write.as

Keinginan Peri Cantik

Setelah mendapat pesan dari Peri Cantik nya, Meghantara Prakasa meninggalkan rumah sakit dan bergegas menuju lokasi yang telah Tiara kirimkan kepadanya.

Tara adalah orang yang tidak suka melihat orang disekitarnya menangis. Walaupun dirinya sering melakukan hal itu dikala larutnya malam, tetapi melihat orang kesayangannya meneteskan air mata jauh lebih sakit.

Dengan motor kesayangannya, ia meninggal kan Hari yang sedang berurusan dengan perutnya dan administrasi rumah sakit. Tara membelah dinginnya malam dengan keadaan tangan yang sebenarnya lemas akibat suntikan alat kemo.

Kecepatan motor Tara sangat diatas Rata Rata karena ia takut, wanita kesayangannya setelah mamahnya tersebut mengalami sesuatu yang tidak diinginkan olehnya. Cukup dia yang menderita, jangan Tiara.

Cukup 20 menit ia mengendari motor kesayangannya itu menuju Halte tempat Tiara menunggunya. Disana ia sudah mendapati Tiara yang sedang menangis.

“Hey hey, Lo kenapa” Tara turun dari motornya dan menghampiri Tiara.

“Ka!” Tiara berdiri dan memeluk tubuh Tara. Isak tangisnya makin menjadi. Ia tidak tau kenapa rasa sakit yang diberi Reno malam ini sangatlah menusuk hatinya.

“Lo Gpp kan? Siapa yang buat Lo begini?” Tanya Tara sambil mengusap rambut kecoklatan Tiara

“R-reno...” Tiara menjawab dengan tangisan

“Anjing juga tuh bocah. Gatau diuntung. Mana sekarang anaknya?” Tara kesal dengan jawaban yang diterimanya.

“Ka please....”

“Ya gabisa lah. Gila juga tuh orang.”

“Yaudah Lo tenang dulu, kita pergi dari sini. Ke tempat biasa gue nenangin diri.” Tara mengajak Tiara menuju kearah motor nya yang diparkir didepan Halte.

Iya, mereka menuju ke jembatan tempat dimana Tiara dan Tara kunjungi malam itu. Mungkin benar, tempat itu akan dibutuhkan Tiara cepat atau lambat. Contohnya seperti saat ini. Ditambah dipinggir jembatan tersebut, Tiara dapat melihat city lights serta gedung gedung tinggi kota.

Tiara hanya menangis sepanjang perjalanan dan gadis ini kembali memeluk tubuh Tara. Sebenarnya pinggang lelaki ini sangat lah sakit. Efek samping dari kemo keduanya baru saja ia rasakan. Tapi Tara menahan demi ketenangan hati Tiara.


“Punten kang, biasa ya. Duduk disana tuh” Tara baru saja memesan susu hangat dan mineral seperti biasanya.

Tara menghampiri Tiara yang sudah duduk dengan kondisi tangan di dengkulnya dan memandangi gedung tinggi.

“Udah tenang? Coba cerita ke gue ada apa.” Tanya Tara kepada Tiara

“R-reno, setelah 10 hari kita coba jalanin layaknya pacaran, dia minta gue berhenti ngejar dia.” Jawab Tiara dengan tangan yang mengusap air matanya

“Tapi dia ada alasannya nyuruh Lo berhenti?”

“Dia cuma nyari sosok perempuan di hubungan sebelumnya di diri gue ka. Gue disuruh ini lah, itu lah, tapi ternyata ya dia pengen gue jadi sosok cewek itu. Gue gabisa kalau harus kaya gitu.”

“Ra.”

“I-iya Ka.”

“Lo jangan nyakitin diri Lo sendiri dengan mencintai orang yang sebenarnya ga mencintai Lo. Lo cinta sama dia tapi dia nganggep Lo bukan siapa siapa dan Lo masih tetap mengharapkan dia walau dia mengharapkan orang lain.” Tara mengeluarkan kata kata yang menampar Tiara malam itu. Yang ka Tara ucapkan ada benarnya. Mencintai Reno yang tidak mencintai dirinya kembali adalah hal yang menyakiti diri sendiri.

