wqwqwq12

“Ga bilang banget sih kalo gue bakalan motret pacar gue sendiri??” Winter menyilangkan tangannya di depan dada dan mendengus kesal kepada Jessica

“Lo ga nanya-nanya terusannya,” Jessica mengendikkan bahu sambil mengecek persiapan pemotreran sore ini

“Ya tapi kan.”

“Banyak protes ya bocil,” Jessica menyentil hidung Winter gemas, “Kenapa si? Lo gapernah dapet job foto pacar lo sendiri?”

“Kagak, gue suka nolak sih. Salting anjir.”

“Cih, lemah,” Jessica menggelengkan kepalanya. Winter baru akan membalas ketika suara ketukan di pintu mengalihkan perhatian mereka.

“Lagi sibuk?” kepala Taeyeon muncul dari sela-sela pintu

“Sayang, sini masuk,” pinta Jessica membuat Winter memutar bola matanya malas. Namun dirinya langsung tersenyum karena melihat Karina muncul dari belakang Taeyeon.

“Loh, bareng Karina kamu?” tanya Jessica ketika Taeyeon memeluk pinggangnya dari samping.

“Iya tadi ketemu di depan ruangan, kayaknya Karina nyariin kamu juga,” jawab Taeyeon, “Sempet kenalan juga tadi.”

“Sekalian nih kenalan sa fotografernya,” Jessica terkekeh sambil menunjuk Winter

“Winter,” Winter mengenalkan namanya

“Oh kamu namanya Winter,” Taeyeon tersenyum, “Aku Taeyeon. Jessica sering cerita soal kamu.”

“Pasti dijelek-jelekin,” Winter memutar bola matanya malas

“Nope, you are doing great by yourself,” sela Jessica sambil tertawa

Karina menggenggam tangan Winter dan mengelus punggung tangannya, agar tidak membalas Jessica dan kembali bertengkar.

“Tuh, turutin pacar kamu,” Jessica terkekeh melihat interaksi pasangan muda di depannya.

“Maaf ya, Bu Jessica. Memang gini anaknya,” kata Karina lembut.

“Santai aja Karina, kamu bisa panggil aku pake Kak. Jangan kaya Winter yang dari awal gapernah mau.”

“You practically raised in US and now you are concerning about this,” Winter kembali memutar bola matanya malas. Sekarang gantian Taeyeon yang terkekeh.

“Sudah, sudah. Kayaknya kalian perlu kembali kerja sebelum saling mencekek satu sama lain,” kata Taeyeon sambil mendorong Jessica untuk keluar dari ruangan, “Kayaknya bisa kita jadwalkan untuk bertemu berempat.”

“Good idea, Kak Taeyeon,” Karina tersenyum sambil menepuk pinggang Winter, mengisyaratkan kekasihnya untuk berhenti bertengkar tanpa suara dengan Jessica.

“It would be great. Untuk membongkar kelakuan bocil ini,” Jessica menjetikkan jarinya

“Also, it would be great to tell Kak Taeyeon kalo istrinya ini super bawel,” balas Winter, membuat Karina dan Taeyeon hanya bisa mengangguk pasrah karena interaksi keduanya.

Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi Karina untuk mencapai apartemen Winter; jalanan sedang cukup lengang sore ini, membuat Karina bisa memacu mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi.

Sesuai dengan pesan Ryujin juga sebelumnya, kekasihnya itu sedang sakit. Maka Karina langsung masuk ke dalam apartemen menggunakan passcode, tanggal lahir ulang tahunnya. Karina bergegas masuk ke dalam kamar utama dan melihat kekasihnya itu sesekali terbatuk dan bergerak di balik selimutnya yang tebal.

“Sayang…” Karina memanggil Winter pelan, karena sang kekasih tidak menyadari kehadirannya barusan. Gadis dengan rambut pendek itu menoleh ke belakang, melihat Karina naik ke kasur dengan wajah yang cukup khawatir

“Hai, aku…uhuk…uhuk!” Winter terbantuk sebelum bisa menyelesaikan kalimatnya

“Uda gapapa, kamu diem aja,” Karina mendorong pelan tubuh Winter yang tadinya berusaha bangun untuk menyambut kekasihnya. Karina menata posisi bantal agar Winter bisa kembali tidur dengan posisi yang nyaman

“Uda makan?” Karina membetulkan posisi selimut Winter

“Tadi sarapan udah,” jawab Winter pelan

“Aku siapin makan ya? Ini uda jam 4 sore.”

“Iya, kamu mau masak?”

“Tadi aku mampir beli cream soup sama garlic bread sih. Atau kamu mau dimasakin?”

“Gapapa itu aja, nanti makan lagi,” kata Winter sambil menghela nafas panjang sebelum terbatuk lagi.

“Yauda aku siapin sebentar, tunggu ya,” Karina menepuk pelan perut Winter sebelum mengecup puncak kepalanya; sentuhan kecil yang membuat hati Winter menghangat

****

Karina menemani kekasihnya sampai tertidur lagi. Setidaknya Winter mau menghabiskan makanannya dan meminum obat.

