Bittersweet


Hari itu, Hailee berencana untuk pergi ke spa. Namun, Olla sudah tidak ada dikamar ketika dia bangun. Hanya ada Rora disana. Kemudian dia mengirimkan pesan kepada Olla. namun tidak dibalas. Akhirnya dia pergi mandi, dan bersiap. Sebelumnya dia telah membangunkan Rora untuk mengajaknya spa. Namun tidak ada jawaban dari Rora. Setelah dirasa siap, Hailee kemudian turun ke bawah untuk berangkat ke tempat spa.

Hayden yang sedang memakan chips di ruang tengah melihat Hailee turun dari tangga dengan dandanan rapi lantas bertanya, “Mau kemana, yang?”

“Mau ke spa, Kak. Udah makan belum?”

“Ya belum sih, aku aja baru bangun.”

“Ya udah. Tunggu bentar, aku buatin sarapan.”

Hailee meletakkan tasnya di kitchen bar. Kemudian membuka kulkas, mengeluarkan beberapa tomat, dua butir telur, dan susu kotak. Hayden mengikuti Hailee ke dapur, dia menunggu di chair stool dibelakang kitchen bar mengamati Hailee dengan seksama. Hailee akan membuat toast dan scrambled egg sebagai sarapan Hayden. Disela kegiatan memasaknya, Hailee bertanya kepada Hayden, “Kak Marcell udah bangun belum?”

“Belom sih tadi. aku kebangun terus laper. Makanya tadi aku makan chips.”

Tidak butuh waktu lama, sarapan buatan Hailee tersaji dihadapan Hayden. Hailee memasak dua porsi toast dan scrambled egg, satu untuk Hayden dan lainnya untuk Marcell yang kemudian disimpannya di bawah tudung saji.

“Udah ya, Kak. Aku pergi spa dulu,” pamit Hailee.

“Nanti kabarin aku kalo mau balik. Aku jemput.”

“Okay, Kak.”

Ketika pundak Hailee telah hilang di balik pintu, Hayden menyantap sarapannya, lalu mencuci piring. Dia tidak mempunyai rencana lain selain menjemput Hailee siang nanti. Jadilah sekarang dia bermain game di handphone miliknya di ruang tengah.


Jam sudah menunjukkan pukul 2 siang ketika Hayden menerima chat dari Hailee. Hayden beranjak dari sofa dan menuju kamarnya untuk berganti baju sebelum dia pergi menjemput Hailee. Ah tidak, dia akan pergi bersama Hailee sore ini. Menuruti keinginan Hailee, pergi ke beach club yang terkenal di seantero Bali. Beruntung, tempat Hailee spa tidak jauh dari villa mereka. Tak berapa lama setelah Hayden sampai, Hailee muncul dari dalam bangunan tersebut dan kemudian segera masuk kedalam mobil.

“Jadi, mau langsung ke Finns atau mau kemana dulu?” tanya Hayden membuka percakapan diantara mereka berdua.

“Emm, kayanya kalo kita kesana sekarang kepagian deh, Kak.”

“Mau ke pantai dulu?”

“Boleh boleh.”

Mendengar jawaban Hailee, Hayden kemudian membuka maps di handphone-nya. Mengetikkan nama sebuah pantai yang tidak jauh dari Finns —beach club yang ingin dikunjungi Hailee bersamanya nanti sore.

Sebelum berangkat tadi, Hayden memastikan bahwa didalam mobil terdapat topi pantai dan sunblock, barang yang wajib dibawa ketika mereka berada disini. Hayden baru akan membuka pintu bagasi mobil saat Hailee bertanya, “Mau ngapain, Kak? Kok buka pintu bagasi?”

“Mau ngambil topi pantai sama sunblock, in case kamu butuh itu.”

“Ah, nggak usah deh. Biar kulitku agak tanned. Masa di Bali kulitnya masih gini-gini aja. Nggak afdol.”

“Dih, beneran?” tanya Hayden.

“Yap, really.”

Hayden berjalan menghampiri Hailee setelah mendengar jawaban dari perempuannya itu. Hal yang kemudian dilakukannya adalah menggandeng tangan Hailee, lalu mengajaknya segera berjalan kearah pantai.

“Kamu pasti belom makan, kan, yang. Mau makan apa?”

“Nggak laper sih, Kak. Tadi waktu abis spa sempet makan snack kok.”

Hayden mengangguk menanggapi ucapan Hailee. Tidak terasa, ternyata mereka telah sampai di pantai. Beruntungnya sore ini matahari tidak terlalu terik, jadi mereka bebas menikmati waktu di pantai tanpa takut kepanasan. Mereka berjalan di sepanjang bibir pantai, membiarkan kaki telanjang mereka terkena air laut yang sedikit hangat karena hari masih sore. Setelah dirasa puas menikmati pantai sore itu, mereka kembali ke mobil untuk menuju ke Finns.


Mereka sampai disana tepat pukul 4 sore. Hailee yang antusias segera mengajak Hayden masuk. Hari ini pengunjung Finns tidak terlalu ramai. Mungkin karena sedang weekdays. Jadi mudah bagi mereka untuk menemukan tempat duduk yang nyaman dan memiliki pemandangan yang bagus. Setelah memesan beberapa snack dan minuman, Hailee spontan melepaskan kancing kemejanya yang berakhir menyisakan crop top bralette dan hotpants-nya.

Hayden yang melihatnya sontak membelalakkan kedua matanya. Hal tersebut cukup membuatnya kaget dan hilang kesadaran selama beberapa saat. Pasalnya, dia belum pernah melihat Hailee mengenakan outfit seperti ini. Cantik banget sih, Lee, batin Hayden. Beberapa detik berikutnya, setelah kesadarannya kembali, Hayden melihat Hailee tengah menikmati pemandangan sekitarnya lantas bertanya, “Harus gini banget ya, bajunya, yang?”

Hailee hanya menanggapi pertanyaan Hayden tadi dengan anggukan dan senyuman simpul. Yang ternyata berujung pada pelukan spontan yang dilakukan oleh Hayden. Tidak usah ditanya, tidak mungkin Hailee tidak terkejut dengan perilaku Hayden. Setelah menemukan posisi yang nyaman menurutnya, dia lantas berujar, “Lain kali kalo mau pake outfit kaya gini tu bilang dulu dong. Biar akunya nyiapin hati sama mental. Liat tuh, matanya pada ngeliatin kamu ih.”

Hailee terkekeh mendengar ucapan Hayden barusan. Hailee baru akan menjawab saat datang seorang waitress mengantarkan pesanan mereka. Akhirnya Hayden pasrah membiarkan Hailee mengenakan outfitnya itu hingga mereka hendak pulang. Mengingat tadi Jovial dan yang lain sedang kelaparan di villa, Hayden lantas membelokkan mobilnya ke sebuah supermarket yang tidak jauh dari villa atas permintaan Hailee. Saat mereka berdua turun dari mobil, ternyata hujan gerimis turun. Belum cukup deras, hingga mereka berdua tidak perlu memakai payung.

Hayden mengekori Hailee setelah mengambil sebuah trolley. Prakiraan cuaca yang baru saja Hailee baca di internet mengatakan jika malam ini akan diguyur hujan deras. Maka dari itu, Hailee memiliki ide untuk memasak mie kuah andalannya. Disinilah mereka berdua berada, di deretan rak yang berisikan berbagai macam mie instan. Hailee memilih beberapa rasa mie instan, kemudian memasukkannya kedalam trolley yang dipegang Hayden.

Hailee menarik trolley dari depan, dia masih butuh beberapa telur dan sayuran. Namun pada saat melewati rak berisi snack, Hailee mengambil beberapa bungkus untuk persediaan di villa. Tadi padi saat dia membuka kulkas, hanya tersisa beberapa bungkus snack. Setelah membayar semuanya, Hayden membawa kantong plastik belanjaan mereka ke mobil, beruntung hujan belum turun lebih deras dari saat mereka masuk ke supermarket tadi. Hailee sudah duduk di kursi penumpang ketika Hayden masuk ke mobil.

Sebelum pulang, Hayden membelokkan mobilnya menuju drive thru Starbucks untuk membeli titipan Marcell tadi. Hujan turun lebih deras saat Hayden mengemudikan mobilnya menuju villa. Sesampainya di villa, Hailee menghubungi Jovial untuk membantunya membawa belanjaan karena hujan masih turun dengan deras. Ternyata yang dibilang Jovial tadi benar, mereka semua kecuali Olla dan Jevan tengah menunggu kedatangan Hailee dan Hayden di ruang tengah. Raut wajah mereka terlihat gembira ketika Hailee dan Hayden datang.

“Akhirnya life-saver dateng juga,” seru Rendra.

“Buruan masak deh, Lee. Udah kelaparan semua nih anak-anak. Ayo gue bantuin,” ucap Rora yang membuat lainnya menoleh.

“Kayanya lo disini aja deh, Kak. Biar bang Hayden yang bantuin Lilee,” sergah Jovial sebelum Rora beranjak dari sofa.

“Lo se gak yakin itu kalo gue bisa masak?” tanya Rora.

“Duh, kayanya salah omong nih gue,” cicit Jovial.

“Udah, lo duduk aja, Ra. Biar gue sama Hayden yang bantuin Hailee masak,” ujar Marcell cepat sebelum terjadi perang saudara antara Rora dan Jovial.

Marcell beranjak dari duduknya, menyusul Hailee dan Hayden yang sudah menyibukkan diri berdua di dapur.

“Ada yang bisa gue bantu nggak, Lee?” tanya Marcell.

“Nah mumpung lo disini, ambilin mangkok dong, tolong,” sahut Hayden spontan.

“Gue nanya Hailee kenapa lo yang jawab?”

“Yaudah sih, kalo emang niat bantuin ya bantuin aja elah”

Jovial tiba-tiba menghampiri ketika Marcell tengah sibuk memindahkan mangkok dari rak ke meja di kitchen bar.

“Mau gue bantu nggak nih?”

“Lo bantuin Marcell aja, cil. Bukain tuh bungkus-bungkus Indomienya, sekalian tuangin bumbu-bumbunya ke mangkok,” titah Hayden panjang lebar yang disusul dengusan dari Jovial. Sedangkan Hailee yang sedang menyiapkan air untuk merebus mie tersebut hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepala. Tidak habis pikir dengan tingkah laku teman-temannya ini.

“Kenapa banyak banget sih, Bang, kerjaan gue. Capek tau.. Mana laper lagi gue,” keluh Jovial sambil tetap membuka bungkus mie instan tersebut satu persatu.

“Udah sih ah, tinggal gitu doang pake ngeluh lo, cil. Pacar gue aja yang masakin kalian semua diem-diem aja tuh. Ya nggak, yang?” tanya Hayden ke Hailee.

“Hah, eh, iya..”

Sebenarnya Hayden tidak melakukan apapun di *pantry * selain menyuruh-nyuruh Marcell dan Jovial. Hailee yang melihatnya merasa sedikit kesal, akhirnya dia menyuruh Hayden mengambil mie instan agar dia bisa merebusnya.

“Kamu siapin yang lain aja gih. Biar aku aja yang ngerebus mie-nya,” kata Hayden kepada Hailee.

“Beneran nih, Kak? Ntar ribet gak masukin telurnya.”

“Aman udah yang. Beneran deh.” Hayden meyakinkan Hailee. Akhirnya Hailee menyiapkan bahan pelengkap mie kuah seperti irisan cabai dan jeruk nipis. Marcell masih menunggu di balik kitchen bar, berjaga-jaga jika Hailee dan Hayden membutuhkan bantuan. Tidak butuh waktu lama, Hayden selesai dengan kegiatan merebus mie-nya. Hailee memanggil teman-temannya untuk segera menuju meja makan.

