Friends with Benefits?
Warn: Explicit Language, 21+
Pukul sebelas malam. Bisa dibilang, masih terlalu sore untuk mereka yang terbiasa aktif di malam hari. Orang-orang dikamar sebelah mungkin sudah terlelap dan berada di alam mimpi -berhubung mereka berada di salah satu kamar hotel bintang lima di kota- berbeda dengan keadaan keduanya saat ini.
Tawan Vihokratana dan New Thitipoom, adalah dua orang yang bersembunyi di balik status sahabat. Keduanya saling mengenal sejak bangku SMA, hingga saat ini berada di bangku perkuliahan semester 6.
Kisah ini berawal dari Off Jumpol, salah satu dari enam sahabat lain yang dimiliki keduanya, terus mengata-mangatai mereka yang sudah menginjak usia 21 tahun namun belum juga merasakan yang namanya bercinta. Walau dengan penuh rasa bangga, keduanya mengaku masih perjaka.
Tawan tahu dengan jelas bahwa dirinya tertarik kepada laki-laki, namun tidak berani asal memilih partner sex nya.
Well, Tawan tidak seberani Joss yang selalu berganti-ganti pasangan dan membawa mereka ke apartmentnya
Sangking desperate nya, Tawan sampai sampai mendapat ide untuk mengejar New dan meyakinkan sahabatnya itu untuk melakukan hal tersebut dengannya. Bukan hal yang mudah, karena butuh waktu dua bulan. Demi dirinya yang masih bersih dan dia yang tidak rela melepaskan status perjakanya pada sembarang orang, entah mengapa membuat Tawan memilih New.
Entah siapa yang memulai, keduanya berakhir di atas kasur yang sprei nya sudah tidak serapi tadi. Kamar hotel 1005 hening, hanya terdengar suara yang dihasilkan oleh pagutan penuh nafsu namun lembut dari keduanya.
Tawan mengurung New dibawah tubuhnya, sibuk mengeploitasi seisi mulut laki-laki dibawahnya. Tubuh bawah keduanya rapat -bahkan terlalu rapat-, sampai-sampai dengan kurang ajarnya bergesekan. New melenguh. Permainan Tawan ternyata tidak payah seperti yang dibayangkan. Masih dengan penuh kesadaran, New melesakkan jari-jarinya diantara rambut Tawan. Meremasnya, selagi Tawan menurunkan kecupannya pada leher New.
“Hin, anjing, gue gak tau lo bisa semanis ini.” ujar Tawan dengan suara paraunya.
New tertegun, dengan segera mendorong tubuh Tawan. Terlalu larut dengan nafsu, sampai lupa bahwa sejak menginjak kamar 1005 mereka belum juga berbicara.
“Bentar, Te.” New bangkit untuk duduk, sembari merapikan kaosnya yang sudah tersingkap sampai dada. “Lo udah tau mesti ngapain aja, kan?”
Mau tak mau, Tawan ikut duduk dihadapan New. Mengusap wajah dan tersungut, Tawan mengangguk. “Gue udah mati-matian nahan malu sama Off buat nanya apa aja yang mesti gue lakuin buat siapin lo, Hin. Gue serius banget sekarang. Kita main pelan aja ya? Gue janji gak bakal bikin lo kesakitan,”
Masih belum terbiasa dengan pembahasan mereka, terlebih ini adalah Tawan, sahabatnya sejak SMA, New bersemu.
Malu anjing. Bisa-bisanya lo debut ngewe sama Tay, New. Bakal jadi bottom pula
“Thitipoom? Lo okay?” Ternyata, tanpa sadar New terlarut dalam lamunannya. “Walaupun gue emang udah ngarep banget buat ngewe, lo bisa berhentiin gue kapanpun kok.”
Cepat-cepat New menggeleng. Enggak lah. Kan dia juga mau. “Gak ya anjir. Udah ngeluarin duit demi main di hotel biar gak kena cengcengin anak-anak kalo ketauan di kontrakan, masa mau batal.”
Tawan terkekeh, setuju. “Ya itu. Ayok lanjut.”
“Yok.”
New mengangguk, tanpa perlu diminta segera melepaskan atasannya. Menunjukkan tubuh atas atletisnya dengan bangga. Tawan meneguk ludah. Tidak pernah sekalipun dalam beberapa tahun ini menganggap laki-laki di hadapannya menarik dalam hal seksual. Namun entah mengapa, sejak menggoda New dengan mati-matian, Tawan jadi sering membayangkan New yang tidak-tidak.
Sumpah, persetan pertemanan. New ini indah banget batin Tawan bersuara.
Disentuhnya dada kanan New dengan tangan kirinya. Lembut, terlalu lembut sampai New merinding hanya dengan sentuhan Tawan. Jari-jari panjang itu mulai berjalan, menggerayangi tubuh New. Dengan sengaja menggota puting kemerahan milik New.
“Te..” bisik New seduktif.
Sialan. Tawan hilang akal. Didorongnya tubuh New, untuk kedua kalinya, dan dia kurung dibawah tubuhnya.
