Yang Sebenernya Adalah

—138;


Haechan dan Zeline baru saja mengantarkan Ody ke rumah temannya untuk belajar kelompok. Hari ini, mereka berdua pergi ke Garden Harlow Carr untuk pemotretan secara mandiri. Haechan membawa tripot dan kamera nya sendiri.

Suasana di Garden Harlow Carr tidak terlalu ramai, mungkin karena ini hari efektif sehingga orang-orang memilih bekerja daripada bersantai di taman seperti ini. Haechan menggunakan kemeja putih dengan jas abu-abu kotak-kotak yang dilengkapi dengan dasi putih. Sedangkan Zeline memakai gaun putih dengan lengan panjang dan rok yang panjang sampai mata kaki. Di kedua jari manis mereka tersemat cincin pernikahan berwarna perak.

Anyway, Zeline memotong rambutnya jadi sebahu. Ia memotong rambutnya karena terus-terusan rontok, apalagi setelah kemoterapi ke 3 nya. Saat ditanya Haechan mengapa dipotong, katanya gerah dan ingin style rambut pendek. Haechan percaya-percaya saja. Toh itu hak Zeline jika ingin memotong rambutnya.

Haechan memberikan sebuket bunga Daisy, bunga favorit Zeline yang diterima dengan senyuman sumringah dari istrinya. Cantik, Haechan tidak munafik jika Zeline wanita yang sangat cantik dan lembut. Tapi namanya hati, mana bisa dipaksa? Ia hanya mencintai Mark Lee.

Zeline mengamit lengan kanan Haechan, mereka berdua berjalan santai menikmati indahnya taman yang sepi sambil mengobrol santai.

“Mau foto dimana Zel?”

“Disitu aja ya?” Zeline menunjuk tempat yang sepi dan luas, dan diangguki oleh Haechan.

Haechan memasang tripot dan mengatur kameranya untuk menyalakan timer. “Zel, agak ke kanan dikit ya?” Katanya sembari melihat figur Zeline dari kamera.

“Disini?”

“Oke mantap. Timer nya 10 detik Zel. Siap-siap ya?”

Setelah mendapat anggukan dari Zeline, Haechan segera berlari untuk berdiri di samping Zeline. Tangan kiri Zeline mengamit lengan kanan Haechan, sedangkan tangan kanan nya memegang buket Daisy.

Keduanya tersenyum lebar menghadap kamera.

Cekrek

Setelah terdengar bunyi membidik, Haechan menghampiri kameranya. “Bagus Zel, mau lagi nggak?”

“Lagi, tapi kamu zoom bagian tangan kita aja ya?”

“Oh, mau foto pegangan tangan?”

Zeline mengangguk sembari tersenyum.

“Okey, 10 detik lagi ya, Zel?”

“Iyaaa.”

Lalu Haechan kembali berdiri di samping Zeline.

“Sini hadep-hadepan, Chan.”

Haechan menurut, kemudian dengan otomatis, Haechan mengangkat telapak tangan kirinya, yang disambut senang oleh Zeline dengan tangan kanannya. Di tangan kiri Zeline masih memegang buket Daisy.

Cekrek

Ketika Haechan ingin melihat hasil fotonya, Zeline menahan genggaman tangan mereka. “Haechan.”

Otomatis Haechan tidak jadi pergi, ia menatap Zeline yang sedang menatapnya lekat. “Iya, Zel. Kenapa?”