Malam itu, mereka semua makan dengan lahap. Memang mie kuah adalah yang paling cocok dimakan saat turun hujan seperti ini. Sembari menunggu Jevan dan Olla pulang, mereka berkumpul di ruang tengah. Hayden dan Chalvin bermain PlayStation, sedang yang lain hanya menonton. Hailee dan Rora sibuk memakai sheet mask di wajahnya sembari menonton Hayden dan Chalvin.


Setelah dari Crystal Bay Beach, tujuannya kali ini adalah Pantai Kelingking. Butuh waktu beberapa menit mereka menaiki motor dan dilanjut dengan berjalan kaki karena harus menaiki bukit terjal dengan kemiringan 70 derajat. Mereka berjalan menaiki 300 anak tangga yang hanya dipagari dengan kayu seadanya di sisi kanan–kiri. Sepanjang jalan yang mereka lewati menyuguhkan pemandangan tebing dan pantai yang sangat indah, dikelilingi dengan semak dan juga bunga liar yang nampak indah pula.

“30 31 32 33…”

“Ngitung apa sih, La?” tanya Jevan.

“Ngitung anak tangga.”

“Nggak usah di hitung, di internet katanya ada 300 anak tangga.”

“Masa? Mari kita buktikan. 34 35 36..”

“Astaga, ntar capek loh, sayang.”

“Jangan diajakin ngomong ntar lupa ngitungnya sampe mana.”

Mendengar perkataan pacarnya akhirnya Jevan diam. Ia melihat bunga-bunga liar di sepanjang jalan yang ia lewati, terlintas ide di pikiran Jevan. Ia mengambil beberapa semak liar, juga bunga-bunga yang ia lihat, tidak semua hanya beberapa dan tidak akan mengurangi keindahan tebing ini. Setelah berkutat dengan semak liar dan bunga-bunga tadi, akhirnya Jevan menyudahi kegiatannya. Ya, Jevan membuat flower crown yang langsung ia pasangkan di kepala Olla.

“71 72 73… hmmm apa nih, Kak?” Olla kaget tiba-tiba Jevan memasangkan sesuatu di kepalanya, dilihat-lihat ternyata tidak buruk, bahkan terlihat sangat bagus walaupun ini dari semak dan bunga liar.

“Cantik, makasih, Kak,” kata Olla, yang disusul senyuman mengembang di wajah Jevan.

Anytime Honey Bunny Sweety

“Hahaha apaan, sih,” Olla tertawa mendengar pet name yang diberikan Jevan.

“Kak?”

“Hmm?”

“Itunganku sampe mana huhu lupa kan gara-gara kakak sih.”

“Lah kok nyalahin aku sih, dibilang udah gausah dihitung, sayang,”

“Ah, penasaran tau..”

“Ya Tuhan masih aja, yaudah gimana maunya? Turun nih, kita itung lagi dari bawah?”

“Nggak ah, capek.”

“Capek ya?” Jevan melangkah kedepan Olla lalu berjongkok.

“Ehh, ngapain kak?”

“Katanya capek, sini naik aku gendong, sayang.”

“Nggak capek tau kak, kalo kakak gendong aku sambil naik tangga yang ada nanti kita jatuh.”

“Lah tadi katanya capek.”

“Hmm.. bukan gitu, maksud aku kalo kita turun lagi cuma buat ngitung anak tangga yang ada malah capek.”

“Oohh.. tapi seriusan deh, yang. Buruan naik sini gapapa, nggak akan jatuh kok.”

“Nggak ah, nanti sayangnya aku capek.”

“Gimana sayang? Tadi bilang apa?”

“Nanti sayangnya aku capek..”

“Astaga-astaga lemes kaki, Olla bilang ‘sayangnya aku’ gak kuat naik, yang, lemes nih hahaha”

“Yaudah turun sana aku naik sendiri.”

“Hahaha.. buruan naik Olla, lihat deh kaki kamu lecet itu.”

Benar saja memang kaki Olla lecet akibat sendal yang ia gunakan, ia menggunakan sendal jepit dilengkapi tali dibagian belakangnya, sehingga dapat menggesek dan melukai kaki Olla karena perjalanan jauh yang mereka lewati. Akhirnya setelah berdebat dengan sedikit paksaan dari Jevan akhirnya Olla mau naik ke punggung Jevan. Jevan menaiki tangga dengan sangat hati-hati karena ngeri juga di samping-sampingnya adalah jurang.

“La, tidur ya?”

“Nggak, kenapa kak?”

“Hahaha nggak, kok diem aja dari tadi.”

“Kalo aku gerak-gerak atau ngomong, ntar kak Jevan nggak fokus, takut jatuh.”

“Hahaha mana ada. Tinggal dikit lagi btw, La.”

“Oh iya, yaudah aku turun deh, Kak.”

“Lah kenapa nggak sekalian sampe atas aja baru turun?”

“Kan tadi diawali dengan jalan, maka dari itu harus diakhiri dengan jalan juga dong,” Jevan hanya geleng-geleng mendengar jawaban Olla, lalu keduanya tertawa.

Jevan sebenernya tidak mau menurunkan Olla, tapi Olla terus-terusan merengek minta turun, mau tidak mau ia menurunkan Olla. Lalu mereka menaiki anak tangga yang tersisa 10 anak tangga saja.

“Woow”

Pesona Pantai Kelingking sukses menyihir Jevan dan Olla, dari atas tebing ini dapat terlihat pasir putih dan bersih, tebing tinggi menjulang menjadi pagar kokoh yang sangat cantik untuk dijadikan latar foto. Warna permukaan air laut yang terlihat biru kehijauan sangat menenangkan untuk dipandang.

“Duduk cantik, pasti capek deh, sini!” Jevan sambil menepuk-nepuk tempat disebelahnya.

“Kamu tu yang capek pasti,” Olla duduk di samping jevan, ia melihat keringat di dahi pacarnya. Lalu mengelap keringat Jevan dengan tangan kosong, iya tangan kosong memang ia tidak membawa sapu tangan, kain atau semacamnya.

“Ehhh.. nanti kotor tangan kamu, yang, kena keringet aku.”

“Nggak lah.”

“Tau nggak ini pantai namanya apa?” Tanya Jevan ke Olla.

“Pantai Kelingking nggak sih?”

“Iya, di namain Pantai Kelingking karena katanya mirip kelingking, yang.”

“Hah? Dimana bentuk kelingkingnya ya, Kak?”

“Hmmm.. mirip kok.”

“Padahal mirip T-rex.”

“Hah T-rex? Mirip paus tau, La.”

“Paus? Wkwkwk dimananya yang mirip paus ih?”

“Mirip tau, nih kepalanya, terus itu siripnya,” Jevan menjelaskan sambil menunjuk pulau didepannya.

“Miripan T-rex ah.”

“Hahaha iya-iya miripan T-rex,” jawab Jevan sambil mengusap rambut Olla.

“Iiih berantakan tau, yang.”

“Hmm.. gimana?”

“Berantakan rambut aku, sayang,” ulang Olla.

“Ciyee sayang...”

“Diem ah, yuk foto, Kak.”

“Kamu berdiri di sini aku yang fotoin.”

“Kok aku doang, berdua maksudnya. Sini pinjem handphone nya, handphone aku habis baterai ternyata lupa di charge semalem.”

“Nih, sayang.”

Passwordnya apa?”

“Tanggal spesial.”

Olla dengan percaya diri menuliskan tanggal lahir Jevan ternyata salah. “Lah kok salah?”

“Wah parah. Masa kamu nggak tau tanggal spesial?”

“Hmm bentar” Percobaan kedua Olla mencoba dengan tanggal mereka jadian, tapi ternyata gagal lagi. “Kok masih salah, kamu kali yang salah sama tanggal spesialnya, Kak.”

“Mana ada aku salah tanggal, orang itu hari spesial dimana wanita yang nanti jadi calon ibu dari anak-anakku lahir.”

Olla senyum, kali ini dia nggak mungkin salah, kan? Hint yang diberikan Jevan terlalu jelas. Ia mengetik tanggal lahirnya sendiri di handphone Jevan, dan ya, kuncinya terbuka. Asal kalian tau tidak hanya password handphone yang menunjukkan kebucinan Jevan kepada Olla, ternyata lockscreen Jevan juga menggunakan foto Olla. Jevan terdeteksi bucin 10000000%.

“Nah ke buka, sini deketan, Kak. 1 2 3” Olla sudah memotret padahal Jevan belum siap.

“Astaga baru mau senyum lo ini, yang.”

“Hahaha liat deh, lucu banget sayang aku.”

“Hmmm… belum siap itu, tapi karena kata kamu lucu yaudah ok save aja gausah dihapus.”

“Gitu doang ngambek ih pacar aku.”

“Mana ada aku ngambek, yang yang,” Jevan dengan nada sedikit pasrah.

“Hahahaha iya iya yuk foto lagi, udah siap, sayang? 1 2 3”

“Nah gini kan ganteng banget aku nya.”

“Siap abang ganteng.”

“Hahahaha sini aku fotoin kamu nya.”

“Bentar kak, nunggu sunset sekalian ya ntar fotoin.”

“Siap my cotton candy,” Jevan merangkul pundak Olla.

Akhirnya mereka duduk dan mengobrol sembari menunggu sunset sesuai permintaan Olla. Setelah mendapatkan foto sunset di Pantai Kelingking, mereka berdua turun, dan segera kembali ke villa karena hari sudah semakin malam. Jujur saja Jevan sedikit takut dengan Jerricho karena telah mengajak adeknya pergi dari pagi sampai malam seperti ini.

Tapi Jerricho tidak patut marah bukan, karena Olla sangat menikmati seharian pergi bersama Jevan. Mengunjungi tempat yang sebelumnya belum pernah ia kunjungi, menghabiskan waktu seharian bersama orang yang ia sayang. Jevan dan Olla sangat bahagia pastinya :)))


Hari masih sangat pagi. Jam baru menunjukkan pukul 6, dan teman-temannya pun belum ada yang menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Jevan pergi ke dapur untuk membuat teh hangat, sembari ia menunggu air nya mendidih ia mengirim pesan kepada Olla, hanya untuk mengecek apakah kekasihnya sudah bangun atau belum.

Baru beberapa detik ia mengirim pesan kepada Olla, ternyata langsung mendapat balasan, itu artinya Olla sudah bangun. Jevan meminta Olla untuk turun ke dapur, setelah beberapa menit menunggu akhirnya Olla turun ke dapur, masih dengan baju tidur, rambut yang dijedai tidak rapi, dan jangan lupakan muka khas bangun tidur yang nampak sangat menggemaskan. Jevan tidak mengalihkan pandangannya kepada Olla yang sedang menuruni anak tangga sambil tersenyum.

Morning sunshine,” sapa Jevan sampil mencubit pipi Olla, Olla hanya diam sambil mendudukan dirinya dikursi.

“Nih, sayang, minum dulu mumpung masih anget,” Jevan menyodorkan secangkir coklat hangat yang ia bikin, sebenarnya tadi ia ingin bikin teh hangat tapi ketika ia mengetahui Olla sudah bangun ia membuatkan coklat hangat untuk Olla mengingat pacarnya tidak menyukai teh hangat. Lalu bagaimana dengan teh nya? jelas dia belum jadi membuatnya, Olla prioritasnya hahaha.

“Hmm.. makasih, kok cuma satu? Kakak nggak?”

