Pembagian Kelompok

Selesai upacara pembukaan ospek, semua mahasiswa baru digiring menuju aula terbuka Neo Dream University. Aula tersebut sangat besar sehingga dapat menampung 1.500 mahasiswa baru sekaligus puluhan panitia ospek yang terdiri dari anggota BEM dan ketua angkatan setiap jurusan.

Marvin tidak ikut andil dalam pemilihan pembimbing serta anggota kelompoknya siapa saja, Marvin hanya menaati perintah anak-anak BEM saja yang lebih berhak dalam urusan ospek ini, dirinya kan hanya ketua angkatan Manajemen Bisnis. Apa haknya ikut campur? Istilahnya disini, Marvin hanyalah babu BEM untuk melancarkan jalannya ospek. Marvin tidak keberatan akan hal itu tentu saja, ketua BEM nya saja sahabat nya.

Setiap kelompok terdiri dari 30 mahasiswa baru yang tercampur dari berbagai jurusan. Itulah mengapa Hazen terpisah dengan sahabat-sahabatnya, meski peluang mereka satu kelompok harusnya besar karena ke 6 anak adam itu beda jurusan semua.

Hazen jurusan Manajemen Bisnis, Raden jurusan Ilmu Seni dan Estetika, Jendra jurusan Ilmu Hukum, Nathan jurusan Kedokteran, Leo jurusan Hubungan Internasional dan Jidan jurusan Teknik Informatika.

Namun sepertinya Tuhan memang ingin ke 6 lelaki itu memiliki teman selain mereka sendiri. Kehidupan saat di SMA berbeda dengan di bangku Universitas, tentu lingkup pertemanan pun meluas, tidak seperti saat SMA.

Saat ini semua panitia ospek sedang memperkenalkan diri, mereka berdiri di atas podium aula lalu satu persatu menyebut nama serta jurusan. Ada 50 panitia yang terhitung oleh Hazen.

Hazen hanya menyimak beberapa panitia yang melakukan perkenalan, ia lebih memilih untuk berkutat dengan twitter, mencurahkan segala kedongkolannya di akun privat untuk menghujat kating menyebalkan itu yang sedari tadi menatap dirinya lekat-lekat dengan tatapan menilik serta tidak bersahabatnya. Hazen memilih tak acuh saja bahkan saat lelaki itu memperkenalkan diri, Hazen melewatkannya dan tidak mendengarkan sama sekali.

Setelah semua selesai dengan sesi perkenalan, lelaki yang memperkenalkan diri sebagai ketua BEM, namanya Tristan, lelaki itu sedang menjelaskan kegiatan selanjutnya yaitu akan dibaginya kelompok secara random yang telah ditentukan oleh panitia ospek.

“Oke, gue bilang bakalan ada 50 kelompok disini, ini kelompok selama ospek kalian, jadi selama tiga hari kedepan, kalian akan terus bersama satu kelompok buat nuntasin semua kegiatan dan tugas kelompok ospek dari kita.”

“Nanti yang namanya dipanggil, segera hampirin kakak nya yang megang kertas nomor kelompok ya? Nanti, bubarnya harus senyap gak boleh rame, yang keluarin suara berisik nanti kena hukuman. Belajar tenang dan tak tergesa, oke? Pokonya setelah gue sebut nama dan kelompok berapa, lo langsung nyari kakaknya aja, udah jelas banget mereka megang nomor kelompok gede banget pake kertas bufalo noh!” Tunjuk Tristan kepada para kating yang membuka lebar kertas bufalo berisi nomor kelompok di depan dada mereka. Ada yang mengangkatnya tinggi banget di atas, contohnya kayak si Yudha, iseng emang.

“Ada yang mau ditanyain nggak? Kalo enggak langsung gue mulai aja ini.”

“Nggak ada kak.”

“Bagus, gitu dong sekali dibilang harus paham biar gue nggak perlu ulang-ulang lagi.” Kata Tristan sambil terkekeh manis, membuat para mahasiswa baru ikutan ketawa.

Tristan dengan mic nya mulai menyebutkan satu persatu nama mahasiswa baru untuk mengisi kelompok 1. Mereka menurut, saat nama mereka disebut dengan nomor kelompok, mereka berdiri dan berjalan dengan tenang tanpa berisik untuk mencari kakak pembimbing kelompoknya.

“Leonardo Galuh Wijaya kelompok 1.”

Leo segera berdiri dan berjalan melewati mahasiswa baru di sekitarnya dengan sopan, meminta jalan agar ia bisa keluar dari kerumunan mahasiswa lalu menghampiri Juan sebagai pembimbing kelompok 1.

“Duh, kita semua bisa satu kelompok nggak ya? Leo orang ke 23 yang dipanggil sebagai kelompok 1.” Gerutu Jidan.

“Kayaknya susah deh kita satu kelompok, mereka pasti juga liat asal sekolah, kalo sekolahnya sama kayaknya bakalan dipisah meski beda jurusan, tujuan nya kan biar kita berbaur sama orang asing.” Ucap Hazen.

“Gapapa kali Ji, malah dapet temen baru. Lo nggak bosen apa emangan temenan sama kita-kita doang dari SMA?” Kekeh Raden untuk menghibur Jidan.

“Iya sih bener juga, bosen gue liat muka lo semua.”

Ucapan Jidan langsung mendapat toyor dari Nathan, tidak keras namun cukup membuat kepala Jidan sampe terjegluk.