“Uda jam berapa?” Winter berbisik, sepertinya dia sudah terbangun. Walaupun demikian, dirinya lebih memilih mempererat pelukannya daripada bangun dari kasur

“Sudah jam 7 malam, Sayang. Kamu uda lapar lagi?” Karina mengelus rambut Winter

“Iya. Kayaknya uda agak enakan. Soalnya dari kemarin enggak nafsu makan sama sekali.”

“Baguslah,” Karina mengecup kepala Winter lagi, “Aku masak ya? Apa beli?” “Gapapa kamu masak aja, aku kangen masakan kamu.”

Karina tersenyum mendengar jawaban manja dari Winter, sepertinya memang sudah lama mereka tidak menghabiskan waktu bermanja-manja seperti ini.

“Aku ikut ke dapur,” rajuk Winter ketika Karina melepaskan pelukannya untuk turun dari kasur

“Uda enggak pusing memangnya?”

“Uda mendingan,” kata Winter sambil ikut turun dari kasur dan mengikuti kekasihnya ke dapur. Sambil menunggu masakan, Karina menyeduhkan honey lemon tea untuk Winter

“Ini, minum dulu. Bikin tenggorokan mendingan.”

“Iya,” Winter menuruti dan membiarkan Karina memasak dengan leluasa di dapurnya. Pemandangan yang sangat dia rindukan mengingat dia dan Karina cukup sibuk belakangan ini dan bertengkar.

Ah, Winter sampai lupa mengenai pertengkaran mereka yang terakhir.

“Karina…” panggil Winter setelah Karina dan dirinya menyelesaikan makan malam mereka. Mereka berdua masih duduk di ruang makan sambil menikmati cokelat hangat untuk Karina, dan satu gelas lemon tea hangat dengan madu untuk Winter

“Iya?”

“Maaf,” Winter memainkan jari-jarinya di pegangan gelas, merasa bingung sendiri dengan kata-kata yang ingin dia kaakan, “Soal tawaran itu, kalau menurut kamu aku terlalu egois, aku bisa menolaknya. Aku minta maaf, harusnya aku mempertimbangkan pendapamu sebelum memutuskan sesuatu.”

“Winter…” Karina memanggil nama kekasihnya lembut, “Aku juga minta maaf. Tidak seharusnya aku marah karena itu.”

“Kamu berhak marah.”

“Kalau menurut kamu, apa ini bukan kesempatan yang besar?”

“Aku bisa aja menolaknya sekarang, tapi aku ga yakin kalo aku putus sama kamu, bakalan ketemu orang yang sesempurna kamu.”

Karina terkekeh, “Winter, kamu bisa tetap mengambil kesempatan itu dan tetap menjadi pacarku kan?”

“Tapi…”

“Kenapa? Kamu ga kuat LDR?”

“Ga gitu!” Winter menggeleng cepat, “Tapi… serius?”

“Kamu mau aku berubah pikiran?”

“Enggak enggak!” Winter menggeleng lagi sebelum memandang lurus ke arah Karina, “Makasih ya.”

“Anytime. Harusnya memang kita bicarakan ini dulu, bukan saling menuduh satu sama yang lain.”

“Kan kamu yang nuduh aku.”

“Oh jadi aku nih yang salah?” Karina mengangkat alisnya, “Yauda, aku pulang nih.”

“Eh jangan dong, aku mau bobo dikelonin,” wajah Winter memelas

“Kalo aku gamau?”

“Aku sakit loh, uhuk uhuk,” Winter pura-pura batuk

“Ye, candaannya.”

“Uda ditempel tuh kata anak-anak. Heboh lagi,” Winter menunjukkan handphonenya kepada Karina. Mereka berdua sedang menikmati suasana sepi di taman belakang sekolah, melihat koleksi tanaman milik kepala sekolah yang dirawat penuh telaten. Kadanv Winter bingung, kepseknya yang terlihat sangat tegas itu ternyata cukup lembut dalam merawat tanaman. Dibuktikan dengan Winter yang pernah mendapat hukuman untuk membantu Bu Jihyo, wanita itu sangat telaten mengusap satu-persatu daunnya.

“Heboh kenapa, Sayang?” Karina melingkarkan lengannya ke milik Winter, menggenggam tangannya dan menyandarkan kepalanya ke bahu lebar milik gadisnya itu.

“Gatau ini mah si Ryujin gabisa santai.”

“Mau diliat sekarang?”

“Yauda yuk,” Winter meraih tangan Karina sebelum membantunya berdiri, “Tapi beneran ya kalo aku ranking 100 kamu ga malu?”

“Enggak lah, Sayang,” Karina terbahak, “Whatever it takes, I will always love you.”

*****

“Sinting, gila lu gilaa!!!” Jeno menunjuk Winter yang sedang berjalan ke arah lorong dekat locker room

“Apaan sih anjing tunjuk-tunjuk,” Winter mengibaskan tangan Jeno yang menunjuknya

“Winter, language,” kata Karina

“Sorry, abis ini nih resek bener.”

“Lo harus liat lah sekarang beneran ini gue ga boong!” Jeno menunjuk lagi ke arah papan pengumuman, membuat Karina menarik Winter untuk bersama-sama melihatnya.

“Wih, ini dia juara umum kita,” Lia bertepuk tangan dan diikuti Giselle serta Ning, membuat yang lain menyingkir dari depan papan pengumuman.