“Bentar, tadi aku rebus airnya cuma secangkir. Yaudah aku rebus air lagi, tuh masih nunggu airnya mendidih.”

“Hmm kenapa kakak nggak buat dulu tadi, nih deh minum coklat aku, Kak.”

“Gapapa, kamu dong yang minum kan aku buatin buat kamu.”

“Hmm.. Okay,” jawab Olla sambil meniup-niup coklat hangat di cangkirnya.

“Masih pagi elah pacaran mulu,” itu suara Chalvin sambil membuka lemari es dan mengambil minum, Chalvin baru bangun tidur terlihat dari muka bantalnya dan rambut yang acak-acakan.

“Namanya punya pacar ya pacaran lah,” jawab Jevan enteng.

“Hmm Ya, serah deh, Bang, serah, lo atur deh,” jawabnya lalu berjalan meninggalkan dua insan manusia itu.

“Eh, Vin, cepet banget langsung pergi lo.”

“Lah mau ngapain dimari lama-lama, melihat ke-uwu-an pagi-pagi? Mending gue tidur bang.”

“Hahaha gak gitu, gue mau tanya hari ini mau kemana nih, nggak ada rencana mau pergi bareng-bareng kan?” tanya Jevan.

“Ngga ada deh bang kayaknya, gue mau surfing sih gatau kalo yang lain pada mau kemana.”

“Oh, ok deh, thanks Vin.”

“Yoi,” kini Chalvin benar-benar sudah pergi dari dapur.

“Diem mulu, ngantuk, yang?” tanya jevan yang melihat Olla cuma diam dari tadi.

“Iya kak, ngantuk banget.”

“Mau tidur lagi?”

“Nggak, ah.”

Setelah beberapa hari di Bali, hari ini mereka tidak ada jadwal untuk pergi bersama. Rencananya Jevan ingin mengajak Olla jalan-jalan hanya berdua, karena selama di Bali memang mereka tidak terlalu banyak menghabiskan waktu berdua.

“Mau jalan-jalan nggak?” tanya Jevan spontan ke Olla.

“Mau! Kemana?”

“Ada deh, jauuuh.”

“Sok misterius.”

“Hahahaha. Yaudah kamu habisin coklatnya habis itu mandi, terus dandan yang cantik, ntar kita pergi.”

“Kalo gini nggak cantik emang?”

“Nggak..” mendengar ucapan Jevan yang belum selesai Olla sudah manyun duluan.

“Nggak.. nggak pernah kamu nggak cantik, alias pacar aku selalu cantik bahkan baru bangun tidur kaya gini,” lagi – lagi Jevan mencubiti pipi Olla seperti squishy.

“Aaaa.. sakit tau.”

“Hahahaha. Yaudah gih, naik terus mandi.”

“Iyaaa. Yaudah aku naik ya?” saat Olla beranjak meninggalkan Jevan dari dapur tiba-tiba Jevan memanggil.

“La”

“Iya, kenapa kak?”

“Ada yang kelupaan.”

“Apaan? Perasaan aku nggak bawa apa-apa tadi.”

“Ada yang kelupaan, nih!” Jevan sambil menekan-nekan pipinya sendiri dengan jari telunjuknya.

“Maksudnya?” Olla bingung.

“Hmm.. morning kiss-nya mana?”

“Dih apaan sih, Kak. Dah ah mau mandi.”

“Yah nggak asik, yaudah deh sana mandi. Mau nyuci gelas kamu dulu nih,” Jevan manyun. Sambil mengambil gelasnya dan gelas Olla untuk dicuci. —cup

Jevan kaget tiba-tiba Olla mencium sekilas pipinya dan langsung kabur, berlari menaiki anak tangga. Jevan nge-lag sebentar karena kaget lalu hanya bisa terkekeh, bisa-bisanya pelakunya pergi begitu saja setelah membuatnya jantungan dipagi hari.


Setelah mandi dan berdandan cantik sesuai permintaan Jevan, Olla mengirimkan pesan kepada Jevan. Akhirnya Olla turun dan melihat pacarnya sudah menunggu di depan tangga.

“Dih cakep banget, mau kemana nih lovebird?” itu suara Marcell yang sedang asik ngeteh di ruang tamu.

“Kepo lu,” jawab Jevan santai sambil terus berjalan menuju keluar Villa.

“Bocah sialan,” umpat Marcell.


“Yang.. naik motor mau nggak?”

“Mau mau mau banget!” ternyata respon Olla jauh berbeda dari yang Jevan bayangkan, tadinya Jevan berpikir bahwa Olla akan menolak dengan alasan panas, takut hitam, dan sebagainya. Ternyata Olla malah excited. Karena melihat Olla yang menggunakan dress Jevan takut nanti Olla kepanasan.

“Mau pakek jaket nggak? Takut kamu kepanasan nanti.”

“Nggak kak, nggak usah, diatas motor seger pasti kena angin.” “Okay cantik, sini aku pakek in dulu helm nya,” Olla memajukan kepalanya, Jevan memasangkan helm dan memastikan kaitan helmnya sudah benar.

“Mau kemana, sih, Kak?”

“Ada deh jauh, nanti kalo ngantuk tidur aja di pundak aku tapi pegangan ya.”

“Sejauh itu?”

“Hmm.. Iya, mau nggak? Takut kamu capek sih sebenernya.”

“Mau kok, yuk!” jawab Olla dengan semangat.

Setelah percakapan tersebut akhirnya Jevan dan Olla pergi dengan mengendarai motor, di Villa Chalvin tidak ada motor sebenernya, cuma ada mobil yang biasa mereka gunakan untuk pergi, lalu dari mana Jevan mendapatakan motor, jelas dia menyewa walaupun belum tahu apakah Olla mau naik motor atau tidak, tapi Jevan tetap percaya diri menyewa motor tersebut. Untungnya Olla mau naik motor jadi ia tidak rugi uang sewa.

“Sayang pegangan ntar jatuh, aku mau ngebut nih!” seru Jevan.

“Hmm.. apa?”

“Pegangan”

“Hmm. Ok udah,” Olla meletakkan kedua tangannya di pundak Jevan.

“Kok di pundak, sini lah di pinggang,” Jevan menarik tangan Olla untuk berpegangan pada pinggang nya. Tubuh Olla tertarik kedepan dan sedikit memeluk tubuh Jevan—biar nggak jatuh, katanya. Olla gugup, pasalnya baru pertama kali ia naik motor dibonceng Jevan, apalagi dengan posisinya yang memeluk Jevan seperti ini. Apakah suara jantungnya terdengar oleh Jevan? Nggak kan? Semoga tidak, pasti yang terdengar suara motor atau mobil yang lalu lalang pikir Olla.

“Gausah deg-deg an gitu sayang, sampe pipinya merah gitu,”

“Hah.. apaan sih, nggak ya, sotoy banget jadi orang.”

“Hahaha. Tuh liat mukanya,” saat Olla melihat mukanya di spion motor, benar saja mukanya blushing.

Olla hanya berdeham, Jevan tersenyum melihat wajah Olla yang blushing.


Setelah lebih dari 1 jam di perjalanan akhirnya mereka sampai di Pantai Sanur, Olla pikir memang di pantai ini tujuan Jevan. Ternyata Olla salah, karena Jevan malah menyewa speedboat. Itu artinya mereka akan menyebrangi pulau, Olla sebenarnya penasaran mau kemana mereka tapi ia urungkan pertanyaannya. Tidak butuh waktu lama untuk manaiki speedboat, kira-kira 30 menit lamanya. Ternyata Jevan mengajak Olla ke Nusa Penida. Ketika menuruni speedboat, mereka disuguhi pemandangan yang cukup indah. Jevan kembali menyewa motor, ya karena memang mereka belum benar-benar sampai di tempat tujuan, tempat yang mereka tuju masih jauh.

Diatas motor Jevan terus mengajak Olla ngobrol, entah itu suatu hal yang penting, tidak penting bahkan hal-hal random, tujuannya agar Olla tidak bosan karena perjalanan yang cukup jauh.

“Kak, beneran jauh ya, kirain tadi cuma berjanda.”

“Heh kok berjanda sih, yang?” tanya Jevan sambil ketawa.

“Hehe. Kak Jevan yang ngajarin kan.”

“Nggak ngajarin ih.”

“Tapi sering bilang gitu, ya nular jadinya.”

“Hahaha maaf, kalo yang buruk-buruk jangan ditiru, sayang.”

“Yaudah sih ngga buruk-buruk amat,” lalu keduanya kembali diam.

“Sayang, capek ngga?”

“Capek tapi dikit doang. Kak, aku boleh lepasin pegangan aku nggak sih?”

“Kenapa? Nggak nyaman ya?”

No no no, mau ngerentangin tangan. Udaranya enak banget disini kena angin pantai, boleh?”

“Oh boleh dong, aku bawa motornya pelan deh biar lebih dapet feelnya hehehe”

Mendapatkan izin dari Jevan, akhirnya Olla merentangkan tangan dan merasakan hembusan angin pantai menyapa kulitnya.


Tujuan pertama Jevan di Nusa Penida adalah Crystal Bay Beach, Jevan dan Olla menitipkan motor sewaan mereka lalu berjalan menuju pantai. Benar saja pantainya sangat indah, langit begitu cerah, air berwarna biru muda sangat jernih bahkan terumbu karang dan ikan-ikan begitu jelas terlihat. Jevan melihat wajah Olla Nampak begitu bahagia, yang membuat hati Jevan turut bahagia pula.

“Cantik banget kak pantainya!”

“Iya cantik, kaya kamu. Capek nggak, La?”

“Udah ngga capek, soalnya liat yang indah-indah,” Jevan hanya tersenyum mendengar penuturan Olla.

“Iya kamu indah.”

“Hmm iya iya.”

“La, senyum dong,” Jevan mengarahkan kameranya ke Olla “1 2 3, Cantik!”

Olla Nampak sangat bahagia, bermain air, kejar-kejaran dengan ombak, Jevan? Jevan tentu sangat bahagia juga, ia tak henti-hentinya mengabadikan setiap momen yang Olla lakukan. Saat ini Olla sedang menunduk dengan memegang sebuah kayu ditangannya lalu menuliskan sesuatu di atas pasir, entah apa yang Olla tuliskan, beberapa kali ia menulis diatas pasir beberapa kali pula harus terhapus oleh ombak, hingga Olla mulai mendengus kesal.

Jevan yang melihat itu Nampak gemas lalu menghampiri kekasihnya itu. Ia melihat kalo Olla menuliskan ‘Jevan Olla’ dengan bingkai love. Jevan tertawa melihat tulisan itu, lucu sekali seperti anak SD, lalu lagi-lagi terhapus oleh ombak. Olla semakin kesal, padahal ia bisa saja sedikit menjauh dari air agar tulisannya tidak terhapus oleh air, tapi entahlah. Olla kesal dan ingin membuang kayu yang ia pegang dari tadi, tapi Jevan menahan, ia mengambil kayu yang Olla bawa.

“Hahaha kenapa sih kesel gitu mukanya, coba sini kayu nya.”

“Kemusuhan banget sama ombaknya.”

“Hahaha.. lucu banget bayik,” Jevan menangkup pipi Olla dengan kedua tangannya, membuat Olla semakin manyun.

Jevan mulai menuliskan apa yang tadi Olla tulis, tapi ukurannya jauh lebih besar ‘Jevan Olla’ dibingkai dengan love. Lalu ia menarik Olla untuk masuk ke tulisan pasir yang ia buat.

