wxyzndaa

Rumah Sakit, dan Radeva

Radeva segera dibawa ke IGD untuk ditangani dokter, sampai hampir satu jam, belum ada seorang pun dokter yang keluar dari dalam sana.

Chandra ditemani Xenanda terlihat khawatir setelah mengetahui alasan Radeva bisa sampai masuk rumah sakit dari Xenan. Begitu juga dengan Xenan, ia benar-benar terkejut saat Radiva memberitahu jika Radeva terjatuh dari tangga, namun karena situasi yang tidak memungkinkan bagi Radiva bercerita, Radiva hanya mengatakan jika Deva memang hanya terjatuh dari tangga, tidak dengan alasan kenapa adiknya itu bisa sampai terjatuh.

Di sisi lain, Radiva tengah duduk di kursi tunggu dengan kemeja juga kedua telapak tangannya yang masih dipenuhi oleh darah milik Radeva. Sejak ia sampai di sana, bahkan sampai hampir beberapa jam ia berada di sana, Radiva hanya terdiam melamun, dengan bibir yang gemetar dan kedua mata yang masih saja terus mengeluarkan air mata. Sekejap ia memperhatikan kedua telapak tangannya yang penuh dengan darah kembarannya, sekejap ia beralih memperhatikan pintu ruang IGD tempat di mana Radeva ditangani.

NDA;

Bunda, Radeva dan Kesalahpahaman

cw // blood tw // violence

Setelah Radeva menerima hadiahnya, baik Radeva maupun Bunda, melepaskan pelukannya masing-masing.

“Radeva, kamu keterlaluan....” ucap Bunda tiba-tiba, kembali mendekati Radeva dan berbisik tepat di samping telinga Deva.

Radeva mengedipkan matanya beberapa kali, sembari mencerna apa yang baru saja dikatakan Bunda padanya. “Maksud Bunda?” Radeva bertanya bingung.

PLAKK!!

Satu tamparan keras dari Wenda mendarat tepat di pipi kiri Deva dengan sangat tiba-tiba, benar-benar tidak terduga. “Aaa—argggh Bundaa sakittt!!” rintih Deva terlihat langsung mengusap pipi kirinya.

“Bunda kecewa sama kamu! Bunda bener-bener kecewa sama kamu!” jelasnya benar-benar tidak dapat dipahami oleh Radeva.

“Maksud Bunda apa?? Deva salah apa? Apalagi salah Deva sampe bisa bikin Bunda kecewa dan tampar Deva?” Radeva bertanya memastikan.

“Kamu masih tanya? Ini! Lihat ini!” ujar Bunda sembari menunjukkan gambar potongan tangkapan layar berisikan chat yang Radeya kirim pada Jefan.

“Kamu kan?! Kamu yang kirim pesan ini ke dia? Ke Jefan?! Kamu kann Radevaaa Jevan??!!!!” Bunda dengan nada bicara yang sedikit membentak.

“Engh eng—enggak bunda, Deva enggak ngirim pesan itu ke Om Jefan, bukan Deva.....” sanggahnya tidak terima.

“Alasan! Pasti kamu Radeva! Cuma kamu yang berani ikut campur urusan Bunda sama dia! Cuma kamu! Bahkan kamu berani ngajak dia ketemu dan minta dia untuk jauhin bunda! Dan sekarang kamu mulai lagi? Kamu berani kirim pesan seperti itu ke dia?!” cecar Wenda menatap Radeva kasar.

“Enghh Bunda... Bunda tau Deva ketemu Om Jefan?” Radeva bertanya gugup.

“Tau, Bunda tau semuanya! Radeva, kamu boleh tau semuanya! Tapi kamu nggak berhak untuk ikut campur semua urusan Bunda!” kesal Bunda mencengkram pundak kiri Radeva.

“Bunda...Maaf, maaf... Deva cuma nggak mau keluarga kita hancur, Deva cuma nggak mau ngeliat Bunda sama Papa berantem. Bunda, terlalu banyak hal mengerikan yang Deva bayangkan sampai-sampai Deva berani buat ketemu Om Jefan,” tutur Radeva pada Bunda.

“Nggak ada yang mengerikan Radeva! Hanya ada kamu! Kamu yang terlalu berlebihan!”

“Maaf Bunda... Deva emang ketemu Om Jefan, tapi untuk pesan itu, bukan Deva yang kirim, Deva nggak tau apa-apa Bunda. Deva emang saling kirim pesan kemarin, tapi Deva nggak bilang kaya gitu ke Om Jefan, percaya sama Deva, Bunda.....” Jelas Radeva mencoba menyakinkan Wenda.

PLAKK

“Aaargh bundaa, sakittt......” rintihnya dengan suara yang gemetar.

Wenda kembali melayang tamparannya pada Radeva dengan tangan kirinya, karena tangan kanannya masih sibuk mencengkram pundak Radeva, Wenda cukup kesal karena mengganggap ucapan Deva adalah kebohongan.

Cengkraman tangan Wenda yang sebelumnya berada pada pundak Deva, kini berpindah pada dagu, Bunda mencengkram dagu Radeva dengan kasar, ia benar-benar menekan kedua pipi Radeva sampai anak tersebut sedikit mendongakkan kepalanya.

“Bundaa jangannn kayaa ginii... Bundaa sakittt... bundaaaaa...” rintih Radeva mencoba melepaskan cengkraman tangan Wenda.

“Radevaa! Denger Bunda! Denger Bunda baik-baik! Semakin kamu menambah masalah, semakin Bunda bisa untuk benci sama kamu! Bahkan Semakin bisa bikin Bunda nggak menginginkan kehadiran kamuu!” jelas Bunda tanpa ragu.

Radeva dengan badan yang gemetar dan bibir yang mendadak pucat itu perlahan meneteskan air matanya. Bukan air mata bahagia, melainkan air mata ketakutan. Harapannya runtuh, pelukan hangat yang sebelumnya membahagiakannya kini digantikan dengan cengkeraman kasar yang menyakitkan.

“Bunda.... Sakittt.... Sakitt Bunda.... Perihhh....” rintih Deva benar-benar kesakitan.

Radeva tidak menyangka dengan apa yang sedang dilakukan Bunda, memang benar jika Wenda pernah beberapa kali menamparnya, tapi tidak dengan ini, tidak dengan kekasaran yang ini. Deva benar-benar pasrah, hanya bisa memohon agar Bunda bisa melepaskan cengkeramannya, ia tidak dapat melawan karena tidak ingin berbicara melebihi nada tinggi bundanya, dan yang paling ditakutkan, ia takut menyakiti Wenda.

“Bunda.... Deva mohon.... Lepas....”

“Kamuuu, kamuu juga udah ingkar janjii Radeva! Kamu udahh ingkar janjii dan hancurin semuanyaaa!! Kamu udah kasihh tau Radeya sama Papa tentang semua ini! Padahal kamu udah janji nggak akan bilang, kamu udah janji Radeva!!” jelas Wenda semakin meninggikan suaranya.