“Kamu nomer 1, gila,” Winter menggelengkan kepalanya, kekasihnya ini agak ajaib memang. Disaat kekacauan banyak terjadi, Karina masih tetap bisa belajar dan mendapatkan peringkat yang cukup tinggi.

“Win,” Karina menepuk lengan Winter, “Kamu peringkat 73, Win!”

“Apa iya?” Winter melihat ke arah yang dintunjuk Karina dan ikutan ternganga, kenaikan peringkat yang luar biasa. Sedangkan Jeno, Mark dan Shuhua berada di peringkat 85, 84, 83. Ada peningkatan, namun Winter yang terbaik di antara mereka.

“Woy,” Winter membusungkan dadanya, “Menang gue.”

“Iya iya anjir, bangkrut gue gara-gara lo doang!” Mark memutar bola matanya malas, mereka berlima sudah menunggu Winter melihat nilainya.

“Kumpulin ke gue dulu sini,” Shuhua menggerakkan tangannya seperti menagih, “Kalah telak lo guys.”

“Iya iya, transfer nih,” Jeno meraih hapenya dan memencet rekening Shuhua sebelum memasukkan nominalnya, “Bangsat emang si Winter.”

“Emang ada apa, Sayang?” Karina bertanya melihat kelima teman Winter yang memiliki ekspresi berbeda-beda.

“Gapapa, Sayang. Biasa anak-anak,” Winter mengibaskan tangannya malas, “Mana nih hadiahnya?”

“Masih rame gini, Winter,” Karina berbisik

“Ya gamau tahu, maunya sekarang.”

Karina hanya menghela nafas dan mendekatkan wajahnya ke arah Winter, namun tanpa diduga kekasihnya itu menariknya di pinggang dan memberikan ciuman yang dalam kepadanya, di tengah kerumunan siswa.

“Nafsu bener dah gabisa ditahan lagi apa,” Ryujin hanya bisa menggelengkan kepalanya heran.

Karina menyandarkan manja kepalanya di dada Winter, berhati-hati agar tidak membuat bahu Winter yang masih dalam masa penyembuhan tidak banyak bergerak. Dia membiarkan Winter mengelus rambutnya pelan, sesekali memegang tengkuk Karina dan mengelusnya lembut.

“Suaraku bagus ya?” tanya Winter memecah keheningan

“Iya, saking bagusnya banyak adek kelas teriak-teriak tuh,” sungut Karina. Setelah acara selesai dan Karina menuntaskan eval acara, dirinya menarik Winter untuk pulang. Awalnya Karina hanya ingin melihat Winter menyanyikan lagu untuknya, namun hasrat ingin mencium dan memeluk mengalahkan semuanya.

“Banyakan fans kamu kok.”

“Mau bandingin apa?” Karina terkekeh pelan

“Enggak deh, males kalo liat ada fans kamu yang gila kaya Domi lagi,” Winter mengangkat tubuhnya sedikit dan membenamkan hidung mancungnya ke rambut Karina, “Ga boleh pokoknya.”

“Iya iya,” Karina beranjak dari posisi awal, duduk di hadapan kekasihnya yang sedikit terkejut karena masih asyik menciumi rambut Karina itu.

“Sayang....” Karina mendekatkan wajahnya ke telinga Winter, membuat gadis itu meneguk salivanya dengan cepat. Beruntung bagi Winter, entah mengapa dia tidak suka jika Karina mendominasinya, ketukan di pintu membuat Karina menghentikan aktivitasnya yang terakhir, mengelus pipi Winter.

“Ada Karina ya?” terdengar suara khas dari Taeyeon

“Iya Tante,” Karina menjawab dengan ceria, mengabaikan Winter yang masih terpaku

“Mamahnya Winter ngajakin makan malam di luar, Karina ikut sekalian ya?”

“Siap, Tante,” Karina mengacungkan jempol

“Oke deh, setengah jam lagi kali ya berangkat. Sekalian nungguin Jessica,” Taeyeon tersenyum simpul sambil melihat ke arah anaknya yang masih duduk di kasur, “Sana terusin yang ketunda tadi.”

“Eh, enggak apa kok Tante,” Karina hanya tersipu malu ketika Taeyeon menutup pintu kamar anaknya. Belum sempat Karina berbicara dengan Winter, kekasihnya itu sudah melompat dari kasur dan mendorong tubuhnya ke arah tembok.

“Win?”

“Kamu sih, bikin aku pengen,” kata Winter pelan sebelum menutup mulut Karina dengan bibirnya.

“Win...” Karina sedikit mendesah karena punggungnya yang bertubrukan dengan dinding, ditambah sensasi bibir dari Winter, membuatnya hampir kehilangan akal sehat

“Hm?”

“I love you,” kata Karina di tengah ciuman mereka

“I love you even more, Karina.”

Makan malam berjalan seperti biasa, seperti biasa ketika Taeyeon, Jessica dan Winter makan bersama. Namun kali ini, Winter terlihat lebih senang karena ada Karina bersamanya.

“Biasanya adek tuh kalo makan bareng gini ya, sukanya diem aja mainan hp, Rina,” kata Jessica ketika mereka sedang menikmati dessert.

