Little Things About U

Hazen mengeluarkan earphone dari saku coat coklat nya, belum sempat ia memasangkan di kedua telinganya, tiba-tiba suara berat lelaki di sampingnya menyapa gendang telinganya. Membuat tangan Hazen mengambang di udara dan turun lalu menoleh ke samping.

“Kak Marvin manggil gue?”

“Siapa lagi?” Jawabnya sembari menaikkan sebelah alisnya, dan menyesap latte dengan santai kemudian.

Sabar, Hazen mengelus dada nya, iya dia itu tau jika disini hanya mereka berdua. Namun kan Hazen hanya ragu saja jika lelaki itu mengajaknya bicara, apa salahnya dia tanya begitu? Bisa tidak jika Marvin menjawab dengan muka yang ramah bukannya sok iyes seperti itu? Membuat kedua mata indah Hazen sepet saja.

“O-oh hehe. Kenapa ya kak?” Tanya Hazen masih mencoba bersikap sopan kepada senior songong nya itu.

“Tadi ada temen, kok sendiri?”

Hazen mau murka saja, kenapa Marvin singkat-singkat sekali sih jika berbicara? Meski Hazen mengerti maksudnya, tapi itu sangat tidak enak di dengar, sungguh. Menahan kedongkolannya, Hazen menjawab disertai senyum tipis yang tak kentara. “Oh Raden, dia beli Chatime kak, ngantri katanya jadi lama.” Ucap Hazen TMI.

Marvin mengangguk saja setelah menghabiskan satu gelas latte coklat dingin nya. Kemudian keadaan jadi diam lagi karena Marvin tidak mengajaknya berbicara lagi, lelaki itu kembali fokus main ponselnya.

Hazen tidak suka ini, dia benci kesunyian, ke awkward an, kediaman, dia itu inginnya rame bukan sepi. Mau tak mau, Hazen buka mulut untuk mengajak Marvin berbicara lagi, itung-itung basa-basi sama senior nggak ada salahnya.

“Kak Marvin kesini jalan-jalan atau ngapain?”

“Nggak.”

“Trus ngapain dong kak?”

“Belanja.”

Hazen melirik di sekitar Marvin, namun tak ada satu kantong belanja pun disana. Hazen mengernyit heran.

“Belanja apa? Nggak ada kantong belanjaannya tuh.”

“Nanti.”

Sudah cukup, Hazen kesal. Berbicara dengan Marvin membuang tenaga nya saja. Ia memilih diam dan akan memasang earphone lagi, tapi Marvin membuka suara lagi, membuat Hazen urung kembali memasang earphone nya.

“Kemana?”

“Hah? Apanya Kak?”

“Habis ini.”

“Maksud lo, gue habis ini mau kemana, gitu kak?”

“Iya.”

Hazen menghela nafas, sungguh cobaan berat berbicara dengan Marvin ini. Malam natal nya yang indah jadi suram seketika karena berbicara dengan Marvin.

“Kayaknya mau makan, Raden bilang mau ke food court soalnya.”

“Oh.”

Hanya seperti itu tanggapan dari Marvin. Emang apa yang diharapkan Hazen?

Tiba-tiba dering notifikasi nya bunyi, Hazen memeriksa ponselnya ternyata ada DM dari Raden.

Raden @rade_en

│Zen, karena food court nya deket Chatime, │lo yang kesini aja ya? Gue mager nyamperin lo hehe │cepetan, gue udah laper banget ini, fc nya rame njir │ada kak marvin ya disitu? ajak sekalian gih 09:45 PM

Hazen mendelik tajam membaca pesan dari Raden. “Wtf? Apa-apaan pake ajak-ajak nih orang? Ya kali gue nawarin ikut makan bareng? Mau ditaruh mana muka gue anjinggg.” Teriak batin Hazen menggebu-gebu.

│Zen, cepet anjing jangan di read doang bangsat │Gak dateng 10 menit lagi, gue ngambek │gak mau buka block imess lo! 09:46 PM

Kesabaran Hazen memang sedang di uji oleh dua manusia beda spesies itu. Satunya spesies batu, satunya spesies singa ngamuk. Sungguh malang sekali nasib Hazen malam ini.

Hazen @zen_hazen

│Ya, otw. Btw Marvin udah pulang, dia gada disini │jadi gue kesana sendirian ok? │sebelah mana lo? biar gue gak susah nyarinya, │lo kan kecil banget mana keliatan 09:47 PM

Raden @rade_en

│Jangan bohong lo, kalo kak Marvin │masih disana, ajak aja. │gue ntar berdiri samping counter Chatime │itung-itung biar akrab sama senior, ajak aja │dia pembimbing kelompok lo kalo lo lupa │yang sopan dikit 09:48 PM

Hazen @zen_hazen

│iya iya ah bawel lo │otw ini, tapi kalo marvin gak mau yaudah ya? │yakali gue maksa? kayak apaan anjing 09:49 PM

Raden @rade_en

│iya, ditawarin dulu Zen yang penting 09:50 PM

Hazen @zen_hazen

│hmm ya 09:50 PM

Hazen melirik Marvin yang diam dan bermain ponsel, entah apa yang dimainkan lelaki paras dingin itu. Yang jelas, Hazen sekarang lagi mikir gimana cara ngajak Marvin berbicara.