“Deva? Bukan Deva Bunda... Deva nggak tau apa-apa... Bukan Deva.... Deva nggak ngasih tau Radey apalagi Papa, mereka tau sendiri, bahkan papa udah tau sebelum Deva, dan Radey, Radey tau dari papa.... Bukan Deva....” tutur Deva menyanggah tuduhan Wenda.

“Bohong Radeva! Kamu bohong!”

“Radeva harus gimana biar Bunda percaya? Radeva harus apa biar Bunda bisa dengerin semua apa yang Deva ucapin? Deva harus apa Bunda? Dan soal ingkar janji? Bunda bilang Deva ingkar janji? Bahkan Deva nggak pernah ngerasa ada janji sama Bunda, Deva nggak pernah ngejanjiin apapun ke Bunda. Kalo Bunda berpikiran Deva nggak akan buka semuanya karena Bunda yang tiba-tiba baik sama Deva, Bunda salah, Deva cuma belum nemu waktu yang tepat buat bongkar semuanya. Karena Deva, Deva belum mau ngeliat keluarga kita hancur... Deva nggak sanggup dan Deva nggak mau itu terjadi... Dan bener ya Bunda? Tenyata Bunda tiba-tiba baik ke Deva itu karena ada alasannya? Bunda baik untuk bikin Deva luluh, untuk bikin Deva jadi nggak tega sama Bunda kalo Deva tiba-tiba punya niat buat bongkar semuanya, Deva udah duga, dan Deva sedikit kecewa, tapi tetep, ternyata meskipun Deva tau kebenarannya, Deva tetep nggak bisa benci sama Bunda....” Radeva dengan panjang lebarnya menjelaskan semuanya.

“OMONG KOSONG, RADEVA! BUNDA NYESEL, BUNDA NYESEL HARUS PURA-PURA BAIK SAMA KAMU! BUNDA NGGAK PERNAH NYANGKA KALO KAMU BAKAL KASIH TAU RADEYA DAN PAPA! BUNDA PIKIR KAMU SAYANG SAMA BUNDA DAN KAMU NGGAK AKAN PERNAH KASIH TAU MEREKA, TAPI APA? APA YANG KAMU LAKUIN?”

“Bunda boleh marah sama Deva, tapi Bunda nggak boleh bilang kalo Deva yang ngasih tau Radeya sama Papa. Karena memang bukan Deva, bukan Deva, Bunda....”

“Dan Bunda, Deva sayang Bunda, Deva sayangg banget sama Bunda, tapi Deva nggak bisa, sesayang sayangnya Deva sama Bunda, Deva nggak bisa terus-terusan nutupin kesalahan Bunda, Deva nggak bisa. Bunda, sekali lagi Deva tegasin, Deva emang bakal kasih tau Radey sama Radiv, tapi bukan sekarang, dan sekali lagi soal Papa, Papa udah tau, papa udah tau bahkan jauh sebelum Deva tau,” Radeva kembali memperjelas semuanya.

“Radevaa... Kapan sih? Kapan kamu bisa untuk nggak cari masalah? Bisa untuk nggak ikut campur semua urusan Bunda? Kapan kamu bisa lakuin itu? Kamu, kamu adalah anak yang paling banyak bilang sayang ke Bunda, tapi apa? Kamu juga adalah anak yang paling sering ngerusak banyak rencana Bunda. Kapan kamu bisa hidup tanpa ngelakuin hal-hal yang seharusnya nggak kamu lakuin? Kaya Radiv, Radey, mereka nggak pernah bikin bunda ada dalam masalah, mereka nggak pernah bikin Bunda sampe marah kaya gini. Kapan Dev? Apa perlu, apa perlu Bunda sebut lagi hal apa aja yang udah kamu lakuin sampe bikin hidup bunda berantakan? Kamu, kamu salah satu anak yang sejak kecil paling nggak bisa dititipin sama siapapun, kamu, kamu anak yang paling sering ngerecokin kerjaan bunda sampe banyak klien Bunda yang kecewa sama hasil kerja bunda. Kamu, kamu anak yang udah pukul dan dorong anak temen Bunda, Nandara, sampe apa? Sampe dia jatoh dan ketabrak, belum sampe situ, dia koma sampe akhirnya meninggal. Dan kamu tau apa dampaknya ke Bunda? Karir Bunda hancur gara-gara kelakuan kamu, semua orang mikir kalo Bunda nggak bisa ngedidik kamu, sampe dimana Bunda harus bisa bangkit lagi dan Bunda mulai semuanya dari awal. Dan sekarang? Sekarang kamu juga mau hancurin hubungan Bunda? Kamu tau apa Dev? Kamu tau apa soal masalah orang tua? Asal kamu tau, Bunda nggak akan pernah lakuin ini kalo Papa kamu bisa selalu kasih waktunya buat Bunda, Papa kamu terlalu sibuk sama perusahaannya, Papa kamu terlalu sibuk sama semuanya, sampe Papa kamu nggak pernah ada waktu buat Bunda. Kalo kamu mikir, Bunda juga sama nggak pernah ada waktu buat kalian, iya, iya itu alesannya adalah karena papa kamu, papa kamu yang udah bikin bunda jadi kaya gini. Sampe akhirnya Jefan dateng dan ubah hidup Bunda. Kamu tau apa soal kebahagiaan pasangan Dev? Kamu tau apa soal masalah Bunda? Kamu, kamu itu cuma anak yang susah diatur, suka bikin masalah, dan yang paling Bunda benci adalah kamu, kamu anak yang udah bikin anak orang lain meninggal, Radeva Jevan,” jelas Wenda benar-benar panjang kali lebar, tanpa ia sadari cengkraman tangannya semakin ia tekan, sampai di mana Radeva semakin merasa kesakitan, Radeva mencoba berjalan mundur sembari berusaha melepaskan cengkraman tangan bunda yang semakin kasar.

“Bunda... Cukup.... Sakitt.... Sakitt Bunda.....”

“Kamu tau apa soal Bunda, Radeva? KAMU TAU APAA?!!” sentak Bunda, tanpa ia sadari, Radeva sudah berjalan mundur dan ia juga sudah melangkah maju sampai di mana putranya itu berada tepat di ujung lantai menuju tangga.

Dengan gugup Radeva mencoba menanggapi perkataan Bunda. “Dan Bunda... Bukan Deva.... Bukan Deva yang dorong Nandara.... Bukan Deva Bunda... Yang dorong Nandara itu Rad... Rad—” belum sempat Radeva menyelesaikan ucapannya, Wenda melepaskan cengkramannya, dan tanpa ia sadari, ia melepaskan cengkeramannya tepat di ujung lantai dua area tangga, Radeva tidak bisa menahan keseimbangannya, pada akhirnya Radeva terjatuh, kepala bagian belakangnya lebih dulu menghantam ujung anak tangga ke lima, selepas itu ia terguling sampai pada tangga terakhir, mengingat tangga pada bangunan itu dibangun lurus.