“Satu lagi, manusia itu gampang berubah. Jadi jangan pernah naro ekspetasi apapun ke manusia. Itu yang gue terapin selama ini di diri gue dan menjadi salah satu alasan gue gamau berhubungan saat ini. Karena gue trauma dengan keluarga gue yang tadinya tenang menjadi hancur se hancur hancurnya.”

Tiara masih enggan menjawab kalimat yang terucap dari bibir Tara. Ia masih terpukul. Sangat terpukul.

Tak lama, pesanan milik Tara diantarkan oleh penjual minuman keliling yang sering ia hampiri ketika berkunjung kesini.

“Nih minum dulu ya, biar Lo tenang.”

“Makasih ka.”

“Ka, apa betul?”

“Betul apa Ra?”

“Betul kalau Lo ada rasa ke gue?” Tanya Tiara dengan suara kecilnya itu kepada Tara.

Tak terpikirkan oleh Tara bahwa Tiara akan menanyakan hal ini. Tetapi Tara tau, semesta dia sedang diuji. Banyak ketakutan yang menghampirinya. Termasuk tidak bisa membuat Tiara bahagia atau tersenyum kembali.

Ditambah, Tara harus belajar menerima keadaan semestanya tanpa harus membenci keadaan.

“Ra, semua cinta yang udah pernah lo berikan ke seseorang yang salah, cinta yang Lo berikan itu, akan menemukan jalannya kembali Lo ra. Dan iya, jalan nya mungkin sama gue.” Suara hati tara

“Ehm, kalau iya? Lo mau? Lo mau sama gue? Kan gue om om kata Lo?” Tara mengucapkan kalimat bercandanya dan seketika muncul tawa kecil di raut wajah Tiara.

“Ka.”

“Iya?”

“Gue mau ka. Gue mau Lo jadi sumber kebahagiaan gue mulai saat ini. Gue gapeduli perbedaan Umur kita. Gue mau.” Tiara menjawab dengan tatapan yang penuh keyakinan kepada Tara. Tiara percaya, Tara akan menjadi pertama dan terakhir dihidupnya.

Tara hanya terdiam. Ternyata benar. Ia berhasil menjadi payung untuk banyak orang. Mamahnya, Sahabatnya, dan sekarang Tiara. Tetapi ia sendiri tidak tahu harus berteduh dimana.

Pria ini lalu tersenyum dan menganggukan kepalanya Sebagai tanda bahwa malam ini, di jembatan ini, telah terjadi sebuah pernyataan hati dari kedua insan yang membutuhkan satu sama lain. Tara yang membutuhkan senyuman dari Tiara dan Tiara yang membutuhkan kebahagiaan dari Tara.


Tara dan Tiara menghabiskan malam mereka dengan segelas susu putih dan air mineral. Malam ini rasanya seperti Obat untuk penyakit Tara. Walaupun tidak semua obat dapat menyembuhkannya.

Jika waktu Tara tidak lama lagi di semesta ini, setidaknya ia berakhir dengan kenangan yang membekas di hati orang tercintanya. Maka dari itu, ia ingin memanfaatkan waktu yang ada untuk menghabiskan sisa umurnya di semesta ini.

“Ra”

“Ehm...”

“Lo punya keinginan apa selain jadi Peri?”

“Ih apa sih!? Kok peri !?”

“Ya dulu kan Lo mau jadi Peri pas ulang tahun tapi gajadi karena ada banjir di Deket komplek rumah.”

Inilah asal mula panggilan Peri Cantik yang diberikan Tara diam diam kepada Tiara.

“Ih Lo masih Inget aja deh.”

“Kan kata Lo sendiri, Kalau ingatan tentang orang yang disayang emang akan melekat bukan Ra? Mau itu sedih atau senang?” Tara mengembalikan kata kata yang Tiara berikan malam itu ditempat yang sama.

