Photograph

Kediaman apartemen besar Marvin menjadi ramai setelah bertahun-tahun begitu sepi dan dingin. Semenjak 3 bulan lalu, kepindahan Hazen dan Hevin ke apartemen nya membuat suasana menjadi hangat, menyenangkan, ramai, berwarna dan hidup.

Kemudian, tepat 6 bulan Hevin bersama Marvin dan Hazen, kediaman luas itu lebih berwarna lagi, lebih ramai, berisik, hangat, dan lebih hidup karena suara gelak tawa dari orang-orang yang ada di dalam sana.

Marvin dan Hazen baru saja selesai memakaikan baju untuk Hevin, sweater warna pink lengkap dengan beanie nya. Kedua orangtua muda itu asik memotret dan merekam Hevin yang duduk di sofa sembari tertawa melihat tingkah si kecil yang menggemaskan.

Di dapur, ada Sandra dan Kirana sedang membuat kue tart untuk Hevin. Sedangkan Jagat dan Devon tengah membuatkan minuman untuk tamu undangan. Siapa lagi jika bukan teman-temannya Marvin dan Hazen? Kemudian Kaisar dan Noah tengah menata makanan-makanan ke meja yang telah di masak oleh Hazen, Jagat, dan Kirana tadi.

“Kak, gue bantuin Ayah sama Om Noah dulu ya?”

Marvin mengangguk, kemudian Hazen pergi dari sana, membiarkan sang anak bermain dengan sang Papa. Hazen menghampiri Ayah dan Noah.

“Ayah, belum selesai ya?”

Kaisar tersenyum. “Sedikit lagi, temen kamu sama Marvin berapa banyak? Kayaknya kalo ini aja nggak cukup deh buat makan ramai-ramai.”

Telunjuknya mengetuk dagunya, sedang berpikir. “Temen aku ada 5, temen kak Marvin berapa ya? Ummm kayaknya ada 10 sih, berarti total ada 15 orang.”

Noah menganga. “Banyak banget temennya Marvin. Ini nggak cukup kalo tamu kalian sebanyak itu. 15 orang, ditambah keluarga kita ada 8 orang.”

“Itu banyak banget, ini masih sempet nggak kalo masak lagi?” Tanya Kaisar.

Kemudian Kirana dan Sandra datang membawa 2 kue tart dan menaruhnya di meja yang sudah di dekorasi balon-balon dan confeti.

“Kenapa? Aku barusan denger ada yang bilang perlu masak lagi.” Ucap Kirana menghampiri suaminya.

“Iya Bun, kata Ayah makanan nya kurang kalau ada temen-temen aku sama Kak Marvin.”

Sandra mengangguk. “Bener sih, ini cuma cukup buat makan kita satu keluarga.”

“Ya udah mumpung temen-temen kak Marvin sama temenku datang agak siangan katanya, kita masak dulu. Bi Mina, masih banyak kan persediaan dapur?” Tanya Hazen saat Bi Mina sedang meletakkan sendok garpu dan pisau di meja makan.

“Masih banyak Mas, kalau ada butuh beberapa bahan lagi, saya bisa belanja ke supermarket sekarang.”

“Hm, enaknya masak apa ya yang cepet?”

Sandra menjentikkan jarinya. “Karena belum ada Pasta sama Kwetiau, kita masak itu aja. Sisanya kita buat Tumis bakso dan sosis mumpung banyak tuh di kulkas. Ah itu juga, kayaknya buat Salad buah juga cepet cuma motongin buahnya,”

“Itu tadi Bunda liat di kulkas juga ada dimsum, siomay, di kukus aja semuanya. Nugget nya juga di goreng sekalian. Bunda mau buatin Waffle sama Pancake aja. Cepet itu.”

“Oke, kalo gitu aku sama Kak Sandra buat menu yang disebutin tadi. Bi Mina, ada waktu nggak misalnya Bi Mina tambahin masak semur telur?”

“Sempet banget Mas, itu gampang kok. cepet buat bumbu sama goreng telurnya.”

Hazen mengangguk. “Ya udah kalau gitu Bi, itu aja deh Bi.”

“Baik Mas.”

“Aku bantuin buat Dessert nya Kir.” Kata Jagat kepada Kirana.

“Boleh, aku buat Pancake sama Waffle, kamu mau buat apa?”

“Puding.”

“Oke deh ayo.”

Akhirnya 5 orang itu pun menuju ke dapur. Kaisar dan Noah yang sudah selesai menata hidangan di meja memilih bermain dengan cucu mereka bersama Marvin.

“Papaaa hihihi hmm paaa liii paaa hehehehehkkk.”

Marvin sedang membaringkan Hevin di atas karpet bulu tebal, dan menciumi seluruh wajah anak itu bertubi-tubi.

Kaisar dan Noah ikut tergelak tawa mendengar suara tawa Hevin, keduanya menghampiri Marvin dan ikut duduk di lantai.

“Nanti anaknya ngompol loh Vin diciumi gitu terus, geli pasti dia.” Kata Noah.

Marvin mendongak dan terkekeh. “Abisnya lucu banget Pa, Hevin makin bulet kayak Hazen.”

Kaisar dan Noah tertawa lagi, Kaisar mengangguk setuju. “Kamu kasih makan apa Hazen sampai bisa gembul kayak gitu Vin?”

“Yang ada aku Om yang dikasih banyak makan sama Hazen, dikit-dikit makan, jajan, nanti kalo dia nggak habis ujung-ujungnya aku juga yang habisin makan dia. Berat badan aku naik beberapa kilo juga Om karena Hazen.”

“Mmmppaaaa Papaaa ndoonnn.”

Marvin menoleh dan mengangkat Hevin agar duduk di pangkuannya. “Udah bisa jalan masa gendong terus? Nanti kamu males jalan.”

“Sana coba jalan, samperin Kakung sama Grandpa.” Ucap Marvin menunjuk Kaisar dan Noah.

