Rahasia Hati

Bestie, siapkan mental, jiwa, dan raga dahulu sebelum membacanya. Baca doa, jangan lupa peluk gulingnya kalo lagi rebahan, biar bisa digigit, hehehe.


Manajemen Festa dimulai sejak jam 9 pagi, dimulai pembukaan dengan adanya lomba-lomba dan penampilan budaya seperti tari tradisional, saat ini jam sudah menujukkan pukul 5 sore.

Hazen sedang berburu kuliner bersama sahabat-sahabatnya selepas ia tampil bersama Deon dan Golden Boyz. Ini acara jurusan Manajemen Bisnis, jadi penampilan-penampilan pun berasal dari mahasiswa/i Manajemen Bisnis, namun Golden Boyz mendapat hak istimewa karena Hazen ketua angkatan, lagi pula Tristan sendiri yang meminta Golden Boyz untuk tampil.

Hazen, Raden, Nathan, Jendra, Leo dan Jidan tengah duduk di bawah pohon mangga untuk menikmati Es Pleret yang baru saja mereka beli. Ke 6 lelaki itu haus sekali habis tampil nyanyi dan dance sekaligus.

“Gue mau beli cilor, sapa yang mau ikut cung tangan?” Tanya Nathan sembari meneguk Es Pleret nya hingga tetes terakhir.

“Otak lo ntar molor ntar Nat, trus mulut lo pegel-pegel kalo makan cilor.” Ucap Jendra.

Hazen dan Raden tergelak tawa, meski Jendra dan Nathan sepasang kekasih, kedua sahabatnya itu tidak pernah menebar kemesraan yang menye-menye seperti pasangan umumnya. Mereka bucin, tapi tidak terlihat menggelikan.

“Kalo mulut gue pegel, lo yang abisin cilor nya. Oke pacar?”

Jendra mendengus. “Ogah, gue mah mending makan sosis bakar jumbo sih kenyang. Ada yang mau ikut gue nggak?”

“Gue ikut Jen, gue juga dari tadi ngincer sosis bakar.” Leo mengangkat tangannya.

“Oke, let's go, bau sosis bakarnya sampe sini anjing, makin ngiler deh gue.” Ucap Jendra menarik tangan Leo untuk berdiri dan berlalu meninggalkan yang lainnya.

Nathan mengerlingkan matanya. “Ya udah kalo nggak ada yang mau ikut, gue beli sendiri.”

“Nat, gue temenin. Tapi gue bukan mau beli cilor, tapi cilok.” Ucap Hazen saat Nathan berdiri dari duduknya.

“Yaelah ribet, mending beli cilor aja sekalian sih Zen, nggak ada bedanya juga.” Jawab Nathan.

“Ada bedanya, lo pake 'r', kalo gue pake 'k'.”

Jidan terkekeh mendengarnya. “Udah sana pergi lo berdua, mau beli makan aja debat dulu.”

“Lo berdua nggak mau beli emang?” Tanya Hazen.

“Nanti aja, mager gue.” Ucap Raden.

“Gue nemenin Raden aja, capek juga gue.” Sambung Jidan.

“Ya udah, ayuk Zen cepetan, nanti ngantri panjang.” Nathan menarik tangan Hazen darisana meninggalkan 2 insan yang berteduh di bawah pohon mangga.

“Gimana beasiswa lo? Kapan pengumumannya?”

“Hahaha, pas banget lo nanyanya. Karena besok pengumuman beasiswanya.”

Jidan menghela nafas. “Mumpung belum berangkat, tapi gue doain lo tetep berangkat ke London, nggak mau berubah pikiran buat ngasih tau Hazen aja Den?”

“Nggak, gue kan udah bilang, nanti yang ada Hazen malah merasa bersalah, kepergian gue karena dia, padahal nggak sepenuhnya bener.”

“Justru Hazen akan merasa bersalah karena lo nggak bilang, tolol. Sumpah deh Den, gue saranin lo ngomong aja.”

“Iya, nanti ya Ji.”

“Kapan?”

“Pulang dari Manajemen Festa.”

“Ya bagus deh. Ayo temenin gue.”