“Biasanya ngechat saya juga, Tante,” jawab Karina singkat sambil tersenyum

“Emang ya dasar,” Taeyeon menggelengkan kepalanya, “Ohya, adek katanya nyanyiin sesuatu buat Karina di acara pagi ini ya? Widihh.”

“Apa iya? Uda berani kamu, dek,” Jessica ikut terkekeh pelan, “Nyanyiin apa?”

“Lagunya Umma yang ngelamar Mamah dulu,” jawab Winter, “Adek tanya Umma minggu lalu.”

“Langsung banyak fansnya loh, Tante,” sahut Karina sambil tertawa, “Mana kayaknya para penonton ini pada ngeliatin saya, Tante, gara-gara pembukaan mau nyanyi Winter pake ngomong kalo ini lagu pernah dinyanyiin Tante Taeyeon waktu melamar Tante Jessica.”

“Gapapa toh biar tahu semua kalo aku pacarnya Karina,” Winter menatap Karina dengan penuh semangat, “Abisnya, masih ada yang godain.”

“Ya pacar kamu cantik, Dek,” kata Taeyeon cepat

“Oh, Karina cantik nih, Taeyeon?” Jessica menggoda istrinya yang membuat Karina tertawa pelan

“Iyaa kamu paling cantik kok, Istrikuuu,” Taeyeon menjulurkan lidahnya, balik menggoda Jessica.

“Karina sama Lia lo ngefans sama Mamah sama Umma,” Winter memutar bola matanya malas, membuat Karina memukul bahunya pelan

“Lah, ngefans kenapa?” Taeyeon bertanya-tanya

“Katanya couple goals.”

“Kaya anak muda aja ya,” Jessica terbahak, “Ada-ada aja kamu, Karina.”

“Soalnya beneran sweet, Tante. Ngefans lah kami pokoknya,” Karina hanya bisa nyengir karena malu

“Goals banget lah kita iniii, apalagi kalo kalian tahu cerita saya menaklukan hati Ibu Jessica Jung ini, duh susah banget,”

“Apasih, Sayang. Kamu tu yang dulu playgirl,” Jessica menyenggol pinggang istrinya

“Pacarnya banyak?” tanya Karina

“Mantannya tuh bejibun,” Winter ikut ngomporin

“Adek,” Taeyeon melirik tajam ke arah anak bungsunya itu

“Ceritain ga nih?” Jessica tertawa lagi, membuat Taeyeon pasrah saja dan mempersilakan istrinya menceritakan masa mudanya. Malam itu, Karina merasa senang sekali bisa mengenal lebih dekat kedua orang tua kekasihnya. Sebuah langkah maju yang sangat baik untuk hubungannya dengan Winter.

Karina melihat sekelilingnya. Pacarnya tadi hanya mengatakan jika Mark butuh bantuan lalu menghilang. Ya tadi Winter menonton Karina perform sih, tapi Karina ingin pacarnya itu menemaninya menonton penampilan-penampilan lain.

“Nyariin pacar elo masihan?” Giselle menyenggol pinggang Karina yang duduk di rerumputan lapangan. Seperti biasa, classmeeting ini akan diadakan di lapangan upacara dengan panggung mini di tengah.

“Iya, ngilang dia.”

“Ga mungkin berantem, ancaman DO ntar dia,” Giselle terkekeh, “Shift elo dah beres?”

“Uda, emang dibagi dua sih. Ini PICnya Haechan sekarang, gue bebas. Makanya pengen liat sama Winter, malah hilang bocah itu,” Karina mendengus kesal dan mengalihkan perhatian ke arah panggung, dimana Jeno dan Lia, yang entah kenapa pagi ini tiba-tiba diseret Yeri untuk jadi MC. Anak OSIS yang biasanya jadi MC kebetulan sakit dan Yeri memutar otak, melihat Jeno seliweran dan Lia yang selesai memasang dekor, membuat Yeri menemukan ide.

“Diliat cocok juga berdua tuh,” kata Giselle

“Iya juga,” Karina terkekeh, “Tapi Jeno katanya gamau lagi naksir anak pinter.”

“Tau sendiri Jeno kadang bacot doang, bisa jadi iya beneran suka,” sahut Ryujin yang datang bersama dengan Jaemin, Shuhua dan Ning, tanpa Winter.

“Ning, lo keren banget nyanyi sama Pak Onew tadi,” puji Giselle ketika temannya itu barusan duduk

“Yoi, pacar gue,” Ryujin nyengir

“Uda jadian?” Giselle mengangkat alisnya heran

“Baruuu aja,” Jaemin terbahak diikuti oleh Shuhua, “Maksa lagi.”

“Keburu kabur soalnya,” tukas Ryujin yang mendapat sodokan pelan dari kekasihnya.

Karina baru saja akan menanyakan mengenai Winter ketika celotehan Jeno di panggung membuatnya menoleh. Celotehan itu cukup riang, ternyata ada Winter dan Mark di panggung, bersama dengan satu senior.

“Widi, emang temen gue satu ini bisa aja. Tiba-tiba tampil,” goda Jeno

“Mungkin ada udang di balik bakwan ya ini saudari Winter,” Lia ikut menggoda Winter yang hanya mendengus.

“Yauda, daripada gue dibanting ini ya, gue serahin aja panggung ke Winter and the gang. Silakan dimulai sendiri ya,” Jeno tertawa sebelum meninggalkan panggung, diikuti oleh Lia.