“Ini nih yang dikata gak ada gunanya besarin anak, durhaka banget.”

“Lah? Kata siapa gue anak lo?” Jidan mengerlingkan matanya menanggapi emak jadi-jadiannya.

“Nah itu tadi untuk kelompok 1 yang dipimpin sama Juan. Untuk kelompok 1 bisa cari tempat di luar aula untuk duduk ya? Juan, tolong dibimbing adek-adeknya.”

“Wokeyy siap boss.” Teriak Juan sambil hormat lalu menggiring anak didiknya meninggalkan aula terbuka.

“Kan nggak sekelompok, bener apa kata gue.” Ucap Hazen setelah melihat kepergian kelompok 1.

Pengumuman terus berlanjut ke kelompok- kelompok selanjutnya.

“Nathan Angkasa Jingga kelompok 2.”

“Weh, duluan ya gue bro.” Pamitnya pada ke 4 temannya yang diacungi jempol oleh mereka menghindari berisik.

Nathan melihat sekeliling untuk melihat kelompok 2 lalu bernafas lega. “Sama kak Jay anjir, buset dah takut pingsan gue, ganteng banget kak Jay anjing!” batinnya bergejolak melihat senyuman Jay dari jauh sana.

“Jidan Ajisaka Mahatma kelompok 3.”

“Gue pergi dulu bro, bye.” Jidan berdiri dan membelah kerumunan mahasiswa yang menghalangi jalannya, sembari melihat dimanakah kakak pembimbingnya.

“Buset kak Johan dong, aduh ini gue kalo berulah bisa jadi ayam geprek. Sialan, serem banget anjing kak Johan, auranya kayak penjahat.” Batin Jidan melangkah dengan ngeri menuju Johan yang sedang senderan di dinding menunggu Jidan datang.

“Rajendra Tirta Gentala kelompok 5.”

“Oh kita deketan semua deh kelompoknya, setidaknya mungkin berjarak satu kelompok doang.” Ujar Hazen kemudian setelah Jendra pergi dari tempat duduknya.

“Hooh Zen kayaknya gitu.” Raden mengangguk menyetujui, hanya tinggal mereka berdua diantara semua sahabatnya yang belum terpanggil.

Deon melebarkan senyum gusi nya ketika melihat Jendra datang dan menyambut dengan ramah. Jendra hanya membalas dengan senyum canggung sampai matanya ikutan senyum.

“Raden Bintang Kejora kelompok 6.”

“Ah gue dipanggil, semoga lo kelompok 7 ya atau nggak sekelompok sama gue hehe.” Ucapnya dan menepuk bahu Hazen terlebih dahulu sebelum berdiri mencari kakak pembimbingnya.

“Oke, udah sana lo hus hus.” Hazen menggerakkan tangannya mengusir Raden.

Raden senang ia mendapat kakak pembimbing yang terlihat lebih baik dan ramah, terlihat tidak banyak tingkah juga, jadi dirinya tidak khawatir akan dikerjai olehnya. Benar, Tama lah kakak pembimbing kelompok 6.

Hazen mulai suntuk sekarang, teman-temannya sudah pergi dan ia hanya sendiri. Saat ini pengumuman kelompok 7. Ia jadi teringat perkataan Raden, kemungkinan ia ada di kelompok 7 sangat besar. Karena teman-temannya mendapatkan kelompok berurutan.

Kedua manik madunya mengedarkan pandangan untuk melihat siapa kakak pembimbing kelompok 7 dan shit! Hazen tak bisa untuk tidak terkejut.

“Pliss jangan sampe gue kelompok 7, jangan. Kelompok manapun gak masalah dah tapi jangan masuk kelompok 7 plisss.” Ia mengatupkan kedua tangannya dan memejamkan mata untuk berdoa.

Setelah memanjatkan doa berkali-kali, Hazen membuka mata dan mengatur nafasnya. Ia masih mendengarkan nama-nama mahasiswa baru yang disebut sebagai kelompok 7.

Sepertinya Tuhan sedang marah dengan Hazen, sehingga doa sekitar 5 menit lalu harus pupus, hancur dan tak tergapai.

“Hazen Aditya Buana kelompok 7.” Tristan menyebut namanya begitu lantang sampai Hazen terjingkat dan tersadar dari daydream nya.

Hazen mengerjapkan kedua matanya dan berteriak dalam hati. “What the fuck? Gue doanya semoga nggak di kelompok 7 tapi kenapa gue malah ada di kelompok 7 sih?”

“Hazen, ayo cepet berdiri kenapa bengong dah? Cepet gabung sama mereka biar yang lain segera disebutkan namanya.” Tegur Tristan yang melihat Hazen yang masih duduk saja dengan tatapan kosong.

“E-eh iya kak maaf.” Dengan berat hati Hazen berdiri dan meminta jalan kepada mahasiswa-mahasiswi yang menghalangi jalan dan segera menghampiri teman-teman kelompoknya yang sudah menunggu bersama dengan seorang lelaki yang jelas-jelas memegang kertas bufalo bertuliskan angka 7.

Dia adalah kakak pembimbing kelompok 7, kelompoknya. Siapa lagi jika bukan Marvin? Kating yang ingin dihindari Hazen namun sialnya malah harus bertemu dan berinteraksi sampai 3 hari ke depan.

Benar jika masa depan tidak ada yang bisa menebak, bahkan dalam kurun waktu yang sedikit, masa depan tak terduga yang tak diharapkan pun justru datang menghampiri.

Flo·ᴥ·