“Sayang sini, coba kamu ditengah sini,” Olla menurut ia berdiri di tengah-tengah tulisan itu. Lalu jevan mengarahkan kameranya ke Olla, memotret pacarnya berkali-kali.

“Lihat deh, bagus kan. Terus kalo mau buat tulisan itu agak menjauh dari air ya sayang biar tulisannya ngga dirusak sama ombak, Okay?”

“Kan maunya nulis disitu tapi, Kak..”

“Tapi kan cepet ilangnya sayang, terus kasian juga ombaknya ngga salah kok tadi dimusuhin.”

“Hmm.. iya maaf ombak, maafin Olla ya?”

“Hahahaha bisa gitu ya pacar aku, Lucu banget, La, nggak kuat, pulang dari sini kita nikah aja lah ayo.”

“Enteng banget ya wak ngomongnya..”

“Lah gimana wak, pacar aku gemesin gini. Nikah aja lah, La, biar bisa lihat muka gemesin kamu terus.”

“Nikah sono sama ikan cupang.”

“LA AYO NIKAH!”

“GILAAA JEVAN GILAAA!!” Olla berlalu meinggalkan Jevan. Mendengar jawaban yang diberikan, Jevan mengejar Olla, dan berakhir mereka kejar-kejaran di tepi pantai.


Hari ini merupakan hari ketiga mereka berada di Pulau Dewata. Rencananya, hari ini mereka akan pergi ke Bali Zoo, Desa Celuk, dan Kawasan Desa Wisata Ubud. Hailee dan Olla yang telah mendapatkan tugas untuk memasak sarapan selama mereka di Bali segera melaksanakan tugasnya. Begitupun dengan Rora, setelah merapikan ruang tengah sisa anak-anak begadang semalam, dia menuju kamar-kamar untuk membangunkan mereka.

Destinasi pertama mereka hari ini adalah Bali Zoo. Marcell dan Jerri mendapat giliran mengemudikan mobil hari ini. Mereka meninggalkan villa pukul 08.15. Perjalanan menuju Bali Zoo memerlukan waktu sekitar 30 menit. Sesampainya disana, Olla dan Jevan menuju ke loket untuk membeli tiket, diikuti yang lainnya. Setelah mendapatkan tiket, mereka menuju ke pintu masuk zoo untuk bergiliran mendapatkan gelang sebagai tiket masuknya.

Awalnya mereka berjalan bersepuluh, namun tiba-tiba Chalvin dan Jovial menghilang entah kemana. Meninggalkan yang lainnya dibelakang. Kali ini, Hayden sengaja menahan langkah Hailee agar mereka berada di barisan paling belakang dari rombongan. Mau pacaran, katanya.

“Ikut aku yuk, Kak!” ajak Hailee dengan bisik-bisik namun ternyata masih bisa didengar oleh Olla.

“Mau kemana, Lee?” tanya Olla tepat ketika Hailee akan menggandeng tangan Hayden.

“Mau pacaran dong, iya nggak, yang?” itu Hayden.

“Eh, hehehe iya, La. Mau ngasih makan buaya,” jawab Hailee santai.

“Loh, bukannya lo udah punya buaya ya, Lee?.” sahut Jerri yang ternyata ikut menghentikan langkahnya ketika mendengar percakapan Hayden, Hailee, dan Olla.

“Buaya apaan anjir?” Marcell menimpali.

“Oh, maksud lo gue buayanya?” tanya Hayden kepada Jerri.

“Lo sendiri ya yang ngomong, Den. Bukan kita-kita,” sahut Rora yang kemudian disusul tawa dari mereka semua.

“Eh yang, nggak usah dengerin apa kata orang ya. Aku bucin sama kamu aja kok,” balas Hayden sambil mengacungkan kedua jarinya membentuk gesture peace kepada Hailee.

“Ya lagian lo nyautin omongannya Jerri. Udah tau Jerri gimana masih aja ditanggepin,” imbuh Jevan selepas dia tertawa.

“Yaudah, kalo mau misah, misah aja gapapa, Lee. Nanti kumpul lagi di restoran yang deket toko souvenir ya,” ujar Marcell menyudahi perdebatan kecil diantara mereka.

Oh iya, saat masuk tadi mereka diberi beberapa lembar peta oleh petugas. Peta itu nantinya akan memudahkan mereka untuk mengelilingi zoo. Jadilah Hayden mengikuti Hailee yang berjalan terlebih dahulu menuju tempat yang dimaksud Hailee tadi. Sepanjang jalan, Hayden menggandeng tangan Hailee. Setelah agak menjauh dari teman-temannya, Hailee tiba-tiba berujar, “Sebenernya aku nggak mau ngasih makan buaya sih, Kak.”

Hayden yang mendengarnya lalu menghentikan langkah, menatap perempuan disampingnya.

“Lah, emang mau apa?”

“Mau berdua aja sih, kan tadi Kakak bilang mau pacaran.”

“Ya Tuhan, gemes banget sih pacarku. Bisa juga kepikiran kaya gitu ternyata,” sambut Hayden sambil mengacak puncak kepala Hailee.

“Kan diajarin sama Kakak.”

“Hahaha, yaudah deh. Yuk kita jalan. Nanti kesusul mereka lagi,” ucap Hayden, lalu dengan tangan Hailee digenggamannya, berjalan mengikuti arahan dari peta yang dipegangnya di tangan lainnya. Sesekali mereka mengambil foto satu sama lain.

Tidak terasa, mereka berdua telah sampai ditempat yang dimaksud Marcell tadi. Ternyata mereka menjadi yang terakhir datang. Ketika mereka sampai, Marcell langsung mengajak melanjutkan perjalanan, karena hari itu mereka akan mengunjungi banyak tempat.


Tidak butuh waktu lama, mereka sampai di Desa Celuk. Desa ini merupakan desa yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai pengrajin emas dan perak. Mereka berkeliling sebentar, sepanjang jalan di desa ini diisi oleh toko-toko sekaligus rumah para pengrajin emas dan perak. Hayden sengaja membiarkan Hailee berjalan didepan dengan Olla dan Rora. Mengingat sedari pagi Hailee sudah bersamanya. Sekalipun ingin, dia tidak mau egois dengan meminta Hailee disampingnya sepanjang waktu. Tanpa sepengetahuan Hailee, Hayden mampir sebentar ke salah satu toko. Hayden melihat sebuah cincin perak dengan hiasan berbentuk love warna-warni di sekelilingnya. Tanpa pikir panjang, Hayden membeli cincin tersebut untuk Hailee.

Setelah puas melihat-lihat keseharian para pengrajin dan berbagai macam kerajinan emas dan perak, mereka memutuskan untuk beranjak. Tujuan mereka selanjutnya adalah Ubud. Sesampainya mereka di Ubud, mereka akan makan siang terlebih dahulu. Mereka memutuskan untuk makan siang di sekitar Tegalalang Rice Terrace. Disana mereka bisa menikmati makan siang dengan pemandangan hamparan sawah hijau yang menyejukkan mata.

Setelah makan siang, mereka berkeliling sebentar di Tegalalang Rice Terrace, kemudian mereka bertolak menuju Monkey Forest Ubud. Seperti namanya, hutan tersebut banyak dihuni oleh monyet. Chalvin dan Jovial yang antusias seperti biasa sudah terlebih dahulu memasuki kawasan hutan tersebut. Tak lupa mereka membawa makanan yang nantinya akan diberikan kepada monyet-monyet yang ada di dalam sana. Setelah menemukan Jovial dan Chalvin, mereka berkeliling sebentar. Ternyata monyet-monyet disini sangat usil. Beberapa kali Jerricho menjadi sasaran keusilan monyet-monyet itu.

“Ini kenapa monyetnya deket-deket gue mulu ya. Kayanya mereka tau kalo gue ganteng, makanya deketin gue mulu,” ucap Jerricho di sela-sela memberi makan monyet-monyet tersebut.

“Nggak usah pede gitu deh, Kak. Tolong,” Olla mengeluh, tidak sanggup lagi menghadapi tingkat kepedean kakaknya yang sepertinya diatas rata-rata.

Mereka hanya berkeliling sebentar disana. Karena destinasi selanjutnya lebih membutuhkan banyak waktu untuk dikelilingi. Walaupun mereka menyusun itinerary sendiri, namun sebisa mungkin mereka kembali ke villa tidak terlalu malam. Tujuan mereka berikutnya adalah Ubud Art Market. Sesampainya disana, mereka kembali terpisah, Hailee, Olla, dan Rora berjalan lebih dulu. Yang disusul dengan cowok-cowok dibelakang mereka. Olla melihat ada tas anyaman yang menarik perhatiannya, kemudian mengajak Hailee dan Rora untuk melihatnya lebih dekat. Setelah beberapa saat memilih, Olla membeli beberapa tas anyaman tersebut. Buat oleh-oleh mami sama bunda, katanya.

Mereka lanjut menelusuri pasar tersebut. Hingga pandangan Hailee tertuju pada satu toko yang menjual beragam model baju dan kain-kain khas Bali. Hailee berjalan mendahului Olla dan Rora untuk mendekat ke toko tadi. Hailee melihat banyak sekali model baju yang dijual disana. Kemudian dia memutuskan untuk membeli beberapa potong jumpsuit untuknya, beberapa helai kain Bali untuk mami, serta beberapa kemeja pantai untuk papi. Setelah membayar, mereka lalu melanjutkan berkeliling pasar tersebut. Hailee melihat ada toko yang menjual peralatan rumah tangga yang terbuat dari kayu. Dia mengajak Olla dan Rora untuk melihat-lihat kesana. Ternyata di dalam toko tersebut lebih banyak lagi peralatan rumah tangga yang dijual. Akhirnya ketiga perempuan itu membeli beberapa barang untuk oleh-oleh ibunya masing-masing.

Sedari tadi Rora hanya melihat-lihat dreamcatcher yang tergantung di teras-teras toko tanpa ingin membelinya. Rendra beberapa kali menawarinya untuk membeli dreamcatcher, namun ditolak olehnya. Ya, Rendra masih khawatir dengan keadaan kaki Rora yang sebetulnya sudah baik-baik saja. Itulah alasannya mengapa dia disini sekarang, mengikuti Hailee, Olla, dan Rora berbelanja. Untungnya dia tidak mendadak menjadi babu yang disuruh membawakan belanjaan mereka semua.

Sebenarnya, saat Hailee, Olla, Rora, dan Rendra memasuki pasar tadi, anak-anak lain hanya sebentar melihat-lihat sekeliling pintu masuk pasar tersebut. Hayden, Chalvin, dan Jovial sempat membeli topeng khas Bali, entah untuk apa. Hingga Jerri menemukan sebuah warung di dekat tempat parkir. Mereka semua memutuskan untuk menunggu disana selagi cewek-cewek dan Rendra kembali dari berbelanja.

Matahari sudah hampir tenggelam saat mereka yang ditunggu menyudahi kegiatan belanja mereka. Karena tidak ingin sampai villa larut malam, mereka memutuskan untuk langsung makan malam. Sembari bersiap pulang, Olla mencari restoran di sekitar daerah tersebut di internet. Tidak butuh waktu lama, Olla menemukan sebuah restoran yang mungkin bisa mereka tuju berdasarkan informasi yang didapatnya. Mereka segera masuk mobil masing-masing dan menuju ke restoran tersebut.