“RADEVAAAAA!!!!!!!!!!” Teriak seorang anak laki-laki dari kejauhan. Itu Radiv, Radiva baru saja sampai dan ia menyaksikan semuanya, saat dimana Radeva tergeletak tepat di lantai satu, dan saat dimana Bunda berdiri gemeter tepat di area menuju tangga.

“Raa.... Radeva.....” ucap Wenda gemetar hebat.

“Bukan akuu.... Bukan aku yang bikin dia jatuh.... Dia jatuh dengan sendirinya.... Bukan aku.....” ucapnya tidak karuan, lantas berlari dengan tergesa menuju ruang kerjanya.

Radiva berlari secepat mungkin, menghampiri Radeva yang sudah tergeletak dengan bagian kepala yang juga sudah berlumuran darah. Radiva histeris, entah apa yang harus dilakukannya sekarang, ia hanya berusaha untuk tetap melihat sang adik kembar bernapas.

“Devaaaa!!!! Bangun Dev!!! Radiv mohon bangunn!! Ayo bangunnn!!!! Pintanya sembari mencoba menghubungi Radey dan Papa, namun tidak ada jawaban.

Sampai akhirnya ia memutuskan untuk menghubungkan Xenanda, dan berhasil. Xenanda pun segera menghubungi ambulans dan segera pergi menuju butik kakak kembarnya itu.

“Devaa bertahan yaa Radiv mohonnnn.... Devaa bangunn anak baikk... Devaaa!!!” Radiva semakin histeris, dengan telapak tangannya yang masih mencoba menghentikan darah yang terus menerus mengalir dari kepala kembarannya.

“Darahh..... Deva darahhh..... Devaaa.... Bangun....”

Tanpa Radiva sadari, Radeva dengan setengah sadar membuka matanya, hanya beberapa detik menatap wajah salah satu kakak kembarnya, Radiva, yang terlihat khawatir padanya, “Div—aa... bund....” tuturnya tanpa suara, matanya terpejam tidak sadarkan diri.

NDA;

Bunda, Radeva dan Hadiah

Radeva sampai tepat di depan gedung besar milik bundanya, Wenda.

Dengan cukup antusias, mengingat hari ini adalah hari ulang tahun Bunda, Radeva bergegas turun dari motornya dan berlari masuk ke dalam butik untuk menghampiri Bunda.

Radeva tidak memikirkan alesan kenapa Bunda memintanya untuk datang sendirian tanpa mengajak Radiva. Karena dalam bayangannya, ia berpikir akan mendapatkan hal yang cukup membuatnya sedikit bahagia, pelukan misalnya. Meskipun nantinya entah pelukan seperti apa yang akan bunda berikan, tulus dari hati atau hanya pura-pura. Yang jelas, Radeva sangat menginginkannya.

Sejujurnya, di samping apa yang ia bayangkan, saat di perjalanan tadi Radeva mendadak juga memiliki keinginan yang sangat ingin ia sampaikan pada Bunda, yaitu menginginkan Bunda untuk memutuskan hubungannya dengan Dokter Jefan. Namun entah mampu atau tidak Radeva mengatakan secara langsung, yang jelas ia akan mengusahakannya sebelum Radiva tiba.

Belum ada satu pun karyawan Bunda yang ada di dalam sana, gedung dua lantai itu tampak terlihat masih sepi karena waktu yang masih menunjukkan pukul 08.30. Dimana belum jadwalnya mereka datang karena butik dibuka pukul 10.00. Sedangkan Bunda, ia sudah terbiasa datang pagi bahkan sebelum pukul 08.00.

Radeva mencoba memanggil Bunda beberapa kali, namun tidak ada jawaban dari Wenda. Sehingga ia memutuskan untuk menelepon, setelah mendapat jawaban, Wenda meminta Radeva untuk pergi menuju lantai dua.

Baru saja Radeva menginjakkan kakinya di lantai dua, setelah sebelumnya ia perlu menaiki belasan anak tangga, Bunda keluar dari ruang kerjanya dan berjalan menghampiri anak kembar ketiganya itu.

Radeva tersenyum melihat Wenda menghampirinya, dari kejauhan Radeva mengucapkan satu kalimat manis pada Bunda, “Bunda, selamat ulang tahun! Semoga suka ya bunganya! Bahagia selalu Bunda! Deva sayang Bunda!” tuturnya antusias. Bunda mendengarnya, dan ia hanya membalas ucapan tersebut dengan senyuman.

“Radeva, kamu baik-baik aja?” tanya Bunda memastikan keadaan Deva yang hampir satu minggu sakit dan berada di rumah adik kembarnya.

“Baik Bunda, buktinya Deva bisa dateng ke sini,” Radeva menanggapi pertanyaan Wenda.

“Syukurlah. Bunda seneng dengernya.”

“Bunda, ada apa? Kenapa tiba-tiba minta Deva datang ke sini? Sendirian pula,” tanpa berlama-lama Radeva bertanya alasan Bunda memanggilnya.

“Enggak ada yang penting sih, Bunda cuma mau bilang makasih, makasih karena kamu udah jadi anak pertama yang kasih Bunda hadiah, dan Bunda suka,” ungkap Wenda pada Radeva.

“Ahhh gitu, kenapa harus sendirian?” Radeva bertanya heran.

“Bunda mau sekalian minta maaf,” ujarnya tiba-tiba.

“Minta maaf apa?” tanyanya bingung.

“Boleh Bunda peluk kamu?”

Pertanyaan mendadak itu membuat Radeva membulatkan matanya lebar, ia tidak menyangka hal yang sebelumnya ia bayangkan benar-benar terjadi.

“Bo... Bo—leh, Bunda,” jawab Deva gugup.

Wenda menambah beberapa langkahnya lagi sampai akhirnya bisa memeluk Deva. Ia benar-benar memeluk putranya erat, dan tanpa banyak berpikir, Radeva membalas pelukan bundanya.

“Ini hadiah, hadiah karena kamu udah jadi orang pertama yang ngasih hadiah ke Bunda,” ucap Bunda memberitahu alasan kenapa ia tiba-tiba memberikan pelukan untuk Radeva.

Bunda dengan kekesalannya

“Radeya sama sekali nggak mau bicara sama aku. Mas Chandra? Mas Chandra masih seperti biasanya, tapi dia pura-pura nggak tau... Dan Radiv? Kenapa Radiv masih kaya orang nggak tau apa-apa? Apa Radiv belum tau?” gumam Wenda di depan meja riasnya.

