Sorak Sorai. (Akhir epilog tentang bahagia.)

Wilga tersenyum menatap gadis yang berdiri di altar dengan gaun mewah yang membuat pahatan indahnya tampak lebih sempurna, paras juwitanya memancarkan raut bahagia lalu guratan senyumnya masih sama. Itu selalu indah, senyum paling indah setelah delapan tahun berlalu melihat gadis itu tersenyum kembali ada perasaan lega yang menghangat.

Katanya itu akhir bahagia kamu yang paling serius ya, Rin? Sama halnya dengan aku, ternyata benar katanya akhir bahagia itu Karin dan Wilga.

Karin turun dari altar berjalan anggun kearah Wilga yang menampilkan senyuman paling sempurna untuk Nona Batavia-nya yang sekarang menemukan bahagianya, Karin sudah berdiri di hadapan Wilga tangannya terulur mengusap bahu tegap milik Wilga. Ia membenarkan dasinya yang sedikit miring itu, Karin terpesona dengan aura kuat dan lebih dewasa dari Wilga sekarang, lelaki ini sudah banyak berubah. Karin senang mengetahui banyak perubahan dari Wilga, hatinya menghangat.

“Udah siap?” Tanya Karin dengan lembut.

Wilga menganggukan kepala pelan sebagai jawaban, “Aku siap, Rin. Selalu, untuk kamu aku selalu siap Karin.”

Hati Karin kembali menghangat setelah mendengar jawaban lantang dari lelaki dihadapannya, jawaban teguh dan penuh keyakinan yang tersirat di setiap katanya.

“Wilga, terima kasih karna kamu jadi manusia yang lebih baik sekarang. Seperti katamu dulu, Wil. Dan ini ucapan terima kasih paling serius untuk manusia hebat seperti kamu. Terima kasih sudah bertahan.” 

Kedua sudut bibir Wilga tertarik membentuk senyuman simpul, ditatap wajah gadis di depannya dengan netra hitam legam miliknya yang selalu membuat Karin tenang.

“Selamat menempuh kehidupan yang sebenarnya, Rin. Kehidupan kamu baru akan dimulai. Kehidupan kita, sama-sama baru akan dimulai.” Tutur Wilga lembut.

Anggukan kecil serta senyuman bahagia yang terpancar dari paras juwita Karin yang menjadi ucapan terima kasih paling serius untuk Wilga.

“Bahu kamu udah jauh lebih kokoh, Wil. Itu artinya kamu juga udah siap jadi tulang punggung keluarga, ya?” Tangan Karin menepuk pelan bahu kokoh lelaki tampan di depannya.

“Akhirnya menemukan seseorang dengan pijaran dan keyakinan yang sama ya, Rin? Tuhan itu punya banyak kejutan, ini akhir bahagiamu Rin. Selamat, berbahagialah.”

Seakan tidak peduli dengan sekitarnya, mereka berdua sama-sama larut dalam obrolan dan mengabaikan sekitar. Serta banyak orang yang menatap heran Karin yang mendatangi Wilga, itu menjadi tanda tanya di benak mereka.

“Terima kasih, Wilga. Karena kamu nepatin janji untuk datang ke hari bahagia aku. Aku seneng.”

Perasaan senang Karin tak bisa didefinisikan, ia senang mengetahui bahwa lelaki ini kembali datang dihadapannya. Setelah hampir delapan tahun tak bertemu, rasanya seperti mimpi di siang hari.

“Apapun yang buat kamu bahagia, aku juga bahagia. Katanya akhir bahagia itu Wilga dan Karin kan? Benar ini akhir bahagia kita, Karin dan Wilga. Ternyata benar Rin, kamu bahagia dan aku pun begitu. Kita menemukan bahagia kita masing-masing.”

Wilga memejamkan matanya perlahan mengumpulkan keberanian barang sekedar menyentuh tangan gadis di hadapannya ini, sebelah tangannya terulur di hadapan Karin.

“Nona Batavia, mari saya antarkan ke altar. Temui pelabuhan terakhirmu, terima kasih pernah bersedia menumpangi perahu kecil bersama menyebrangi lautan penuh pilu. Sekarang temui Nahkoda barumu.”

Karin mengangguk pelan dan senyumannya sedari tadi tak luntur dari pahatan cantik yang disebut sempurna itu, “Mari.”

Tangan lembut Karin yang terbungkus dengan sarung tangan mewah bertabur manik-manik indah di setiap jahitannya itu meraih tangan lelaki yang pernah memberinya uluran tangan tanpa pamrih, lelaki yang membuat benteng gelapnya runtuh begitu saja.

Keduanya berjalan menuju altar, Wilga tersenyum ke arah ayah dari gadis di sampingnya terlihat gurat keriput yang menandakan bahwa lelaki itu sudah tidak muda lagi. Ayah Karin membalas senyuman Wilga, rasanya baru kemarin ia bermain catur di gazebo belakang rumah Karin dengan lelaki itu. Sekarang rambutnya benar-benar sudah memutih dengan alami bukan karena cat rambut lagi, Wilga terkekeh dalam hati karna momen bersama ayah Karin kembali ia ingat.

Ternyata waktu berjalan sangat cepat, ya.

Lalu netra legam Wilga menatap sosok gagah yang akan menjadi pendamping hidup Karin dan menjadi akhir epilog dari cerita ini, akhir cerita tentang bahagia. Karin sudah menemukan bahagianya, dan Wilga pun.

Memang benar akhir bahagia itu Karin dan Wilga, bukan Wilga dan Karin. Jika apapun yang bisa membuat gadis itu bahagia, Wilga akan lebih bahagia.

Wilga tersenyum, senyum paling serius ikhlas nya. Ikhlas dari segala rasa ikhlas yang pernah ada perihal merelakan. Akhirnya, perjalanan Wilga tentang cerita bahagia benar-benar berakhir, tidak akan ada epilog lagi setelahnya. 

Kamu indah, Rin. Bukti pahatan Tuhan paling serius indahnya. Seperti kata Nadin Amizah, namun bersorai pernah bertemu. Setidaknya kita pernah bersorai bersama, meski tak berujung dengan temu. Kita seperti Sorai yang tak berujung bahagia.