Setelah menikmati makan malam, mereka bergegas untuk menuju villa. Hari ini cukup melelahkan bagi mereka. Hayden menawarkan diri kepada Marcel untuk menggantikannya mengemudikan mobil yang tentu saja disetujui oleh Marcell. Sebagai gantinya, Hailee menemaninya duduk di kursi penumpang depan. Sebagian besar destinasi yang mereka kunjungi hari ini hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki. Jadilah mereka semua, penumpang di masing-masing mobil tidur. Hailee senantiasa terjaga, menemani Hayden mengendarai mobil. Suasana di mobil tidak terlalu sepi, karena Hayden memutar lagu di car audio system. Hailee sedang menikmati angin malam dari jendela mobil yang terbuka saat Hayden memanggilnya.

“Lee?”

“Iyaa, Kak?”

“Coba buka dashboard deh. Nanti ambil kotak item kecil ya.” pinta Hayden sambil masih fokus melihat ke jalanan didepannya.

“Hah? Bentar, Kak.”

Kemudian Hailee membuka dashboard mobil dan mengambil kotak hitam itu, seperti yang diminta Hayden tadi.

“Udah nih, Kak. Apa deh isinya?”

“Kalo mau tau buka aja.”

Lalu Hailee membuka kotak hitam kecil tersebut. Matanya terbelalak ketika dia mendapati isi kota itu adalah cincin.

“Seneng nggak, Lee?”

“Ini buat aku, Kak?”

“Ya iyalah, masa buat Olla. Bisa di gaplok Jevan kalo aku beliin Olla cincin.”

“Lucu banget, gemes ih. Makasih banyak ya, Kak.”

My pleasure, sayang. Coba pake deh, pasti cocok banget.”

Kemudian Hailee memasangkan cincin tersebut di jari telunjuk sebelah kanannya.

“Bagus banget, Kak. Makasih, makasih, makasih pokoknya.”

Detik berikutnya, ━cup. Hailee mencium pipi Hayden. Susah payah Hayden memfokuskan pikirannya ke jalan. Benar-benar respon yang tidak diduga oleh Hayden. Anjing, aba-aba nih beneran nggak berguna buat seorang Hailee, batinnya. Setelah mengumpulkan kesadarannya, Hayden meraih tangan Hailee untuk digenggamnya. Yang kemudian genggaman itu dibawanya untuk mendapat kecupan singkat. Hailee yang mendapatkan perlakuan seperti itu seakan membeku, kesadarannya hilang sepersekian detik.

Akhirnya mereka sampai di villa setelah hari panjang yang mereka lalui. Ternyata Jerri sudah sampai di villa terleboh dahulu. Hayden kemudian membangunkan Marcell, Jovial, dan Chalvin di bangku tengah, sedangkan Hailee mengambil belanjaannya di bagasi mobil. Lalu mereka semua masuk kedalam kamar masing-masing untuk beristirahat.


Setelah menghabiskan waktu seharian dengan bersenang-senang di Tanjung Benoa, juga melihat pertunjukan Tari Kecak, akhirnya mereka memutuskan untuk dinner di daerah Jimbaran. Sebuah restoran yang mereka pilih berada di tepian pantai. Dinner dengan melihat view Jimbaran Beach di malam hari, ditemani angin pantai yang berhembus tidak terlalu kencang dan lampu-lampu yang memberikan kesan sempurna untuk sebuah dinner.

Di setiap meja diberikan empat kursi, karena mereka bersepuluh akhirnya mereka memesan tiga meja. Rora, Rendra, Hailee, dan juga Hayden berada di satu meja yang sama. Jovial, Chalvin, Marcell dan Jerri berada di meja yang kedua. Lalu Olla dan Jevan berada di meja yang berbeda. Ya mereka cuma berdua, letak ketiga meja saling berdekatan. Jimbaran terkenal dengan olahan seafoodnya yang telah menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.

Dengan rasa penasaran seberapa enak seafood di daerah Jimbaran, akhirnya mereka memesan semua menu seafood yang ada. Tenang mereka semua tidak akan menyia-nyiakan sesuatu apalagi perihal makanan, jika tidak habis ada Hayden dengan senang hati menghabiskan. Setelah menunggu beberapa saat akhirnya menu yang mereka pesan datang dan tentu saja 3 meja itu penuh dengan berbagai macam olahan seafood.

“Duh gue tu alergi seafood sebenernya.” – Rora.

“Oh iya, lu makan ikannya aja ya Ra.” – Rendra.

“Iya siniin semua ikan bakarnya buat gue aja.” – Rora.

“Ya gak semua juga anjir.” – Hayden.

“Tau tuh, rakus banget.” – Hailee.

Itulah keributan yang terjadi di meja satu, Rora dan Hayden yang memperebutkan ikan bakar.

“Widih banyak banget, jadi bingung mau makan yang mana dulu.” – Jovial.

“Ya makan semua lah, kalo kurang pesen lagi.” – Chalvin

“Ya kali kurang orang makanan segini banyaknya.” – Marcell.

“Ribut mulu, makan deh enak tau seafood disini.” – Jerri.

Begitulah kira-kira percakapan di meja kedua sebelum akhirnya menyantap seafood di hadapan mereka.

“Olla, mau makan yang mana dulu sini aku ambilin.”– Jevan.

Olla diam, mengamati semua makanan di hadapannya, di meja tersebut terdapat olahan udang, kepiting, lobster, cumi dan kerang-kerangan. Jerri yang mendengar pertanyaan Jevan akhirnya tersadar akan suatu hal bahwa Olla juga alergi seafood sama dengan Rora.

“Jev.. duh gue lupa Olla alergi seafood, kamu belum makan ini kan La?” Tanya Jerricho.

“Iya belum kok kak.” – Olla.

“Sayang kamu alergi seafood? Terus kenapa ngga bilang tadi? Kan kita bisa pesen yang lain.” – Jevan.

“Hehehe gapapa kak, kan kakak mau makan seafood. Aku bisa makan ikan kok tapi dimeja kita kok ngga ada ikan ya.” ucap Olla dengan tersenyum.

“Jangan gitu Olla, Kamu bilang ya kalo ada sesuatu dari kamu yang aku gak tau. Kalo kamu kenapa-kenapa gimana?” Ucap Jevan dengan khawatir.

“Yaudah aku pesenin ikan ya, sama ini sekalian aku pindahin seafoodnya ke meja mereka, tunggu sebentar.”

“Loh kenapa di kasih ke mereka kak? Kenapa ngga kakak makan?”

“Ngga, kamu gak bisa makan seafood, nanti kalo makanan kamu semeja sama seafood terus bumbunya kena piring kamu terus kemakan, bahaya. Efeknya akan sama aja kaya kamu makan seafood.” Memang benar walaupun tidak memakannya secara langsung, melalui bumbu ataupun wadah yang terkena seafood akan memberikan efek yang sama pada penderita alergi.

“Maaf ya kak?”

“Heeyy kenapa minta maaf cantik?”

“Ya gara-gara aku kakak ngga bisa makan seafood kan.”

“Aku emang pengen makan seafood sih, tapi lebih pengen makan bareng kamu.” Jawab Jevan dengan mengelus puncak kepala Olla, lalu berlalu meninggalkan meja untuk memesan ikan bakar untuk dirinya dan Olla.

“Olla, selain kamu alergi seafood, ada makanan lain yang ngga bisa kamu makan?” Tanya Jevan setelah kembali memesan.

“Hmm.. apa ya, aku ngga biasa makan sayur sih, Gak bisa makan pedes, terus aku juga ngga suka teh anget.” Jawab Olla jujur.

“Duuh ngga boleh kalo itu, harus dibiasain makan sayurnya, kalo gak bisa makan pedes bagus buat lambung kamu hehe, kenapa dengan teh anget?”

“Kalo minum teh anget jadi inget waktu sakit, kan biasanya disuruh minum obat sama teh anget tuh. Jadi inget aja, rasanya ngga enak.”

“Lucu, ada lagi?” Jevan tersenyum.

“Matcha, rasanya aneh kaya rumput.” Jevan tertawa mendengar penuturan Olla.

“Hahahaha kok sama kaya Jerri sih katanya kaya rumput.”

“Oh iya kak Jerri juga gak suka matcha, emang kaya rumput rasanya. Kalo kakak ga suka apa?”

“Kalo aku ga suka jauh-jauh dari kamu.”

“Aku kirain buaya cuma ada di air tawar, eh ternyata ada juga buaya di tepian pantai gini.”

“Hahahaha kok disamain sama buaya sih.” Tawa Jevan begitu keras sampai teman-temannya yang lain menengok dan bertanya-tanya, obrolan asik apa yang sedang dibicarakan oleh Jevan dan Olla.

“Asik bener yang pacaran.” Itu suara Rendra.

“Asik lah, emang lu ngga ngasih kepastian.” Hayden ikut berkomentar.

“Hayden anjing.” – Rendra.

“Hahahaha Lu lebih anjing sih Ren, kalo kata Gue.” Kata Jerricho. Semua hanya tertawa mendengar ucapan Jerricho, aah tidak semua. Rendra sudah dipastikan wajahnya begitu kesal, Rora? entah ekspresi apa yang ada di wajahnya, tidak dapat diartikan. Sedangkan Jevan dan Olla, keduanya tidak memperdulikan teman-temannya, karena mereka berdua memang tidak menyukai keributan.

“Kak serius deh, kakak ngga suka apa?” Tanya Olla kepada Jevan.

“Ngga suka lihat kamu kesusahan, ngga suka kamu deket sama cowok lain, ngga suka kamu selalu bilang kamu merepotkan.”

“Kak…seriusan.”

“Iya ini jawaban paling serius Olla.”

“Hmm… ok ada lagi?”

“Ngga suka rasa strawberry sama susu.”

“Hah? Kenapa dengan strawberry dan susu? Enak tau.”

“Ya ngga suka aja, enakan seledri sama americano 8 shot.”

“Udah gila emang, ngga pait ya kak?”

“Engga, manis kok kalo minumnya sambil lihat kamu.” Jawab Jevan enteng sambil senyum sumringah.

“Capek, beneran capek aku pelihara buaya. Mending pelihara Samoyed.”

“Hahahaha buaya mulu dari tadi, eh tapi beneran La kamu mau pelihara Samoyed?”

“Hmmm.. pengen sih, tapi besar gitu anjingnya mau pelihara yang kecil aja biar bisa digendong.” Ucap Olla dengan wajah yang berbinar membayangkan ia dapat memelihara anjing kecil yang lucu.

“Gimana kalo kita adopt kucing aja La? Nanti kita urus bareng, sekalian belajar kaya ngurus anak kan hahaha, nanti aku yang cari nafkah.”

“Uhukk…” Olla yang tadinya sedang makan tiba-tiba tersedak mendengar ucapan Jevan.

“Eeehh.. pelan-pelan cantik.” Sambil memberikan minuman pada Olla.

“Ehemm.. Kak kalo ngomong tuh pake salam dulu kek, permisi gitu. Apaan banget tiba-tiba ngomongin anak, cari nafkah.”

“Hehehe, kan perumpamaan gitu La. Kita besarin kucing bareng-bareng kan sama kaya ngurus anak sayang.”

“Hmm ya ya ya. Boleh sih ngurusin kucing bareng pasti lucu.”

“Iya lucu kaya mamahnya.”

“Terusin kak terusin, pengen banget aku tendang kakak ke laut.”

“Hahahaha kok kasar sih.”

“YA LAGIAN GOMBAL TERUS.” Jevan makin tertawa lepas melihat Olla yang kesal kepadanya. Lagi-lagi mereka menjadi pusat perhatian teman-teman.

“Kalian bahas apaan sih, asik banget dari tadi.” – Jerricho.

“Kepo lo.” – Jevan.