“Kemana?” Sebelah alis Raden terangkat.

“Menghibur hati, galau gue ditinggalin Leo muluk.”

Raden terkekeh. “Sampai kapan sih lo diem aja? Udah tau Leo orangnya gengsian duh.”

“Sebentar, gue bingung mau ungkapinnya gimana Den. Leo galak banget, nanti kalo gue dipukul pake emas batangan gimana coba?”

“Hahaha lo berdua lucu banget, lo jangan maju mundur gitu, nanti Leo nya keburu digebet orang lain tau rasa lo.”

“Direbut lagi lah, gampang itu mah. Ayo nyari makan, pengen makan sempol gue, doyan kan lo sama sempol?”

“Kalo lo traktir sih ya doyan.” Raden meringis polos.

Jidan mendengus lalu menarik tangan kecil Raden agar berdiri. “Ya, 5 rebu cukup kan?”

“Pelit amat, 10 rebu ngapa?”

Tsk, nggak sadar diri, udah minta, ngelamak lagi.”

“Ayolah Ji, lo kapan lagi sih traktir gue? Nggak pernah juga lo baik hati sama gue.”

“Bacot, ayo deh ayo.”

Raden tergelak tawa dan mengikuti si bongsor dengan langkah kaki nya yang pendek. “Woi bongsor, kalem aja sih nariknya.”

“Lelet lo kayak siput.”

Hazen dan Nathan mengantri di stand cilok dan cilor selama 20 menitan. Keduanya membeli di stand yang sama, hanya beda menu saja. Karena antri, Nathan dan Hazen pun harus rela menunggu lama.

Ting Ting Ting

Hazen merasakan ponselnya bergetar di sakunya, ia pun mengambil ponselnya dan melihat notifikasi. Ia terkejut mendapat 3 pesan dari Marvin.

“Nat, gue nitip cilok gue ya? Gue buru-buru, ada hal penting. Nanti duitnya gue ganti, termasuk cilor lo.” Ucapnya lalu berlari meninggalkan Nathan tanpa mendengarkan jawaban Nathan.

“Hazen gendeng, mau kemana lo bangsat?” Teriaknya, tak peduli disitu ramai, ia kesal dengan Hazen.

Sorry Nat, ini emergency!!!”

“Anjrit Zen, kurang ajar lo sumpah, main ditinggal aja gue anjing!!!” Dumal Nathan mengacak rambut mullet nya.

Hazen langsung menuju stage, disana masih ramai seperti terakhir kali ia tampil bersama Golden Boyz. Hazen mencoba membelah kerumuman yang padat itu.

“Permisi, boleh gue lewat nggak?” Tanya Hazen baik-baik saat menyibak kerumunan.

Dan tanpa banyak protes, orang-orang memberi jalan untuk Hazen.

“Makasih semuanya.” Ucap Hazen sopan sembari menundukkan kepalanya.

Hazen mencari tempat hingga ia sedikit berada di depan, lebih tepatnya ada di tengah, tidak terlalu depan namun juga tidak terlalu belakang. Tak lama kemudian, Jay, Yudha, Johan, Tristan dan terakhir Marvin menaiki stage.

Jay berdiri di belakang piano, Yudha duduk di belakang drum, Johan yang mengalungkan bass nya serta Tristan yang memangku gitar akustik nya. Dan terakhir, Marvin. Lelaki itu duduk sembari memegang mikrofon.

Hazen mengernyitkan dahinya, ketika Marvin terlihat gelisah, kedua manik gelapnya berpendar kesana kemari seperti mencari seseorang. Hingga saat kedua mata Marvin menangkap sosok Hazen yang berdiri sedikit jauh dari stage, Marvin menghela nafasnya dan tersenyum sangat tipis.

“Dia ngapain sih?” Gumamnya begitu melihat Marvin yang menatapnya lekat dari atas panggung.

“Ekhm ekhm, selamat sore menjelang malam semuanya.” Ucap Marvin membuka suaranya.

“Selamat soreeeeee.” Jawab para penonton kompak, kamera ponsel ataupun kamera DSLR hingga mirorless sudah terangkat, siap untuk merekam dan mengambil gambar yang banyak penampilan Marvin dan teman-temannya.

