cw// harsh words, blood, fighting
“Uda mau nyampe tuh,” Jeno melihat chat Shuhua ke grup. Sepertinya Shuhua dan Mark memancing Marcus dengan topik mobil drift, dan Jeno sudah meminjam satu garasi kecil dekat arena dari Chenle.
Ketiga temannya mengangguk dan duduk di beberapa kursi yang sudah ditata melingkar. Tidak lama, terdengar suara mobil Pajero milik Shuhua parkir, disusul dengan gelak tawa dari Marcus.
“Gue juga mau lah kalian ajarin drift yang keren, belum pernah tandem gue soalnya. Trus...” ocehan Marcus terpotong ketika mereka memasuki garasi dan melihat Winter menatapnya.
Marcus langsung membalikkan badan, namun terlambat. Mark sudah mengunci pintu garasi.
“Bangsat kalian, jebak gue ya?” Marcus menunjuk wajah Shuhua dan Mark, keduanya hanya mengendikkan bahu tidak peduli.
“Gausa tunjuk-tunjuk temen gue gitu,” Jeno tersenyum miring sambil berjalan mendekati Marcus. Dia berjalan mundur, menghindari tatapan Jeno yang tajam, ditambah dengan senyumannya, menambah ketakutan di dalam hati Marcus.
“Lo duduk aja diem, gausah kabur,” Mark mendorong punggung Marcus ke arah Jaemin dan Ryujin yang sudah berdiri di tengah ruangan. Ryujin menarik kursi dan diletakkan di tengah.
Sedangkan Winter masih melihat dari kejauhan, sama sekali tidak beranjak dari posisi duduknya.
Marcus awalnya menolak, namun cengkeraman dari Mark di kerah kaos polonya cukup kuat, membuatnya menurut untuk duduk di kursi plastik yang terlihat rapuh itu.
“Kita cuma butuh lo jawab aja pertanyaan dari kita,” kata Jaemin
“Ga sudi gue jawab pertanyaan dari orang miskin yang mainnya sama anak konglomerat,” sahut Marcus
plakk
Begitu cepat, Jeno menampar pipi kiri Marcus sampai dia terjengkang ke arah Ryujin yang masih berdiri tegak.
“Gue bisa nginjek kepala lo sekarang,” kata Ryujin pelan, “Tapi gue ga sudi mengotori kaki gue dengan darah orang sok kaya yang bacot doang bisanya.”
Marcus menggeram. Belum sempat dia membalas, Shuhua sudah menarik kerahnya dan memaksanya berdiri.
“Duduk,” perintah Shuhua lagi setelah melihat Marcus terbatuk karena cengkeramannya begitu kuat.
“Tanya aja, Win,” Jeno mempersilakan temannya untuk menyampaikan pertanyaan
“Ryujin aja,” Winter menoleh pada temannya yang berdiri di dekat Marcus, “Ntar kalo dia ngeremehin Ryujin atau Jaemin lagi, gue jamin dia ga bakal bisa liat matahari besok.”
Marcus bergidik mendengar ancaman dari Winter. Walaupun Winter mengucapkan dengan nada yang datar, Marcus teringat akan kejadian sebelumnya ketika hidungnya bengkok dan 2 giginya terlepas. Hantaman Winter tidak pernah main-main, dan Marcus harusnya paham bahwa posisi dia terjepit.
“K..kalian paham kan kalo gue bisa bawa ini ke polisi?” ancam Marcus terbata, yang justru mendapat tawaan mengejek dari Jeno dan Shuhua.
“Laporin aja,” Jeno mencengkeram bahu kanan Marcus sampai anak itu meringis kesakitan, “Ntar malah lo yang masuk penjara, tolol.”
“Udah Jen,” kata Winter, “Biar Ryujin nanya.”
Jeno melepaskan cengkeramannya dan membiarkan Ryujin mengambil alih situasi.
“Gue tanya dan lo tinggal bales aja.”
Marcus mengangguk
“Ada apa antara lo dan Reinhart?”
“Dia adek kelas gue,” jawaban Marcus membuat Jeno memegang dagu Marcus
“Gue nih paling tolol diantara kita berenam dan gue juga tau itu. Lo jawab ga jelas lagi, tu 4 gigi depan gue pastiin hilang.”
“I...iya...” Marcus kembali tergagap melihat ancaman kepadanya.
“Jadi?” Ryujin menaikkan satu alisnya.
Marcus menelan ludahnya cepat, matanya melirik ke arah Winter yang masih duduk dengan wajah datarnya. Posisi kelima orang itu mengerubunginya, dengan posisi Winter yang duduk tak jauh darinya, praktis tidak ada celah bagi Marcus untuk kabur.
“Gue.. gue taruhan sama Reinhart,” cicit Marcus
“Trus?” Ryujin kembali bertanya, “Apa taruhannya?”
“Mobil gue yang satunya.”
“Taruhannya soal apa?”
Marcus terdiam lagi, melirik ke Winter yang mulai berdiri dan mendekatinya. Bahkan ketika Winter berdiri tepat di depannya, Marcus hanya bisa melihat sepatu milik Winter.
“Soal apa?” suara Ryujin kembali terdengar.
“Soal... siapa yang bisa... bisa macarin dan.... dan nyentuh Karina.”
Semua di dalam ruangan terkesiap, tidak menyangka ada Karina di dalam obrolan ini. Mereka pikir ada masalah dengan Winter atau mungkin Jeno. Justru Karina hanya dianggap sebagai collateral damage karena pacar Winter dan dekat dengan gengnya.
Belum sempat yang lain merespons, Winter sudah mengangkat kakinya dan menyapa dagu Marcus dengan lututnya. Jelas lelaki itu terlempar ke belakang sambil mengaduh kesakitan karena lidahnya tergigit. Winter melompat ke depan untuk memberikan pukulan lagi. Untung saja Jeno dan Jaemin dengan sigap memegangi kedua tangan Winter sebelum gadis itu mengamuk.
“Lepasin gue! Gue mau bunuh si bangsat ini!” Winter meronta, membuat Jeno dan Jaemin harus memeganginya dengan erat.
“Winter, calm down. Winter...” Ryujin melompat ke hadapan Winter dan memegang kedua pipinya, memaksa Winter melihat mata Ryujin.
“Tarik nafas... Keluarin.... Inhale... Exhale...” Ryujin kembali memberikan instruksi
Winter tidak lagi terlihat marah, namun Jeno dan Jaemin tetap memegangi lengannya.
“Berdiri lo bangsat,” Shuhua menarik tangan Marcus dengan kasar, “Lo pikir Karina cewek apaan?”
“Dia duta kampus... paling cantik seangkatan dia dan pinter. Reinhart naksir dia namun kita tahu dia punya pacar. Gue cuma nantangin, tapi gue gatau kenapa Reinhart semangat banget,” Marcus berusaha menjelaskan sambil menahan sakit
“Ya jelas, mobil lo porsche,” Mark mendesis, “Tolol, mana ada cewek yang seharga mobil kaya gitu. Lo sama Reinhart sama aja, goblok.”
“Pergi lo dari hadapan gue,” kata Winter, “Pergi atau gue bunuh lo sekarang.”
Marcus berjalan tertatih-tatih ke arah pintu. Sebelum dia membuka pintu, Marcus menoleh ke arah Winter.
“Winter... Gue bener-bener minta maaf. Gue tahu ini keterlaluan dan mungkin gue ga bakal lo maafin, tapi gue bener-bener minta maaf.”