“Halo,” Winter berdehem dan matanya mengitari penonton. Ketika matanya bertemu dengan Karina, dia tersenyum simpul.

“Thanks buat club music yang uda kasi gue slot buat nyanyi siang ini,” lanjut Winter, membiarkan Mark dan Dooyoung menyesuaikan alat musik mereka masing-masing, “Gue mau bawain dua lagu. Dan lagu itu semua khusus buat pacar gue.”

Penonton bersorak ramai, walaupun Winter menyampaikannya dengan muka datar khasnya, tidak membuat Karina kemudian tidak tersipu malu. Mukanya sudah memerah karena beberapa orang menoleh dan berbisik mengenai dirinya.

“Anjir emang sekali preman tetep preman,” Shuhua terkekeh melihat cara Winter membuka penampilannya.

Dentingan gitar memulai penampilan Winter bersama dengan Mark dan Dooyoung. Melodi yang cukup familiar, membuat beberapa diantara penonton memperhatikan panggung dengan semangat.

Do you remember When we were young you were always with your friends Wanted to grab your hand and run away from them I knew that it was time to tell you how I feel So I made a move, I took your hand My heart was beating loud like I've never felt before You were smiling at me like you wanted more I think you're the one I've never seen before

Winter melihat lurus ke arah Karina sebelum meneruskan nyanyiannya

I want you to know I love you the most I'll always be there right by your side 'Cause baby, you're always in my mind Just give me your forever (give me your forever) I want you to know That you'll be the one And I'll be the girl who'll be on her knees To say I love you And I need you And say I'd die for you (just give me your forever)

Karina memperhatikan Winter mengubah lirik dari guy menjadi girl, memperlihatkan bahwa itu lagu memang dia tunjukkan pada Karina.

Paduan suara halus Winter dengan backsound suara Dooyoung membuat para penonton menikmatinya dengan syahdu. Beberapa berdesis iri karena mereka tahu lagu itu ditujukan kepada Karina.

“Thank you,” Winter menutup lagu dengan senyuman tipisnya, membiarkan penonton bertepuk tangan untuknya. Setelah mereda, barulah Winter berkata lagi

“Lagu kedua, lagu ini cukup lama. Bahkan lebih tua dari usia kita sekarang, tepatnya 20 tahun yang lalu. Lagu ini pernah dinyanyikan Umma saya ketika mau melamar Mamah saya, dinyayikan 19 tahun yang lalu,” kata Winter sambil melihat ke arah Karina, “Saya bukan mau melamar kekasih saya sekarang, namun saya ingin menyampaikan isi hati saya, yang mungkin sama dengan perasaan Umma saya ketika meminta Mamah saya untuk menjadi istrinya.”

Intro yang lembut dimainkan oleh Dooyoung, membawa penonton ke dalam mood yang tenang dan menghanyutkan.

*Datanglah, sayang Dan biarkan kuberbaring Di pelukanmu Walaupun 'tuk sejenak

Usaplah dahiku Dan 'kan kukatakan semua*

Sekali lagi, Winter mengunci pandangannya kepada Karina untuk menyampaikan isi hatinya melalui lagu yang dia nyanyikan

*Bila 'ku lelah tetaplah di sini Jangan tinggalkan aku sendiri Bila 'ku marah biarkan kubersandar Jangan kau pergi untuk menghindar

Rasakan resahku Dan buat aku tersenyum Dengan canda tawamu Walaupun 'tuk sekejap

Karena hanya engkaulah Yang sanggup redakan aku

Karena engkaulah satu-satunya untukku Dan pastikan kita selalu bersama Karena dirimulah yang sanggup mengerti aku Dalam susah ataupun senang

Dapatkah engkau selalu menjagaku? Dan mampukah engkau mempertahankanku?*

“Ngebul otak gue sumpah ampuuun,” Jeno menyandarkan kepalanya ke sofa di belakangnya, “Kenapa sih Newton ini pake ngide banget penasaran kenapa apel jatoh, kan kita yang susah.”

“Komen aje lo, bisa ga tuh ngerjain soal besok,” Shuhua bergabung ke sebelah Jeno, “Beruap kepala gue.”

“Sama,” Winter meletakkan kepalanya di meja rendah yang menjadi tempat mereka menulis di perpustakaan mini milik Jessica. Karina mengelus perlahan bagian belakang kepala Winter, memberikan sedikit pijatan agar kekasihnya itu tidak terlalu pusing memikirkan rumus-rumus Fisika.

“Kalah kalian semua sama Mark,” Jaemin nyengir dan menunjuk Mark yang masih berusaha memecahkan satu soal dibantu Giselle.

“Yeu, emang modus,” Jeno terkekeh pelan sambil melihat sahabatnya yang berulang kali menggaruk kepalanya karena bingung. Untungnya Giselle cukup sabar menjelaskan penggunaan rumus-rumus tertentu.

Di sudut meja yang lain, Lia dan Ningning sibuk mendiskusikan soal dengan Ryujin yang sesekali nimbrung.

“Nimbrung aja lo,” Shuhua menowel pantat Ryujin dengan jempol kakinya, membuat gadis bermarga Shin itu menoleh dan melotot sebal.