“Haechan, pertama-tama, aku mau ucapin makasih banyak buat kamu. Dari awal aku tau Haechan, kenapa kamu mau menikah denganku, aku tau kamu mendapatkan amanah dari Mama aku sebelum meninggal kan? Mama ngomong ke kamu kalau aku sama Ody udah nggak punya siapa-siapa lagi selain Mama, karena suami aku juga ada di penjara, jadi tahanan seumur hidup. Jangan bilang aku salah, karena aku tau aku benar. Kenapa? Aku baca buku diary Mama. Disana, Mama nulis panjang banget tentang kamu, Mama suka sama kamu sejak aku mengenalkan kamu ke Mama sebagai temen kampus aku. Kata Mama, kamu cowok yang sopan santun, baik, dan mengayomi nggak seperti Jaehyun mantan suami aku. Itu ngebuat Mama pengen jadiin kamu sebagai menantunya apalagi setelah Jaehyun di penjara. Mama takut aku sama Ody nggak ada yang jagain soalnya Mama gagal ginjal dan udah parah.”

Ada jeda sejenak sebelum Zeline melanjutkan bicaranya, Haechan diam dan mendengarkan semua kalimat yang akan diucapkan Zeline.

“Maaf ya Haechan, kamu jadi terjebak sama aku gegara Mama. Kamu pasti nggak enak kan mau nolak permintaan Mama apalagi waktu itu Mama baru aja siuman dari kritisnya. Mangkanya kamu menerima amanah Mama untuk nikahin aku dan jadi Ayahnya Ody.”

“Yang kedua Chan, awalnya aku anggep kamu temen aku, karena emang kamu temen aku yang paling baik di kampus, satu-satunya cowok yang enggak jijik sama aku karena aku udah punya anak dan mantan istri narapidana. Saat kita menikah, aku juga biasa aja, aku bilang sama diri aku sendiri untuk jangan jatuh cinta sama kamu, karena apa? Aku tau Haechan, di hati kamu ada orang yang tahta nya nggak bisa digeser siapapun, termasuk aku yang sudah jadi istrimu.”

Deg

Haechan mengerjapkan matanya, ia kaget dengan pernyataan Zeline ini.

“Sebentar bagaimana Zeline bisa tau? Ini yang dimaksud Zeline si Mark bukan ya?” Batin Haechan bertanya-tanya.

“Aku tau darimana? Pasti kamu lagi bertanya-tanya akan hal itu kan? Aku tau dari kamu. Dari awal kita berteman, lockscreen kamu, itu foto kamu sama Mark kan? Jangan kaget aku tau nama dia darimana, karena aku tau langsung dari kamu.”

Haechan makin bingung, bagaimana bisa Zeline mengetahui itu dari dirinya? Bahkan dirinya saja tidak pernah menyebutkan nama Mark sedikitpun selama berteman dengan Zeline.

“Aku tau nama dia Mark ketika kita udah nikah kok. Kenapa bisa? Perlu kamu tau Haechan, kalo pas tidur malam, kamu selalu mengigau dan menyebut nama Mark Lee, kemudian kamu bilang bahwa kamu mencintainya, menyayanginya, merindukannya. Itu setiap malam, Haechan. Aku mendengarnya sering banget tiap malam selama 4 tahun ini.”

Speechless, Haechan bahkan tak sadar jika mengigaukan Mark dalam mimpinya. Karena memang sering sekali Mark Lee datang di mimpinya sejak ia meninggalkan Bandung. Ya benar, selama 6 tahun ini, Mark Lee tidak pernah absen dari bunga tidurnya. Namun ia tak menyangka jika mimpi itu sampai jadi mengigau dan di dengar Zeline.

“Zeline, aku—”

“Kamu nggak salah, nggak ada yang salah sama yang namanya cinta, Haechan. Harusnya aku yang merasa bersalah disini, kamu putus dengan Mark karena kamu menikah dengan aku kan”

Haechan kontan menggeleng. “Bukan, aku udah putus sama Mark sebelum kuliah di Oxford.”

“Aku tebak, karena orang tua kalian tidak merestui?”

