Perjanjian

Saat Hazen turun dari tangga, keluar dari kamarnya yang ada di lantai 2, ia melihat figur tegap Ayah nya yang tengah duduk di sofa sembari menyesap kopi.

Semenjak Ayahnya pulang, Hazen selalu ditempeli oleh Ayahnya. Ketika Hazen bertanya apakah Ayah tidak ada kerjaan? Ayah bilang jika ini waktu bersantai Ayah dan mengistirahatkan diri dari pekerjaan.

Hazen sih seneng-seneng aja bisa cuddle an sama Ayahnya, yang biasanya sedikit susah karena kesibukan Ayahnya untuk kerja dan kerja.

Benar kata Ayah, beliau sudah tua dan berkepala 5, tiga tahun lagi umur Ayahnya genap 60 tahun. Hazen menghela nafas, kalau begini bagaimana Hazen mau menolak permintaan Ayahnya nanti? Apapun itu, Hazen pasti nggak bisa buat bilang 'enggak' ke Ayahnya jika begini.

“Ayah.” Panggilnya yang berdiri di belakang Kaisar—ayah Hazen.

Kaisar tersenyum lalu melambaikan tangannya dan menepuk sisi kosong di sampingnya, menyuruh Hazen duduk disana.

“Ayah—mau ngomong apa?” Tanya Hazen to the point karena Hazen kepalang penasaran.

Kaisar menghela nafasnya, memutar tubuhnya menyamping sehingga bisa berhadapan 4 mata dengan Hazen, sang putra bungsunya.

Kaisar meraih jemari Hazen dan menggenggamnya serta mengusap kedua punggung tangan Hazen. “Hazen, anak Ayah yang ganteng, anak Ayah yang penurut, anak Ayah yang baik, anak Ayah yang kami banggakan dan sayangi—”

“Ayah kayak lagi mau pidato Agustusan ah.” Hazen terkikik geli mendengar kata-kata Ayahnya.

Kaisar ikut tertawa lalu mengusap helaian rambut halus Hazen dengan sayang. Hazen nyaman dengan setiap afeksi Ayah dan Bunda nya. Hazen menyunggingkan senyum dan balik mengusap punggung tangan Ayahnya yang kekar namun mulai keriput sedikit. Membuat hati Hazen makin iba saja.

“Zen, kamu tau kan kalau Ayah sayang banget sama kamu?”

Hazen mengangguk, “Tau, Ayah.”

“Tau kalau Bunda dan Mas Devon juga sayang sama kamu kan?”

“Iya Ayah, aku tau.”

“Kamu masih pecaya sama Ayah, Bunda dan Mas Devon?”

Hazen mengernyitkan dahinya, pertanyaan macam apa itu? Tentu saja Hazen percaya dengan keluarganya sendiri.

“Percaya, kenapa enggak? Ayah.... jadi sebenernya ada apa? Ayah minta Hazen buat ngapain?”

“Bunda udah bilang ya?”

Hazen mengangguk sebagai jawaban. Ada jeda beberapa detik yang menyelimuti kesunyian diantara keduanya.

“Yah.”

“Hazen, selama ini Ayah terkesan memaksa kamu buat melakukan ini itu yang bukan mau kamu, termasuk masuk jurusan Manajemen Bisnis. Bukannya Ayah nggak suka kamu bercita-cita jadi Arsitek, itu bagus nak. Ayah suka, tapi—ada yang lebih penting demi kehidupan kita di masa depan Zen. Ayah dan Bunda cuma punya kamu sama mas Devon untuk diandalkan merawat Ayah dan Bunda ketika udah tua, udah lansia, udah jadi nenek kakek dan pelupa, kembali jadi bayi besar yang butuh di urus. Kamu tega emang mau kasih Ayah dan Bunda di panti jompo daripada ngerawat kami dengan tangan kamu sendiri?”

Bibir Hazen melengkung ke bawah, kedua mata cantiknya mulai berembun. Dia paling tidak bisa jika bahasannya sudah begini. Ia memeluk Ayahnya erat menahan tangisnya yang ingin keluar.

“Ayah hiks hiks, jangan ngomong gitu ih. Hazen nggak akan kasih Ayah dan Bunda ke panti jompo nantinya, biar Hazen sama mas Devon yang rawat Ayah Bunda sambil jalanin perusahaan.”

Kaisar menyunggingkan senyumnya, lalu mengusap kepala dan punggung Hazen. “Terimakasih, Ayah sama Bunda beruntung punya Hazen sama Mas Devon.”

