write.as

EXTRA X

Marcel benar-benar menepati janjinya pada Atra untuk tidak menghampiri laki-laki itu, sesekali sih ia sempat ke-gep curi-curi pandang, seperti tadi — saat matanya tidak berhenti memperhatikan Atra melahap makan malamnya, ia hanya ingin memastikan si mungil benar-benar mengisi perut. Untuk sejam, dua jam pertama masih oke, tapi semakin lama jadi risau juga.

Maka dari itu, saat Theodore mengatakan ingin berdiskusi dengan Atra, Claire, dan Maria untuk membahas anggaran, dengan cepat Marcel mengajukan diri untuk ikut, walaupun tidak ada hubungan dengan kerjaannya sebagai Divisi Perlengkapan, alasannya sama, ia ingin melihat Atra-nya.

“Lah kok elu ikut, Cel?” suara Harvi memecah keheningan, ia datang bersama Atra; yang juga tampak sedikit terkejut melihat eksistensi Marcel.

“Nemenin Theo, lu ngapain ikut?” alibi Marcel tentu saja disadari Harvi.

“Gua nemenin Atra.” Harvi menunjuk laki-laki disampingnya, yang masih enggan menatap Marcel.

“Eh tunggu Maria dulu, datanya ada di dia, sebentar ya.” Claire tampak berkutik dengan laptop di hadapannya, tidak terlalu menyadari aura yang dibawa oleh sepasang kekasih yang sedang tidak baik-baik saja, berbeda dengan Theodore dan Harvi yang merasakan betapa dingin dan mencekamnya suasana di ruangan — terlebih dari Atra.

“Sorry sorry, lama ya.” Maria datang, tidak sendiri, “Temen gue ikut ya, tenang dia gak ganggu kok. Btw ini Jessica.”

“Hai, kalian diskusi aja, gue duduk disini gak akan ganggu.” Jessica mengambil posisi tepat di samping Marcel yang memang kosong; Theodore dan Harvi saling berpandangan sementara Atra enggan buka suara.

“Ayo mulai, jadi gimana, Mar?” Atra mulai sibuk mendistraksi dirinya.

“Masih ada banyak, ini rinciannya, sebenernya diluar ekspektasi juga sisanya sebanyak ini.”

“Ini banyak bener coi.”

“Iya, donasi terbanyak dari nyokap temen lo tuh, si Christian the real crazy rich.” Harvi dan Claire tertawa bangga saat mendengar pujian Maria tentang sahabatnya.

Diskusi awal yang cukup serius perlahan mulai mencair, lebih ringan dan santai, terkadang topik yang dibahas bukan hanya anggaran melainkan seputar film, games, dan dosen killer, pokoknya random — mungkin karena capek jadi bahasannya ngalor-ngidul.

“Lo capek banget ya, Tra?” Atra yang sejak tadi hanya diam dibuat sedikit terkejut — ini pertama kalinya Maria membuka obrolan dua arah padanya di luar konteks Festival.

“Hah, enggak, biasa aja.”

“Bohong lu. Capek anjing, temen gua rapat mulu seminggu ini udah kaya robot.” bela Harvi diangguki oleh Claire.

“Nih, semua karena ketua lu, apa-apa Atra, ini Atra, itu Atra, untung temen gua gak tipes.” Harvi menunjuk Theodore yang hanya terkekeh.

“Cel, nanti anter aku pulang ya.” samar tapi bisa Atra dengar bagaimana Jessica berbisik ke arah Marcel — mungkin bukan cuma Atra yang mendengar, tapi semua orang di ruangan juga.

Atra menyisir rambutnya dengan jemari, menghembuskan napas cukup berat, ia tahu Marcel risih, karena dirinya pun sama.

“Nanti balik bareng gua aja, Jess.” Theodore mengajukan diri, tapi di tolak.

“Gak ah, gue sama Marcel aja.” pada titik ini — emosi Atra sudah terpancing

“Gapapa kan, Cel? Kalo sama kamu?”

“Gak, gua ada urusan lain disini, lu bareng Theo aja, Jess.”

Harvi melirik Atra yang hanya diam, bukan — kali ini Maria dan Claire juga menjatuhkan pandang ke arah Atra.

“Urusannya di back up sama tim kamu aja dulu,” jemari lentik itu melingkar dengan cepat pada lengan Marcel begitu manja — Atra muak, ia tidak suka miliknya disentuh.

“Theo, gapapa ya Marcel nganter gue dulu? Lo kan ketuanyaa.” duh — Theodore juga sudah kesal tapi gimana ya, bibirnya seakan tertahan untuk berkata tidak karena ia juga kenal secara personal dengan Jessica.

Harvi yang sudah ingin angkat bicara, siap mengeluarkan kata-kata pedasnnya untuk Jessica seketika tertahan saat Claire secara diam-diam memegang tangannya kemudian melirik ke arah Atra, seakan memberi kode; ‘biarin temen lo yang nyelesain, dia udah nahan banget tuh.’

“Jess, gua pesenin grab aja ya, gua gak mau ninggalin kerjaan gua.” Marcel keukeh sambil berusaha melepas pegangan Jessica — Jessica tidak mau kalah.

“Cel, Theo aja ngizinin kok.” padahal Theo belum meng-iya-kan

“Gua gak ngizinin.” habis sudah kesabaran Atra.

“Loh kok,”

“Gua gak ngizinin Marcel pergi, buat nganter lu balik.”

“Lo siapa?”

Pertanyaan itu lagi.

“Gua, Wakil-nya Theo.”

Jessica berdiri, ia berdecak. “Theo aja ngizinin Marcel nganter gue, kok jadi lo yang sewot ya keliatannya.”

“Lo siapanya Marcel sih, cuma Wakil Pelaksana.”

Atra berdiri, tidak mau kalah. Spontan membuat yang lain ikut menyamakan tinggi — takut perang jadi harus siap memisahkan, berbeda dengan Harvi yang sejak tadi ingin menjambak Jessica, siap perang.

Duh ngentot. — Atra terkekeh, berusaha menekan emosinya, “Harusnya gua yang nanya, lu siapanya Marcel?”

Persetan dengan kehadiran Maria dan Claire, dua orang bisa Atra urus nanti.

“Gue gebetannya Marcel? Come on, semua orang tau kali gue sama Marcel sedeket apa.”

“Dulu.” ralat Atra.

“Sekarang juga.”

You look pathetic.

“Lu pinter, cantik, tapi gak punya malu ya meluk cowo yang udah punya pacar sembarangan di depan banyak orang.”

“Maksud lo? Marcel single, gue bukan cewe murahan yang main peluk cowo orang.”

“Then, ask.”

“Cel, temen lo kenapa sih gak jelas. Gue gak suka.”

Boyfriend,” Marcel tidak bisa menahan senyumnya — sudah lama ia menunggu ini, “You just talked with my boyfriend, Jess.

Jessica terdiam — tidak bisa berkutik saat menyadari apa yang terjadi, Marcel tidak lagi sendiri, dan dia baru saja bersikap perisis seperti perempuan murahan di depan orang yang memiliki kekasih.

“Gua Atra, pacarnya Marcel,” tangan Atra terulur di depan Jessica, — “Jadi, lu mau pulang sendiri apa masih mau dianter cowo gua?”