“Kunggg, Lanpaaa hihihi.” Ucap Hevin sembari tepuk tangan dan beranjak dari pangkuan Marvin, berjalan perlahan menghampiri dua lelaki paruh baya yang tak jauh darinya.

“Utututu sini cucu Kakung yang paling lucu.” Kaisar merentangkan tangannya, siap menyambut sang cucu di pelukannya.

Noah hanya tersenyum, menatap lamat langkah kecil Hevin yang menghampiri Kaisar dan dirinya.

“Kunggg.” Hevin langsung memeluk leher Kaisar erat. “Kungg ndooonnn.”

“Nggak ah, nanti kamu nggak mau jalan kalau Kakung gendong.”

“Mmmm ndooonnn Kunggg ndoonnnn.” Hevin merengek dan menarik-narik kerah baju Kaisar.

“Iya iya, Kakung gendong, sebentar aja ya? Abis itu jalan sendiri.”

“Oteeee hehehehe.”

Kaisar gemas, lantas mencium pipi mochi Hevin. “Duh gemes banget, jangan cepat gede ya Hevin?”

Noah geleng-geleng kepala. “Ya kamu buat anak lagi aja kalau nggak mau cucumu cepat besar.”

Marvin tergelak tawa mendengarnya.

“Kamu aja sih coba adopsi anak lucu kayak Hevin, biar Hevin ada temen mainnya.”

“Hmm, bisa aku pikirkan. Nanti akan aku tanyakan pada Jagat.” Noah melirik Marvin. “Mau punya adek lagi nggak Vin?”

“Terserah Papa aja sih, nanti kak Jelita aja yang ngajak main tapi. Aku sudah punya Hevin hehe.”

Kaisar dan Noah terkekeh. Noah mengangguk kecil. “Hm, padahal lucu kalau nanti kamu sama Hazen jagain dua anak. Satunya gendong Hazen, satunya kamu gendong.”

“Kunggg ndoonnn.”

Kaisar mengerjapkan matanya lalu mengangkat sang cucu ke dalam pelukannya. “Iya ini kakung gendong, kita ke taman ya? Lihat kupu-kupu sama capung.”

“Kupu? Apung?”

“Iya, kupu-kupu sama capung.” Kemudian Kaisar pergi dari sana dan turun menuju taman apartemen.

Tinggal lah Noah dan Marvin disana.

“Papa udah bilang ke Daddy kamu Vin.”

“Bilang apa Pa?”

“Papa tau selama ini Daddy kamu selalu nuntut kamu buat jadi yang terbaik, Papa tau pasti itu bebanin kamu kan selama ini? Sandra bilang, kamu belajar dan belajar terus selama ini buat kejar target lulus cepet.”

Marvin menundukkan kepalanya. “Aku suka belajar, tapi aku jadi muak kalau inget Daddy selalu bilang ipk aku harus sempurna. Bukannya aku nggak yakin sama kemampuan aku, cuma ya—ada kalanya aku capek hidup kayak gitu. Tapi kayaknya karena aku udah kedoktrin buat jadi yang terbaik dari kecil, ngebuat aku terbiasa buat hidup kayak gitu.”

“Kamu bisa berhenti Vin, kamu belajar sesuai porsi umumnya aja. Kamu masih semester 3, belajar layaknya kamu semester 3, nggak usah capek-capek ngejar tartget lulus 3,5 tahun. Lulus 4 tahun juga nggakpapa, wajarnya S1 ya 4 tahun lulus.”

“Kamu masih muda Vin, seneng-seneng aja dulu sama temen-temen kamu. Jangan dibuat belajar terus, nilai bagus nggak menjamin kesuksesan, sukses itu tergantung dari gimana usaha kamu, bukan nilai di kertas kamu.”

“Aku ada Hevin Pa, aku mau fokus kuliah sama rawat dia sampe besar. Mangkanya aku pengen cepet-cepet lulus kuliah biar bisa nafkahin Hevin pake keringat aku sendiri, bukan uang dari Daddy.”

“Motivasi yang bagus, kalau itu emang tekad kamu, Papa nggak bisa ngomong apa-apa lagi. Yang jelas, Daddy nggak akan nuntut kamu lagi, dia nggak akan nanyain berapa ip kamu tiap semester, atau nanyain berapa nilai ujian kamu. Jalani kehidupan ini sesuai kehendak kamu Vin, jangan hidup di belakang bayang-bayang orang lain, ini hidup kamu, bukan punya Daddy mu.”

Marvin mendongak dan menatap Noah kemudian tersenyum lembut. “Pa, terimakasih banyak dan—maaf.”

Noah menaikkan sebelah alisnya. “Maaf untuk apa?”

“Merebut Hazen dari Kak Jelita.” Ucapnya lirih yang masih bisa di dengar Noah.

Noah terkekeh lalu beringsut mendekati Marvin, kemudian merangkul bahu sang putra. “Bukan salah kamu, Sandra sama Hazen emang nggak berjodoh mangkanya dipisahin. Cinta nggak bisa dipaksain Vin, hasilnya nggak akan bagus, justru menyakiti keduanya kalo dilanjut. Papa memang marah saat itu, merasa Sandra di khianati keluarganya sendiri, tapi setelah Papa pikir lagi, itu jalan terbaik jika Sandra dan Hazen tidak saling mencintai, Papa egois kalo maksa Hazen dan Sandra buat bersama dalam keadaan nggak ada perasaan gitu. Papa seneng ternyata kalian nggak sandiwara hanya buat batalin perjodohan.”

Marvin tersenyum kikuk, Papa nya nggak tau saja kalo memang awalnya hanyalah kesepakatan untuk membatalkan perjodohan, namun takdir memang ajaib hingga membuat kepura-puraan itu menjadi nyata. “Trimakasih Pa, terimakasih sudah mencintai Daddy dan buat Daddy bisa punya semangat hidup lagi, bisa senyum dan ketawa lagi. Aku beneran bahagia Daddy ada di tangan orang yang tepat kayak Papa.”