Hazen juga ikut menjawab salam Marvin.

“Seperti yang kalian tau, gue Marvin, di belakang gue ada Jay, Yudha, Johan sama Tristan. Kami akan membawakan sebuah lagu untuk menghibur kalian. Gue mau bawa lagu nya Afgan, yang berjudul Kunci Hati.”

Suara riuh tepuk tangan meramaikan stage outdoor itu. Hazen ikut tepuk tangan, sejujurnya ia bingung dengan pesan Marvin padanya, sebenarnya apa yang ingin Marvin tunjukkan padanya?

Tolong banget buat diputar T_T gambaran MarvZen banget ueueueue ujkhuduefufeg

https://www.youtube.com/watch?v=E4dVBlGHfMA

Alunan piano yang mellow dari Jay memulai intro lagu berjudul Kunci Hati. Kemudian disusul suara Marvin yang masuk bagian intro. Hazen memperhatikan dan mendengarkan dengan saksama, perlu Hazen akui, suara Marvin itu bagus. Nyatanya, ia bisa terlelap tidur saat di hotel Hawaii dulu.

Teringat pada saat itu Tertegun lamunanku melihatmu Tulus senyumanmu Sejenak tenangkan Hatiku yang telah lama tak menentu

Awalnya, Marvin menatap secara random kepada seluruh penonton. Hingga kedua manik gelap itu berhenti kepada Hazen, ia fokus melihat Hazen sembari menyanyikan lagu Kunci Hati.

Rasa sepi yang telah sekian lama Selimuti ruang hati yang kosong Perlahan tlah sirna Bersama hangatnya Kasihmu yang buatku percaya lagi

Hazen tidak mau ke-gr an, tapi dia sungguh salah tingkah ditatap seperti itu oleh Marvin. Namun ia balik menantang Marvin, ia juga memfokuskan tatapannya kepada sang vokalis.

Dan ku akui Hanyalah dirimu Yang bisa merubah segala Sudut pandang gila

Yang kurasakan tentang cinta Yang selama ini menutup pintu hatiku Yang kini tlah kau buka

Jantung Hazen berdebar, demi apapun ini hanya lagu tapi mengapa jantungnya ribut sekali di dalam sana, mungkin karena ia terpesona dengan suara Marvin? Oh Tuhan, Hazen rasanya jadi ingin buang air kecil saking merindingnya.

Tiada kata yang mampu Utarakan betapa indah Ijin kan ku tuk selalu Berada disampingmu

Deg deg deg deg deg deg deg deg

Hazen menyentuh dadanya, telapak tangannya bisa merasakan betapa bertalu-talu detak jantungnya. Udara menjadi panas.

Drrttt drrrtt drrrtt

Hazen mengambil ponsel yang ada di sakunya, lalu membalas pesan yang dikirimkan Nathan.

Marvin menyelsaikan lagu Kunci Hati dan memperoleh tepuk tangan yang meriah dari penonton.

Jay, Tristan, Johan dan Yudha turun dari stage membuat penonton kecewa dan meneriakkan kata-kata 'lagi' berulang kali.

“Kak Marvin, lagi dongggg, kurang nih 1 lagu.” Teriak cewek di depan Hazen dengan kencang. Yang disambut teriakan lain dari perempuan-perempuan yang ada di sana.

“Woi Marvin, turun anjing!” Teriak Jay yang sudah ada dibalik tirai samping backstage.

Marvin menyibakkan tangannya, bermaksud mengusir Jay.

“Lo mau ngapain? Jatah kita habis bodoh!” Ini Johan yang giliran teriak.

“Yud, bawa mereka pergi cepet.” Gerak bibir Marvin memberikan instruksi kepada Yudha.

Yudha mengangkat jempolnya lalu menarik Jay dan Johan dibantu Tristan keluar dari tirai stage.

Marvin kembali memfokuskan diri kepada penonton.

Ponsel Hazen berdering lagi, kali ini ada telfon dari Nathan. Hazen pun mengangkatnya.