“Er⏤kak, gue mau ke food court sekarang. Lo mau ikut makan bareng gue sama Raden nggak?”

Marvin mendongak dan menoleh, menatap kedua iris hazel Hazen yang memancarkan sedikit keraguan dari sorotnya. Namun juga ada harapan sedikit disana.

“Gapapa?”

“Ma-maksudnya?”

“Gue ikut?”

Hazen menggaruk belakang kepalanya, pusing sendiri sama susunan kata-kata Marvin ini.

“Iya kak, gapapa. Gue kan nawarin, lo juga sendirian disini. Bukannya seru kalo rame-rame di malam natal begini?”

“Ok.” Ucap Marvin lalu berdiri dan berjalan mendahului Hazen yang masih terbengong tak beranjak dari tempat duduknya.

Seperkian detik akhirnya Hazen sadar dari lamunannya, ia pun ikut berdiri dan mengejar langkah besar Marvin yang sudah sedikit jauh disana. Mensejajari langkah Marvin sehingga keduanya berjalan berdampingan.

Terlihat sempurna, baik dari belakang ataupun depan. Marvin dan Hazen adalah perpaduan sempurna dan sedap untuk dipandang mata oleh semua orang disana.

Sepanjang keduanya berjalan berdampingan, tidak ada yang buka suara, hanya fokus dengan jalan masing-masing yang santai. Hazen melupakan 10 menit yang dijanjikannya kepada Raden untuk cepat sampai kesana saking berantahkan pikirannya yang terlibat awkward moment seperti ini dengan Marvin.

Tak berbeda jauh dengan Marvin, lelaki itu diam-diam sedang memikirkan sesuatu sejak tadi ia berjalan berdampingan dengan Hazen.

Saat di kampus, Hazen memang terlihat seperti remaja beranjak dewasa yang sok keren dan songong namun terlihat dewasa ketika memakai setelan hitam putih, menandakan bahwa dirinya bukanlah ABG lagi seperti saat SMA. Namun ternyata, Hazen memiliki sisi lain jika diluar? Marvin berpikir jika Hazen itu⏤cute?

Itu yang dipikirkan Marvin ketika melihat penampilan Hazen dengan long coat warna coklat nya. Sangat kontras dengan rambut coklat madunya, dan tentu saja ditambah kedua iris mata hazel nya.

Jika begini, Hazen tidak terlihat menjengkelkan seperti tadi pagi yang menatap dirinya penuh kebencian dan dendam kesumat. Yang Marvin lihat saat ini adalah, Hazen yang sopan, tatapannya yang lembut, ramah, dan welcome kepada dirinya.

Marvin dan Hazen berjalan tanpa bicara bahkan saat sudah sampai di food court. Disana, Raden sudah menenteng dua kantong plastik bersisi dua gelas Chatime sambil melambaikan tangan kepada Hazen serta Marvin untuk cepat menghampirinya.

“Ayo kak, Raden udah nunggu.” Ucapnya menarik pergelangan tangan Marvin tanpa sadar, itu spontan dan Hazen tidak menyadari akan hal itu.

Sedangkan Marvin, ia sudah tertarik oleh Hazen, tenaga Hazen memang besar sampai Marvin saja sudah ikut berjalan mengikuti langkahnya dengan pergelangan tangan kanan nya yang digenggam oleh Hazen, menghampiri Raden.

Sesampainya disana, Hazen melepas tangannya dengan santai. Seolah-olah itu tadi bukan apa-apa. Marvin diam, tidak mengeluarkan kata-kata apapun. Raden tersenyum canggung menyapa Marvin.

“Hai kak, gue⏤Raden, temennya Hazen.”

“Iya tau, tadi siang kan udah liat.”

Raden menatap Hazen yang duduk di depannya, samping Hazen itu Marvin.

“O-oh iya bener juga. Em⏤kak Marvin mau pesen apa? Biar gue yang pesenin.” Tanya Raden.

“Eh gausah Den, biar gue aja. Lo kan udah ngantri di Chatime dari tadi pasti capek berdiri kan? Gue aja yang pesenin makanannya. Lo mau apa?”

Raden tersenyum lebar. “Ah elo mah peka juga ternyata ya, gue mau Rappoki Cheese.