Noah menepuk pundak Marvin. “Its okay boy, I love your Daddy very much. So, no need to thank you with me. Kita keluarga, kita bangun rumah yang hangat bersama ya Vin?”

“Iya Pa.”

Jagat yang sudah selesai membuat puding dan tengah menguping pembicaraan suami dan anaknya yang menunggungi dirinya pun tersenyum haru. Di belakangnya, Kirana menepuk pundaknya.

“Marvin tumbuh jadi anak yang hebat, kamu berhasil mendidik anakmu Gat.”

Jagat tersenyum. “Bukan aku yang mendidiknya Kir, dia membentuk karakternya sendiri sejak ditinggal Mommy nya, bahkan aku baru tau jika Marvin selama ini merubah dirinya menjadi sosok yang dingin, acuh dan menyendiri. Marvin kecil ku sudah hilang, tapi aku rasa berkat Hazen, Marvin putra kecilku yang hangat, lembut dan banyak senyum udah kembali.”

Kirana terkekeh. “This is called the power of love.”

Jagat mengangguk setuju. “Benar, karena aku juga merasakannya, sejak ada Noah.”


Hazen, Sandra dan Bi Mina keluar dari dapur dan membawa piring besar di kedua tangan mereka, membawanya ke meja makan. Marvin dan Noah membantu menatanya di meja makan hidangan yang baru saja selesai dimasak oleh Hazen, Sandra dan Bi Mina.

Devon yang baru saja kembali dari supermarket setelah membeli banyak snack dan minuman botol untuk dihidangkan di ruang tamu pun menaruh plastik belanja besarnya ke kursi.

“Huft, akhirnya selesai juga ya? Berapa jam kita ini tadi masaknya?” Ucap Hazen menyeka keringat di pelipisnya.

“2,5 jam haha, sekarang udah jam setengah 10 tuh.” Ucap Sandra.

“Dek, ini langsung ditata di ruang tamu aja?”

“Iya Mas, nanti biar kalau tamunya pada dateng bisa nyemil dulu sebelum makan.”

“Oh ya udah.” Devon beranjak dari sana menuju ruang tamu.

“Gue gerah, mau mandi lagi kalo gitu. Um Kak, nanti kalo temen-temen gue atau temen lo dateng, disambut dulu ya kalo gue belum selesai mandi.”

Marvin yang sedang menata makanan pun mengangguk. “Iya, lo mandi aja sana. Bau.” Tangannya ia kibaskan mengusir Hazen.

“Biarin, ini bau kerja keras gue memasak di dapur selama 2,5 jam tau!” Hazen menghentakkan kakinya dan pergi menuju kamarnya.

Sandra, Marvin, Noah dan Bi Mina tertawa.

“Hazen tuh lucu ya? Dia sering gitu ya Vin kalo kesel?”

“Menurut lo aja gimana Kak?” Marvin tersenyum jahil.

“Ah sudah cukup, jangan diterusin karena gue tau jawabannya.”

Marvin terkekeh. “Jomblo mana ngerti, cari pacar sana mangkanya.”

“Idih lo bahasnya itu mulu, malesin. Mau nyusul Kak Devon aja huu.” Katanya dan menyusul Devon ke ruang tamu.

Kirana pun ikut bergabung ke meja makan. “Kaisar kemana No?”

“Ke taman tadi sama Hevin.”

“Dari tadi pagi?”

“Iya, belum balik emang?”

“Kalau aku nanya berarti ya belum lah Noah...”

“Utiiiiii.”

Seketika semuanya menoleh saat mendengar suara menggemaskan menyapa telinga mereka.

Hevin jalan sedikit berlari menghampiri Kirana.

“Eh sayang, jangan lari-lari, nanti jatuh loh, jalan yang pelan aja.” Kirana menghampiri Hevin dan berjongkok, menyambut sang cucu ke dalam pelukannya.

“Hihihi Utiiii.”

“Iya, ini Uti, dari mana tadi sama Kakung?”

“Mannn tiii hehehe.”

“Ke taman?”

Hevin mengangguk dan memainkan rambut Kirana.

“Ngapain aja tadi kesana?”

Kaisar duduk di sofa, sudah kakek-kakek begitu ia kelelahan meladeni Hevin yang aktif jalan kesana kemari mengajaknya bermain. Harusnya tadi ia mengajak Noah saja biar bisa capek berdua.

Jagat yang prihatin pun membawakan Jus Jambu kepada Kaisar. “Dasar kakek-kakek, capek ya Kung main sama cucu? Hahaha.”

Kaisar menerima satu gelas jus Jambu dan meneguknya hingga setengah. “Coba aja kamu yang ladenin Hevin sendirian, pasti udah encok kamu mah.”

“Hahaha, dia emang lagi masa aktif-aktifnya. Ntar kalo udah jalan nya lancar dan bisa ngomong jelas makin kewalahan deh ngurusnya. Marvin sama Hazen nanti stress nggak ya?”

“Hmm, aku kasihan sama Marvin dan Hazen, mereka masih muda tapi udah harus urusin anak. Kalau bukan kita-kita yang bantu, mau siapa lagi? Kita keluarganya, udah sepantasnya kita bantu Marvin sama Hazen buat rawat Hevin.”

“Belum ada kejelasan siapa orangtua nya Hevin, Kai?”

“Sebenernya bagiku ini mudah buat nyari tau, tapi Hazen bilang jangan pernah cari tau siapa orangtua Hevin. Biarkan orangtuanya yang datang nanti kalo emang masih membutuhkan Hevin.”

“Mereka berdua memang mau menyerahkan Hevin kalau nanti diminta orangtuanya?”

Kaisar mengedikkan bahunya. “Entahlah, Hazen cuma bilang nggak mau kehilangan Hevin. Mungkin dia nggak mau nyerahin Hevin ke ortunya, tapi kalo misalnya Hevin maunya sama ortu kandungnya, Hazen sama Marvin bisa apa?”