“Lo dimana bangsat? Ini ramai banget buset.”

“Gue di tengah, lo lihat cewek-cewek yang pegang DSLR kan? Gue di samping dia, dan samping gue lagi ada cewek yang angkat banner sama glow stick nya. Nah gue disitu.”

“Gue ada di tengah juga sama anak-anak, coba lo noleh ke belakang dan angkat tangan yang tinggi, nyalain flashlight juga, cepet!”

“Anjing, malu-maluin banget buset.”

“Peduli setan, buruan Zen, ini udah desek-desekan bego!”

*“Hmm sabar. Nih gue udah nyalain flashlight sama angkat tangan. Kelihatan nggak?”*

“Hahahaha bangsat ngakak, kelihatan anjing, oke oke gue kesana.”

“Bajingan.”

Tuttt tuttt tut

Nathan mematikan sambungan telpon itu sepihak. Lalu Hazen kembali melihat stage.

“Oke, disini gue mau tampilin 1 lagu lagi, tanpa temen-temen gue. Karena ini, gue nyanyi khusus buat seseorang.”

Seketika keadaan makin heboh, banyak yang berbisik sana-sini memenuhi indra rungu Hazen.

“Kak Marvin kayaknya mau nembak seseorang nggak sih?” Kata perempuan di sebelah Marvin bertanya pada perempuan lain.

“Mungkin sih, anjir gue penasaran cewek mana yang beruntung bisa luluhin hati Kak Marvin?”

“Duh, patah hati lah gue anjing.” Sahut perempuan lainnya.

Hazen menggelengkan kepalanya heran dan terkekeh. Ternyata Marvin memang sepopuler itu di kampus, banyak orang yang menyukainya.

“Woi!!”

Hazen terjingkat ketika pundaknya ditepuk lumayan kencang, ia menoleh dan mendapati Jendra yang cengengesan sehabis menepuk pundaknya.

“Sialan, kalem dong. Kalo gue tadi stroke karena kaget gimana?”

“Lebay lo, nih cilok lo. Bayar, total nya 20 rebu sama punya gue.”

Hazen mengerlingkan matanya, lalu membuka aplikasi dana. “Udah gue tf di dana, makasih.”

Nathan mengangguk dan mengacungkan jempolnya. “Sip.”

“Buat lo, yang gue kasih tau kalo gue mau menunjukkan sesuatu dan nggak akan nunjukin kedua kalinya kalo sampe lo nggak dateng, this song special for you. Please stay here and listen to me until the song was ending.

Deg

Hazen tidak bisa untuk tidak terkejut, matanya membelalak dan mengerjap beberapa kali. Karena ia tahu betul, orang yang Marvin maksud adalah dirinya, karena Marvin memang bilang seperti itu tadi di imess.

“Anjirr ini Kak Marvin mau ungkapin perasaan?” Jidan heboh sendiri setelah mendengar pernyataan Marvin.

“Wow wow wow, ini sih fiks lagi mau nembak orang kalo kata gue.” Sambung Leo.

“Siapa anjir? Diam-diam menghanyutkan ya Kak Marvin.” Balas Jendra.

“Hmmm, lo nggak tau siapa Zen?” Tanya Nathan.

“Ma-mana gue tau bangsat!” Hazen jadi gugup, tangannya berkeringat dingin.

“Dih santai aja kali, nggak usah ngegas.” Cibir Raden kemudian, menatap sanksi kepada Hazen.

Posisi mereka ber 6 menjadi 2 baris setelah berhasil menggusur cewek-cewek di samping Hazen. Raden, Hazen dan Nathan ada di depan Jidan, Leo dan Jendra.

Kemudian Marvin mulai memetik gitarnya, memainkan sebuah intro.

Wajib diputar!!!! Mari mletoy dan meleleh menjadi margarin bersama bestie T_T anggap aja ini akustik ya :V Song “Rahasia Hati by Nidji”

https://www.youtube.com/watch?v=ldDKa17eHMM

Kucoba merangkai kata cinta Walaupun ku bukanlah pujangga yang bisa Tuliskan kata-kata yang indah Nyatanya tak ada nyali untuk ungkapkan

“Anjinggg, sumpah Kak Marvin orang yang sweet parah, gila. Cewek mana anjing yang dinyanyiin Rahasia Hati sama Kak Marvin?” Nathan menggeleng kagum, lirik Rahasia Hati adalah ungkapan cinta paling romantis menurut Nathan.

