Senyum Semangat

Dengan kaos warna hitam dan training kuning secerah matahari, Hazen menggiring teman-temannya untuk berbaris rapi berjejeran dengan kelompok lain sesuai urutan sebelum lomba dimulai.

Marvin setia mendampingi kelompok 7 untuk menyemangati, Hazen dengan ekspresi setenang air sungai, memperhatikan interaksi Marvin kepada teman-temannya. Ia tersenyum melihat bagaimana cara Marvin memberikan masukan positif dan dukungan kepada teman-temannya.

“Dia nggak sepenuhnya ngeselin, kalo sedang supportive gini dia kayak manusia pada umumnya,” batin Hazen.

Guys, jangan gugup ini cuma lomba ospek, menang ataupun kalah juga nggak bikin mati. Cukup kalian enjoy dan jaga kekompakan tim aja, itu udah menambah nilai plus buat panitia. Lomba ini nggak cuma buat ajang menang kalah, bukan buat ajang who's winner and loser, tapi ini ajang buat melihat sejauh mana kekompakan kalian sebagai tim disini. Ngerti kan?” Nasihat Marvin yang panjang itu disambut senyuman lebar oleh kelompok 7.

“Ngerti kak, terimakasih kak Marvin.” Ucap mereka bersamaan, termasuk Hazen tentunya.

Marvin mengangguk meski senyum nya hanya terangkat tipis. Ia beralih memutar badan untuk berhadapan dengan Hazen. Secara tiba-tiba, kedua telapak tangan Marvin bertengger di kedua pundak Hazen membuat si manis sedikit terkesiap dengan gerakan Marvin yang tiba-tiba.

Ditatapnya kedua iris hazel itu oleh Marvin, “Lo sebagai pemimpin mereka, panutan mereka, harus bisa buat mereka percaya diri, buat mereka bisa jadi pondasi yang kokoh untuk tim, buat kerjasama itu mengalir apa adanya, nggak kepaksa hanya karena demi memenangkan lomba. Lo itu magnetnya Zen dan mereka jarum kompasnya. Apapun yang lo lakukan, kemanapun lo pergi, mereka akan ikut. The conclusion is, fighting! You are great and brave because you are willing to be a leader for this team.

Mulut Hazen sedikit menganga, tapi kemudian ia mengangguk sebanyak tiga kali. “Thanks kak, gue usahain yang terbaik. Tapi kalo gue gagal, gue—minta maaf ya?”

“Nggakpapa, gue nggak nyuruh lo buat menangin semua lomba. Kekompakan dan hubungan pertemanan kalian jauh lebih penting. Habis ini tes yel-yel sama jargon, masih bisa teriak nggak lo?” Tanyanya menjauhkan kedua tangannya dari pundak Hazen.

Hazen terkekeh dan mengangguk kecil. “Masih lah, gue tuh kemarin adu otot sama si tengik, bukan adu bacot sampe ngerusak pita suara.”

“Ya udah. Gue harus kumpul sama panitia sekarang.” Ucap Marvin yang berjalan menjauhi Hazen untuk bergabung dengan panitia Ospek lainnya yang dijawab anggukan oleh Hazen.

Tristan menyalakan megaphone yang digenggamnya, berdeham mencuri atensi seluruh mahasiswa baru.

“Halo, selamat pagi semuanya.”

“Pagi kakkkk.”

“Wah, semuanya pada cerah banget ya, secerah matahari pagi hari ini. Coba ditambah senyum yang lebar guys biar makin silau aura kalian.”

Mahasiswa baru beserta panitia ospek tertawa hanya karena mendengar lelucon Tristan sang presiden Mahasiswa. Lalu mereka melebarkan senyum seperti instruksi Tristan.

“Tau nggak kenapa kok syarat ospek nya harus pake training kuning bukannya baju kuning? Biasanya kan dimana-mana atasan yang berwarna baru bawahannya yang item tuh.” Tanya Tristan.

Semua mahasiswa baru pada mikir dan bisik-bisik, kira-kira apa jawabannya. Hazen mengernyitkan dahinya karena juga memikirkan sebuah jawaban.