Jagat menghela nafas. “Anak itu membawa banyak kebahagiaan buat Marvin, aku bisa melihat perubahan Marvin, putra kecilku kembali setelah sekian lama hilang tersapu angin. Aku rasa, Marvin nggak akan semudah itu lepasin Hevin nantinya.”

“Aku juga merasa begitu, aku bahkan kaget Hazen bisa kayak gitu. Dia nggak mau punya adik karena nggak mau direpotin anak kecil, tapi justru sekarang dia berperan sebagai orangtua dari bayi. Mengejutkan sekali.”

“Manusia juga bisa apa kalau takdir maunya gitu, bagaimanapun juga manusia nggak bisa melawan takdir yang udah dirancang Tuhan. Tuhan maha membolak-balikkan hati manusia.”

“Kekkkkkk.”

Suara si kecil membuat Jagat menoleh dan tersenyum lebar. “Halo cucu Kakek yang lucu, hari ini senang?” Jagat berjongkok dan memeluk Hevin kemudian menggendongnya.

“Nangg Kekkk hehehe.”

“Bagus, harus senang dong. Kan hari ini ulang tahun nya Hevin.”

Ding Dong

Hazen berlari keluar dari kamarnya membuat Marvin terkejut ketika ia akan membuka pintu.

“Astaga Hazen, jangan lari-lari gitu. Ntar lo kepleset trus nyungsep hidung lo pesek tau rasa.”

Hazen mendengus dan menggeser Marvin agar di belakangnya. “Temen-temen gue yang dateng.”

“Ya kan bisa gue yang bukain, tadi lo udah bilang gitu juga.”

“Gue udah selesai hehe, gue aja yang buka.”

Marvin mengerlingkan matanya. Lalu beranjak pergi dari sana.

Ding Dong

“Iyaaa sabar woi ah elah.” Teriak Hazen kemudian membukakan pintunya.

Ceklek

“Selamat siang!”

“Anjirrrrrr kaget.” Teriak Hazen menganga melihat pemandangan di depannya, membuat Marvin pun kembali menghampiri Hazen.

Di depan pintu, 15 orang tengah tersenyum setelah mengucapkan selamat siang. Benar, itu teman-teman Hazen dan Marvin.

“Kok bisa barengan?” Marvin menggeser tubuh Hazen ke samping agar bisa berdiri di sampingnya.

“Nggak sengaja ketemu di basement.” Ucap Tristan.

Hazen menghela nafas. “Ya udah ayo masuk semuanya.”

Kemudian mereka semua masuk ke apart yang teramat luas itu. Ini pertama kalinya mereka mengunjungi apart Marvin. Baik teman-teman Marvin maupun Hazen.

15 orang itu duduk di ruang tamu, lesehan. Kursi sudah disisihkan agar tamu-tamu bisa duduk leluasa. Disana sudah ada hidangan snack dan minuman kaleng begitu banyak, ada Dessert juga.

Di ruang tamu sudah di dekor sedemikian rupa serba warna biru, dari balon, confeti, dan hiasan-hiasan lainnya. Khas hiasan ulang tahun anak kecil.

“Papa, Mama!” Hevin berjalan menuju ruang keluarga, diikuti orangtua Marvin dan Hazen.

Belasan kepala disana ikut menoleh melihat sumber suara. Kemudian mereka berdiri dan menunduk mengucapkan salam ketika melihat orangtua Marvin dan Hazen.

Hazen menggendong Hevin begitu sang anak mengangkat tangannya, kode minta di gendong.

“Selamat siang Om, Tante.” Ucap mereka kompak.

“Selamat siang.” Jawab ortu Marvin dan Hazen bersamaan.

Kemudian Sandra datang menyusul bergabung. “Eh sebentar, kalian berempat—yang pernah busking depan Monas itu bukan sih?” Tunjuk Sandra kepada Golden Boyz.

Golden Boyz saling lirik lalu Leo mengangguk. “Iya, kebetulan beberapa bulan lalu kita abis busking di sekitar Monas.”

“Astaga, kalian temennya Marvin apa Hazen?”

“Mereka temen gue Kak.” Kata Hazen.

“Dunia emang sempit banget apa ya????” Sandra menutup mulutnya, syok.

Jendra mengernyitkan dahinya. “Sebentar, lo Kak Andra bukan?”

Jidan, Leo dan Nathan seketika kaget dan ikut memperhatikan Sandra.

“Hahaha, ah ketahuan. Iya, gue Andra yang pernah minta duet sama kalian waktu busking di Monas.”

Hazen tercengang. “Jadi kak Andra yang nyanyi sama Raden itu lo Kak???”

“Oh, namanya dia Raden ya?”

Nathan menggeleng tak percaya. “Lo siapanya Hazen kak An?”

“Dia kakak gue Nat.” Ucap Marvin.

“Kakak? Demi apa? Gila, Jakarta luas penduduk banyak, kok bisa kebetulan banget?” Ucap Jidan.

Sandra terkekeh. “Ini yang dinamakan takdir. Mungkin kita emang ditakdirin buat kenal satu sama lain. Btw, nama gue Sandra, bukan Andra, waktu itu gue nyamar aja hehe.”

“Hahaha astaga udah dong wajah cengo nya, lol banget muka kalian sumpah. Intinya sekarang gue lega kagak penasaran lagi.” Ucap Hazen.

Teman-teman Marvin ling lung nggak tau mau ngapain.

“Woi anak-anak kecil, lo semua nggak kangen gue?”

“Bang Devon! Lo balik ke Indonesia?” Teriak Nathan heboh saat Devon datang dan bergabung.

“Weh Bang Devon.” Leo menghampiri Devon bersama Nathan, diikuti Jendra dan Jidan.