I wanna love you like the hurricane I wanna love you like the mountain rain So wild, so pure So strong and crazy for you

“Gila, gue beneran nggak nyangka Kak Marvin bawa lagu seromantis ini buat ungkapin perasaan. Lirik Rahasia Hati tuh definisi orang bucin pake banget.” Sahut Leo.

“Penasaran banget siapa yang dibucinin Kak Marvin, anjirrr gila sih ini pasti jadi hot news.” Tambah Jidan.

Sedangkan kedua tangan Hazen sudah mengepal erat, tubuhnya panas dingin dan merinding.

Andai matamu melihat aku Terungkap semua isi hatiku Alam sadarku, alam mimpiku Semua milikmu andai kau tahu Andai kau tahu Rahasia cintaku

Boom

Hazen rasanya ingin lari saja dari sini, karena Marvin menatapnya lekat saat ini saat menyanyikan lirik itu, walaupun sebelumnya Marvin memang menatapnya, tapi tatapan ini—Hazen dapat melihat jelas kesungguhan di sorot manik gelap sang vokalis.

Berdoa dan beranikan diri Sebelum semua ini terlambat terjadi

I wanna love you like the hurricane I wanna love you like the mountain rain So wild, so pure So strong and crazy for you

Raden diam-diam memperhatikan ekspresi Hazen yang terlihat tegang dan resah, bahkan manik hazel itu terlihat sedikit berkilau, entah karena pancaran cahaya lampu atau memang mata Hazen yang berembun? Entahlah, yang jelas Raden memiliki firasat ia akan lebih patah hati hari ini.

Andai matamu melihat aku Terungkap semua isi hatiku Alam sadarku, alam mimpiku Semua milikmu andai kau tahu Andai kau tahu Rahasia cintaku

Marvin menyelesaikan lagunya dan berhenti memetik senar gitarnya, lalu berdeham menarik atensi penonton yang ribut bertepuk tangan.

“Ekhm, buat yang ngerasa ini lagu buat lo—makasih udah stay disana sampai lagu ini berakhir. Dan yang terakhir sebelum gue turun dari panggung, gue cuma mau bilang ke lo, temui gue setelah ini dan jawab pertanyaan gue. Di tempat pertama kali kita ketemu, disitu. Gue tunggu lo disitu sampai 20 menit. Kalo lo nggak datang, gue yang samperin lo.”

Suara sorakan pun bersahutan, termasuk teman-teman Hazen.

“Buset, gue beneran nggak nyangka Kak Marvin seberani ini woi!” Kata Jendra.

Kemudian Marvin turun dari panggung meninggalkan penonton yang penasaran setengah mampus. Hazen semakin meremang, ia bingung harus bagaimana. Akan mencurigakan bukan jika ia keluar sekarang?

Omong-omong tempat pertama mereka bertemu? Hazen jadi linglung dimana itu. Lama berfikir, akhirnya ia mengetahui jawabannya. Hazen sedikit tertegun karena kembali mengingat pertemuan pertama mereka sungguh sangat buruk.

Kemudian penampilan dilanjutkan oleh orang lain, kali ini DJ dan berakhir semua berjoget heboh. Teman-teman Hazen pun ikut bergoyang mengikuti alunan DJ yang memutar lagu Martin Garrix ft. Troye Sivan yang berjudul There For You.

“Bro, gue kebelet pipis, gue ke toilet bentar ya?” Pamit Hazen yang diangguki teman-temannya, namun tidak dengan Raden.

Setelah mendapat izin dari teman-temannya, Hazen pun bergegas keluar dari kerumunan hingga tak terlihat lagi dari pandangan Raden. Ia terkekeh miris, ia tau Hazen bohong. Ia tau jika Hazen ingin menemui Marvin. “Ternyata beneran terjadi.”