“Oke.” Hazen menoleh ke samping, “Kak Marvin mau makan apa? Sama minumnya juga apa?”

“Gue sendiri aja.”

“Jangan kak, biar Hazen aja, kan sekalian, Hazen yang traktir.” Kata Raden.

Hazen melirik Raden tajam, Raden menjulurkan lidahnya mengejek. Hazen tersenyum meringis. “Iya kak gue yang traktir, jangan sungkan kak. Di luar begini kita bukan senior junior lagi, kita bisa jadi temen.”

“Ya udah, samain aja kayak lo. Tapi gue bayar sendiri ntar.”

“O-oke, nanti lo bayar sendiri gapapa. Tapi gue mau makan Sushi Tei. Lo mau kak?”

“Ya, mau.”

“Minumnya apa kak?”

“Gue beli sendiri aja.”

“Oh, yaudah.” Hazen beranjak berdiri dari duduknya untuk memesankan makanan mereka bertiga meninggalkan Marvin dan Raden disana.

“Kak Marv.”

Marvin menoleh setelah bayangan punggung Hazen tertelan keramaian. Ia menatap Raden penuh tanya.

“Kenapa?”

Raden menyunggingkan senyum simpulnya. “Hazen, dia emang keliatan songong dan gak bersahabat. Biang onar ataupun cowok yang nakal gitu lah maksudnya. Itu wajar kalo orang yang belum kenal Hazen suka liat dia kayak gitu⏤

tapi, Hazen nggak gitu kok sebenernya Kak. Hazen itu orang paling welcome, loyal, royal, bersahabat, dan siap sedia buat bantu siapapun yang butuh bantuan dalam keadaan apapun. Dia itu paling ngerti sama orang-orang terdekatnya, hatinya lembut. Meski⏤dia emang cowok paling ngeselin karena isengnya yang kebangetan, kalo udah bego ya kadang bego banget, tapi sebenernya otaknya encer kok. Dan dia juga punya jiwa pemimpin yang bagus, waktu SMA, dia aktif banyak organisasi dari pecinta alam, PMR, KIR, Paskibra, dan jadi ketua OSIS bahkan ketua Pramuka. Everyone like him and want to being his friend.”

Raden menghela nafas sejenak dan mengalihkan matanya ke orang lalu lalang di sekitarnya. “Dia terlalu baik jadi orang, terkadang baiknya itu membuat orang lain merasa⏤menjadi orang paling spesial buat dia, hanya karena dia terlalu baik dan menerima semua orang yang ingin masuk ke dalam hidupnya, menjadi temannya, menjadi sahabatnya.”

Marvin menatap Raden dengan kernyitan di dahinya, agaknya ia sedikit mengerti dengan apa yang dimaksud Raden. “This is called friendzone,” batinnya sembari mengangguk kecil.

“Hazen punya cita-cita jadi Arsitek, tapi Ayahnya nggak ngebolehin dan Hazen dituntut buat jadi penerus Ayahnya di perusahaan, mangkanya ia masuk jurusan Manajemen Bisnis. Gue kasian sama Hazen, tapi Hazen bilang gakpapa, karena kata dia, Kak Devon udah susah ngurus semua perusahaan Ayahnya yang ada di luar negeri, jadi Hazen mau bantu Ayahnya untuk ngurus beberapa perusahaan yang ada di Indonesia.”

Marvin hanya mendengarkan penjelasan panjang Raden yang tiba-tiba tanpa diminta, entah apa motivasi Raden memberitahunya tapi Marvin sedikit⏤tercengang dengan kenyataan itu.

“Jadi? Maksud lo ngasih tau gue ini buat apa?”

Raden kembali menaruh atensinya kepada Marvin lalu meringis lebar. “Kayaknya Kak Marvin tertarik sama Hazen.”

“Hah? Maksud lo?”

“Tertarik buat jadiin Hazen ketua angkatan 22. Iya kan?”

Marvin mengerjapkan matanya beberapa kali lalu berdeham. “Ya⏤bisa dibilang gitu. Gue liat ada potensi dari Hazen buat jadi pemimpin yang loyal dan bertanggung jawab.”

Raden mengangguk menyetujui pendapat Marvin. “Iya, gue yakin Hazen bisa. Tapi gue liat Kak Marvin juga sedikit ragu sama Hazen, mangkanya gue cerita itu tadi. Tapi jangan bilang-bilang Hazen ya Kak? Nanti gue dicincang sama dia hehe.”

Marvin hanya tersenyum sedikit⏤sekali, bahkan tidak bisa dilihat Raden.

“Kayaknya gue beneran salah nilai Hazen...”, batinnya menopang dagu menatap Hazen yang berjalan ke arahnya yang membawa nomor meja.

Flo ─── ∙ ~εïз~ ∙ ───