“Wetsss peluk dulu sini, gue kangen ah liat lo pada. Dulu perasaan masih pendek-pendek pas SMP, sekarang udah tinggi aja. Apalagi ini Jidan buset, makan tiang listrik ya lo?”

Nathan, Jendra, Leo dan Jidan berpelukan dengan Devon.

“Minum susu sapi Bang, mangkanya gue tinggi.” Kata Jidan sembari terkekeh.

“Nanti kalo gue wisuda, dateng ya ke Belanda.”

“Asal lo bayarin tiket pesawatnya aja sih Bang hehe.” Ucap Nathan.

“Minta Hazen aja, dia duitnya banyak.”

Hazen melirik dan mendengus. “Yang ngundang siapa, yang bayarin siapa. Dasar.”

“Iya Bang, kita dateng kok tenang aja.” Ucap Leo.

“Gue kangen Raden, dia belum balik ke Indonesia sama sekali abis berangkat 2 bulan lalu?” Tanya Devon.

Suasana jadi menyendu. Mereka melepaskan pelukan. Jendra terkekeh. “Raden nggak ada kabar 2 bulan ini Bang, sosmed nya aja nggak ada yang aktif semua. Kayaknya dia ganti nomer deh, kan nggak mungkin dia pake nomer Indo buat disana.”

Marvin melirik Hazen yang tatapannya menyendu juga.

“Mamaaa mmmaaaa.” Hevin menepuk-nepuk pipi Hazen yang sedang melamun.

Marvin menghampiri Hazen dan mengambil alih menggendong Hevin. “Zen, untuk hari ini, don't cry, anak kita ulang tahun, sayang. Nanti, lo boleh nangis kalo semuanya udah pergi dan tinggal kita berdua.” Bisiknya.

Hazen mendongak dan tersenyum kecut. “Gue nggakpapa Kak, tadi gue lagi mikirin kapan ini mulai acaranya deh?”

Marvin hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

“Guys, kita mulai aja ya acaranya? Keburu makanan nya ntar dingin.” Kata Marvin dan berjalan maju menarik tangan Hazen ke depan semua orang yang duduk lesehan. Tepatnya di belakang kue tart diletakkan.

Hevin masih ada di gendongannya Marvin, dan Hazen berdiri di samping Marvin.

“Semuanya, silahkan berdiri ya? Gue mau kita nyanyi lagu selamat ulang tahun buat Hevin.” Ucap Hazen.

Semua yang ada di sana berdiri, kemudian setelah Hazen menghitung, pada hitungan ke 3 akhirnya mereka menyanyikan lagu Happy Birthday bersama.

Happy Birthday Hevin Happy Birthday Hevin Happy Birthday Happy Birthday Happy Birthday Hevin

Mereka mengulangnya selama 2 kali sambil tepuk tangan. Sandra dan Devon bagian dokumentasi setiap moment. Devon yang merekam sambil live instagram menggunakan ponselnya Hazen . Sandra yang memotret. Hevin terkikik sambil tepuk tangan senang melihat semua orang bernyanyi kompak sembari tepuk tangan.

“Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga* Sekarang juga, sekarang juga

Lalu Marvin dan Hazen menunduk untuk meniup lilinnya, bersama dengan Hevin yang hanya bertepuk tangan senang saat melihat lilinnya mati karena ditiup Marvin dan Hazen bersamaan.

Prok prok prok prok

“Yeayyy sekarang waktunya potong kue!” Seru Kirana semangat.

Kemudian mereka lekas menyanyikan lanjutannya.

Potong kuenya, potong kuenya, potong kuenya sekarang juga Sekarang juga, sekarang juga

Marvin dan Hazen memegang satu pisau bersama, kemudian memotong kue nya tepat di tengah dan menaruhnya di piring kecil.

“Hevin buka mulutnya aaakkkkk.” Hazen memberi instruksi kepada sang anak yang dituruti Hevin, kemudian Hazen memasukkan sepotong kue yang sangat kecil untuk Hevin ke dalam mulut Hevin.

“Selamat ulang tahun sayang.” Ucap Hazen kemudian mencium pipi kiri Hevin.

Hevin terkikik sembari mengunyah dan tangannya menggerayangi baju Hazen, minta di gendong. Hazen pun menggendong sang anak. Marvin yang kini mendapatkan giliran menyuapi Marvin.

“Sekarang giliran Papa, ayok anak pintar buka mulutnya aaaakkkk.”

Hevin dengan senang hati membuka mulutnya, mengunyah suapan kecil sang Papa.

“Happy Birthday my Son.” Marvin mencium pipi kanan Hevin.

“Hevin, cium pipi Papa Mama nya ya sekarang. Oke?” Ucap Noah.

Hevin mengangguk dalam gendongan Hazen, kemudian si kecil mencium pipi Hazen, kemudian mencium pipi Marvin bergantian.

Cup cup

Suara riuh tepuk tangan haru terdengar mengisi apartemen luas itu. Marvin dan Hazen saling pandang dan tersenyum bahagia.

“Hihihi Mamaaa ntikkk, Papaaaaa mpannn.”

“Mama tampan juga tau sayang, bukan cantik.” Kata Hazen tak terima dibilang cantik.

Sedangkan tamu undangan hanya tergelak tawa mendengar rajukan Hazen.

“Cantik itu relatif Zen, benda aja banyak yang cantik, nih contoh aja kue nya cantik kan?” Ucap Marvin.

“Hmm iya sih...”

“Heh Hazen, lo cantik serius. Lihat baju lo cerah banget buset bikin gue silau itu sunflowers nya.” Kata Yosa.

Lalu yang lain mengangguk setuju, karena memang hari ini Hazen sangat cantik dengan rompi kuning sunflowers nya. Mencerminkan Hazen pribadi yang ceria dan penuh semangat.

Hazen mendengus lalu acara pun berlanjut menuju makan bersama.


“Silahkan dinikmati, harus sampe kenyang ya. Dijamin enak, soalnya yang masak anak saya sama istri saya.” Ucap Kaisar.