“Ini materinya kurang satu lo, ga sekalian aja?” Karina menghentikan perdebatan tidak penting Ryujin, Shuhua dan Jeno, sambil menunjuk buku paket mereka.

“Berdoa aja deh soalnya ga banyak yang nongol,” Winter memasang muka manyun, jujur dirinya sudah lelah dijejali rangkuman sejarah dan rumus fisika seharian ini.

“Uda capek aja kamu?” Karina mengusap lengan Winter, membuat gadis dengan rambut pendek itu malah menyandarkan kepalanya ke bahu Karina.

“Yaelah modus lagi,” Jeno melemparkan penghapus karet ke kepala Winter, membuat gadis itu mendengus marah. Belum sempat Winter membalas, aktivitas mereka terhenti karena ketukan di pintu. Pintu berderit terbuka dan menunjukkan sosok kedua orang tua Winter yang sepertinya baru pulang dari tempat kerja.

“Malem, Tanteeee,” semua kompak menyapa, membuat Jessica terkekeh.

“Rame yah, belum selesai?” Jessica bertanya dan melihat anaknya yang terlihat capek. Dia dan Taeyeon melangkah masuk ke dalam perpustakaan mini miliknya itu.

“Udah, Mah!” Winter langsung menjawab sebelum Karina membuka mulutnya.

“Itu kayaknya Karina mau ngomong tuh,” Taeyeon menggoda anaknya

“Beneran, Tante. Udah kok!” Jeno menimpali

“Beneran, Karina?” tanya Jessica ke kekasih anaknya itu

“Kurang satu materi sih, Tante,” Karina menjawab sambil tertawa, membuat Winter, Jeno, Shuhua dan Jaemin mengaduh

“Hahaha yauda diselesein dulu, ini Tante bilang koki rumah buat masakin banyak. Abis ini turun makan ya bareng-bareng,” Jessica mengelus kepala Winter pelan, “Belajar yang bener kamu, Dek.”

“Mamah apasih, malu,” Winter menyingkirkan tangan Jessica dari kepalanya. Citra dirinya dari anak preman ke anak mamah sudah menyebar cepat; tentu saja Jeno sangat bahagia menyebarkannya.

“Kok malu sih, Adeeek~” Jeno sengaja menowel lengan Winter, membuat gadis berambut pendek itu semakin merengut.

“Hahaha, sudah-sudah. Ayo, Sayang. Kita tunggu mereka di bawah aja,” Taeyeon merangkul pinggang istrinya sebelum pamit ke teman-teman Winter.

“Asli ya, goals banget,” celetuk Lia setelah Taeyeon dan Jessica meninggalkan ruangan.

“Pernah bertengkar ga, Win?” tiba-tiba Giselle ikut penasaran.

“Yaa gitu deh. Kayaknya gapernah liat kalo bertengkar. Beda pendapat sering,” jelas Winter, “Tapi kayaknya Umma lebih suka diem kalo Mamah udah ngomel.”

“Tuh kan goals banget,” Karina menimpali sambil tertawa

“Kayaknya kaya kamu sama Winter deh, Rin,” kata Ryujin, “Dia mah selalu diem kalo kamu ngomel.”

“Soalnya gabisa jawab anjir,” Winter memutar bola matanya malas, membuat seisi ruangan tertawa terbahak-bahak.

Jessica hanya tersenyum lebar melihat istri dan anak tunggalnya berlarian bersama ombak. Berbeda dengan Jessica yang sebenarnya tidak suka panas menyengat, kedua kesayangannya itu seperti tidak terganggu sama sekali dengan matahari yang sedang semangat-semangatnya siang ini. Awalnya Jessica hanya ingin di kamar hotel, namun Taeyeon berhasil membujuknya untuk menikmati suasana sore di pantai bersama dengan Karina dan Winter.

“Panas banget ya, Tante?” Karina mengangsurkan kelapa muda segar yang siap diminum kepada ibu dari pacarnya itu.

“Karina ya, sudah dibilang jangan panggil Tante,” Jessica menyentil pipi Karina yang bersemu kemerahan.

“Belum biasa hehe,” Karina hanya tersenyum simpul, memamerkan deretan giginya yang rapi sebelum duduk di sebelah Jessica, di bawah payung pantai yang melindungi mereka berdua.

“Biasain ya,” Jessica tergelak dan menyesap air kelapa muda yang menyegarkan itu, “Ga ikut lari-larian kamu?”

“Uda tadi, capek ih mana panas.”

“Itu berdua gada capek-capeknya,” Jessica menunjuk Taeyeon dan Winter yang sekarang sibuk membangun istana pasir.

“Seneng banget bisa liburan itu, Tante. Makasi ya saya uda diajak sekalian.”

“Justru saya yang bilang makasih deh ini, kalo kamu ga ikut saya sendirian aja ini di bawah payung.”

“Hahaha, bisa aja Tante.”

“Mommy mau eskrim,” suara Winter terdengar. Anak tunggal pasangan Taeyeon dan Jessica itu berlari kecil diikuti oleh Taeyeon di belakang.