“Arghhh sial! Semua ini gara-gara Radeva! Kenapa selalu dia, selalu dia yang ngerusak semuanya? Bikin gagal semuanya! Iya, dia udah bikin aku gagal ngadain acara besar di luar negeri, udah bikin aku kehilangan banyak kontrak kerjasama sampai nama baikku rusak gara-gara kecerobohan dia gara-gara kejadian itu, dan sekarang? Sekarang dia malah bongkar semuanya! Sampe aku nggak bisa lakuin apa-apa lagi di rumah ini selain jujur ke Mas Chandra nantinya. Dasar anak nggak tau diuntung! Bunda kamu lakuin hal gila ini juga penyebabnya karena Papa kamu! Papa kamu yang makin ke sini makin nggak pernah perhatiin Bunda! Sia-sia aja aku baik akhir-akhir ini sama dia! Aku kira dia beneran nggak bakal ngadu ke orang rumah karena dia ngerasa bersalah kalo kebaikan ku dibales kaya gitu, tapi ternyata? Bener-bener kacau! Kayanya dia malah seneng liat keluarganya hancur!” Jelas Wenda dengan berbagai macam keluhannya tentang anak kembar ketiganya itu.

“Setelah kamu pulang, mungkin udah waktunya buat aku selesaikan semuanya. Terserah apa yang bakal jadi keputusan Mas Chandra nantinya, aku udah nggak peduli! Dan Radeva, Bunda bakal kasih Hadiah buat kamu. Bunda nggak bakal marahin kamu sayang, tapi Bunda bakal bawa kamu pergi dari rumah ini, kamu pisah sama kedua kembaran kamu, kalo suatu saat Papa kamu bener-bener mutusin buat pisah sama Bunda. Dan itu adalah hasil dari aduan kamu ke mereka, dan kamu? Nggak akan pernah bisa nolak, Radeva Jevan,” monolog Wenda dengan santainya.

NDA;

Dua, & Tiga

Tok tok!!

“Deva, ini Radiv. Izin masuk ya?” izin Radiva dari balik pintu kamar yang Deva tempati.

Tidak ada respon dari adik kembarnya, namun Radiv tetap memutuskan untuk masuk ke dalam sana.

Terlihat Radeva tengah berbaring dengan posisi menyamping ke kanan. “Radeva? Tidurr??” Tanya Radiv dengan suara pelan sembari terus melangkah menghampiri Radeva.

“Radeva....” panggil Radiv lembut.

Radeva baru merasakan jika ada seseorang yang menyebut namanya, lantas ia menoleh dan melihat salah satu kakak kembarannya yang tiba-tiba ada di dalam kamar.

“Radiv?!” ucap Deva cukup terkejut.

“Deva, maaf Radiv tiba-tiba masuk, Radiv udah ketuk pintu, udah panggil kamu juga, tapi nggak ada jawaban, Radiv takut kamu kenapa-kenapa, tapi ternyata kamu tidur, maaf ya?” tutur Radiva menjelaskan.

Radeva mengambil posisi duduk di atas kasurnya, disusul Radiv yang ikut duduk di sisi tempat tidur Deva. “Radeva... Kamu baik-baik aja?” tanya Radiv dengan mata yang berkaca-kaca.

“Radiv, lo jangan nangis....” ucap Radeva merasa bersalah.

“Maafin Radiv, Deva...”

“Lo nggak salah Div, lo sama sekali nggak salah. Lo nggak perlu minta maaf sama gue,” Radeva dengan mata yang juga mulai ikut berkaca-kaca itu menanggapi permintaan maaf yang baru saja dilontarkan Radiva.

Tanpa pikir panjang, Radeva bergeser dari tengah-tengah tempat tidurnya, mendekat ke dekat Radiv, lalu memeluk kembarannya dengan erat, benar-benar erat. “Lo nggak salah Div, di sini gue yang salah, gue salah karena nyembunyiin hal yang seharusnya lo sama Radey tau, gue salah....” Jelas Radeva pada Radiv.

Radiva terdiam sejenak, mencoba mencerna ucapan yang baru saja Radeva katakan. “Radiv nggak paham sama apa yang kamu maksud Dev, tapi bukan berarti Kak Radey bisa bicara kaya gitu sama kamu. Entah apa yang kamu sembunyiin dari Kak Radey sama Radiv, tapi baik Radiv maupun kakak, nggak sepantasnya buat ngomongin hal itu, nggak seharusnya buat Radiv ataupun Kak Radey buat ngungkit kejadian itu lagi,” tutur Radiva, membalas pelukan adik kembarnya.

“Maaf Div, maaf karena gue belum bisa ceritain maksud dari hal yang gue sembunyiin dari lo. Tapi gue yakin, cepat atau lambat lo juga bakal tau. Tapi gue takut Div, gue takut kalo lo bakal kecewa, bener-bener kecewa, kecewa sama gue, sama Radey, sama Bunda dan mungkin sama Papa juga. Rasanya berat Div, berat banget buat gue ngungkapinnya,” jelas Radeva dibarengi dengan isakan tangisnya.

“Udah ya? Jangan bahas apapun dulu? Radiv dateng ke sini buat liat keadaan kamu, buat mastiin kalo kamu baik-baik aja, bukan mau bahas apapun,” tutur Radiva menanggapi pembicaraan Radeva sebelumnya.

“Gue takut Div...”

“Takut apa Deva? Apa yang kamu takutin?” Radiva bertanya memastikan.

“Gue takut keluarga kita hancur, Div....” ujarnya tiba-tiba.

“Hussss, nggak boleh ngomong kaya gitu. Kamu ini kenapa ngomong kaya gitu? Nggak baik tau...” ungkap Radiva kesal, mencubit kecil punggung Deva.

Maksud Deva apa? Kenapa harus hancur?” batin Radiv penasaran.

“Udah yaaa? Janji yaaa? Janji kalo Deva, satu-satunya adik kembar Radiv, kembaran Radiv yang luar biasa ini, harus sembuhhh, harus sehatt, harus baik-baik ajaa, harus ceria lagi, haruss haruss semuanyaaaa!!!! Kamu nggak boleh sedih lagi, lupain semuanya, lupain ucapan Kak Radey, kamu nggak salah, nggak ada yang salah, Nandara pergi bukan karena kamu, Nandara pergi karena udah takdirnya dia pergi, udah waktunya dia buat pulang,” jelas Radiva semakin mempererat pelukannya pada Radeva.

“Radivaaa.....”

“Radiv sayang Devaa! Sayangg bangett,” ucap Radiva, melepaskan pelukannya dan menatap dalam Deva dengan tatapan paling tulusnya.

“Guee... Ggu—guee juu jugga saa—” Radeva berbicara gugup.

“Deva susah bangett bilang sayaangg!!! Sini Radiv ajarinn! Iya Radiv, Deva juga sayang Radiv!! Gituuu, ayo cobaaaa!!!” pintanya dengan manis.

“Gue nggak sayang sama lo,” ucap Radeva spontan.

“DEVAAAAA!!!!” Radiva mengerutkan keningnya kesal.

Radiva, makasih. Makasih karena lo selalu bisa jadi obat gue, obat yang selalu bisa bikin gue senyum lagi, sampe bisa lupain sedikit masalah masalah gue. Makasih ya? Gue sayang banget sama lo,” batin Radeva, dengan senyum lebarnya menatap dalam Radiva yang terlihat masih mengerutkan kening karena kesal padanya.

NDA;

Bukan Deva, Bunda.