“Terimakasih atas hidangan yang teramat banyak dan enak ini Om, kami akan memakannya sampai habis.” Ucap Nathan.

“Hahaha iya Nat, dikenyangin ya. Yuk yang lain juga langsung makan aja.”

23 orang disana pun menikmati makan diselingi canda tawa, Kaisar, Noah dan Jagat yang sudah berumur pun bisa menanggapi setiap lelucon yang dilontarkan Jay, Juan dan Yudha disana.

Ada cerita-cerita tentang Marvin dan Hazen juga turut andil mengalir dalam obrolan mereka.

“Marvin kalo di kampus gimana? Ansos nggak Jay?” Tanya Jagat.

“Hmm, bukan ansos sih Om sebenernya, soalnya emang nggak ada yang berani deketin Marvin haha, cuma kita ber 10 ini yang setia kawan banget sama Marvin.”

Yang digibahin sibuk mengelapi wajah Hevin yang cemot saat makan. Dan Hazen makan sambil menyuapi Marvin.

“Marvin serem Om, mukanya galak banget, jadi orang-orang pada takut deketin dia. Takut ditelen hidup-hidup sama Marvin.” Kata Yudha.

“Waduh, pantesan ya saya nggak pernah denger Marvin punya pacar.” Jagat terkekeh.

“Punya, nih yang lagi suapin aku kan pacarku.” Marvin angkat bicara setelah diam.

Hazen mendengus geli. “Apa sih Kak, diem aja deh lo. Makan aja, jangan ngomong.”

“Gini nih Om, saya korban nya Marvin sama Hazen kalo pacaran, saya dijadiin setan, berasa transparan tak terlihat kalo mereka udah asik berdua gitu.” Deon mengadu.

Kaisar dan Kirana tergelak tawa. Kaisar manggut-manggut. “Iyakah? Siapa yang flirting duluan emang?”

“Dua-duanya Om, sama-sama bucin hadeh, saya sampe lelah lihat kebucinan mereka berdua.” Jawab Deon.

“Bilang aja Kak Deon iri, mangkanya tuh segera confess coba, sebelum hilang diambil orang loh.” Hazen melirik Tama yang sedang mengunyah Ayam bakar.

“Apa? Kenapa lo liatin gue?” Tama menaikkan sebelah alisnya.

Noah terkekeh. “Ah masa muda emang indah ya? Kalian jangan belajar mulu, nikmati hidup selagi masih muda, soalnya kalo udah tua kayak kami gini isinya kerja mulu, nggak sempet seneng-seneng.”

“Waduh bener banget nih Om Noah. Marvin tuh Om, anaknya ambis banget, saya sampe bosen ingetin dia istirahat.” Kata Ben.

“Iya Om, diajak nongki bilangnya ada tugas mulu, atau lagi belajar. Padahal saya yang banyak satu kelas sama dia nggak sesibuk Marvin.” Seru Juan.

“Ya lo pemalas namanya, beda sama gue.” Marvin mengerlingkan matanya.

Kemudian terdengar tawa dari semua orang.

“Tapi saya salut Om sama Marvin dan Hazen, beneran kayak nggak nyangka mereka bisa rawat bayi sampai udah satu tahun. Kayak saya mikir, Marvin? Yang nggak pernah suka wilayahnya diusik, nggak suka keramaian, tetiba punya anak, yang notabene anak kecil pasti rame dan rewel.” Ucap Johan.

“Bener banget, saya juga sampe cengo waktu Marvin kasih tau ke kita kalo dia punya anak. Saya kira Marvin udah nikah diam-diam tanpa undang kami haha.” Tambah Keenan.

“Anak gue sama Hazen sih ini, belum nikah mangkanya nggak ada undangan.”

Hazen yang sejak tadi diam hanya memakan Tumis bakso sosis nya, ia tak ingin menanggapi ucapan manis Marvin.

“Marvin nih bucin banget om sama Hazen, tiap saat ada aja yang diomongin tentang Hazen ke grub.” Tristan membocorkannya sambil tergelak tawa.

Hazen jadi tertarik topiknya. “Eh yang bener kak Tris?”

“Bener Zen, kalo lo mau tau buka aja nih grub imess kita.”

“Nggak usah melebih-lebihkan deh lo Tris, nggak tiap saat kali. Beberapa kali doang.” Kata Marvin.

“Idih gengsi dia tuh Zen, asli deh lo tuh diomongin tiap saat sama Marvin di grub.” Ucap Yudha.

“Wah pantesan aja mata gue sering kedutan, ternyata lo yang gibahin gue Kak.” Hazen terkikik.

“Udah-udah stop, nanti dia kepedean kalo lo semua buka mulut.” Ucap Marvin.

“Hm, sebenernya sama aja loh Kak, Hazen juga sering muji Kak Marvin.” Jidan angkat bicara.

“Heh bongsor, fitnah aja lo.” Hazen memelototi Jidan.

“Katanya gimana guys? Gue sampe lupa saking banyaknya dia muji Kak Marvin.” Jidan melirik teman-temannya.

“Hmm gue inget Hazen pernah bilang gini. Kak Marvin tuh Papaable banget tau, dia kalo sama Hevin tuh keliatan sisi lembut dan penyayangnya. Ke gue juga, kalo deep talk gitu dia beneran bisa bikin gue lega.” Kata Nathan.

“Katanya juga, Kak Marvin itu definisi rumah yang sebenernya buat gue. Kak Marvin yang aslinya tuh baikkkk banget, dia mau nurutin apapun yang gue mau, soft dan perhatian bener dah. Sering dibikinin bekal gue hehe.” Tambah Leo.

Hazen menutup kedua telinganya sambil memejamkan mata. Ia malu.