“Lebih tepatnya orangtua Mark. Mama dan Papa aku udah kasih validasi ke hubungan kami, tapi Papa Mama Mark nggak mau kasih validasi sedikitpun. Aku capek Zel, orangtua Mark terus ngancem aku mau buat mecat Papa dari kantornya kalau aku tetep pertahanin hubungan kami. Papa kerja di kantor temennya orangtua Mark, jadi mereka pake kekuasaan itu buat ancem Papa aku. Mama nangis mohon-mohon sama aku buat putusin Mark demi kehidupan kami. Saat itu Zel, keluargaku bukan apa-apa, kami hanya orang biasa, Mama cuma punya kafe kecil-kecilan untuk bantu Papa yang kerja sebagai Akuntan di perusahaan temennya orangtua Mark. Aku ngalah Zel, aku nurutin apa kata Mama dan Papa, demi keberlangsungan hidup kami. Aku bingung cara mutusin Mark gimana, karena orangtua Mark mengancamku untuk jangan bilang gegara diancam, atau nanti Papa aku beneran di PHK dari perusahaan itu. Dan secara kebetulan, Mark jarang ada waktu buat aku karena Mark terus dideketin sama cewek oleh orangtuanya, jadi Mark sibuk menuruti permintaan orangtua nya untuk kencan dengan gadis-gadis asing itu. Mark dipantau mereka, jadi kami bener-bener sulit buat interaksi. Mark nggak kasih tau aku alasan dia susah dihubungi atau jarang ketemu sama aku itu apa, padahal aku udah tau. Karena itu, aku jadiin alasan buat mutusin dia. Dengan alasan aku capek karena Mark udah berubah dan nggak punya waktu lagi buat aku, aku bilang kami udah nggak cocok dan lebih baik putus.”

Pedih, hati Haechan pedih menceritakan masa lalunya yang pahit kepada istrinya. Namun apa boleh buat? Zeline sudah mengetahui kebenaran dibalik pernikahan mereka dan juga orang yang menempati hatinya.

“Dunia bener-bener jahat sama kalian berdua. Haechan, kamu pasti tau kan kalau aku sayang sama kamu? Umm—cinta, aku mencintai kamu. Aku melanggar janjiku sendiri untuk nggak jatuh cinta sama kamu, Haechan. Padahal aku tau sejak awal, perasaan ini cuma bertepuk sebelah tangan karena di hati kamu cuma ada Mark Lee, dan siapapun tidak bisa menggantikannya.”

“Maaf, Zel. Aku—nggak bisa Zel, aku udah coba lupain Mark, selama 6 tahun ini aku berusaha Zel, tapi takdir seolah-olah nggak izinin aku hidup tenang. Karena aku nggak bisa lupain Mark bahkan nggak bisa berhenti cinta sama dia.”

“Kamu nggak salah, Mark juga nggak salah. Dunia aja yang bajingan. Jadi Haechan, cari kebahagiaan kamu ya, Chan? Bersama dengan orang yang kamu cintai. Aku udah ikhlasin kamu, aku bener-bener ikhlasin kamu sama Mark. Kalian harus berjuang untuk dapat validasi dunia? Aku restuin kalian, tinggal satu langkah lagi, orangtua Mark. Aku yakin kamu dan Mark bisa mencari validasi dari mereka. Tuhan maha membolak-balikkan hati, Haechan.”

“Maksud kamu apa? Aku nggak ngerti.”

“Kita cerai ya, Chan?”

“Nggak! Aku nggak mau, Mark udah masa lalu aku, Zel. Aku nggak bisa balik sama Mark kayak dulu lagi...”

“Bisa, Mark masih menunggu dan mengharapkan kamu, Chan. Dia cuma mau kamu untuk jadi pendamping hidupnya, kamu juga masih cinta sama dia. Jadi untuk apa kalian berpisah? Itu menyakiti hati kalian sendiri, termasuk aku. Aku nggak mau lihat kamu terperangkap sama aku, Haechan.”

“Aku sayang kamu, aku sayang sama Ody.”

“Aku tau, kamu sayang sama kami, terutama Ody. Tapi kamu nggak cinta sama aku, Haechan. Maaf kalau aku serakah, aku ingin dicintai suamiku juga, Chan. Aku nggak bisa kayak gini, memerangkap kebahagiaan kamu yang ada di orang lain.”