“Tadi kamu uda minum es banyak lo, Sayang,” Jessica mengusap jidat Winter yang kotor karena pasir yang menempel

“Satuu lagi,”

“No, Winter. Mommy bilang no ya no, mesti nakal anak e Mommy ini,” Jessica mencubit pipi gemas Winter

“Ndapapa lah, Beb. Turutin aja hehe,” Taeyeon menimpali

“Halah, kamu aslinya juga pengen kan,” Jessica melirik tajam ke Taeyeon yang hanya bisa nyengir, “Yaudah, ayok beli. Karina juga mau?”

“Ngikut, Tante.”

Taeyeon menggandeng Jessica untuk berjalan ke arah kedai es krim, mengikuti Winter yang terlebih dulu melompat-lompat bahagia dan diikuti kekasihnya yang terlihat sudah kewalahan .

Karina hanya tersenyum kecil ketika Winter mengusap punggung tangannya dengan jempol; mereka sedang berjalan beriringan sambil bergandengan tangan erat.

Hari ini adalah hari terakhir UTS, sebuah keajaiban sendiri bagi Winter bisa melaluinya tanpa mengeluh terlalu banyak. Karina juga memenuhi janjinya kepada Jessica untuk mengawal Winter dalam UTS ini; walaupun sempat membuat Winter sebal karena waktunya untuk bermain tersita banyak dengan hadirnya Karina di rumahnya untuk menemaninya belajar. Biasanya mereka hanya berdua, yang terkadang berakhir pada Winter minta cuddle dibandingkan diajari, atau ketika teman-teman Winter maupun Karina ikut sehingga suasana lebih ramai.

Melewati sebuah Lorong, Winter terkekeh pelan, membuat Karina menoleh kepadanya.

“Ada apa?”

“Aku inget aja pertama kali liat kamu di sini,” jawab Winter, “Waktu ada kakel yang nembak kamu.”

“Oh,” Karina ikut tergelak, “Itu pertama kali juga aku liat ada yang berantem fisik di deketku.”

“Tapi berkat itu, aku tau kamu.”

“Awalnya gimana? You fall for me first, right?” Karina menggoda kekasihnya itu sambil menariknya ke bangku taman terdekat. Cukup lelah juga berjalan-jalan keliling sekolah seperti ini.

“I admit that,” Winter menggaruk kepalanya yang tidak gatal, “Jadi abis kita makan dari luar itu, Jeno cerita dikit kalo dia punya crush waktu kelas X, dia sebut nama kamu. Nah kebetulan banget ada rame-rame pas kita balik kan.”

“Trus?”

“Em… Gatau deh,” Winter memalingkan mukanya yang memerah

“Lho kok gatau?” Karina terbahak melihat ekspresi kekasihnya yang mendadak jadi pemalu

“Ya… Pernah ga sih kamu tiba-tiba kaya struck liat orang lain?”

“Emm, pernah? Liat mamah kamu.”

“Ih kok Mamah aku dibawa-bawa,” Winter mengembungkan pipinya sebal, “Ya pokoknya waktu kamu ketakutan itu, aku merasa pengen ngelindungin kamu.”

“Trus maksa ngajakin makan bareng?” Karina mengingatkan Winter soal kejadian itu.

“Abis aku gatau kamu maunya gimana. Ntar kalo ga dipaksa gamau, hehe,” Winter nyengir, “Tapi emang aku ga salah, kamu bener-bener baik dan cantik. I love you since the start.”

“Gombal.”

“Hahaha terserah percaya apa enggak. Banyak yang kaget ketika tahu kamu pacaran sama aku, termasuk Bu Jihyo tuh,” kata Winter, “Mikirnya aku maksa kamu apa ya.”

“Ya soalnya kita belum pernah interaksi lama sebelum itu.”

“Kalo kamu, when did you realize that you also fall for me?” Winter balik bertanya

“Waktu kamu dateng ketika aku terjebak di gudang belakang,” jawab Karina, “Tapi di saat yang bersamaan, aku ga suka kamu terluka terus. Makanya aku bingung, maaf ya kalo selama ini aku keliatan mengekang kamu.”

“Enggak tuh.”

“Apanya, kamu jadi suka nurut gitu kalo aku bilang pulang.”

“Ya aku pengen pulang aja, Karina.”

“Iya deh iya,” Karina menowel hidung mancung Winter

“Ntar kamu classmeet mau tampil?”

“Iya, eskul dance mau nampilin dua grup. Aku di tari kontemporer,” jawab Karina

“Pasti jadi banyak yang suka kamu,” Winter mendengus

“Apaan sih,” Karina memeluk Winter dari samping dan meletakkan kepalanya di bahu kekasihnya itu, “Ya walaupun gitu, aku sayangnya cuma sama kamu kan?”

Winter hanya terdiam sambil senyum-senyum sendiri. Terlalu malu untuk menanggapi. Dia hanya meraih tangan Karina, menyisipkan jari-jarinya di sela-sela jemari panjang milik Karina, dan menggenggamnya erat.

“Kok baru makan?” tanya Taeyeon setelah dia dan Karina masuk ke ruang inap Winter. Mereka mendapati Jessica mengelap mulut Winter dengan tisu; pertanda bahwa Winter barusan menyelesaikan makan malamnya.

“Ngambek dia, bosen makanan rumah sakit,” Jessica menggelengkan kepalanya dan meminta Taeyeon membantu membereskan peralatan makan malam milik anak mereka.