Radeva masih dengan tatapan kosongnya. Entah apa yang ada di pikirannya kini, hanya saja terlihat seperti bukan keponakan yang Xenan kenal ketika anak tersebut hanya terdiam dan melamun selama beberapa hari di dalam kamar. Begitu juga Renan, ia cukup bingung dengan Radeva, si Kakak sepupu yang selalu ia panggil dengan sebutan “Abang tiga” itu.

Radeva selesai menelan beberapa tablet obat yang diresepkan dokter kemarin, dibarengi dengan itu, Xenan juga Renan pergi tanpa mengatakan sepatah kata pun, mengetahui jika ia mengajak Radeva berbicara pun, anak tersebut sudah jelas tidak akan merespon.

“Ma, makasih,” ucap Radeva tiba-tiba, membuat Xenan sontak menoleh terkejut.

“Radevaa??? Akhirnya kamu mau bicara sayanggg,” ucap Xenan bahagia.

“Aaa abanggggg akhirnya ngobrollllllll, aaaaa abang jahatt dari kemarin diem terus sama Renann,” Renan mendadak merengek dan pergi berlari keluar dari kamar Deva.

“Maaf...” Satu kata singkat terlontar dari mulut Deva.

“Gapapa, Mama paham sayang. Sekarang istirahat lagi ya?” tutur Xenan lembut.

“Makasih, Ma.”


Hendak Radeva kembali berbaring di tempat tidurnya, ponsel yang berada di atas laci samping tempat tidur tiba-tiba bergetar beberapa kali. Radeva menyadari, jika ia sama sekali belum menyentuh ponselnya sejak berada di rumah Xenan.

Maka dari itu, Radeva memutuskan untuk meraih ponselnya yang berada di ujung atas laci, sampai dimana ia membuka layar kunci dan melihat banyak pesan masuk yang ia dapatkan dari banyak orang. Radiva, Bi Wulan, Papa, Anak-anak beruang yang bertanya kabarnya, hingga yang paling baru adalah pesan masuk dari Bunda.

Radeva kembali terdiam, tanpa ia sadari ternyata banyak orang yang mengkhawatirkannya. Namun bukan itu yang kini ada di pikirannya. Setelah membuka semua pesan dari banyak orang, dadanya mendadak sesak, benar-benar sesak. Ucapan Radeya yang sempat Kakak kembarnya itu lontarkan padanya kembali memenuhi kepala Radeva.

Bukan guee.... Bukan Deva, Bunda....” gumamnya memprihatinkan.

Dengan tergesa dibarengi dengan dada yang masih terasa sesak, Radeva mengetik pesan singkat pada Radiva, Bi Wulan, juga Bunda.

NDA;

Radeya, Papa

“Pa, Radey masuk ya,” izin Radeya dari depan pintu ruang kerja Papa.

“Iya, masuk aja.”


“Kenapa pa?”

“Masih tanya kenapa?” Ucap Papa kesal.

“Papa cuma nyuruh Radey dateng ke kamar Papa sebelum berangkat sekolah,” tutur Radey merasa tidak ada yang salah dengan ucapannya.

Papa menarik napasnya dalam, menatap salah satu anak kembarnya itu dengan sedikit heran, ada apa dengan anaknya, benar-benar terlihat biasa saja dan sama sekali tidak menunjukkan rasa penyesalan dalam dirinya.

Bener kata Radiv tadi malam, Radey sama sekali nggak ngerasa bersalah atas ucapannya ke Deva,” batin Papa heran.

“Kenapa pa? Kok diem?” Tanya Radeya bingung.

“Apa yang kamu lakuin sama Deva? Sampe dia pergi ninggalin rumah?!” Tanya Papa tanya basa-basi.

Pasti Radiva....” batin Radeya menduga-duga.

“Radey cuma ngobrol sama Deva, Radey cuma bahas hal yang emang seharusnya Radey bahas sama dia, Pa,” ungkap Radeya pada Papa.

“Seharusnya kamu bahas? Maksud kamu apa? Ucapan kamu ke Deva itu? Harus banget kamu bahas, Radeya? Bahas hal yang bikin luka kembaran kamu terbuka lagi? HARUS KAMU BILANG?!”

PLAK!!!

Satu tamparan keras yang berasal dari telapak tangan kanan Papa, mendarat tepat pada pipi kiri Radeya.

“HARUS KAMU BILANG?!” sentak Papa kesal.

Arghhh...”

“Bukan itu maksud Radey pa, ada hal sebelum itu yang emang harus Radey bahas sama Deva,” Radeya beralasan sembari mengusap pipi kirinya.

“Lalu kenapa? Kenapa kamu jadi bahas hal yang nggak ada urusannya sama pembahasan kamu sama Deva?!” Tanya Papa kembali.

“Radey nggak sengaja, Pa. Kebawa suasana,” tuturnya polos.

Papa membulatkan matanya lebar, entah apa yang ada di pikiran salah satu anak kembarnya itu. Karena bisa-bisanya menjadikan ketidaksengajaan sebab terbawa suasana sebagai alasan Radey memperjelas cerita masa lalu Radeva.

“MINTA MAAF, RADEYA!” pinta Papa dengan nada tinggi.

“Iya nanti kalo anaknya pulang,” ujar Radey menanggapi perintah Papa.

“RADEYA JOVAN! ADA APA SAMA KAMU?! KENAPA KAMU JADI GINI?! KAMU NGGAK MALU SAMA RADIV?! RADEYA JOVAN KAKAK KEMBAR PANUTAN RADIVA, MENDADAK KAYA GINI? HAHH? SAMPERIN DEVA SETELAH PULANG SEKOLAH! MINTA MAAF!”

“PAPA TANYA RADEY KENAPA? PAPA TANYA SAMA DEVA KENAPA RADEY BISA KAYA GINI! SEMUA GARA-GARA DEVA! DIA TAU SEMUANYA PA! DAN RADEY GATAU! BAHKAN PAPA JUGA DIBOHONGIN SAMA DIA!” Jelas Radeya juga dengan nada tingginya.

PLAK

Tamparan kedua pun mendarat pada pipi kiri Radeya. Papa kesal, benar-benar kesal atas jawaban Radeya juga cara bicara anaknya padanya.

“Radey Pamit!” setelah tamparan kedua yang papa layangkan pada Radeya, Radeya memilih untuk keluar dari ruang kerja Papa.

Bohong apa yang dia maksud?” batin Papa bertanya penasaran.

Radeya keluar melewati Bi Wulan yang tengah bersih-bersih di area sekitar ruang keluarga, tanpa Radeya sadari, Radeya melewatkan keberadaan Radiva. Radiva tengah bersandar di dinding tepat di sebelah kanan pintu masuk ruang kerja Papa. Karena sejak tadi, Radiva menguping, mendengarkan pembicaraan Kakak kembar juga Papanya.

Kak Radey ditampar Papa dua kali... Tapi maaf, maafin Radiv karena untuk saat ini Radiv belum bisa lakuin apa-apa, Radiv masih nggak terima sama perlakuan kakak ke Deva...” Batin Radiva.