“Hahaha ada nih yang paling sering diomongin Hazen kak. Katanya, Gue kayak punya suami, dinafkahi kak marvin tiap hari, rasanya gue pengen nikahin Kak Marvin beneran deh, bikin gue jantungan mulu tuh manusia Ya Tuhan, lo semua kalo jadi gue gitu harus gimana?.” Kata Jemdra sembari tertawa terbahak-bahak menirukan nada Hazen sedemikian rupa.

Orang-orang disana tergelak tawa mendengarnya.

“Sumpah, kalian berdua bener-bener dah. Gue nggak bisa berkata-kata lagi. Kalian nikah aja cepet-cepet gimana?” Kata Sandra menggelengkan kepalanya.

Hazen membuka mata dan telinganya. “Lo semua jahat, gue block lo pada, nggak peduli gue, bukan temen cih.”

Marvin terkekeh dan mengusap kepala Hazen. “Yaelah muji pacar sendiri ngapain malu sih? Nggak usah sungkan gue nafkahin, kan nantinya juga gitu?”

Syok, speechless semua orang disana mendengar itu.

“Bubar-bubar, saya mau gulung bumi ini.” Yosa mengangkat kedua tangannya, tanda menyerah.

“Kak Marvin, lo mending diem deh kata gue!” Hazen menutup kedua wajahnya dengan telapak tangannya.

Marvin tertawa terbahak-bahak, ia tak peduli lagi image cuek, acuh dan dinginnya hilang tertiup angin.

“Kapan nih tanggal pernikahannya enaknya Kai?” Noah melirik Kaisar.

“Hahaha, besok aja deh No, kayaknya udah siap banget emang ini berdua buat jadi pasusu.” Kata Kaisar.

“Ayahhhh, please, jangan bicara aneh-aneh lagi.” Hazen mengerucutkan bibirnya.

“Zen, lo jangan gitu. Lihat itu wajah Marvin nahan gemes, mupeng pengen nyosor itu.” Kata Jay.

“Waduh, tolong ada anak kecil disini.” Ucap Johan menunjuk Golden Boyz.

“Kami udah 19 tahun Kak Jo.” Protes Nathan.


Hevin sedang dikerumunin oleh teman-teman Marvin dan Hazen. Anak itu tengah dibantu membuka kado dari mereka, yang isinya adalah mainan. Hevin bertepuk tangan kesenangan melihat banyak mainan baru.

“Itu namanya kereta api.” Ucap Tristan saat Hevin memegang mainan kereta api lengkap dengan rel nya. Hadiah dari Tristan.

“Taaa pii?”

“Heem, kereta api.” Tristan terkekeh gemas.

“Nah ini nih namanya pesawat terbang.” Kata Ben.

“Watt bang hihihihi bbrrmmmmm.” Hevin mengangkat pesawat terbang itu dan meliuk-liukkan kesana kemari.

“Vinnn anak lo gemes, boleh gue culik sehari nggak?” Teriak Juan.

“Gue slepet sini muka lo Ju.” Marvin menghampiri kerumunan yang ramai itu dan ikutan duduk.

“Zen, ada gitar nggak?” Tanya Jendra.

“Ada, mau genjrengan?”

“Hooh, kalo boleh.”

“Boleh, Hevin suka dengerin orang nyanyi juga. Bentar ya gue ambilin dulu gitarnya.” Hazen pergi ke kamarnya, disana ada gitar Marvin yang senantiasa ada di kamarnya.

Kemudian beberapa saat kemudian, Hazen kembali membawa gitar dan menyerahkannya kepada Jendra.

“Le, lebih indah ya?” Ucap Jendra.

“Yoi kiw.” Leo sudah siap menyanyi.

Putar dulu bestie, biar makin uwu~~~ “Lebih Indah by Leo”

https://www.youtube.com/watch?v=ybAw-FrXMjM

Genjrengan gitar Jendra mengalihkan atensi orang-orang disana, termasuk Hevin.

Saat ku tenggelam dalam sendu Waktupun enggan untuk berlalu Ku berjanji tuk menutup pintu hatiku Entah untuk siapapun itu

Semuanya mulai menikmati nyanyian Leo.

Semakin ku lihat masa lalu Semakin hatiku tak menentu Tetapi satu sinar terangi jiwaku Saat ku melihat senyummu

Memasuki reff, semuanya ikut bersenandung bersama Leo. Hevin merangkak menuju pangkuan Marvin yang duduk di sebelah Hazen.

Dan kau hadir merubah segalanya Menjadi lebih indah Kau bawa cintaku setinggi angkasa Membuatku merasa sempurna

Marvin dan Hazen saling lirik dan terkekeh, Hevin bertepuk tangan mendengar semuanya bernyanyi kompak. Hazen menyandarkan kepalanya di lengan Marvin, menikmati momen ramai-ramai bersama sahabat dan keluarga.

Para tetua ada duduk di sofa turut mendengarkan, Devon dan Sandra juga bergabung ke kerumuman. Mereka sudah akrab satu sama lain, Devon dan Sandra orang yang ramah, sehingga teman-teman Marvin dan Hazen juga nyaman berbicara dengan mereka berdua.

Dan membuatku utuh tuk menjalani hidup Berdua denganmu selama-lamanya Kaulah yang terbaik untukku

Kini ku ingin hentikan waktu Bila kau berada di dekatku Bunga cinta bermekaran dalam jiwaku Kan ku petik satu untukmu

“Zen, hidup gue juga lebih indah semenjak ada lo.” Bisiknya.

Hazen mendongakkan kepalanya. “Tau, karena gue juga rasain yang sama. Apalagi ada Hevin, makin nano-nano dah hidup gue hehe.”

“Kira-kira sampe kapan kita bisa kayak gini Zen?”

“Kayak gini yang gimana maksud lo?”

“Bahagia, bertiga kayak gini. Tuhan baik sama kita sampai kapan?”

Hazen tersenyum lembut lalu mengusap pipi sang kekasih. “Percaya sama Tuhan, dia maha baik. Kita bertiga bisa bahagia, sampai akhir. Bukannya lo yang selalu bilang kalo gue jangan khawatirin yang belum tentu terjadi? Kok jadi lo yang overthinking?