“Karena almamater universitas nya kuning?” Jawab Yosa, temen satu kelompok Hazen.

“Hm, bisa jadi. Tapi bukan itu.” Kata Tristan.

“Karena biar susah?” Celetuk Hazen tiba-tiba.

Tristan dan para panitia menoleh kepada Hazen, termasuk Marvin.

“Biar susah? Kenapa lo bisa beranggapan gitu? Emang susahnya dimana?” Tanya Tristan menaikkan sebelah alisnya.

“Nyarinya kak, training secerah ini nggak gampang juga nyarinya di toko-toko.”

“Oh ya?”

Mahasiswa baru yang lain udah ketar-ketir aja sama jawaban Hazen yang ngawur, apalagi nada Tristan sedikit berubah.

“Iya kak, gue nyarinya harus keliling Jakarta buat nemuin ini di tengah rintik-rintik hujan dan tiupan angin malam. Tapi gue anggep itu yang namanya sebuah usaha, dimana-mana nggak ada yang instan, semua butuh proses, termasuk nyari ini training yang lumayan rare buat dicari di toko.”

krik krik krik

Hening, suasana yang mengisi area lapangan indoor itu bercampur aduk. Tegang, merinding, sunyi.

“Hahahahaha.”

Tiba-tiba Tristan tertawa, sehingga membuat para panitia juga tertawa—kecualikan Marvin. Dia hanya memasang ekspresi tak habis pikir sambil geleng-geleng.

“Bener, tujuannya emang buat nyusahin kalian. Biar ada usahanya, karena perlu diketahui, itu simbol dari perjalanan hidup kalian disini. Semua yang berawal di Neo Dream University nggak bisa langsung ke atas, harus dari bawah dan usaha sekeras mungkin buat jadi yang terbaik dan terpandang di kampus ini. Sama kayak training kalian, diawali dari bawah dengan semangat yang cerah, secerah matahari berwarna kuning yang bersinar di pagi hari. Kemudian saat kalian mulai mencapai puncaknya, akan ada banyak rintangan, itu kenyataan. Nggak ada perjalanan mulus semasa kuliah disini, cuma orang yang berusaha yang bisa sukses. Yang bikin sukses bukan kampusnya, tapi diri kalian sendiri. Maka dari itu simbol dari rintangan itu adalah hitam, kaos kalian yang terletak di atas.” Ucap Tristan panjang lebar yang didengarkan dengan baik oleh seluruh mahasiswa baru.

“Nama lo—Hazen Aditya Buana?” Tanya Tristan menatap name tag milik Hazen.

“Iya kak.”

Tristan menyunggingkan senyum lalu mengangguk. “Gue salut atas keberanian lo, gue nggak ekspetasi bakalan ada yang jawab kelewat jujur begitu.”

Hazen tersenyum kikuk, “Makasih kak, gue cuma keluarin pemikiran gue aja, meski keliatan gila juga pemikiran gue tadi.”

Marvin menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal dan meringis tertahan melihat Hazen yang kelewat tenang berbicara dengan Tristan seperti itu. Tidak ada takut-takutnya sama sekali.

“Anakan lo, unik juga ya, Vin.” Bisik Juan yang sejak tadi juga memusatkan perhatian kepada Hazen.

“Bener ternyata, bocahnya tengik ya Vin, agak songong. Tapi—gue rasa he have sexy brain.” Sambung Deon yang menatap Hazen lekat-lekat sambil berbisik.

“Yeah, I think he can control the universe, just like his name, Buana.” batin Marvin dan menarik garis bibirnya ke atas.

“Karena sekarang udah jam 8 pagi, langsung aja kita mulai lomba-lombanya. Tapi sebelum itu, kita tes yel-yel kelompok dulu. Udah pada siap kan yel-yel nya?”

“Udah kak.”

“Oke, ketua kelompok nya silakan dipimpin yang udah siap duluan buat nampilin power tim nya.”