“Wah berani lo sama gue?” – Jerricho

“Ngga bang, ampun bang.” – Jevan

“Cupu banget lo bang.” – Chalvin

“Asik banget pacaran, gue boleh gabung ngga sih?” – Marcell

“Gue tau hubungan gue sama Olla asik tapi ya gak usah gabung juga Cell.” – Jevan

I mean, join on your table anjir bukan ke hubungan Lo.” – Marcell

“Ya Lo ambigu banget bang.” – Jovial.

“Pusing banget gue dengerin abang-abang ribut.” – Rora

“Gue lebih pusing baca typing lo yang ngga jelas di grup dan bikin emosi sih.” Kata Hailee kepada Rora.

“Udah-udah buruan makan deh, biar cepet balik.” – Chalvin

Akhirnya mereka melanjutkan makan, dan benar semua makanan yang mereka pesan habis tak tersisa, memang mereka rakus. Ditambah lagi seharian ini mereka banyak melakukan kegiatan. Setelah makan Marcell dan Jerricho membayar semua bill-nya. Selanjutnya mereka kembali menuju Villa keluarga Chalvin dan beristirahat untuk melanjutkan liburannya esok hari.

Ketika dirasa puas menikmati hamparan putih pasir pantai, mereka melanjutkan perjalanan ke Pura Uluwatu. Mereka sampai di Pura Uluwatu saat sunset. Nantinya, di halaman Pura ini ada pertunjukan Tari Kecak yang dimulai pada pukul 6 sore. Sambil menunggu pertunjukan Tari Kecak dimulai, mereka mengelilingi Pura Uluwatu dengan berjalan kaki. Chalvin dan Jovial yang antusias memimpin jalan didepan. Marcel dan Jerri menyusul dibelakangnya, sedangkan dua pasang kekasih yang sedang sayang-sayangnya, Jevan dan Olla serta Hayden dan Hailee mengikuti langkah dibelakang Marcell dan Jerri. Rendra masih menggandeng Rora akibat adanya insiden siang tadi, turut serta dibelakang karena Rora masih agak kesusahan berjalan.

Hayden sengaja melambatkan langkahnya, menyejajarkan dirinya dengan Hailee yang memang melangkah dengan tempo lambat. Hailee tengah menikmati sunset dengan pemandangan bangunan Pura di atas tebing pinggir laut. Hamparan laut yang terkena cahaya oranye menambah keindahan pemandangan sore itu. Hingga tiba-tiba Hayden menggenggam tangannya. Hailee sontak menoleh, dan mendapati Hayden tengah tersenyum ke arahnya.

“Diem-diem aja nih bos?”

“Cantik banget tau Kak, sunsetnya.”

“Iya Lee. Kaya kamu.”

“Ih apa sih, Kak, gombal mulu.”

“Mana ada gombal, suer Lee. Sunset nya cantik, kamu lebih cantik,” ucap Hayden sambil menunjukkan tangannya membentuk gesture peace, yang disambut Hailee memalingkan wajahnya. Ia merasakan wajahnya memanas.

“Ih, salting ya?”

“Mana ada anjir,” jawab Hailee masih dengan memalingkan wajahnya.

“Tuh buktinya, kamu nggak mau ngeliat kesini, mukanya merah lagi,” goda Hayden.

“Ish, tau ah, Kak.”

“Liat sini dulu coba.”

Detik selanjutnya, Hailee memalingkan wajahnya ke Hayden. Ternyata benar tebakan Hayden, wajah Hailee merah padam. Walaupun ini bukan kali pertama, Hailee masih saja blushing ketika Hayden menggodanya. Tanpa disadari, Hayden menangkupkan keduanya tangannya ke wajah mungil Hailee. Hailee terkejut, namun jujur, dia nyaman dengan perlakuan Hayden. Tangan Hayden yang dingin, cocok untuk mendinginkan wajahnya yang memanas.

“Lo ngapain berhenti ditengah jalan gini anjing, ngehalangin jalan tau.” Rendra menghela napas, menyaksikan adegan Hayden dan Hailee di depannya.

“Kalo mau pacaran bisa tolong minggir dulu nggak? Mau lewat nih gue,” timpal Rora yang kemudian berjalan melewati Hayden dan Hailee dengan masih digandeng Rendra.

“Sewot banget elah, lewat tinggal lewat anjir. Jalan masih lebar,” sahut Hailee. Akan terasa aneh jika sehari saja dia tidak bertengkar dengan Rora.

“Bener tuh kata cewek gue. Iri bilang bos,” ejek Hayden kepada Rendra yang tidak mendapat jawaban. Setelah Rendra dan Rora berlalu, mereka kompak tertawa. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada menjahili Rendra dan Rora.

Jam di pergelangan tangan Hayden menunjukkan pukul 5:40. Dia meraih tangan Hailee untuk digenggamnya, lalu melangkahkan kaki untuk menyusul teman-temannya yang sudah lebih dulu berjalan di depannya.

Tidak butuh waktu lama hingga mereka semua telah sampai di halaman parkir Pura Uluwatu, tempat dimana pertunjukan Tari Kecak akan digelar. Tak terkecuali Hayden dan Hailee yang datang paling akhir ke tempat tersebut. Kemudian Marcell yang dibantu oleh Jerri, membagikan tiket untuk menonton pertunjukan Tari Kecak. Jovial dan Chalvin yang masih antusias, berlari lebih dulu menuju penjaga di pintu masuk.

Ketika tiket sudah berada ditangan mereka masing-masing, mereka bergegas masuk ke lokasi pertunjukan karena pertunjukan akan dimulai. Hayden tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dia sengaja memilih tempat yang agak jauh dari teman-temannya, tidak lupa dia mengajak Hailee. Tempat duduk yang dipilih Hayden sangat strategis. Dimana pemandangan langit oranye, hamparan laut, dan pertunjukan Tari Kecak terlihat jelas dari tempatnya.

Hailee terlihat menjadi antusias seperti Jovial dan Chalvin saat menonton pertunjukan Tari Kecak tersebut. Lain dengan Hayden yang lebih memilih untuk memandangi Hailee. Hailee yang menyadari hal itu kemudian mengarahkan tangannya untuk menutup mata Hayden.

“Ih, kok ditutupin sih Lee. Masih mau ngeliatin bidadari ini aku.”

“Iya, tau kok kalo aku kaya bidadari. Tapi please deh Kak, ini kita udah jauh-jauh ke Bali, masa masih aja mau liatin aku?”

“Ya kamu sih, Lee. Cantiknya kelewatan, sunset itu aja kalah,” kilah Hayden sambil menunjuk ke arah pemandangan di depannya.

“Sana liat pertunjukannya ih. Marah ya aku kalo kakak masih liatin aku,” balas Hailee sambil menarik tangannya dari wajah Hayden. Namun bukan Hayden namanya jika menurut begitu saja, sekalipun itu Hailee.

“Capek nggak, Lee?”

“Ya kalo ditanya capek apa nggak, jelas aku capek. but i’m happy at all.”

“Agak geser sini coba duduknya.”

“Dih, mau ngapain?”

“Mau senderan nggak? Kalo mau sini. Kalo nggak yaudah gak usah. Disitu aja,” ketus Hayden dengan raut muka yang kesal akibat jawaban Hailee tadi.

“Dih, ngambek nih? Omo omo, gemes banget sih pacar aku kalo ngambek gini.”

“Apaan? Nggak ada ya, gue nggak ngambek asal lo tau.”

“Lah itu, pake lo-gue, mana mukanya ditekuk lagi.”

Lalu tanpa jawaban, Hailee menyandarkan kepalanya ke bahu Hayden.

“Udah ih, ngga usah ngambek gitu. Ini udah senderan akunya.”

Hayden yang mendengarnya kemudian menggenggam tangan Hailee. Jadilah sepanjang sisa pertunjukan Tari Kecak itu mereka tidak memperhatikannya. Sibuk dengan obrolan random yang beberapa kali disusul dengan tawa cekikikan dari mereka yang ditahan. Karena takut mengganggu orang lain yang sedang menonton pertunjukan Tari Kecak tersebut.


Seperti biasa jika Jerricho tidak bisa menjemput Olla, maka Jevan lah yang akan mengantar Olla. Sore ini Jevan ingin mengajak Olla ke groceries, bunda besok ulang tahun. Setelah menunggu 10 menit akhirnya Olla keluar dari lobby dan masuk ke mobil Jevan.

“Sore cantik.” Sapa Jevan dengan sumringah haha.

“Sore.”

“Cuek banget, La mau pergi dulu ngga ?”

“Kemana, Kak?”

“Belanja, besok bunda ulang tahun.”

“Loh iya? Kok Kakak gak bilang sih, Olla belum siapin kado apa-apa.”

“Ini bilang.”

“Hmm.. iya juga. Kok Kakak mau sih disuruh bunda belanja?”

“Ngga disuruh kok, tiap di keluarga Renandra ada yang ultah biasanya kita piknik atau jalan-jalan La. Biasanya bunda yang masak tapi kan sekarang bunda yang ultah, masa bunda juga yang masak.”

“Hahaha iya juga ya. Asik banget Kak piknik.”

“Asik, kamu mau ikut?”

“Ngga ah.. nanti ganggu.”

“Mana ada ganggu, yang ada ayah bunda seneng mantunya ngikut.”

“Kak, apasih?” Olla salting.

“wkwkwk gausah blushing gitu La, gemesh.”

“KAK.. STOP!”

Jevan tertawa, menepi dan menghentikan mobilnya. Olla bingung dengan tingkah Jevan.

“Kak, kok berhenti? Kenapa?”

“Katanya disuruh stop tadi.” Jevan menjawab dengan wajah ganteng tanpa salah.

“Maksud aku… ah udah lah capek.”

“HAHAHAHAHAHAHA… iya iya gausah manyun gitu, tambah imut.” Jevan plis stop. Akhirnya Jevan Kembali melajukan mobilnya, Olla ngambek.


“Dah sampai tuan putri yuk turun.” Olla keluar tanpa memperdulikan Jevan.

“Hahaha jangan manyun terus La, dikira orang-orang kamu ngambek gak dikasih es krim lo.”

“Kak Jevan, udah dong kak ya ampun.”

“Iya udah ga gadoin lagi.”

“GODAIN KAK godain G.O.D.A.I.N dah lah capek, aku pulang aja bye.”

“Hahaha iya iya, udah ngga godain lagi.”

Olla sudah tidak tahu harus berkata apalagi, ia menarik nafas.

“Kak mau masak apa?”

“Apa ya, La? Paling sandwich sama bento kayaknya lucu.”

“ok, yaudah yuk.”

Jevan mendorong troli belanjaan sambil menggandeng tangan Olla agar tidak jauh-jauh darinya. Berasa sepasang suami istri belanja bulanan deh. Saat sedang asik berbelanja tiba-tiba seorang anak kecil menghampiri mereka. Anak itu merangkul kaki Jevan.

“Hai, adek kok sendiri?” Jevan duduk menyejajarkan dirinya dengan anak kecil itu.

“Mama ma ma.. es klim.” (mama es krim) anak itu menjelaskan dengan bibir mayun.

“Adek cari mama ya, mau es krim?” Tanya Jevan sangat halus, di jawab anggukan oleh si kecil.

“Sebentar ya kita cari mama, baru nanti beli es krim. Yuk sekarang kakak gendong kita cari mama.”

Olla tersenyum memperhatikan interaksi Jevan dengan anak kecil itu, Jevan sangat cocok.

“Ini ciapa?” tanya anak kecil itu kepada Jevan sambil menunjuk Olla.

“Calon istri kakak, cantik ngga?” Jawab Jevan membuat Olla melotot.

