue, sampai akhir.”

Perahu kertas mengingatkanku Betapa ajaib hidup ini Mencari-cari tambatan hati Kau sahabatku sendiri

“Gue janji nggak akan kemana-mana, lagian gue mau kemana? Lo adalah rumah gue, kemanapun gue pergi, kembalinya juga ke lo kan?” Ucapnya memiringkan tubuh sehingga berhadapan dengan Marvin.

Ngomong-ngomong, Hevin mendadak diam, sepertinya anak itu terbuai dengan sepoi-sepoi angin bukit dan pelukan dari Marvin Hazen yang mengapitnya di tengah.

Hidupkan lagi mimpi-mimpi (cinta-cinta) Cita-cita (cinta-cinta) Yang lama kupendam sendiri Berdua 'ku bisa percaya

“Selamanya juga gitu, lo adalah dunia gue, Hevin adalah semesta gue. Itu nggak akan berubah sampai kapanpun.”

Ku bahagia kau telah terlahir di dunia Dan kau ada di antara miliaran manusia Dan 'ku bisa dengan radarku menemukanmu

Hazen tersenyum simpul dan mengeratkan genggaman tangan mereka. “Lo, Papa yang hebat buat Hevin Kak, makasih sudah bertahan sejauh ini buat Hevin. Kita besarin dia sama-sama ya Kak?”

“Iya, bersama. Kita besarin Hevin dan bahagiain dia bersama, sampai tua.”

Hazen terharu, ia ingin menangis tapi ia tak ingin terlihat lemah. Jadinya ia menahan dan terkekeh. Lalu memejamkan mata, dan mulai ikut bernyanyi lirik yang terdengar di telinganya.

Tiada lagi yang mampu berdiri Halangi rasaku, cintaku padamu

Marvin pun ikut memejamkan mata, tenggelam dalam suasana romantis di bawah langit malam bertaburan bintang. Ia ikut bersenandung pelan, bersama Hazen. Mensyukuri takdir yang begitu baik telah mempertemukan keduanya hingga menjadi seperti sekarang.

Ku bahagia kau telah terlahir di dunia Dan kau ada di antara miliaran manusia Dan 'ku bisa dengan radarku menemukanmu Oh, bahagia kau telah terlahir di dunia Dan kau ada di antara miliaran manusia Dan 'ku bisa dengan radarku menemukanmu

@_sunfloOra