“Dan barusan? Apa maksud Kak Radey? Deva juga bohongin Papa? Maksudnya?” gumam Radiva penasaran.

“Mas!” Bi Wulan menepuk pundak Radiva diam-diam.

“BIBIIII!!!!” Radiva dengan nada terkejut.

“Ya mas Radiv ngapain Di sini? Ngelamun pula? Bukannya cepetan berangkat, udah mau jam tujuh.”

“Radiv pusing bi, Radiv pusing sama orang-orang di rumah ini,” ujarnya tanpa alasan.

“Sabar ya, Mas? Semoga secepatnya bisa selesai. Dan yang paling penting, diselesaikan dengan baik-baik,” tutur Bi Wulan ramah.

“Semoga ya bi...”

“Mas hari ini mau ketemu Mas Deva enggak? Kalo iya, bibi titip kabar ya? Maksudnya kabarin bibi gimana keadaan Mas Deva, chat bibi sampe sekarang belum dibales juga,” jelas Bi Wulan merasa sedih.

“Ahh yaa, kenapa Radiv nggak kepikiran ya. Ok bi, kayanya Radiv bakal pergi ke rumah Mama buat ketemu Deva. Bilang dulu ke Papa nantii, makasih ya bii udah khawatirin Devaa,” seperti biasa, tanpa basa-basi Radiva memeluk erat Bi Wulan.

“Masss aduhh ini bibi kotorrr lohhh lagi beres-beres,” ucap Bibi mencoba melepaskan pelukan Radiva.

“Gapapaaaaa. Makasih ya bi? Makasih karena udah jadi salah satu orang baikk di rumah iniii,” Radiva dengan nada raut wajah gemasnya.

NDA;

Ucapan, Masa Lalu, dan Penengah.


tw // mention of death


“Gaada cari lain, Dey! Kalo gue suruh lo buat mikir, buat bertindak, tindakan lo juga nggak bakal jauh beda sama gue! Justru gue malah khawatir, lo bakal lakuin hal di luar apa yang gue lakuin. Gak menutup kemungkinan kalo lo bahkan bisa aja main kasar ke Om Jefan, dan itu justru bakal bikin Papa jauh lebih kecewa! Papa bakal lebih kecewa sama tindakan lo daripada gue, Dey!” jelas Radeva pada Radey.

“Ahhh anjir, oke Dey, oke. Terserahhh, terserahh sama apa yang lo ucapin tentang gue. Yang jelas, tujuan gue saat ini cuma satu. Gue cuma lagi berusaha buat bikin Bunda sama Om Jefan pisah, udahhh, oke, selebihnya, terserah lo, terserah lo mau mikir apa tentang gue! Gue udah nggak mau lagi berdebat sama lo! Sama lo, orang yang nggak pernah mau denger penjelasan dari orang lain, orang yang nggak pernah mau nyelesaiin masalah dengan hati, dengan sabar. Orang yang cuma bisa pake amarah setiap kali ketemu masalah, dan orang yang nggak pernah bisa buat diajak berubah! Gue benci sama lo, Dey! Gue nyesel karena pernah ngajuin satu permintaan bodoh ke lo, gue nyesel! Gue lupa, kalo orang keras kepala kaya lo, orang egois kaya lo, gak akan pernah mau buat ngerubah hidupnya!” Kesabaran Radeva sudah benar-benar terkuras saat itu juga, karena Radeya yang terus-menerus memojokkannya.

Entah apa yang sedang merasuki Radeya, bukan segera meminta maaf, dirinya justru hanya tersenyum dengan raut wajah yang sedikit meledek. “Lo benci sama gue? Lawak lo? Cuma gara-gara ini lo benci sama gue, Radeva? Gimana sama orang tuanya Nandara? Mereka kok nggak benci sama lo? Padahal dari apa yang diperbuat aja, apa yang lo lakuin jauh lebih pantes buat dibenci daripada apa yang tadi gue ucapin ke lo! Gue cuma ngomong apa adanya, dan omongan gue nggak akan bikin idup lo tiba-tiba berubah, kan? Sedangkan lo, dengan perbuatan sepele lo, lo udah bikin Nandara meninggal, Radeva Jevan, lo udah bikin mereka kehilangan anaknya,” celetuk Radeya panjang lebar, tanpa memikirkan konsekuensi atas ucapan barusan.

Setelah mendengar ucapan yang dilontarkan Radey, Radeva melangkah mundur dari hadapan Radeya dengan sekujur tubuhnya yang mendadak gemetar. “Bukan gue.... Bukan gue Radeyaaaaaa!!!!”

“Lo, Dev. Lo yang udah bikin Nandara pergi! LO!!” ungkap Radeya dengan lantang.

“Gara-gara lo! Gara-gara perbuatan lo, lo juga yang udah bikin Bunda jadi berubah! Setelah kejadian itu, lo ngebuat Bunda bener-bener jadi orang yang beda buat gue, buat Radiva! Lo harusnya sadar, sejak kita kecil fokus Bunda kebagi dua sama kerjaannya, Bunda cuma perhatian ke kita di sela-sela kesibukannya. Dan gue, Radiv, mungkin juga lo, udah bersyukur banget karena bisa dapet perhatian dari Bunda meskipun nggak sepenuhnya! Tapi setelah apa yang lo lakuin, setelah kejadian itu, BUNDA UDAH BENER-BENER NGURANGIN WAKTUNYA BUAT KITA, BUAT GUE, RADIV, JUGA LO. CUMA SEDIKIT DEV, SEDIKIT BANGET YANG BUNDA SISAIN, DAN SEBENERNYA ITU NGGAK CUKUP. GARA-GARA LO, GUE SAMA RADIV JADI KURANG PERHATIAN DARI BUNDA SELAMA LIMA TAHUN TERAKHIR INI! IYA GARA-GARA LO YANG HAMPIR BIKIN KARIR BUNDA HANCUR!” dengan keadaan sadar, Radeya benar-benar membahas kesalahan masa lalu Radeva.

“BUKAN GUE! BUKAN GUE YANG BIKIN NANDARA MENINGGAL! BUKAN GUEE RADEYA!!!!! PAAA BUKAN DEVAAA!!!” Teriak histeris Deva, tampaknya tidak akan terdengar oleh siapapun karena beriringan dengan suara hujan yang tiba-tiba semakin lebat.

“LO! LO RADEVA! LO YANG UDAH MUKUL NANDARA SAMPE IDUNGNYA BERDARAH! DAN LO JUGA YANG UDAH DORONG NANDARA DARI TEPI JALAN KE TENGAH JALAN! SAMPE AKHIRNYA DIA KETABRAK DAN KOMA! SAMPE DIMANA DUA BULAN KEMUDIAN DIA MENINGGAL! SEMUANYA GARA-GARA LO! LO YANG HARUSNYA DIBENCI, BUKAN GUE!”