Hazen berlarian menuju parkiran kampus, disana sedikit gelap karena memang hari sudah malam, pukul 7.

Marvin mengabaikan pesan grub yang heboh karena kelakuannya beberapa menit lalu, ia mendengus melihat Jay yang suka menebak-nebak. Ia memasukkan kembali ponselnya setelah membaca pesan grub itu tanpa membalas.

“Hazen dateng nggak ya? Kok gue deg-deg an bangsat.” Racaunya menyandarkan tubuh di dinding.

“Gue dateng kak.”

Marvin terkesiap lalu menoleh ke samping, mendapati Hazen berdiri tak jauh darinya.

Marvin berdeham lalu tersenyum kaku. “Ikut gue yuk.”

“Kemana? Lo nggak lagi mau nyulik gue kan?”

Marvin mengerlingkan matanya. “Iya mau nyulik lo terus gue mutilasi, lumayan mahal kan organ dalam lo kalo gue jual.”

“Anjing serem banget, gue serius kak.”

“Zen, lo nih jangan bego-bego banget kenapa sih? Ya nggak mungkin lah gue nyulik lo.”

“Oke... trus kita mau kemana?”

“Rooftop”

Kemudian Hazen mengikuti langkah Marvin yang berjalan dahuluan.

“Jangan jalan di belakang, lo bukan pengawal gue.” Ucap Marvin.

Hazen mencibir lalu mendekati Marvin dan berjalan beriringan menuju rooftop


Di rooftop sepi, tidak ada orang karena semua sedang menikmati pesta di bawah sana.

Marvin dan Hazen berdiri bersisihan, menumpukan lengan mereka di atas pembatas pagar kaca.

“Zen.”

“Hm...”

Marvin menoleh lalu menegakkan tubuhnya. Meraih pergelangan tangan Hazen, menariknya mendekat. Hazen yang belum persiapan pun jadi tertarik kuat oleh Marvin hingga menubruk dada bidang Marvin.

Hazen mendongak takut-takut. “Ke-kenapa Kak?”

Tanpa permisi dan aba-aba, telapak tangan kanan Marvin mendorong tengkuk Hazen dan ia memiringkan kepalanya ke kanan, tangan kirinya ia gunakan untuk menggenggam pergelangan tangan kanan Hazen. Kedua matanya terpejam.

Marvin mencium Hazen, menempelkan bibirnya disana. Hazen tersentak kaget, saat Hazen ingin melepaskan diri, Marvin mengeluarkan suara.

“Zen, gue butuh jawaban dari ungakapan perasaan gue ke lo tadi. Gue sayang sama lo, bukan sayang lagi, tapi gue cinta sama lo Zen. You changed my world, you brought so much happiness to my life that I was crazy and can't hold back my feelings for you.” Ucapnya masih menempelkan bibirnya di birai manis Hazen.

“Gue nggak akan marah kalo lo berujung nolak gue, karna perasaan gue tulus sama lo. Gue bahagia dengan kehadiran lo di sisi gue selama ini, kayak kata lo, lo membawa banyak warna di hidup gue, menunjukkan indahnya pelangi sehabis hujan menerpa. Gue suka semua yang ada di lo, Zen.”

“Kalo lo diam dan nggak bales ciuman gue sampai 2 menit ke depan, gue anggep lo nolak gue Zen.”

Jantung Hazen berpacu dengan cepat, posisi ini sungguh membuatnya pusing. Bagaimana bisa Marvin betah menciumnya yang tanpa pergerakan seperti ini? Kaki Hazen rasanya sudah lunak seperti jelly namun ia berusaha untuk tetap berdiri tegak.

Waktu terus berjalan, Hazen sibuk dengan pikirannya sendiri, ia bingung harus apa karena ini terlalu mendadak untuknya. Sampai tak terasa waktu 2 menit habis untuk Hazen berpikir.

Marvin tersenyum miris dan membuka matanya menatap Hazen yang sedang memejamkan mata erat. “Oke, gue paham. Sorry kalo gue lancang ungkapin perasaan gue dan cium lo sembarangan. Gue selesai.” Ucap Marvin menjauhkan diri dari bibir Hazen.