“Mamah apaan sih,” Winter merengut, malu sepertinya karena rahasia kecilnya dibongkar ketika ada kekasihnya.

“Pasti kamu malu karena ada Karina,” Taeyeon menyentil hidung Winter, “Banyakan gengsi.”

“Gapapa, Winter. Toh udah tahu kamu agak manja,” Karina terkekeh pelan sebelum mengambil kursi dan duduk di samping kiri Winter. Taeyeon juga mengambil kursi untuk duduk di sebelah kanan kasur Winter, tepat di samping istrinya.

“Maaf ya, Karina. Harusnya kita ngobrolnya sambil dinner di resto, bukan di rumah sakit seperti ini,” kata Jessica

“Gapapa, Tante. Saya enggak masalah kok,” Karina tersenyum manis, memang ini pertama kali dirinya bertemu dengan kedua orang tua Winter dan berbicara. Pagi ini mereka hanya mengobrol sebentar dan beberawa waktu yang lalu, Karina hanya sempat mengobrol sedikit dengan Taeyeon.

“Adek udah tahu hukuman dari sekolah apa?” Jessica menoleh kepada anak bungsunya yang hanya terdiam dan memainkan ujung selimut.

“Belum.”

“Kerja sosial satu bulan,” tambah Jessica, “Jika kamu masih sekolah di situ.”

“Mah...” mata Winter membulat, ketakutannya muncul. Dia benar-benar tidak mau pindah dari sekolahnya yang sekarang.

“Adek tahu kan, Mamah sama Umma ga suka kamu bikin teman-teman kamu terluka parah gitu. Kamu sudah gede, Winter Kim. Bukan anak SMP lagi. Kan dulu sudah pernah kami kasih tahu,” Jessica melanjutkan pembicaraannya.

“Adek gamau pindah, Mah...” suara Winter mengecil, dirinya tidak berani menatap kedua ortunya maupun Karina, “Adek gamau ke Amerika.”

“Kenapa?” Taeyeon bertanya

“Adek.... Gamau pisah sama Mamah sama Umma. Sama... Karina dan temen-temen adek,” Winter masih menunduk, membuat Jessica menghembuskan nafas panjang; di sisi lain, Karina hanya bisa terdiam. Interaksi ini sebenarnya cukup asing bagi Karina, sejak kecil dia dan abangnya selalu dilibatkan dalam obrolan di rumah. Masalah Irene ingin mengganti gorden ruang tamu, Karina pun ditanyai pendapat.

Namun sekali lagi, tidak semua orang memiliki kondisi keluarga yang sama. Sepertinya, sejauh apapun Jessica dan Taeyeon berusaha mendekati anak bungsunya itu, Winter tetap membangun tembok tinggi. Tembok yang sekarang berhasil diruntuhkan oleh Karina juga.

“Tapi kalo kamu di sini terus, apa Adek jamin tidak ada masalah yang sama?” Jessica kembali bertanya. Nadanya sudah tidak setinggi sebelumnya, “Kami hanya ingin yang terbaik buat Adek.”

Winter mengangkat kepalanya, matanya sudah berkaca-kaca. Well, ini pertama kalinya Karina melihat Winter seperti tidak punya kekuatan. Biasanya gadisnya itu akan menatap musuhnya dengan arogan, atau membalas sapaan yang lain dengan dingin. Bersama dengan sahabat-sahabatnya pun, Winter terlihat jagoan. Hanya kali ini saja sepertinya dia kalah.

“Adek maunya di sini, Mah.”

Jessica kembali menghela nafas, tidak mungkin dia memaksa Winter berangkat ke Amerika dengan kondisi seperti ini.

“Adek kenapa gamau pisah sama Mamah dan Umma? Bukannya itu adek malah seneng? Ga dilarang ini itu?” tanya Jessica lagi, membuat Winter menoleh kepada orang tuanya.

“Adek pengen sekali aja bikin Mamah sama Umma seneng. Adek tau adek gapernah bikin kalian seneng, selalu sedih dan marah,” Winter menoleh pada Karina sejenak, “Karina bilang, Mamah sama Umma tu udah sayang banget sama Adek, masa Adek enggak bisa bales sekali aja?”

Jessica dan Taeyeon sedikit terhenyak, mereka menoleh ke Karina yang menggaruk tengkuknya karena malu. Terlebih, Winter mulai terisak pelan.

“Adek,” Jessica menangkupkan kedua tangannya ke pipi Winter pelan, takut membuat pipi lebam itu sakit, “Maafin kami ya, kami kurang perhatian sama Adek.”

“Enggak, Adek aja yang enggak pernah di rumah.”

“Jangan lagi-lagi ya?” Jessica masih memegang kedua pipi anaknya, “Mamah tu khawatir banget, ga fokus kerja abis Umma ngabarin.”

“Iya, maafin Adek,” Winter terisak lagi dan memeluk Jessica, membenamkan wajahnya di pelukan hangat Mamanya itu.

“Kok lama nangismu, Dek?” Umma menggoda anaknya yang sudah 10 menit di pelukan istrinya.

“Malu ada Karina,” kata Winter pelan, membuat Karina terbahak

“Tetep cantik kok, Winter,” kata Karina