Tanpa keduanya sadari, setelah apa yang baru saja diucapkan Radeya dengan lantang, Radiva muncul dari balik pintu belakang sebelah kanan. Tanpa tujuan yang jelas, Radiva berjalan menghampiri kedua kembarannya, dan

PLAKK

Tanpa ragu, Radiva melayangkan satu tamparan keras pada pipi Radeya, Kakak kembarnya.

“KAMU NGGAK PANTES NGOMONG KAYA GITU DI DEPAN RADEVA, RADEYA!” sentak Radiva, untuk pertama kalinya ia berani membentak kasar Radeya.

“Diem, Div. Bentar, lo nggak usah ikut campur! Ini masalah gue sama Radeva! Minggir, gue nggak mau lo kena imbasnya!” Radeya mencoba membuat Radiva menyingkir dari hadapannya.

“NGGAK!”

“MINGGIR RADIVA!” Sentak Radeya pada Radiv, terlihat Radey mengangkat telapak tangan kanannya tepat di samping wajah Radiva.

“APA? MAU BALES? TAMPAR SINI! TAMPAR AJA RADIV! AYO! BERANI GAK?!” jelas Radiva, tidak segan untuk menantang sang kakak kembar.

“KENAPA DIEM? AYO TAMPAR! RADEYA JOVAN AYO TAMPAR RADIV! PUKUL AYO!”

“Ahhh anjing!” gumam Radey, menurunkan telapak tangannya ke samping.

“IYA ANJING. KAMU ANJING! KAMU! RADEYA JOVAN!” Jelas Radiva tanpa basa-basi.

“Div?”

“KALO KAMU BISA NYAKITIN DEVA. RADIV JUGA BISA NYAKITIN KAMU!”

“Div! Cukup! Gue cuma ada urusan sama Deva! Bukan sama lo! Lo minggir!”

“URUSAN DEVA URUSAN RADIV JUGA! DAN KAMU NGGAK SEPANTASNYA NGOMONG KAYA TADI KE DEVA! KAMU DENGAN TERANG-TERANGAN NGEBUKA LUKA LAMA DEVA! DAN ITU NGGAK SEHARUSNYA TERJADI! NGGAK SEHARUSNYA TERJADI, APALAGI KAMU SENDIRI YANG BUKA LUKANYA!”

“LO MINGGIR RADIVA!”

“MINTA MAAF! RADEYA!”

“Div... Gue gapapa...” Radeva dengan suara yang gemetar dari arah belakang Radiv.

“Deva diemm.”

“DENGER NGGAK RADIV NYURUH APA? MINTA MAAF! NGGAK BISA?” Radiva kembali dengan nada suara kesal.

“GUE NGGAK SALAH APA-APA!”

Dengan tenaga yang cukup kuat, Radiv mendorong Radey hingga tersungkur pada rerumputan hijau halaman belakang. “Div, Radey...” ucap Deva khawatir.

“Radivv! Kenapa lo dorong gue?!” gerutu Radeya kesal.

“DEVA MASUK KAMAR, OBATIN LUKA LUTUTNYA!” pinta Radiv tiba-tiba.

“Tapi Div...”

“RADEVA DENGER NGGAK RADIV BILANG APA?!”

“Iiiyaa, gue masuk kamar, tapi lo?”

“MASUK SEKARANG JUGA!”

“LO NGGAK PERLU MASUK KAMAR! KABUR AJA DEV, KABUR! LO PALING BISA KAN KALO KABUR! PERGI TANPA PAMIT ANDALAN LO! PERGI SANA! NGGAK USAH LO BALIK LAGI KE RUMAH INI!” Celetuk Radeya tanpa pikir panjang, ucapannya benar-benar semakin membuat Radiva marah.

“Radiv bener-bener nggak nyangka sama kamu. Salah Deva apa sampe kamu kaya gini ke dia?” Radiva bertanya heran.

“LO NGGAK PERLU TAU RADIVA!”

Radiva lantas mengambil batu yang seukuran dengan satu kepalan tangannya, dan tanpa pikir panjang ia lembarkan batu tersebut pada akuarium kosong yang berada tepat di samping kiri Radeya

Crack!

Crangg!

Lantas akuarium tersebut retak, dan tidak lama kemudian pecah, kaca pun bertebaran tepat di samping Radeya.

“LO KENAPA RADIVA?!”

“KAMU YANG KENAPA RADEYA! KAMU! BUKAN RADIV!”

“LO KENAPA SAMPE MECAHIN AKUARIUM?!”

“ANGGEP AKUARIUM INI DEVA, ANGGEP BATU YANG BARUSAN RADIV LEMPAR INI UCAPAN KAMU. RADIV LEMPAR BATU KE AKUARIUM, AKUARIUM ITU RUSAK, ANCUR, BERANTAKAN? IYA, SAMA, SAMA KAYA PAS KAMU TADI NGELONTARIN PERKATAAN YANG NGGAK SEHARUSNYA KAMU UCAPIN KE DEVA, MENURUT KAMU APA YANG DEVA RASAIN SEKARANG? SAKIT DEY, HANCUR, BERANTAKAN! SEKARANG PIKIR SENDIRI, PIKIR GIMANA CARA KAMU BENERIN LAGI AKUARIUM INI? GIMANA CARA KAMU PERBAIKIN SEMUANYA?!”

NDA; pcr rj

Adu

Radeya kembali menarik napasnya dalam, setelah itu berusaha menegakkan kepalanya dan menatap tepat ke arah wajah Radeva. “GUE NGGAK BUTUH PENJELASAN LO DEV, GUE UDAH LIAT SEMUANYA! LO DEKET SAMA JEFAN! LO DEKET SAMA SELINGKUHAN BUNDA!” celetuk Radeya dengan nada tinggi.

“Hahaha, deket lo bilang? Iya deket, sebab lo cuma tau karena keliatannya aja, tanpa tau kebenarannya!” kesal Radeva menyanggah pernyataan Radeya.

Dan yang jadi beban pikiran gue sekarang, kenapa lo bisa tau, Dey?” Batin Radeva penasaran.

“TANPA LO JELASIN PUN, KEBENARAN ITU UDAH JELAS DI MATA GUE. NGGAK DEKET YANG DI MAKSUD LO ITU APA? SAMPE LO DIPELUK SAMA DIA? ITU YANG LO BILANG GAK DEKET?” Tanya Radey kembali dengan nada tingginya.

Radeva cukup kaget dengan pernyataan yang dilontarkan Radey, sampai-sampai Radey mengetahui jika Jefan memeluknya. “Lo? Sejak kapan lo liat gue sama Om Jefan, Dey? Sejak kapan lo tau Om Jefan?”

“APA LO BILANG? OM? OM JEFAN? WAH GAK HABIS PIKIR GUE SAMA LO.”

“Senggak sukanya gue sama dia, bukan berarti kesopanan gue harus diilangin, kan?” Radeva bertanya datar.

