write.as

Cerita Hari ini. Saat ini Ossa sudah duduk di dalam mobil milik Haikal, wajahnya sudah menggambarkan semuanya, penuh luka. "Kal, ke apart aja". ucap Ossa Haikal nurut, ga mengeluarkan sepatah kata pun, walau kepalanya penuh pertanyaan mengapa Ossa meninggalkan makan malam yang selalu di impikan itu. Butuh 30 menit untuk sampai ke Apartemen Ossa, mobil Haikal sudah terparkir di parkiran bawah tanah. "Ossa, sini." Haikal isyaratkan Ossa untuk duduk di pangkuannya, yang kemudian dituruti Ossa yang langsung duduk menyamping, memeluk Haikal erat. "Ada apa?" Pada pertanyaan bernada rendah Haikal, tangis Ossa pecah di dalam mobil malam itu. Haikal diam mendengarkan tangisan yang menyayat hati. "gila masih sesakit ini dengar Ossa nangis". batin Haikal miris. Dibelainya rambut coklat Ossa, "gapapa, nangis aja, gapapa". Dia ucapkan kata itu berulang kali dengan upaya bisa menenangkan pria di pelukannya ini. "Padahal gue udah semangat banget kal, udah setahun ga ketemu mami papi, tapi malah jadi gini. Anjing banget dah. Bisa-bisanya Papi bawa istri barunya yang bahkan ga pernah gue tau. Tau ga apa yang lebih nyakitin? Ternyata mereka pisah bukan karena udah ga cocok, tapi papi yang selingkuh. Sumpah kal, sakit hati banget rasanya. Gue selama ini dibohongin sama orang tua sendiri, tega banget mereka." Susah payah Ossa ucapkan kalimat itu, dia eratkan pelukannya yang dibalas Haikal sama eratnya, dia keluarkan seluruh rasa sakit yang dia pendam sejak lama. "Haikal, gue udah hancur karena penceraian mereka, udah susah payah juga gue bangun hati gue yang hancur ini, tapi malah dengan gampangnya mereka hancurin lagi tanpa rasa bersalah, gue beneran udah capek, harus sehancur apa lagi gue kal?" Haikal gatau, dia gatau Ossa sehancur ini, sepatah hati ini. Ossa bilang setahun lalu, dia ga apa-apa. Harusnya Haikal tahu, dibalik kata apa-apa itu pasti ada sesuatu. Haikal beneran gatau itu, Ossa ga pernah nunjukin sedihnya setelah perpisahan orang tuanya. Ossa sembunyiin semua itu dengan rapi sampai Haikal tak sadar. Memikirkan kenyataan tersebut, Haikal semakin tahu, dirinya seenggak berguna itu buat Ossa. Dia telat pahitnya kenyataan yang semakin bikin dia ngerasa bersalah. "Maaf sa, Maaf gue gatau, Maaf gue ga berguna buat lo." Ucapannya tersendat seolah kekurangan oksigen. "Tolong bahagia, Tolong jangan hancur lagi." Haikal selesaikan kalimatnya, kemudian ikut menangis di tengah sesaknya kenyataan. Keduanya tenggelam dalam luka masing-masing. Ossa yang terluka akan ekspetasi makan malam yang selalu ia rindukan malah menjadi tragedi, mengoyak paksa hatinya yang sudah susah payah ia obati. Haikal yang terluka karena mengahadapi fakta pahit bahwa tidak banyak yang ia tahu dan sebanyak itu dia tidak berbuat untuk Ossa yang sudah menjaganya sepenuh hati.