Sorak Sorai. (Awal Jatuh)

“Kak Karin itu, seperti Sorai.” Ucap Wilga sembari tersenyum kepada Karin, kini keduanya berada di angkringan. Sementara Wilga tengah memangku gitar pemberian dari mendiang Neneknya.

Sorai?” Tanya Karin bingung, gadis itu menatap lekat netra legam milik Wilga.

“Iya Sorai, lagu kepunyaan dari Nadin Amizah.” Wilga mangangguk dan menjawab pertanyaan Karin, di usap penuh sayang gitarnya itu.

“Aku tau Nadin Amizah tapi belum pernah dengar lagu-lagunya. Memangnya kenapa, Wil?” Lanjut Karin, Wilga nampak berpikir untuk menjawab pertanyaan gadis yang lebih tua darinya itu.

Karena bingung menjawab pertanyaan Karin, akhirnya Wilga memilih menawarkan agar Karin mendengar lagunya secara langsung sebagai jawaban.

“Ingin dengar lagunya, kak?” Ucap Wilga sambil menunggu Karin menjawab.

Karin mengangguk antusias sampai-sampai kedua sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman yang selalu membuat hati Wilga menghangat. “Heem, tapi pengen kamu yang nyanyi untuk aku.”

“Tentu, saya yang akan menyanyikan Sorai kepunyaan Nadin Amizah untuk kak Karin.”

Kini Wilga memposisikan tubuhnya berada di hadapan gadis cantik yang sudah mengambil hatinya ini sejak beberapa bulan lalu, perlahan petikan gitar itu terdengar asing di telinga Karin diiringi suara lembut dari Wilga.

Langit dan laut saling membantu Mencipta awan hujan pun turun Ketika dunia saling membantu Lihat cinta mana yang tak jadi satu

Alunan petikan suara gitar dan suara lembut Wilga seperti melodi indah yang masuk ke indera pendengaran Karin, terdengar syahdu. Senyuman manis tak luntur dari bibir gadis itu.

Karin mengerti di bait lirik pertama ada metafora di dalam kata laut dan langit, yang maknanya dua kesatuan berbeda seperti sebuah hubungan dalam romansa antara kaum Adam dan Hawa yang diharuskan untuk saling membantu satu sama lain. Diibaratkan seperti kesatuan alam yang saling membantu seperti halnya laut dan awan yang membantu menciptakan hujan, alam tampak solid seperti tengah membuat skenarionya. Berbeda dengan manusia yang bervariatif memiliki berbagai sifat yang tak pernah sejalan apalagi saling membantu, bahkan untuk sekadar mengemukakan pendapat saja tak semua sama. Mereka memiliki kebenaran masing-masing, jika itu terlepas dari hubungan antar kekasih. Karin hanya menangkap itu dari bait pertama.

Kau memang manusia sedikit kata Bolehkah aku yang berbicara Kau memang manusia tak kasat rasa Biar aku yang mengemban cinta

Wilga kembali menyanyikan bagian dari reff yang dua kali diulang di dalam lagu Sorai, bagian ini seperti menceritakan tentang kekurangan diri orang lain yang berusaha dilengkapi oleh dirinya sendiri, agar menjadi kesatuan yang utuh dalam sebuah hubungan. Seperti halnya jika pasangan kita tidak banyak bicara atau terkesan memiliki perasaan yang sedikit, harus di pancing dengan obrolan dan rasa sayang lebih. Disetiap hubungan harus ada salah satu yang mengalah, jika hubungan itu ingin berjalan dengan baik.

Karin terdiam setelah mendengar bait dari lirik selanjutnya yang di nyanyikan oleh lelaki dihadapannya ini, ia mengerti sekarang kenapa Wilga menyebut dirinya seperti Sorai, lagu kepunyaan Nadin Amizah. Ia sadar selama ini memang ia tak banyak bicara dan terkesan kaku untuk mengembangkan obrolan bersama Wilga. Berbeda dengan Wilga yang selalu banyak bicara, Karin lebih banyak diam menanggapi dan lelaki yang tengah menyanyikan setiap liriknya dengan indah ini yang selalu membuat suasana hangat dengan pancingan obrolannya. Wilga seperti kebalikan dirinya.