“Aku akan belajar lupain Mark, Zel. Jangan cerai, ya? Kasihan Ody kalo kita cerai.”

Zeline terkekeh. “Ody akan ikut kamu pada akhirnya, Chan.”

“Maksudnya? Kamu nyerahin hak asuh Ody ke aku?”

“Bukan, tanpa perlu aku berikan, Ody akan jadi milik kamu nantinya. Milik kamu dan Mark.”

“Maksud kamu apa, Zel?”

Zeline diam lalu menyentuh tangan kiri Haechan, menatap cincin pernikahan yang tersemat di jari manis Haechan. Kemudian, Zeline melepaskan cincin itu dari jari manis Haechan.

“Zel? Kenapa dilepas?”

“Haechan, akan ada banyak hal terjadi di masa depan. Haechan, aku sakit. Umurku nggak panjang lagi, Chan.”

Haechan menganga, ia tidak memahami setiap perkataan Zeline sejak tadi. “Sakit? Anemia sama darah rendah kan?”

“Bukan, maaf aku udah bohong sama kamu. Maaf aku menyuruh dokter Dirga untuk ikut sandiwara ini. Haechan, aku kanker otak stadium akhir, dan waktu aku maksimal sisa 3 bulan.”

Syok, Haechan bagai disambar petir di siang bolong. Berita ini membuat otaknya berhenti berkerja. Ia linglung, istrinya sakit parah tapi ia tak tau sama sekali?

“Kamu bohong ya? Anemia aja kan?”

“Maaf Haechan, aku nggak mau bebanin pikiran kamu, tapi sepertinya ini waktu yang tepat untuk aku bilang. Oleh karena itu, aku meminta cerai, jangan hidup sama orang penyakitan kayak aku Chan.”

“Enggak, aku nggak mau cerai titik. Ayo kita ke rumah sakit, kamu harus diobati sampai sembuh.” Haechan menggenggam jemari Zeline dan akan menariknya, namun ditahan oleh Zeline.

“Haechan, udah. Aku selama ini udah berobat, Haechan. Aku udah kemo 3 kali, aku minum obat kanker tiap hari tanpa sepengathuan kamu. Aku udah nggak ada harapan hidup, Haechan.”

Haechan hancur, meski ia tidak mencintai Zeline, ia sangat menyayangi ibu Ody ini. Ia menarik tubuh Zeline ke dalam pelukannya. Air mata Haechan jatuh begitu saja, menangis dalam pelukan Zeline. Tangisan Haechan membuat Zeline tak bisa menahan tangisnya, air matanya turun dengan deras mendengar isakan pilu Haechan yang menangisi dirinya.

“Zeline, kenapa kamu jahat? Aku suami kamu, Zel. Kenapa kamu baru kasih tau aku akan hal ini?”

“Karena aku nggak ingin membebani kamu Chan, udah cukup kamu terjebak sama aku selama 4 tahun, sekarang saatnya aku melepas kamu pergi, keluar dari sangkar yang aku buat. Haechan, aku ikhlasin kamu, sungguh. Perjuangkan bahagia kamu lagi ya Chan? Dengan Mark Lee, dia masih menunggu kamu untuk kembali ke pelukannya, Chan.”

“Zeline... maaf.”

“Bukan maaf yang mau aku dengar dari kamu, tapi jawaban iya untuk bahagia dan perjuangin Mark lagi. Ya, Chan?”

Haechan diam tidak menjawab pertanyaan Zeline.

“Haechan, ya? Aku tau Mark orang yang baik, aku yakin dia bisa menyayangi Ody nantinya. Ody akan bahagia punya kamu dan Mark. Janji berjuang untuk bahagia kamu dengan Mark ya, Chan?”

Isak tangis Haechan makin keras, sedangkan air mata Zeline semakin deras mebasahi leher Haechan.

“Iya, Zeline.”