“Kami juga beruntung punya Ayah sama Bunda.”

“Kalau gitu Zen, Ayah minta sesuatu ke kamu boleh?”

Tanpa ragu, Hazen mengangguk dan mendongakkan kepalanya untuk menatap obsidian tegas namun lembut sang Ayah. “Iya, ayo Ayah bilang mau minta apa?”

“Kamu tau kalau Ayah sama Om Noah itu sahabatan kan?”

Deg

Benar, sepertinya firasat Hazen memang tidak pernah meleset. Om Noah, partner bisnis Ayahnya sejak keluarga mereka mulai merintis perusahaan sehingga sekarang Ayahnya sukses besar dan masuk jajaran 10 orang terkaya di Indonesia. Keluarga Hazen menempati nomer 4. Dan keluarga Om Noah berada di tempat ke 2. Bayangkan, seberapa sultan nya Om Noah?

Siapa nomer 1 nya? Silahkan tebak sendiri, aku yakin kalian semua tau jawabannya.

Melihat Hazen yang hanya memasang wajah melamun nya, membuat Kaisar menjentikkan jarinya di depan wajah blank putra bungsu nya.

“Zen! Kok bengong sih?”

Hazen mengerjapkan matanya lalu menatap Ayahnya kembali. “Ayah mau jodohin aku sama anaknya Om Noah?”

To the point, Hazen tidak mau basa-basi lagi. Ia ingin semuanya jelas dan Hazen bisa memikirkan sesuatu untuk mengatasinya

Kaisar tersenyum simpul lalu mengangguk. “Kamu belum pernah ketemu sama anaknya Om Noah karena dia kuliah di Harvard.”

“Ayah, apa nggak bisa aku memilih calonku sendiri dan menjalankan perusahaan Ayah tanpa bantuan keluarga Om Noah? Ayah meragukan kemampuan Hazen sama Mas Devon dalam mengurus perusahaan?”

“Ayah nggak meragukan kalian, apalagi mas kamu. Perusahaan di Belanda sukses di tangan mas kamu. Ayah nggak minta bantuan untuk perusahaan kita Zen, tapi Ayah—ingin membalas budi dengan Om Noah dan keluarganya. Kamu tau kan kalau mereka orang yang sangat baik? Yang nemenin Ayah dari 0 sampai sekarang, kita seperti ini juga sebagian karena usaha Om Noah untuk mendidik Ayah jadi pengusaha yang sukses sayang.”

“Kenapa gak dijodohin sama Mas Devon aja? Secara Mas Devon udah mapan, udah bisa kerja sendiri, anaknya Om Noah pasti lebih kecukupi kebutuhannya kalo sama Mas Devon daripada sama aku.”

“Mas Devon udah punya calon. Mas Devon bilang kalo dia sangat mencintai kekasihnya, mana mungkin Ayah sama Bunda tega misahin mas mu sama kekasihnya?”

“Lalu aku? Apa Ayah juga nggak mikirin perasaan aku? Aku nggak cinta sama anaknya Om Noah.”

“Belum Zen, kamu belum pernah ketemu Sandra. Dia dua tahun lebih tua dari kamu. Sandra cantik, penurut, dia—unik, kamu pasti suka kalo ketemu Sandra.”

“Kalo aku nggak bisa jatuh cinta sama Sandra, apa bisa aku batalin perjodohannya?”

“Nggak bisa, Om Noah meminta salah satu dari kalian untuk dijadikan menantunya. Sandra anak tunggal, Om Noah ingin yang terbaik, Om Noah percaya sama Ayah kalau anak-anak Ayah itu lelaki hebat dan bermartabat, cocok dengan Sandra.”

“Tapi Yah—”

“Soal cinta kamu nggak usah khawatir, cinta ada karena terbiasa. Nanti, kalau kalian sudah sering bersama, bakalan ada kok perasaan kayak gitu.”

“Cih, kalau kayak gitu Yah, aku udah jatuh cinta berkali-kali. Atau mungkin jatuh cinta sama Raden sekalian saking aku terbiasa sama dia dan nyaman sama Raden.”