Bibir keduanya kembali bertemu, kali ini terkesan tergesa-gesa. Bunyi kecapan mulai memenuhi ruangan. Lagi. Ingin mengimbangi, tangan New melingkari leher Tawan. Menariknya semakin mendekat. Lidah mereka bertemu, saling membelit satu sama lain. New tercekat, nafasnya hampir habis. Tapi ini terlalu nikmat. Dapat dia rasakan, lidah Tawan yang kini sedang mengabsen barisan gigi New, masih dengan bibirnya yang sibuk memberikan kecupan. Ini gila. New tidak tahu Tawan bisa melakukan hal senikmat ini padanya. Jari-jari panjang itu kini sibuk menekan puting New, sukses membuatnya tegang. Dengan tempo yang tepat, memilinnya.
Pertahanan New runtuh. Desahan pertamanya keluar.
“Ahh.. Te,” desahan New makin menjadi saat Tawan melepas pagutan mereka, untuk turun bermain dengan putingnya.
Tawan memulai dengan menggesekkan hidungnya diatas puting New, sebelum meniup, menjilat dan menghisap puting kemerahan tersebut.
“Seneng putingnya diginiin? Iya?” tanya Tawan. Kepalanya menengadah, mengawasi wajah penuh nikmat New. Tangannya masih sibuk memilin puting New.
“Hhh— Te, Iya.”
Tawan berhenti, berdiri diatas kedua kakinya untuk melepas sisa pakaiannya. “Lepas baju lo sendiri,” yang seketika dituruti New.
Sesaat tubuh keduanya sudah sama-sama polos, Tawan menyuruh New melebarkan kedua kakinya. Dengan sabar, membantu New dengan posisinya.
Tangan Tawan menyapu betis hingga paha dalam New, sebelum menemukan penis New yang belum bangun sepenuhnya. Menggenggamnya sebentar, membuat New sempat terkesiap. “Hin, gue masukin jari gue, lo mainin punya lo sendiri, ngerti?”
New mengangguk. Merapikan bantal yang menyanggah kepalanya sebentar, sebelum menggantikan jari-jari Tawan untuk menggenggam miliknya sendiri. Meludah sebagai pelumas, karena gerakan setelahnya adalah New yang memainkan tangannya naik dan turun diatas penisnya sendiri. Tawan bertumpu dengan lutut, masih diantara kedua paha New. Memperhatikan sahabat tercintanya dengan penuh nafsu.
“Good.” komentar Tawan sebelum mulai memasukkan jari tengahnya di lubang milik New.
Dikeluar masukkan jarinya, dengan tempo pelan lalu kelama-lamaan berubah cepat. New lemas, kedua kakinya sampai bergetar. Pergerakan tangannya yang naik turun, dan jari Tawan yang kini sudah bertambah dua jari lain, membuatnya gila. Kepalanya serasa ingin pecah, sangking nikmatnya. Perutnya mulas, terasa kupu-kupu berterbangan dalam perut. New hampir sampai pada klimaksnya. Ditambah pula dengan jari Tawan yang menemukan letak prostatnya.
New terkejut, spontan berteriak. “AH! Te, d-disitu.”
Tawan tersenyum miring, “Hm, disini?”
Pergerakan tangan Tawan semakin menjadi, ketiga jarinya menubruk prostat New dengan kuat. Lubang New mengetat, tanda empunya hampir keluar.
“Tahan,” perintah Tawan.
Laki-laki itu mengeluarkan jarinya, merangkak mengambil kondom dan lube. Memompa penisnya sendiri dengan cepat, membuat dirinya sendiri siap. New memperhatikan, menggigit bibir sangking terangsangnya dengan pemandangan Tawan dan kegiatannya saat ini.
“Te, cepetan.”
“Wait,” sekiranya Tawan siap, laki-laki itu segera merobek bungkus kondom, memasangkan karet tersebut padanya. Lalu dengan gerakan pasti, mengoleskan lube di sekitaran lubang New. Mempersiapkan laki-laki dibawahnya.
Sekarang, keduanya siap. Bahkan lebih dari siap. Tawan mengangkat kaki New sejajar dengan kepalanya. Mencari posisi yang mudah untuk memasuki New. Sebelah tangannya menahan kaki New, sebelah tangan lainnya menuntun penisnya ke lubang hangat milik New.
Tawan mendorong masuk dengan pelan. Memejamkan matanya, menghayati persatuan mereka. Lubang New sempit, sangat sempit. Penisnya terasa terjepit. Lubang New mengetat. Maka, Tawan tahu harus menunggu New terbiasa dengan miliknya didalam sana. Mengelus pinggang New, berharap dapat membuat laki-laki dibawahnya rileks. Pikirannya terbagi-bagi, antara ingin menuntaskan nafsunya dengan segera, dan memastikan New baik-baik saja. Saat Tawan berkata tidak ingin menyakiti, dia bersungguh-sungguh dengan kata-katanya yang itu.
“I'm okay now, Te. Lo bisa lanjut,” New bersuara.
