write.as

friends break up, ex moved on, rumors fly through new skies but i'm right where you left me

“dek.”

dengan itu, wonwoo yang panik akhirnya menemukan sang kekasih. ia berlari kecil dan menghampiri rowoon yang duduk di tepi bed. meringis ngilu ketika melihat bencana di wajahnya; hidungnya berdarah, wajahnya lecet di sana-sini.

“ada apa? siapa yang mukul mas?” tagih wonwoo. dengan lembut ia mengusir perawat yang sedang merawat luka dan ganti mengambil alih tugasnya. “biar saya aja, mbak. makasih.”

“tadi aku buru-buru kan,” rowoon mulai bercerita. “parkir sembarangan, nggak liat depan belakang—lalu nabrak mobil orang. karena sepi nggak ada orang, aku inisiatif ngambil kertas, ninggal catatan, nomer hape segala macem dan janji bakal ganti rugi. tapi nggak sekarang karena mas udah telat banget.”

wonwoo mengangguk-angguk sambil menyumbat hidung rowoon dengan kasa berisi cairan anestesi. ia lalu menemukan rowoon yang menatapnya cukup lama. wonwoo mengangkat alis, sadar ceritanya tersendat. “terus?”

rowoon tersenyum ganjil. sulit dipercaya bahwa pemuda yang diam-diam ia puja ini sekarang sudah jadi miliknya. ah, jeon wonwoo. ia kemudian menggeleng.

“selesai kelas, aku balik ke parkiran. kebetulan si pemilik mobil udah dateng, tapi kayaknya dia udah terlanjur marah,” lanjutnya.

“jadi itu sebab muka sama spion kamu berantakan?” tebak wonwoo yang dibalas anggukan. wonwoo cuma bisa geleng-geleng kepala. “parah banget emang? kamu nabrak mobil apa sih?”

“fortuner putih.”

tangan wonwoo yang sudah setengah jalan melepas handschoen membeku. ia buru-buru memasang muka netral dan menyibukkan diri dengan membuang handschoen ke tempat sampah medis.

“orangnya dimana sekarang?” tanya wonwoo, berusaha kalem. ia mengikuti arah pandang rowoon dan menemukan si pelaku. duduk di bed serupa hanya beberapa meter darinya, ada kim mingyu; dengan luka identik tapi jelas kondisinya jauh lebih baik. wonwoo bersyukur rowoon memberikan perlawanan.

mingyu cepat-cepat membuang muka ketika pasangan yang dia awasi sejak awal itu memperhatikannya; tak mau terlihat menyedihkan. kaki panjang berayun-ayun di tepi bed, ia menggerutu dalam hati.

gue juga mau diurusin.

“mahasiswa jaman sekarang pada nekat ya, minta maaf aja nggak,” ujar rowoon keheranan. wonwoo tidak setuju sebab mingyu adalah kasus spesial. ia memperhatikan mingyu di seberang mereka, seolah tidak lecet sedikitpun, tertawa-tawa dan saling menggoda dengan gadis perawat cantik yang ditugasi mengobati lukanya. mata wonwoo menyipit.

“lho, mau kemana, dek?” rowoon kebingungan melihat wonwoo mencuci tangan asal-asalan di wastafel lalu melesat pergi, menyusul mingyu yang baru saja hilang di balik pintu kaca besar IGD.

“tunggu disini.”

beberapa waktu yang lalu, mingyu lah yang berlarian mengejar dan memanggil-manggil namanya. seperti ditukar, sekarang wonwoo yang melakukan itu. bedanya dia tidak akan meminta mingyu untuk tinggal di sisinya.

“mingyu!”

yang dipanggil menoleh dan berputar di tempat. wajah yang kesal dan sedikit memar itu berubah penuh harap ketika menyadari siapa yang memanggil. mingyu berdeham demi menutupi semua itu.

“apa?” ketus ia bertanya.

“kok pergi? lo belum minta maaf.”

mingyu nggak tahu apa yang ia harapkan keluar dari mulut wonwoo tapi yang pasti bukan ini. ia mendengus keras.