“Oh iya bener. Dasar secret admirer”

“Ehm keinginan kaya gimana ka?” Tanya Tiara yang memandangi wajah Tara

“Keinginan Lo kedepannya. Kalau gitu, kita taro 2 dalam 2 tahun kedepan deh, Lo mau ngapain gitu? Dari sekolah atau kuliah?”

Kenapa pertanyaan ini terlintas, karena Tara ingin berada di dekat Tiara saat keinginan itu terwujudkan. Walau mungkin waktunya tidak lama ia di dunia ini.

“Yang paling terdekat ya, gue mau lulus dengan nilai terbaik.”

“Gue bantu.” Jawab Tara dengan sigap

“IH BELUM SELESAI”

“Oh maaf maaf hehehehe'

“Iya gue tau Lo bakal bantu nilai gue. Abis itu, gue pengen banget ke PROM NIGHT pakai baju peri! Kaya Tinkerbell! Tapi ga mirip banget sih.”

“Kalau gitu, gue jadi Peterpan nya”

“Hahahaha iya deh...”

“Ra, Lo tau kata kata dari Tinkerbell ke Pan?”

“Apa ka?”

“You can be my Tinkerbell and I can be your Peter Pan then when we can fly away together off to Neverland.”

“Ah lagu ya??”

“Hahaha iya. Tapi, kalau salah satu dari kita ke Neverland duluan dan ga balik lagi gimana?” Tanya Tara yang sebenarnya sudah memberikan sinyal kepada Tiara tentang waktu dia di dunia.

“Ehm tergantung alasannya. Kalau salah satu dari kita pergi dengan alasan yang masuk akal, pasti ada rasa sedih sih. Tapi ya kan Neverland disini bisa kita anggap sebagai surga kan ka?” Jawab Tiara

“Iyap betul.”

“Gatau deh ka. Lagian pertanyaan Lo aneh banget deh.”

“Bukan aneh Tiara. Tapi gue pengen kasih tau Lo yang sebenarnya” suara hati Tara

“Iya deh maaf aneh. Terus apalagi?”

“Apalagi ya. Paling masuk ke Universitas terbaik sih dan lulus dengan nilai terbaik juga. Kalau ka Tara sendiri ada keinginan?”

“Ada. Terdekat, gue mau ada Lo di sisi gue terus. Mamah bangga dengan hasil kerja keras gue selama ini. Dan gue pengen salah satu tempat di Paris kalau waktunya pas.” Jawab Tara

“Tempat apa tuh ka? Gue boleh ikut?”

“Rahasia. Nanti kalau udh waktunya gue kasih tau. Dan lo boleh ikut dong.”

“Yes, Paris I'm coming....”

“Hahahaha dasar. Yang terakhir sih paling....”

“Apa ka?”

“Gue mau menua bareng sama Lo dan sahabat sahabat gue. Gue pengen ngeliat anak gue nanti lari kesana kesini dengan senyuman diwajahnya.” Tara tersenyum dengan manis

“Ka!”

“Kenapa Lo gamau?”

“Bukan! Idung Lo mimisan!”

“Shit” Tara menyadari ini adalah salah satu efek samping lainnya dari kemo nya. Ia berusaha mengangkat kepalanya guna memberhentikan pendarahan di hidungnya tersebut. Tiara pun membantu membersihkan sisa darah di atas bibirnya Tara.

Setelah pendarahan dihidung pria tersebut berhenti, tiara dengan rasa cemasnya mengajak Tara untuk segera pulang dan beristirahat.

“Ka pulang aja yuk?”

“Ada syaratnya”

“Apa?”

“Lo harus tersenyum terus. Gaboleh nangis kaya gini lagi.”

“Iya janji.”

“Bagus. Yaudah yuk pulang”

Kedua insan ini meninggalkan tempat tersebut dan mengarah kembali ke perumahan tempat Tiara tinggal.

Tara sangat senang karena malam ini, ia berhasil menyatakan perasaannya kepada gadis yang ia sukai sedari dulu. Ia berharap, tuhan adil kali ini. Ia ingin waktu lebih bersama Tiara sampai semua keinginan Tiara tercapai. Keinginannya tercapai.