Makan Malam

—111;


Zeline memang terasa lemas, namun tidak menjadikan semangatnya turun untuk memasak gule daging untuk suami dan anaknya. Jam 7 malam, masakan Zeline sudah siap, lengkap dengan minumannya. Ia melihat tutorial dari youtube bagaimana cara memasak gule daging.

Ia menghidu aroma masakannya di meja makan, sedap dan harum. Ia juga mencoba sedikit kuah gule nya, dan hasilnya enak sekali. Rasanya mirip rendang, namun tetap beda.

Haechan dan Ody sedang di ruang tengah menonton televisi, lebih tepatnya streaming di netflix sih menonton kartun Disney.

“Haechan, Ody, makan malam udah siap. Ayo kesini makan dulu.” Teriak Zeline menghampiri keduanya.

Kompak, Ayah dan anak itu menoleh, kemudian berdiri menghampiri Zeline.

“Wah, Mama masak apa ini? Baunya enak banget!” Ucap Ody.

“Ini namanya gule daging, makanan Indonesia, Ody.” Jawab Haechan dan menarik kursi untuk Ody.

“Oh, kayak rendang ya bentuknya, Yah?”

“Mirip, tapi rasanya beda. Ody coba deh, enak banget loh. Apalagi kalau Mama yang masak.” Ucap Haechan melirik Zeline yang tersenyum.

Zeline mengambilkan nasi untuk Haechan dan Ody, sekaligus menyiapkan gule nya. “Selamat makan Ody dan Haechan, semoga suka ya? Rasanya enak kok.”

“Selamat makan, Mama.”

“Selamat makan juga, Zel.”

Ketiga orang itupun akhirnya mulai makan malam.

“Ihh beneran enak banget Mahhh. Mama terbaikkk.” Ody mengacungkan 2 jempolnya untuk Zeline.

Haechan dan Zeline tertawa, senang melihat sang putri ceria.

“Kalo gitu makan yang banyak ya, Ody? Biar sehat dan nggak gampang sakit.” Ucap Zeline.

Haechan menatap Zeline aneh, pasalnya Zeline terlihat pucat sekali. “Zel, kamu sakit?”

Zeline menoleh kepada Haechan. “Hah? Sakit? Enggak tuh, kenapa emang?”

“Kamu pucet banget, Zel.”

Zeline auto meraba wajahnya. “Ah ini aku lupa nggak pake lipbalm Chan.”

“Tapi wajah kamu juga keliatan capek banget, kamu sakit kan?”

Zeline menggelengkan kepalanya. “Enggak Haechan, aku baik-baik aja kok, serius.”

“Yang bener? Besok ke Dokter ya?”

“Enggak mau. Aku nggakpapa Haechan. Udah lanjutin makan kamu, keburu dingin itu nasinya.”

Haechan memicing curiga, namun Zeline membalasnya dengan cengiran lebar.


Selesai makan malam, Haechan membantu Zeline membersihkan meja makan.

“Aku yang cuci, Chan. Kamu istirahat aja gih, besok kamu harus ke kantor kan?”

“Aku bantuin, kamu tuh keliatan lemes banget, Zel. Kamu kecapekan kayaknya, kamu yang ke kamar, biar aku yang cuci piring kotornya.”

“Nggak mau, Haechan. Aku baik-baik aja kok, sumpah.”

Haechan memegang bahu Zeline dan menatapnya dalam. “Kamu istirahat sekarang, biar aku yang cuci ini semua. Oke? Nurut ya, Zel.” Katanya dengan suara yang lembut, Zeline jadi tidak bisa berkutik kalau Haechan sudah masuk soft mode.

“O-oke aku masuk ke kamar.”

Haechan tersenyum dan mengusap rambut Zeline. “Iya udah, sana gih. Ody tidur di kamarnya sendiri hari ini?”

“Iya, katanya mau tidur sendiri aja, karena udah besar gitu katanya.” Ucap Zeline sambil tertawa.

“Hahaha ada-ada aja, ya udah kalo gitu. Kamu langsung tidur ya? Kamu capek, butuh istirahat.”

“Iya Haechan, aku naik dulu. Semangat cuci piringnya!!!”

“Heem, night, Zel.”

Night too, Haechan.” Zeline berjalan meninggalkan dapur.

Haechan melihat tangannya yang menggenggam helaian rambut rontok Zeline. “Rambut kamu kenapa rontok sebanyak ini, Zel? Padahal aku tadi cuma usep-usep pelan.”


Sekitar 20 menit Haechan baru selesai cuci piring dan gelas. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, ia menyeruput kopinya, kebiasaan Haechan jika ingin tidur harus minum kopi.

Ia berjalan menaiki tangga menuju kamarnya dan Zeline, ketika Haechan membuka pintu, ia dikejutkan oleh suara orang mual di dalam kamar mandi. Segera, ia masuk ke dalam kamar dan mengecek kamar mandi yang pintunya tertutup.

“Zel? Kamu di dalem kan? Kamu mual, Zel?”

Haechan menunggu di depan pintu kamar mandi sampai Zeline selesai. Ada sekitar 5 menit Haechan menunggu, akhirnya Zeline keluar dari kamar mandi dengan wajah pucatnya.

“Kamu mual?”

“Iya, dikit kok. Kayaknya aku nggak terlalu tawar sama gule.” Dustanya, karena sejujurnya setelah selesai makan, Zeline sering mual, dan ia akan memuntahkannya saat tidak ada Haechan di sekitarnya.

Zeline terbiasa menahan mualnya saat ada Haechan, membuat alasan kebelet pipis lah kebelet BAB lah,padahal ia sedang memuntahkan isi perutnya. Dan hari ini, Haechan memergokinya.

“Ke Dokter ya besok? Takutnya kamu alergi.”

“Nggak usah Chan, aku ada obat kok. Abis minum obat juga sembuh besoknya.”

“Tapi Zel—”

“Haechan... aku mau tidur ya?”

“Ah iya iya, kamu tidur aja. Udah minum obatnya?”

“Ini mau minum, tolong ambilin aku air putih ya, Chan?”

Menurut, Haechan keluar dari kamar menuju dapur untuk mengambilkan air minum. Itu hanya tipu daya Zeline saja agar Haechan tidak melihat obat-obat dokternya.

Zeline langsung meminum ber pil-pil obatnya, ia menyimpan air meneral botol di lacinya. Meneguknya dengan cepat sebelum Haechan kembali.

Berhasil menelan obatnya, tak lama Haechan datang membawa segelas air. Zeline langsung meminumnya membuat Haechan bertanya.

“Lah, obatnya mana? Kok udah minum aja.”

“Udah aku telen sebelum kamu dateng hehe.”

Haechan menghela nafas. “Ada-ada aja kamu. Ya udah sekarang tidur. Get Well Soon, Zel.”

Thanks, Chan.”

Zeline pun membaringkan tubuhnya, sedangkan Haechan menyelimuti Zeline hingga batas dada.

“Zel, kamu nggak lagi sembunyiin sesuatu kan?” Tanyanya dalam hati, yang tentu tidak bisa di dengar Zeline.

“Atau kamu beneran hamil? Tapi mana mungkin? Aku—nggak pernah sentuh kamu, Zel...”

Haechan jadi pusing sendiri, ia memilih menghabiskan kopinya dan ikut tidur menyusul Zeline. Ada guling di tengah mereka, selalu seperti itu posisi tidur Zeline dan Haechan, ada batasan di tengah sehingga saat tidur, mereka tidak pernah terlibat skinship sedikitpun.