Kaisar tertawa ringan dan mencubit hidung Hazen. “Kamu harus tau, waktu Bunda sama Ayah dijodohin, kami nggak langsung saling suka kok. Setelah menikah adu mulut terus, kemusuhan. Setelah beberapa bulan hidup satu atap, kami mulai lelah dengan berselisih dan perlahan kami sadar kalau kami merasakan nyaman satu sama lain dan berakhir jatuh cinta. Kamu liat kan Bunda sama Ayah kayak apa sekarang? Sampe punya 2 anak hebat, langgeng sampe kepala 5. Bukti apalagi yang kamu butuhin kalo cinta datang karena terbiasa?”

“Kalau sampai Hazen suatu hari nanti jatuh cinta sama orang lain dan bukan Sandra bagaimana Yah?”

Kaisar terdiam, memandang langit-langit ruang tamunya yang berukiran bunga sakura. Hazen menunggu jawaban sang Ayah, bukan tanpa alasan Hazen bertanya seperti ini. Karena takdir siapa yang tau?

“Ayah bilang, Ayah tidak tega memisahkan Mas Devon dengan kekasihnya karena Mas Devon sangat mencintai kekasihnya, bukankah harusnya itu berlaku untukku juga agar adil?”

Kaisar menghela nafas kasar, ia menatap manik hazel Hazen yang menyiratkan kesungguhan atas pertanyaannya. “Kalau memang suatu saat nanti kamu mencintai orang lain selain Sandra, Ayah akan merelakan kamu dengan orang itu jika orang itu juga bisa mencintai kamu balik. Ayah akan bicara sama Om Noah untuk itu.”

Hazen menghela nafas dan menjauh dari Ayah nya. Ia memijat pelipisnya untuk memikirkan sesuatu. Beberapa menit terdiam, Kaisar menunggu sang putra membuka suaranya, sedangkan Hazen berpikir.

“Ayah, aku bakalan setuju dijodohin sama Sandra kalau Ayah mau buat perjanjian sama Hazen.”

Kaisar menaikkan sebelah alisnya. “Perjanjian? Apa itu?”

“Aku mau Ayah lepasin aku dari rumah, biarin aku tinggal di asrama kampus. Ayah harus setuju kalau aku sama Sandra menikah setelah aku lulus dan megang perusahaan selama 1 tahun sambil menunggu hasil kerja kerasku. Biarkan aku menghidupi diriku sendiri, Ayah boleh kasih aku uang tapi kasih aku separuh dari jatah biasanya, biarkan aku melakukan apapun sesuai keinginanku selama masa kuliah. Dan yang terakhir, seperti kata Ayah tadi—kalau aku nanti jatuh cinta sama orang lain, tolong lepasin aku dari ikatan perjodohan itu.”

“Zen...”

“Jika Ayah setuju, aku mau melakukan perjodohan ini dan memegang penuh atas perusahaan Ayah yang ada di Indonesia. Deal?

“Tapi—”

“Aku emang akan melakukan semua sesukaku, tapi aku akan jamin tidak akan merusak nama baik keluarga kita. Hazen akan melakukan hal sewajarnya aja kok, menikmati masa muda sebelum Hazen punya istri dan mengurus keluarga sendiri. Gimana Ayah? Yes or yes?

“Pilihan macam apa itu? Yes or yes sama aja, intinya Ayah harus bilang Yes kan?”

Hazen tergelak tawa dan mengangguk. “Benar, jadi gimana Ayah? Yes or yes?

Kaisar tidak ada pilihan lain, ingatkan padanya jika sikap keras kepala Hazen menurun darinya.

“Oke, deal. Kamu harus janji sama Ayah jangan pernah macam-macam selama lepas dari rumah untuk 4 tahun ini. Ayah nggak akan ngawasin kamu, karena Ayah percaya sama kamu.”

Hazen menghamburkan pelukan kepada sang Ayah. “Percaya sama Hazen ya Ayah? Kalau Ayah menepati janji Ayah, Hazen juga mau nepatin janji Hazen. Pinky promise?” Hazen menjulurkan jari kelingkingny di depan wajah sang Ayah.

Kaisar terkikik dan mengamit kelingking sang putra, “Hm, pinky promise.”

Diam-diam Hazen lega karena ia bisa memikirkan ini semua sambil jalan selama 4 tahun ini, tetapi tak dapat dipungkiri bahwa dirinya masih sangat kesal dengan sang Ayah karena perjodohan ini.

“Gue harap, sebelum gue sempat jatuh cinta sama Sandra, gue ketemu sama orang yang bener-bener gue cinta, pilihan gue sendiri, bukan perjodohan kayak gini.”

Siapapun tolong aminkan doa Hazen

Flo·ᴥ·