“Isti? Isti apa, Kak? Cantik.”

“Hai adek, gausah didengerin ya kakak nya.” Olla gemes sambil mencubit pipi si kecil.

Akhirnya mereka mencari ibu dari anak kecil itu, tapi anak itu rewel ketika melihat es krim, dia mau es krim. Tapi Jevan tidak akan membelikan karena biasanya anak kecil akan dilarang makan eskrim oleh mamanya.

“Caca, ya ampun sayang mama cariin kamu dari tadi.” tiba-tiba seorang ibu menghampiri mereka, sepertinya dia mama dari anak ini.

“Ya ampun mas, maaf ya ini Caca anak saya, tadi dia lari-larian tiba-tiba udah ngilang saya cariin dari tadi. Makasih ya, Mas.”

“Oh iya bu, lain kali di jaga ya anaknya. Kasian tadi nyariin terus mau es krim katanya, saya mau beliin takut dimarahin ibu hehe.”

“Maaf ya mas, pasti Caca rewel. Caca bilang makasih sama Mas…”

“Jevan”

“Makasih ya Mas Jevan kita pamit. Ayo Caca bilang makasih sama Mas Jevan.”

“Maacih Mas Jepan, Caca puyang duyu dadaaa” pamit Caca dengan sangat imut.

“Iya Caca, dadaa.” Jawab Jevan dan Olla bersama sambil melambaikan tangan.

Olla hanya tersenyum sedari tadi mendengar kata 'Mas Jepan'

“Kenapa sih senyum mulu dari tadi?” Tanya Jevan.

“Mas Jevan udah belum belanjanya?”

“La??”

“Mas Jevan mau es klim.” bibirnya di maju-majukan seperti anak kecil.

“Laaaa… duh jangan gitu ah.”

“Kenapa sih, Mas?”

“Laaa jangan panggil mas dong.”

“Hahaha kenapa sih, Mas?” Jevan melengos meninggalkan Olla.

“Mas… Mas Jevan, tungguin dong!” Olla mengejar Jevan.

“La ya ampun, ga kuat La.”

“Hahahahaha apaan sih, Mas lebay banget.”

“Mas.. Mas Jevan.. Mas wkwkwk”

Cup. Jevan mencium Olla singkat di pipinya. Olla diam, tubuhnya seketika membeku.

“Itu hadiah buat kamu udah buat aku deg-deg an.”

“Yuk pulang ah.” Olla melangkah dengan cepat, menyembunyikan wajah merahnya yang sudah seperti tomat.

“Hahahaha baru gitu doang udah kabur. Laaa, tungguin Mas Jevannya dong.”

Olla semakin cepat melangkahkan kakinya untuk menjauh dari Jevan.


Keesokan harinya, Hailee, Rora dan Olla bangun lebih dahulu. Semalam Hailee sempat melihat kulkas yang ternyata isinya full. Setelah mengambil beberapa bahan makanan, Hailee menyiapkan sarapan dengan dibantu Olla. Sedangkan Rora bertugas membangunkan anak-anak Neo 7. Tidak butuh waktu lama, sarapan sudah siap tersaji diatas meja makan. Kemudian satu persatu anak-anak Neo 7 duduk di kursi masing-masing. Kecuali Jerri, kebiasaannya dirumah bangun telat ternyata terbawa kesini. Rencana hari ini, mereka akan pergi ke Tanjung Benoa, Garuda Wisnu Kencana Cultural Park, Pura Uluwatu, dan diakhiri makan malam di Jimbaran.

“wih, enak nih kayanya. Hailee ya yang masak?” Marcell bertanya setelah dia mendapatkan piring miliknya.

“ya iyalah, siapa lagi kalo bukan cewek gue.” Sahut Hayden bangga.

“Olla ikutan masak juga tau, ngga aku aja, Kak.” Timpal Hailee.

“nah, dengerin tu. sombong mulu sih lo.” Itu Jevan yang mengejek Hayden.

“udahlah ayo buruan makan abang-abang sekalian, ngga sabar nih gue mau naik banana boat.” Ucap Jovial menghentikan perkelahian yang akan terjadi antara Hayden dan Jevan.

“tau tuh, berantem mulu lo berdua.” Rendra menyahut.

Setelah menyelesaikan sarapannya, Rendra dan Jovial kebagian tugas untuk membereskan meja makan, sedangkan Hayden dan Jerri bertugas untuk mencuci piring. Selama menempati villa ini, Chalvin hanya meminta tolong dua orang yang biasa menjaga villa untuk membersihkan villa ketika mereka pergi. Sisanya, mereka melakukan semuanya sendiri. Mereka pergi setelah Hayden dan Jerri selesai mencuci piring. Mobil yang akan mengantar mereka sudah menunggu di depan villa. Butuh waktu selama 30 menit untuk sampai ke Tanjung Benoa. Mereka melalui tol diatas laut saat akan menuju ke Tanjung Benoa.

Mereka sudah menyiapkan baju ganti, karena di Tanjung Benoa, mereka akan melakukan watersport. ada banyak watersport yang tersedia disana. Sesampainya di Tanjung Benoa, mereka pergi ke Pulau Penyu terlebih dahulu sebelum melakukan watersport. namun Rendra dan Rora tidak turut serta.


Sore itu merupakan jadwal Hayden berlatih futsal. sebulan sekali, UKM futsal mengadakan latihan di lapangan outdoor. Hayden berniat mengajak Hailee. karena belakangan ini dia jarang menemani Jovial futsal. Latihan futsal di lapangan outdoor biasanya dilakukan sore hari hingga petang. Hayden pernah mendengar dari Jovial, Hailee suka menonton bola ditemani matahari sore.

Siang itu setelah kelas terakhirnya selesai, Hayden pergi ke kelas Hailee. Beruntung Hailee belum pergi ke kantin untuk makan siang. Setelah menyapa beberapa teman sekelas Hailee yang dikenalnya, Hayden menghampiri Hailee di tempat duduknya, kemudian duduk didepan kursi yang ditempati oleh Hailee. Hailee yang menyadari adanya seseorang didepannya spontan bertanya, “cepet amat lo baliknya Dim?”

Iya, Hailee mengira itu Dimas, teman sekelompoknya. Karena tadi Dimas pergi ke kantin sebentar ditengah-tengah kerja kelompok mereka. Merasa tidak mendapatkan jawaban, Hailee lantas menengadahkan wajahnya, agak terkejut saat tau yang berada di depannya bukan Dimas, melainkan Hayden.

“Loh, ngapain kesini Kak? Kan bisa chat atau telpon aku aja kalo ada perlu.”

“Santai aja, lagian gue udah ngga ada matkul kok abis ini.”

“Ada apa, Kak? Sampai bela-belain nyamperin aku ke kelas gini.”

“Lo ntar sore kelar kelas jam berapa?”

“Jam setengah tiga, Kak. kenapa?” Jawab Hailee sambil masih sibuk mengerjakan tugasnya.

“Ntar ikut gue futsal ya, mumpung latihan di lapangan outdoor.”

“Yuk, udah lama aku ngga nonton futsal, kangen hehe.”

Hayden tidak menyangka jika Hailee akan langsung menerima ajakannya. Dia pikir, Hailee akan berpikir sebentar sebelum menerima ajakannya atau bahkan mungkin menolaknya, namun nyatanya Hailee langsung menyetujuinya. Agaknya lancar nih rencana gue, batin Hayden.

“Gue tunggu di kantin ya, ntar chat aja kalo lo udah kelar kelas. Gue jemput baru kita ke parkiran bareng.”

Okay kak, see u!”

see u cantik, semangat kelasnya!” Jawab Hayden sambil mengusap pucuk kepala Hailee, kemudian melangkahkan kaki meninggalkan kelas Hailee.


Sesuai kata Hayden tadi, setelah kelas terakhir hari ini selesai, Hailee menghubungi Hayden. Hailee diminta menunggu sebentar di lobby gedung Fakultas Teknik Geodesi oleh Hayden. Tak lama kemudian, Hayden datang dari arah gedung Fakultas Teknik Informatika. Mereka berjalan beriringan menuju tempat dimana mobil Hayden diparkir. Setelah mereka berdua masuk ke mobil, Hayden melajukan mobilnya membelah jalanan padat sore itu.

Tidak butuh waktu lama, mereka sampai di lapangan outdoor dimana UKM futsal akan berlatih. Mereka berdua turun dari mobil, kemudian berjalan menuju tribun. Belum terlalu banyak yang sampai di lapangan tersebut ketika Hayden dan Hailee sampai di tribun. Hayden meninggalkan Hailee untuk berganti baju. Saat Hayden kembali dari ruang ganti, anak-anak UKM ternyata sudah berdatangan. Lalu latihanpun dimulai.

Ternyata benar apa kata Jovial, Hailee sangat menyukai menonton bola dengan pemandangan matahari sore. Hal tersebut diketahui Hayden karena dia sempat mencuri pandang ke arah Hailee. Saat mata mereka bertemu, Hailee mengangkat kedua tangannya, dan mengucapkan semangat Kak Hayden tanpa suara. Hayden mengacungkan kedua jempolnya dan kemudian tersenyum lalu melanjutkan latihannya.

Sejam kemudian, Hayden selesai berlatih futsal. Hailee memberikan sebotol air mineral ketika Hayden menghampirinya. Setengah botol air mineral itu dihabiskan Hayden dalam sekali minum, kemudian dia menuju ruang ganti untuk mandi dan berganti baju. Setelah selesai, Hayden kembali ke tribun dimana Hailee menunggunya. Dilihatnya dari kejauhan, Hailee tersenyum. Sangat cantik, batinnya. Sepertinya keputusan mengajak Hailee menemaninya berlatih sore ini tidak salah.


“Seneng banget ya, Lee?” Tanya Hayden sesampainya disebelah Hailee.

“Iyaa, kak. udah lama banget aku ngga lihat sunset sambil nonton bola gini.”

“Emang kapan terakhir lo liat sunset sekalian nonton bola gini?”

“Lupa hehe, tapi kayanya waktu akhir tahun di SMA deh.” Jawab Hailee dengan ragu. Hayden yang mengetahui perubahan raut wajah Hailee lalu menggenggam tangan Hailee. Hayden telah mengetahui hal itu dari Jovial. Tentang masa lalu yang membuat Hailee memiliki trauma untuk menjalin hubungan dengan orang baru.

“Yang udah biarin aja. Lagian sekarang lo udah disini. Udah ngga sama dia lagi, tapi sama gue. Jangan sedih ya, Lee.”

Sebenarnya Hailee agak kaget ketika menyadari tangan Hayden menggenggam tangannya, juga dengan perkataan Hayden yang menurutnya sangat tiba-tiba. Namun perkataan Hayden ada benarnya juga. Sekarang ia disini, menikmati sunset sambil menonton bola, dengan Hayden. Bukan dengan orang di masa lalunya yang membuatnya takut menjalin hubungan dengan orang baru hingga sekarang.

“Hehe iya, Kak. Makasih yaa.”

“Senyum dulu coba, jelek ah kalo sedih gini.”

Setelah mendengar ucapan Hayden, Hailee mengulas senyumnya.

“Nah, gitu dong. Lo tuh cantik tau kalo senyum, Lee.”

Hailee masih mengembangkan senyum. Membuat Hayden kembali mengucapkan sepatah kata yang kemudian disusul tawanya yang renyah.

“Tapi ya jangan senyum senyum sendiri. Yang ada ntar lo dikira orang gila lagi.”

“Ya ngga gitu juga, Kak ih.” Jawab Hailee sambil memukul lengan Hayden.