Namun belum sempat terlepas sepenuhnya, tengkuk Marvin ditahan oleh Hazen. Hazen mendekatkan diri kepada Marvin, mengalungkan kedua tangannya di leher Marvin. Masih dengn memejamkan mata, Hazen kembali menyatukan bibir mereka. “Maaf gue kelamaan mikir, gue bingung dan nggak tau harus apa Kak. Tapi sekarang gue tau jawabannya. I love you too, I really do, gue sayang juga sama lo, maaf kalo gue sempat raguin perasaan gue, tapi sekarang gue yakin, kalo gue emang cinta sama lo Kak.” Ucapnya lalu mulai menggerakkan bibirnya, memagut bibir tipis Marvin perlahan.

Marvin terkejut, namun ia segera tersadar dan memeluk pinggang Hazen erat, mengikis jarak yang ada hingga tak ada jarak di antara mereka. Mengusap pinggang ramping itu lembut seirama dengan tempo ciuman mereka. Marvin dengan sepenuh hati memagut bibir ranum Hazen, menikmati setiap detik lumatan yang diberikan Hazen kepadanya.

Ciuman itu bukan ciuman nafsu, melainkan ciuman yang menyampaikan sebuah rasa, penyatuan dua hati yang kini telah menemukan rumahnya. Sehingga ciuman yang dilakukan Marvin dan Hazen pun tak tergesa, saling memagut pelan, lembut, penuh penghayatan.

Menelusuri setiap inchi bibir agar basah semua terkena pertukaran saliva mereka. Suara kecupan yang terdengar pun tidak agresif, justru terdengar seperti pagutan mesra penuh cinta dan kasih.

Saat keduanya merasa sudah cukup, Marvin dan Hazen membuka mata bersamaan, manik segelap langit malam namun terang bagai rembulan dan manik secerah madu dan berbinar bagai matahari itu bertemu. Menyelami sorotan mata masing-masing, menemukan setiap kejujuran dan ketulusan perasaan masing-masing disana.

Kemudian keduanya terkekeh saat menemukan sesuatu yang sama, yaitu bayangan mereka berdua yang terlihat tersenyum bahagia di manik masing-masing.

Benar, keduanya bahagia malam ini.

“Thank you so much for coming in my life, then changed my dark world being a colorful world. I love you, and I think I always love you.”

Hazen terkekeh dan mengangguk, kening keduanya masih menyatu. Kedua tangan Hazen mengusap kepala belakang Marvin, sedangkan kedua tangan Marvin mengusap punggung Hazen.

“No need to thank you in a love relationship. I'm happy to be by your side, I'm happy cause I can bring the happiness for you. And I want until later, I'm the only one can make you happy, besides Hevin.”

Marvin mengangguk lalu mengecup kening Hazen lama sembari memejamkan matanya, Hazen pun ikut memejamkan mata. “Tentu, lo sama Hevin adalah alasan gue bahagia dan bisa menikmati hidup di dunia ini. Promise, don't leave me alone. Can you, Zen?

“Hm, gue janji Kak. I'll stay with you, also Hevin too.

“Jadi? Kita sepasang kekasih sekarang?”

Hazen tergelak tawa lalu mengangguk. “Yaa gue rasa gitu.”

Marvin tertawa lalu memeluk erat Hazen dan menumpukan dagunya di pundak Hazen. “Gue sayang banget sama lo sumpah.”

Hazen membalas pelukan Marvin, menyandarkan kepalanya di dada Marvin, karena kekasihnya itu lebih tinggi dari dia. “Gue juga sayang banget sama lo sumpah.”

Lalu keduanya tertawa, merasa konyol namun bahagia.

Tanpa mereka tau, sebetulnya ada seseorang yang beridiri mematung di ambang pintu masuk rooftop dan melihat semuanya.

Seketika hatinya hancur berkeping-keping menjadi serpihan hati.

Raden tersenyum miris, tanpa permisi air matanya jatuh begitu saja. “Gue harap kalian bahagia.” Ucapnya lirih lalu pergi dari rooftop.

@_sunfloOra