Saat ini Hazen dan Marvin saling menatap meski terpaut jarak beberapa meter. Namun itu tak membuat Marvin dan Hazen kesusahan untuk membaca sorotan mata yang terpancar dari keduanya.

Marvin membuka mulutnya mengatakan “Fighting, lo pasti bisa!” sambil mengepalkan tangan kanan nya dan menggerakkannya ke atas, memberi semangat kepada Hazen.

Hazen menghela nafas lalu mengangguk menanggapi support dari Marvin. Ia dengan berani memandu aba-aba untuk kelompok 7.

note : USA dibaca 'yusa' , U S A dibaca 'yu es ei'

“U S A bilang apa?” Teriak Hazen sembari menggerakkan ke sepuluh jarinya seperti gerakan mengajak untuk ikut bersama.

nada lagu doraemon 'aku ingin begini aku ingin begitu'

Kami pasukannya kak Marvin dari kelompok tujuh Ini itu semua banyak aturan BEM, SEMA dan HIMA dapat kami taklukkan Dapat ditaklukkan oleh kelompok tujuh Kalian harus lihat, siapa kita... Hey, ya jelas kelompok tujuh lah! La la la, kami kece sekali… anak kak Marvin...

Marvin menepuk jidatnya mendengar yel-yel itu, ia pikir yel-yel itu tidak jadi. Ternyata Hazen memang bocah tengik sehingga yel-yel itu justru dikumandangkan saat ini. Ia hanya bisa menghela nafasnya mendengar tawa teman-temannya yang terpingkal-pingkal mendengar itu.

“Hahaha gokil ah si Hazen, kalau diliat-liat dari yel-yel nya yang buat dia ya, Vin?” Tanya Tama masih tertawa ngakak.

“Siapa lagi coba? Ketuanya aja dia.” Balas Marvin.

Belum berhenti disitu, sebelum Tristan membuka suara. Hazen menyela lagi. “Sebentar kak, ada satu lagi. Boleh kan?”

Tristan meringis lima jari dan mengangguk, entah kenapa Tristan suka dengan semangat Hazen yang seperti ini. “Boleh boleh, silahkan.”

Hazen mengangguk lalu berdeham. “Semangat USA...” Aba-abanya memulai.

“A....B......C....D....yak e yak e yak e... yak e yak e yak e... yak e yak e yak e, USA! E.... yak e yak e yak e... yak e yak e yak e.... yak e yak e yak e, USA!” Ucap kelompok 7 sembari dengan gerakan tepuk berbeda setiap ketukan kata. Membuat sebuah melodi indah dengan adanya ketukan berbeda di setiap tepuk yang tercipta.

Suara menggelegar nan kompak kelompok 7 disambut tepuk tangan dari semua panitia ospek dan kelompok lainnya. Sungguh, suara mereka menggelegar dan melodi tepukan itu terdengar berirama. Apalagi suara merdu Hazen bak selembut kapas terdengar diantara suara-suara yang lain.

“Wah, semangat sekali kelompok 7 ya, bener-bener full of power banget yel-yel nya.” Puji Tristan.

“Makasih kak.” Jawab kelompok 7 sumringah.

“Omong-omong, artinya USA apaan Zen?” Tanya Tristan lagi.

“Unit Seven Asek, kak.” Jawab Hazen sembari meringis.

Para panitia ospek membulatkan bibirnya dan mengangguk.

“Keren! Ditunggu perdana yel-yel dan jargon lainnya waktu lomba nanti ya. Semangat!”

“Terimakasih kak Tristan.”

Pandangan Marvin dan Hazen bertemu lagi dan kali ini keduanya saling melempar senyum tipis, ditambah Marvin yang mengacungkan jempol kanannya. Hazen tidak bisa untuk tidak tersenyum lebih lebar melihat kakak pembimbingnya yang supportive terhadap usahanya dan teman-temannya.

“Kalian keren.” Ucap Marvin menggerakkan bibirnya tanpa suara.

“Thank you.” Balas Hazen tanpa suara juga dengan senyuman masih terpatri jelas di bibir hatinya.

Flo·ᴥ·