“Iya iya, bercanda, Lee. Eh eh, kok manyun lagi deh. Senyum dong.” Rengek Hayden.

“Iya iya, nih senyum.”


“Oiya Lee, sebenernya ada sesuatu yang mau gue omongin. Tapi ini gue cuma mau ngomong doang sih.”

“Ada apa, Kak? Ngomong aja gapapa.” Jawab Hailee sambil masih setia memandangi langit sore. Oiya, genggamannya terlepas sejak Hailee memukul lengan Hayden tadi.

“Gue beneran niatnya cuma mau ngomong aja. Ngga berniat ngebebanin lo. Ngga juga maksa lo buat melakukan hal yang sama ke gue.” Hailee mendengarkan dengan seksama.

I like you. Ehm no, i think i'm fall in love with you, Hailee.”

Sepersekian detik, Hailee membeku setelah mendengar ucapan Hayden. Tidak menyangka jika Hayden akan menyatakan cintanya hari ini ketika matahari akan tenggelam, di tribun lapangan outdoor, setelah Hayden selesai berlatih futsal. Dimana semuanya adalah hal yang Hailee sukai.

Setelah kesadarannya kembali, Hailee sedikit menggeser posisi duduknya menjadi menghadap Hayden. Entah mengapa, namun perasaannya menghangat setelah mendengar ucapan Hayden. Rasa takut dibenaknya yang beberapa hari terakhir ini mengganggunya, lenyap begitu saja seiring senyum yang mengembang di bibirnya.

But wait, are you sure about what you say? It's too early, isn't it? I mean we just got to know each other, Kak.”

I'm sure, 1000% sure. Ya mungkin lo ngerasa ini terlalu cepat. Tapi buat gue ngga. Gue udah tau lo dari maba. Dan kaya yang udah gue bilang di awal tadi, gue ngga berniat membebani lo, ngga memaksa lo buat melakukan apa yang gue lakukan juga. I just want you to know what i feel.” Jawab Hayden panjang lebar.

Mm hm, okay. I see. Makasih ya, Kak. Udah berani confess ke aku, walaupun Kakak sendiri ngga tau jadinya bakal gimana. Makasih udah mau ngambil resiko dengan confess tadi. Aku ngehargain itu. Tapi, aku mau cerita dulu.” Ucap Hailee yang disambut anggukan oleh Hayden.

“Mungkin selama ini kalian, i mean anak-anak Neo 7 maybe sama temenku sejurusan yang beda kelas juga, kenalnya aku tuh orangnya cuek, ngga tertarik sama cowo, temennya cuma Olla, Jov, Chalvin, sama Rora, bahkan bisa dibilang ansos. Emang sih, itu semua bener. Tapi sebenernya ada satu kejadian yang bikin aku kaya gitu. It's my worst feeling ever, i think. And it happened on my last year in Senior High School. Yang bikin aku jadi kaya sekarang ini. Dan sebenernya, itu cuma benteng yang aku buat sendiri. Aku masih takut buat interaksi sama cowok, apalagi kalo itu orang yang baru aku tau. Makanya itu aku keliatan cuek sama orang lain.”

Hayden mendengar penuturan Hailee dengan perhatian penuh.

“Tapi kayanya, semenjak aku kenal sama anak-anak Neo 7, aku jadi sedikit lebih terbuka. Especially with you. Aku ngga mau munafik, kalo dengan adanya kakak di dekatku tiap hari, bikin tembok yang selama ini aku bangun, pelan pelan runtuh. Aku ngerasa nyaman dengan adanya kakak disini. Ya walaupun kadang aku masih suka tiba-tiba nyebelin. But i admit, if i have a little bit feeling for you too, Kak.”

Setelah penuturan panjang yang seperti cerpen itu diakhiri oleh Hailee, Hayden terkejut mendengarkan kalimat terakhir yang diucapkan oleh Hailee. Detik selanjutnya, Hayden membawa Hailee ke pelukannya. Bohong jika Hailee tidak terkejut. Namun dia merasakan nyaman berada di pelukan Hayden. Sekalipun sebenarnya dia merasa aneh karena tidak biasanya dia sejujur ini soal perasaannya. Hailee menikmati berada di pelukan Hayden.

Sore itu akhirnya mereka habiskan dengan menikmati sunset diatas tribun lapangan futsal. Setelah matahari benar-benar tenggelam, baru mereka meninggalkan tribun dan menuju mobil. Berniat untuk pulang karena hari telah gelap.

I'm Yours

Sesuai janji mereka berdua setelah ujian blok, Jevan dan Olla merencanakan untuk pergi refreshing berdua. Mereka pergi ke puncak sesuai permintaan Olla yang ingin melihat hijau-hijuan biar seger katanya. Pagi hari mereka sudah berangkat, biar bisa menghabiskan waktu seharian.

Di sepanjang perjalanan entah sudah berapa kali lagu ‘I like me better – Lauv’ berputar, tidak ada yang ingin mengganti lagu. Entah karena vibes lagu yang cocok atau entah karena liriknya yang sesuai yang dengan mereka sekarang.

“La, langitnya cerah deh”

“Iya kak cantik, views nya juga cantik”

“Iya cantik, tapi tetep kamu lebih cantik”

“Terus kak, bisaan banget”

Jevan dan Olla keduanya tertawa sekarang.

“Udah sampai cantik yuk turun”

Mereka telah sampai di suatu tempat yang sangat indah, sejuk, terdapat air terjun disana dan tempatnya sepi tidak banyak dikujungi orang. Mungkin karena ini bukan hari libur makanya tidak ada orang disana.

“Wow indah, kak Jevan kok tau tempat seindah ini”

“Ayah dulu sering ngajak kesini kalo aku lagi ngambek”

“Ngambek? Kak Jevan suka ngambek apaan ?

“Ngambek minta adek’'

“Seriously?”

“Hahahah ya engga lah, ngambek karena ayah suka sibuk La. Ayah jarang libur makanya aku suka ngambek yaudah deh dibawa jalan-jalan sama ayah ke gunung, ke sungai, pantai atau air terjun gini. Rasanya tenang La, adem aja hawanya”

Olla mengangguk setuju “Baru tau kalo kak Jevan suka ngambek, pasti lucu banget hh”

“Mana ada orang ngambek lucu, kesana yuk La” Jevan menunjuk batu besar di tepi sungai dekat air terjun. Lalu mereka duduk melihat indahnya air berjatuhan, dengan biasan cahaya pelangi di tengahnya.

“Waah enak banget disini kak, ga pernah deh aku jalan-jalan kaya gini”

“Masih banyak tempat yang kaya gini La, nanti kalo ada waktu kita kesana ya”

“Boleh kak, Kak Olla boleh turun main air ngga?”

“Boleh kok La, tapi kamu ngga bawa ganti kan? Jangan deket-deket air terjun nanti basah disini aja”

“Okay boss”

Jevan tersenyum melihat Olla main air, Olla tampak sangat bahagia yang membuat hati Jevan turut bahagia juga.

“Kak ngapain sih disitu sini dong, ada ikan lo kak”

“Oh ya?” Akhirnya Jevan turun menghampiri Olla.

Karena terlalu asik bermain air tanpa sadar jam sudah menunjukkan pukul 4 sore.

“La naik yuk udah sore, kita makan terus ketempat lain mau ngga?”

“Kemana kak?” Jevan tidak menjawab, ia naik terlebih dahulu dari air, lalu membantu Olla agar naik juga.

Mereka memasuki mobil, dan melanjutkan perjalanan, hingga matahari sudah tenggelam dan digantikan oleh rembulan Keduanya turun dari mobil, entah dimana ini Olla tidak tahu, yang ia tahu tempat ini indah. Mereka berada di dataran tinggi, ia dapat melihat lampu-lampu kota yang sangat indah, bahkan bintang-bintang dilangit terlihat begitu terang dan indah berbeda dengan langit Jakarta yang selalu tertutup kabut, udaranya sejuk.

“Waaah bagus banget kak, kakak kalo ngambek juga suka kesini?”

“Hahaha ngga, kalo ini tempat bersejarah La”

“Tempat bersejarah? Kok Olla gatau”

“Iya bersejarah, dulu ayah ngelamar bunda disini”

“Oooh, romantis” Olla mengangguk-angguk

“Mau duduk disana ngga?” Jevan menunjuk sebuah kursi panjang di depannya. Mereka berdua berjalan dan duduk dikursi itu, melihat indahnya view malam ini.

“La”

“Iya kak?”

“Lucu ngga sih kamu dulu kenapa suka remed ya? Padahal kamu pinter tuh”

“Gatau kak, aku ngerasa susah banget. Padahal ya aku sering ngga tidur buat belajar anatomi doang, eh paginya tetep remed. Terus yang nge-remed in kakak terus duh tambah malu”

“Hahaha kenapa malu?”

“Ya malu kak, masa tiap hari senin remed mulu”

“Terus lebih lucu lagi ternyata kamu adeknya Jerricho, kok bisa ya aku gatau kalo kamu adeknya Jerricho”

“Hahaha aku juga gatau kalo kakak temennya kak Jerri, tiap temennya kak Jerri main ngga ada kakak tuh”

“Semenjak kuliah udah jarang ikut nongkrong La, mungkin lebih asik nongkrong depan laptop dengan tumpukan tugas kali ya”

“Oooh iya sih pasti kakak sibuk”

“Kangen di remed sama kakak ngga La?”

“YA NGGA LAH, AMIT-AMIT SAMA REMED”

“Hahahaha, kalo remednya sama aku tetep ngga mau?” Jevan melihat Olla menggesek-gesekkan tangannya sepertinya Olla kedinginan. “La dingin ya?”

“Hmm iya lama-lama dingin ya kak”

“Tunggu ya kakak ambilin jaket di mobil”

Jevan berlalu meninggalkan Olla untuk mengambil jaket, tidak hanya jaket yang ia ambil tapi Jevan juga mengambil sebuah buket bunga mawar yang sangat cantik yang sudah ia siapkan sedari pagi.

Jevan menarik nafasnya kasar, mengumpulkan keberaniannya. Melangkah mendekati Olla, ia memakaikan jaket yang ia bawa ke tubuh Olla dari belakang. Ia tetep dibelakang Olla untuk beberapa saat, Jevan gugup menarik nafasnya berkali-kali dan menyakinkan dirinya. Lalu ia melangkahkan kakinya untuk berada di depan Olla, ia berlutut didepan Olla. Olla bingung.

“La.. jangan pernah ngerasa kamu ngerepotin aku ya, jangan pernah merasa aku terlalu baik, jangan pernah merasa kamu ngga pantas untuk aku ya, aku seneng bisa selalu ada buat kamu, La.. jangan minta aku buat jauhin kamu lagi ya?”

“La.. If you're hurting , please tell me . I don't know what it feels like , but I want to be here for you . I want to understand what you're going through . I'm on your side. I really love you . I never planned on loving you this much . Or liking you this much . But my feelings for you are absolutely insane. Sorry im falling in love with You”

“Paulla Ivander, please be mine?” Jevan memberikan bunga yang sedari tadi ia genggam.

Olla hanya diam, tidak tau harus berkata apa. Olla menarik nafasnya.

“I’m Yours” Olla menerima bunga yang Jevan bawa.

Jevan sudah tidak dapat lagi menyembunyikan senyumnya, ia berdiri melihat wajah Olla yang nampak malu-malu, ia mengecup puncak kepala Olla lalu membawanya ke dalam pelukannya. Udara puncak yang tadinya dingin kini menjadi hangat melebur bersama pelukan mereka.

Love you Olla Love you too kak Jevan