Ternyata Bukan Aku

—89;


Mark menggendong Haechan ala bridal style, ia tak peduli dilihat banyak orang lalu lalang yang menempati Apartemen. Tempat tinggal Mark ada di lantai 2, jadi tidak perlu kesusahan untuk membawa Haechan menuju kamarnya.

Saat sudah sampai di kamar, Mark membaringkan tubuh Haechan di ranjang, ia duduk di samping Haechan sambil menatap wajah tidur Haechan yang tenang, damai dan polos.

Haechan harus ganti pakaian, tapi Mark tidak tega membangunkannya. “Nggakpapa kan ya gue gantiin bajunya doang? Biasanya dulu juga gitu,” gumamnya.

Iya, dulu. Dulu terus yang diinget.

Mark menghela nafasnya, “Nggakpapa udah, kasian Haechan juga.”

Akhirnya Mark mengambil salah satu piyama bersihnya dari almari, kemudian menggantikan pakaian Haechan. Mark tidak naif, dia lelaki normal, tentu saja melihat lekukan tubuh Haechan itu sangat menggodanya, tetapi ia membentengi dirinya untuk tidak melakukan hal ceroboh.

“Udah jadi suami orang, Mark Lee.” Perkataan Renjun selalu terngiang-ngiang di kepalanya, sial. Renjun mendoktrin pikiran Mark Lee.

Setelah selesai mengganti pakaian Haechan, Mark pun mengganti pakaiannya sendiri, piyama yang sama dengan milik Haechan, hanya beda warna saja. Yang dipakai Haechan berwarna navy sedangkan milik Mark berwarna abu-abu.

Seperti pasangan suami-suami bukan?

Iya, mimpi Mark dan Haechan dulunya juga begitu, tapi sekarang hanya tinggal angan-angan.

Mark mematikan lampu utama dan menggantikannya dengan lampu tidur. Mark tidak suka tidur dengan lampu menyala.

Dilihatnya Haechan sekali lagi, ternyata mantan kekasihnya itu memang sudah tepar karena Haechan tidak terganggu sama sekali saat diganti pakaiannya oleh Mark.

Ia masih memikirkan lockscreen dan pesan-pesan yang tampak di lockscreen Haechan tadi.

Mark masih ingat betul jika nama anak Haechan adalah Ody. Tadi ia melihat kontak bernama 'Princess Ody' mengirimnya pesan. Mark sempat melihat dan membaca dari layar yang menyala itu.

“Anaknya Haechan lucu, kalo nge chat dikasih banyak emotikon.” Gumamnya lirih, membayangkan bagaimana lucunya Ody.

“Kayaknya Ody segemes Haechan kali ya? Ody kayak apa kira-kira? Kayak Haechan banget gitu nggak ya? Atau mirip Ibunya?”

Mark mengoceh sendirian dengan mata yang masih menatap paras manis Haechan di sampingnya. Tubuh Mark bergerak untuk memperkikis jarak, kemudian memeluk tubuh hangat Haechan. “Selamat tidur Haechan, aku sayang kamu.” Katanya, kemudian mengecup puncak kepala Haechan cukup lama.

Setelahnya Mark menyusul Haechan untuk tidur.


Malam pun berjalan, tiba-tiba Haechan mengigau, sepertinya sedang bermimpi. Membuat Mark pun terbangun mendengar suara Haechan.

“Nggak Zel, aku nggak mau cerai please, kenapa kamu minta cerai?”

“Ody, jangan tinggalin Ayah, Ayah sayang sama Ody...”

“Zel, jangan pergi. Aku nggak mau cerai, Zeline.”

“Zeline, Ody. Jangan pergi...”

Haechan mengucapkannya dengan mata yang terpejam, namun meneteskan air mata dan mengalir hingga pipi.

Mark tercekat mendengar racauan Haechan, pujaan hatinya sedang mimpi buruk tentang istri dan anaknya.

Hati Mark sakit mendengarnya, segitu cintanya Haechan kepada istri dan anaknya kah sampai kebawa mimpi nggak mau diceraikan?

Kepala Haechan terus menggeleng dan mengucapkan 'nggak mau', 'jangan pergi' dan 'cerai' berulang kali.

Mark menghela nafas kemudian menarik tubuh Haechan makin dekat dan medekapnya erat, mengusap punggung serta rambut Haechan. “Ssstt, tenang ya Haechan. Mereka nggak pergi kok, ssstt tidur lagi ya?” Ucapnya lembut disertai kecupan kupu-kupu di puncak kepala Haechan.

“Harusnya gue sadar mulai sekarang, gue udah nggak punya kesempatan sedikitpun buat bikin Haechan jatuh cinta lagi sama gue, apalagi mengharapkan dia balik jadi milik gue. Cause he have someone precious in his life.”

Karena usapan-usapan lembut Mark di punggung dan kepala, akhirnya Haechan berhenti meracau dan mulai tenang, deru nafasnya teratur kembali. Haechan sudah berhenti mengigau, melanjutkan tidurnya dengan nyaman di pelukan Mark Lee sambil memeluk Mark erat, seperti takut ditinggalkan jika Haechan melepasnya.

“Mark Lee...” ucap Haechan lirih sekali namun bisa didengar Mark.

Mark terkesiap kemudian menunduk untuk melihat Haechan, namun ternyata Haechan masih tidur. “Dia... mimpiin gue juga atau gimana?” Gumamnya dalam hati.

“Maaf, Mark...”

Lagi, Haechan mengatakannya namun masih tidur.

“Iya Haechan, kamu nggak salah, aku yang salah.” Jawab Mark berbisik di telinga Haechan.

Setelahnya tidak ada lagi suara Haechan meracau, Mark menghembuskan nafas lega.

“Jangan sedih Haechan, good night honey, I love you.” Mark mengecup kening Haechan sebelum memejamkan mata lagi untuk melanjutkan tidurnya.