Awan dan alam saling bersentuh

Senyum Karin tak lepas dari paras juwitanya setelah mendengar lanjutan lirik yang kembali Wilga nyanyikan perasaannya mulai menghangat. Dan tiba-tiba muncul sebuah pertanyaan di dalam benak Wilga, memang benar jika melihat senyum hangat dari Karin membuatnya berpikir. ‘Hati mana yang tak akan jatuh?’ tentu hati Wilga sudah jatuh lebih dulu hanya karna senyum indah milik Karin. Dan ketika melihat itu terasa begitu syahdu dan candu bagi Wilga, rasanya itu senyum paling indah yang pernah ada di alam semesta.

Kau memang manusia sedikit kata Bolehkah aku yang berbicara Kau memang manusia tak kasat rasa Biar aku yang mengemban cinta

Nyanyian Wilga kembali di bagian reff yang sebelumnya ia nyanyikan, bagaimana rasanya jatuh cinta? Itu yang ada dipikiran Karin saat ini. Orang-orang banyak bilang bahwa Karin tak kasat rasa, mungkin ada benarnya. Karena selama ini Karin selalu dibuat kebingungan dengan perasaannya sendiri, ia tak pernah bebas mengekspresikan setiap perasaannya yang ia rasakan. Bagaimana rasanya mengemban cinta? Karin ingin merasakan itu.

Kau dan aku saling membantu Membasuh hati yang pernah pilu Mungkin akhirnya tak jadi satu Namun bersorai pernah bertemu

Dan kini sampai pada bait terakhir yang Wilga nyanyikan, lelaki itu fokus pada petikan gitarnya. Dan Wilga tahu makna pada bait terakhir Sorai seperti menceritakan kepasrahan seseorang setelah mati-matian merawat hubungannya yang berujung dengan perpisahan. Dan perpisahan itu beragam konteksnya, untuk sekarang Wilga tak siap dengan adanya perpisahan apalagi jika berpisah dengan gadis dihadapannya. Meski ia sadar ada yang tak bisa dijangkau dari Karin, mungkin karena pahatan Tuhan ini terlalu sempurna untuk di gapai. Tapi ia bertekad untuk mencoba perihal epilog akhir nya bagaimana ia akan serahkan kepada Tuhan dan semesta.

“Di setiap liriknya jadi sebuah alunan yang indah ya, Wil? Banyak makna yang tersirat dari Sorai. Tapi aku gak suka lirik terakhir karna maknanya, itu berhubungan sama perpisahan. Aku gak suka itu.” Tutur Karin setelah Wilga menyelesaikan bait terakhir dari lagu Sorai kepunyaan Nadin Amizah.

“Ya memang benar, kak. Di dalam hubungan itu cuman ada dua epilog, akhir bahagia dan akhir tak bahagia yang berujung dengan perpisahan. Tapi walaupun gak berakhir bahagia, seperti kata Nadin ‘bersorai pernah bertemu’ kan? Seenggaknya pernah merasa bahagia, meski berujung juga.” Wilga tersenyum setelah menjawab penuturan dari gadis kelahiran dua ribu ini lalu menyimpan gitarnya.

“Saya suka semua lagu Nadin Amizah, di setiap lagu dan liriknya banyak makna. Semua lagu Nadin indah untuk didengar, kak. Tapi jangan terlalu terbawa suasana, ya? Anggap aja itu sebuah lagu biasa yang memang hanya untuk didengar, jangan terlalu terpaku dengan maknanya.” Lanjut Wilga, kedua netranya seperti tak pernah bosan menatap pahatan Tuhan paling indah yang ada pada Karin.

“Ada yang lebih indah dari senja, bintang-bintang dan lagu Sorai, kak.”

“Apa itu, Wil?” Tanya Karin, alisnya terangkat menunggu jawaban Wilga.

“Kak Karin, pahatan Tuhan yang paling sempurna lebih dari kata indah. Katherine Gladyna, namanya. Indah bahkan kata indah dan semua kata dalam makna dan artian baik di alam semesta ini gak cukup definisiin indahnya kak Karin.”

Karin hanya menanggapi dengan senyuman, ada perasaan aneh yang kini ia rasakan. Seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutnya, perasaan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Jatuh cinta? Karin terlalu bingung untuk menjawab semua pertanyaan yang berada dibenaknya, lagipula Karin tidak pernah berpikir akan jatuh cinta. Ia tidak mau ujungnya akan jatuh karena cinta, itu terlalu rumit pikirnya.