Tawan mengerti. Pinggulnya lalu mundur, menarik setengah miliknya yang tadinya sudah sepenuhnya masuk untuk keluar, lalu disentaknya dengan tiba-tiba. Penis Tawan menusuk, masuk dengan tiba-tiba. New memekik, yang dilanjut dengan protesannya.
“Sakit, anjing? Sadar gak sih?”
Tawan buru-buru meminta maaf, nyatanya dia lepas kendali. “Hin sumpah sorry gue kepingin banget gitu dari tadi. Kepikiran. Sorry,”
New mengacuhkannya, tidak ingin banyak berbincang. Maka, kini dia yang memulai. Tubuhnya bergerak pelan, memuaskan dirinya sendiri dan Tawan. Dengan usahanya, maka penis Tawan menusuk masuk dan keluar dengan tempo pelan. Mengernyit, masih terasa aneh ada benda yang memasuki dirinya. Tawan menunggu, belum ingin bergerak hingga New benar-benar menikmati miliknya. New menggeram, mengetatkan lubangnya berkali-kali, seakan mengurut penis milik Tawan.
“Ahh, Hin..”
“Te, lanjut. Cepetin, ya?”
Tanpa diminta juga pasti Tawan akan bergerak cepat. New tentunya sudah terbiasa. Menggantikan New yang memulai dengan pelan, maka Tawan memompa dengan gerakan cepat. Melanjutkan persatuan keduanya. Napas keduanya tersengal, mabuk ditelan nafsu. Kedua tangan New sibuk memainkan putingnya sendiri, maniknya memutih, kepalanya menengadah kebelakang, terbenam ke bantal.
“Ahnn...Ahh, Te—.”
Lenguhan New memenuhi ruangan, semakin membuat Tawan turn on dan mempercepat gerakan pinggulnya. Menurunkan sebelah kaki New dan menekuknya, membuat akses Tawan tetap terbuka. Tawan membungkuk, mencari bibir New untuk dilumat yang diterima dengan girang. Yang dibawah mengangkat kedua tangannya yang tadi berada disisi tubuhnya, bergerak merangkul tubuh laki-laki yang kini sedang menggaulinya.
Tawan terus berbisik di samping telinganya, berkali-kali memuja, sesekali pula mendesah. Keduanya bergerak bersamaan, tidak ada yang berniat untuk berhenti. Yang ada dipikiran hanya mereka berdua, Tawan dan New, tak ada yang lainnya. Peluh membasahi tubuh keduanya, panas tubuh yang dihasilkan keduanya berhasil mengalahkan pendingin ruangan. New melenguh, Tawan menggeram. Di sentakan kesekian, New mencapai orgasmenya. Jari-jari kakinya menekuk kedalam, lalu dengan tidak sadarnya mencakar punggung lebar Tawan. Meneriakkan nama laki-laki diatasnya, New benar-benar merasa diatas awan.
Tawan mengeluarkan miliknya, belum juga merasakan orgasme. Cepat-cepat ditarik kondom dan dibuangnya ke kaki kasur, sebelum memompa penisnya sendiri dengan tangannya. Tawan mendesahkan nama New, asik dengan kegiatannya sendiri. New mengerti, Tawan butuh bantuannya. Maka New menyangga dirinya dengan lengan, hingga memudahkan tangannya yang menjulur kearah Tawan. Ikut menyentuh milik Tawan, meremas dua bola kembar milik laki-laki tersebut. Hingga akhirnya Tawan sampai pada pelepasannya, Tawan mendesah keras.
“Ahh, Hin—”
Tawan ambruk disamping tubuh New, napas keduanya masih tersenggal. Sisa permainan keduanya yang terlalu panas. Ini terlalu hebat. Ekspetasi keduanya terhadap seks pertama mereka tidak sehebat ini, yang nyatanya keduanya sama sekali tidak seperti pemula.
Tawan mendekatkan tubuhnya pada New, mendekat untuk berbisik, “Lo hebat banget, New.”
New tersenyum kecil, sebelum mengangguk. Tangannya mengusap peluh di kening Tawan. “Lo mesti traktir Off gak sih, njing? Sampai diajarin se detail ini. Gila itu orang.”
“Gak sia-sia emang gue nahan malu.”
New terbahak, membayangkan Tawan yang harus berbincang dengan Off perihal kegiatan seks mereka. “Tapi Off bakal cepu ke yang lain gak sih?”
“Ah anjir gamau mikir lah, itu orang gak ada benernya.” Tawan menangkap jari-jari New yang masih berada diwajahnya, lalu mencium buku-buku jarinya. “Kita masih temen kan, Hin?”
“Ya iya lah yakali musuhan? Bego.” New menoyor kepala Tawan pelan.
“Ya udah temen lo mau lagi nih, Hin.”
“Hah? Heh anjing sadar!”
Telat, New. Telat banget. Soalnya udah keburu Tawan yang menarik selimut untuk menutupi tubuh keduanya, dan Tawan yang kini menaiki tubuh New kembali.