“Maaf, gue nggak akan overthinking lagi. Kita nikmatin apa yang ada saat ini aja ya?”

“Iya, 3 bulan lagi kita udah semester genap. Lo udah semester 4, makin sibuk. Jadi fokus study sama Hevin aja ya Kak? Jangan pikirin yang lain, eh boleh sih, pikirin gue aja hahaha.”

Marvin terkikik dan mencubit hidung Hazen. “Itu sih tiap hari gue mikirin lo.”

Dan kau hadir merubah segalanya Menjadi lebih indah Kau bawa cintaku setinggi angkasa Membuatku merasa sempurna

“Tumben nggak gengsi bilangnya? Apa karena cuma gue yang denger?”

“Bukan gengsi, gue males diledekin mereka. Suka hiperbola juga mereka tuh.”

Dan membuatku utuh tuk menjalani hidup Berdua denganmu selama-lamanya Kaulah yang terbaik untukku Kaulah yang terbaik untukku

“Hahaha ngaku aja sih lo setiap saat memuji gue. Katanya kalo sama pacar ngapain malu? Gitu kan kata lo?”

“Hm, ada sih sesuatu yang gue pikirin banget.”

“Tentang gue?”

“Kita berdua dan Hevin.”

“Apa emang?”

“Lo mau nggak sih kalo gue nikahin pas belum lulus? Gue mendadak pengen nikahin lo cepet-cepet deh.”

“Anjrit, lo kalo ngomong pake rambu-rambu napa si Kak?” Cicitnya mendusalkan wajahnya di lengan Marvin.

Ku percayakan seluruh hatiku padamu Kasihku satu janjiku kaulah yang terakhir bagiku

“Gue serius, karena gue udah janji sama diri gue sendiri, lo adalah yang pertama dan terakhir buat gue Zen. Kalo bukan lo orangnya, gue nggak mau dan nggak bisa.”

Hazen mendongak, kedua mata hazelnya menatap dalam, bibirnya tertarik ke atas. “Lo nggak sadar apa kalo kita itu udah kayak orang nikah? Rawat Hevin bersama, ajakin Hevin jalan-jalan tiap weekend, quality time bertiga, ajarin Hevin jalan, ngomong bahkan ajarin dia makan yang bener berdua. Mandiin dia juga berdua, nemenin tidur berdua. Kurang kayak pasangan nikah gimana lagi kita?”

“Status Zen, validasi dari orang lain kalau kita pasangan menikah, itu yang gue mau. Kalo udah ada validasi begitu, artinya udah nggak ada hak lagi orang-orang buat ambil lo dari gue. Kalo gini, status gue cuma pacar lo, orang lain masih berhak buat suka sama lo bahkan deketin lo pun masih berhak karena lo bukan punya gue secara sah.”

“Lo lagi cemburu? Sama siapa sih?”

Marvin mendengus. “Kalo lo nanya gitu, udah puluhan orang gue cemburuin Zen. Lo terlalu baik dan welcome ke semua orang. Jadi gitu, beberapa orang ambil kesempatan dari keluguan lo ini duh.”

Hazen terkekeh. “Ah gemes banget kalo cemburu. Denger ya Kak Marvin, pacarnya Hazen, Papa nya Hevin. Gue nggak akan suka sama orang lain gimanapun usaha mereka narik perhatian gue, oke? Cause what?, gue udah ngerasa terikat sama lo dengan adanya anak kita, Hevin. Selain itu gue sayang banget sama lo, ummm cinta deh. Gue tuh udah klepek-klepek sama lo anjir Kak, nggak akan bisa juga gue jatuh cinta lagi sama orang lain. Lo pikir gue semudah itu buat jatuh cinta? Enggak Kak, lo itu orang kedua yang berhasil buat gue jatuh cinta.”

“Kedua? Yang pertama siapa?”

“Hmm adalah dulu, waktu masih kecil banget haha. Cinta monyet itu mah, masih ingusan tau apa tentang cinta?”

Marvin mengangguk. “Oh gitu.”

“Jangan bilang lo cemburu sama first love gue? Yang bener aja Kak?”

“Nggak cemburu.”

“Emang lo nggak pernah suka sama seseorang waktu kecil?”

“Pernah.”

“Ih, siapa?”

“Kepo, ada pokonya, waktu masih SD.”

“Jadi gue ini orang ke berapa? Kata lo tadi gue ini pertama dan terakhir buat lo?”

“Iya pertama dan terakhir, karena gue nggak anggep cinta monyet itu sebagai cinta. Itu hanya perasaan kagum dan senang anak-anak yang punya temen dekat.”

“Idih, tapi gue dulu beneran suka banget sama dia tau Kak meski cuma cinta monyet.”

“Ya udah coba cari tau orangnya dimana sekarang? Siapa tau dia juga pengen liat lo lagi?”

Hazen terkekeh. “Cemburuan amat dah. Utututu sayang deh. Nggak perlu nyariin dia, kan gue udah ada lo hehe.”

Marvin mengacak rambut Hazen gemas.

Mereka tak sadar saja, sejak beberapa menit lalu genjrengan gitar Jendra sudah tak bernada lagi karena sedang sibuk melihat drama roman picisan yang tersaji di depannya. Termasuk semua mata yang ada di sana.

“Indahnya kisah kasih remaja, dunia berasa milik berdua, yang lain cuma semut lewat doang.” Sindir Sandra kencang membuat Marvin dan Hazen tersadar.

“Enak ya pacaran di tengah keramaian? Mesra banget elah.” Tambah Devon.

Lalu yang ada disana pun tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi kikuk Marvin dan Hazen.

First Love? Gue punya, dulu. Bagaimana kabar dia sekarang? Sejujurnya, gue sedikit pengen tau keberadaan dia dimana

@_sunfloOra