“minta maaf? lo tau nggak kondisi mobil gue gimana?” mingyu mendekatkan wajah pada wonwoo yang tak bergeming di tempatnya. “bilangin ke laki lu itu suruh belajar nyetir lagi. percuma mobil mahal tapi nggak bisa parkir.”

“sebaiknya lo minta maaf sebelum lo dilaporin ke polisi dan urusannya jadi panjang,” saran wonwoo, masih belum menyerah.

respon mingyu sungguh di luar dugaan. pemuda itu membungkuk terbahak-bahak memegangi sisi perutnya. tinggal wonwoo yang keheranan, masih berusaha tenang meski darahnya sudah mendidih. mingyu berdiri tegak dan menyeka mata, tampak sudah puas menertawakan dirinya.

“laki lu ngelaporin gue ke polisi? yang ada polisinya yang minta maaf ke gue!” mingyu tertawa mengejek. puas melihat merah pada wajah yang biasanya dingin itu. lawan bicaranya itu kini mendelik, mulutnya mengatup rapat; geram.

mengawasi sekitarnya yang kosong, mingyu menyeringai. ia mendekat lagi; ujung sepatu keduanya nyaris bersentuhan. ekspresinya berubah lembut.

guess what? gue mau minta maaf asal lo minta maaf ke gue,” bisiknya. wonwoo mengerjap, apa pun yang ingin dikatakannya berhasil dipotong oleh mingyu. “gue nganggur nih, kak. main lagi yuk. lo suka main petak umpet kan?”

mingyu—stop—” wonwoo menepis tangan mingyu yang menarik pinggangnya mendekat.

“kasian amat sih cakep cakep pacarnya om-om, eh laki lo masih bisa ngaceng kan?” mingyu melanjutkan provokasi. dadanya membengkak bahagia melihat wonwoo semakin berang; mengumpat dan memblokir tangan nakal mingyu yang kali ini mencoba menjawil dagunya. sakit, memang. “minta maaf dulu sebelum gue jadi jahat beneran.”

“lepasin atau gua tonjok—”

“tonjok aja! nih!” tantang mingyu, menyorong-nyorongkan pipinya yang lecet. wonwoo nggak tahu bagaimana menghadapi mingyu yang meledak-ledak seperti ini maka ia hanya membeku. tapi bayangan gelap itu pergi secepat ia datang, segera digantikan dengan seringai jahil seperti biasa. “kaku amat. gue udah biasa disakitin kok. tenang aja. nih tonjokan laki lo. gak berasa,” cibirnya. “kayak disenggol semut.”

keduanya saling mendelik di tengah koridor rumah sakit yang sepi. dua singa yang siap menerkam satu sama lain.

mingyu memang pernah jadi lelaki paling bahagia dunia. lelaki yang dicari wonwoo di ujung hari yang melelahkan. beda dengan yang lain, menjadi juara dua sudah cukup baginya. juara dua adalah prestasi tertinggi dalam hidup mingyu. sebuah kemenangan semu sebelum ia dibuang secara epik. di penghujung hari, mingyu hanyalah pecundang yang dilupakan. namanya bahkan tak layak disebut keras-keras. dia adalah si august yang disebut-sebut di lagu taylor swift, atau sephia yang melegenda itu.

tapi dibenci lebih baik daripada dilupakan. dibenci artinya hidup dalam pikiran seseorang. dikenang sebagai bedebah mungkin cara terbaik daripada dilupakan seolah tidak pernah ada.

mingyu memberi satu pandangan menilai terakhir pada wonwoo kemudian maju menghentak lantai. wonwoo berjengit mundur; kaget. puas menggertak, mingyu mengedip nakal dan meninggalkan wonwoo, sengaja menabrak bahu lebar itu saat berlalu. separoh jalan, wonwoo mendengar namanya dipanggil.

“nih buat lo sama laki lo,” mingyu berseru sambil mengacungkan dua jari tengah. “satu satu biar adil.” ia berbalik, memberi lambaian terakhir dan berjalan meninggalkan layar dengan penuh gaya.