“Dan Dey, lo nyuruh gue balik buru-buru, sampe ngeanjing anjingin gue? Cuma buat ini? Cuma buat nuduh gue kalo gue deket sama Om Jefan? Tanpa lo gamau denger dulu penjelasan dari gue?” tambah Radeva pada Radey.

“Gue beneran nggak paham sama cara kerja otak lo, Dev. Di saat gue khawatir sama Papa, di saat gue masih nggak habis pikir sama kelakuan Bunda. Di saat itu juga, lo? Lo malah keliatan asik deket sama orang yang udah ngehancurin perasaan papa.”

Radeva menggelengkan kepalanya tidak percaya, benar-benar di luar dugaannya, Radeya malah semakin memojokkannya.

“Lo pikir gue nggak peduli sama perasaan Papa? Lo pikir gue nggak khawatir sama keadaan Papa setelah gue tau kalo ternyata selama beberapa bulan ke belakang papa nyari tau soal perselingkuhan Bunda? Lo pikir selama ini, selama gue tau apa yang Bunda lakuin di belakang Papa, gue diem aja? Gue damai damai aja? Gue ngikut alur aja? Nggak Dey! Gue stress! Gue usaha! Sekarang, gue lagi usaha buat bikin Om Jefan ngejauh dari Bunda! Buat bikin Bunda bisa lepasin Om Jefan! Lo tau gak gimana mikirnya gue sejak tau hal ini? Lo tau gak gimana gelisahnya gue karena jadi anak pertama yang tau soal ini? Lo tau gak? Gue belum cerita bukan berarti gue sengaja nyembunyiin ini semua dari lo! Dari Radiv! Enggak Dey! Gue lagi berusaha biar disaat lo tau kebenarannya dari gue, tepat setelah situasi Bunda yang udah nggak deket lagi sama Om Jefan, Bunda yang udah jauhin Om Jefan. Biar apa? Biar lo sama Radiv bisa lebih mudah maafin Bunda, gak terlalu benci sama Bunda! Biar lo sama Radiv cukup tau kalo Bunda pernah ngelakuin kesalahan tanpa lo berdua harus tau saat-saat dimana Bunda ngejalin hubungan sama Om Jefan! GUE CUMA MAU LO BERDUA TAU DISAAT BUNDA UDAH NYESEL SAMA PERBUATANNYA! SAMA APA YANG UDAH DIA LAKUIN DI BELAKANG PAPA! PUAS LO?!” Radeva dengan panjang lebarnya menjelaskan semuanya.

“Dan lo pikir? Bunda bakal nyesel sama perbuatannya? Kapan Dev? Kapan khayalan lo itu bakal terjadi? Kalo ternyata Bunda nggak mau ninggalin laki-laki itu, secara nggak langsung lo bakal terus sembunyiin rahasia ini dari gue, kan? Lo nggak akan pernah kasih tau gue, kan?

“Iya! Gue nggak akan pernah kasih tau lo! Nggak akan pernah, sampe usaha gue buat misahin mereka berdua tercapai! Tapi bukan berarti lo nggak bakal tau lebih cepet, Dey! Masih ada Papa! Cepat atau lambat Papa pasti bakal kasih tau kita bertiga! Gue yakin Papa juga lagi cari waktu yang tepat! Asal lo tau, gue tau hal ini tanpa sepengetahuan Papa! Karena gue yakin, kalo gue tau soal ini, Papa pasti bakal minta gue buat diem, buat nggak bertindak apa-apa! Dan gue nggak suka itu! Dey! Karena lo sekarang udah tau, cukup! Cukup lo bantu gue cari cara buat misahin Bunda sama Om Jefan! Sekarang, sekarang bukan waktunya lo cari-cari kesalahan gue, begitu pun sebaliknya, karena kita berdua sama-sama nyembunyiin ini satu sama lain. Lo, juga gue, sekarang sama-sama tau soal ini! Pada dasarnya lo, gue, sama-sama nutupin buat nggak bikin sakit ke orang yang belum tau, gue tau kalo lo juga berusaha buat nggak bikin gue sama Radiv sedih, begitu pun gue.”

“Iya, okee Dev, gue akuin kalo kita sama-sama nutupin hal ini. Gue yang baru nutupin ini dari lo, dan lo yang udah lama nutupin ini dari gue. Tapi cara gue sama lo tetep beda, Dev. Gue bertindak di bawah pengawasan Papa, Papa tau kalo gue tau. Sedangkan lo? Lo bertindak sendirian, tanpa sepengetahuan Papa. Lo bertindak seakan-akan lo bakal bisa nyelesain semuanya, lo bertindak seakan-akan lo bakal bisa memperbaiki semuanya, sendirian. Oke kalo emang kenyataannya lo deket sama Jefan karena tujuan tertentu, oke gue coba percaya. Tapi gimana sama Papa? Apa Papa bakal suka dengan tindakan lo itu? Apa Papa bakal suka ngeliat anaknya deket sama orang yang lagi ngejalin hubungan sama istrinya? Meskipun itu cuma pura-pura? Nggak Dev, Papa bakal kecewa! Papa bakal kecewa sama tindakan gegabah lo itu! Lo malah bikin sakit Papa Dev! Paham gak?!” Radeya dengan panjang lebar menanggapi penjelasan Radeva.

NDA;



Adu

Radeya kembali menarik napasnya dalam, setelah itu berusaha menegakkan kepalanya dan menatap tepat ke arah wajah Radeva. “GUE NGGAK BUTUH PENJELASAN LO DEV, GUE UDAH LIAT SEMUANYA! LO DEKET SAMA JEFAN! LO DEKET SAMA SELINGKUHAN BUNDA!” celetuk Radeya dengan nada tinggi.

“Hahaha, deket lo bilang? Iya deket, sebab lo cuma tau karena keliatannya aja, tanpa tau kebenarannya!” kesal Radeva menyanggah pernyataan Radeya.

Dan yang jadi beban pikiran gue sekarang, kenapa lo bisa tau, Dey?” Batin Radeva penasaran.

“TANPA LO JELASIN PUN, KEBENARAN ITU UDAH JELAS DI MATA GUE. NGGAK DEKET YANG DI MAKSUD LO ITU APA? SAMPE LO DIPELUK SAMA DIA? ITU YANG LO BILANG GAK DEKET?” Tanya Radey kembali dengan nada tingginya.

Radeva cukup kaget dengan pernyataan yang dilontarkan Radey, sampai-sampai Radey mengetahui jika Jefan memeluknya. “Lo? Sejak kapan lo liat gue sama Om Jefan, Dey? Sejak kapan lo tau Om Jefan?”

“APA LO BILANG? OM? OM JEFAN? WAH GAK HABIS PIKIR GUE SAMA LO.”

“Senggak sukanya gue sama dia, bukan berarti kesopanan gue harus diilangin, kan?” Radeva bertanya datar.

“Dan Dey, lo nyuruh gue balik buru-buru, sampe ngeanjing anjingin gue? Cuma buat ini? Cuma buat nuduh gue kalo gue deket sama Om Jefan? Tanpa lo gamau denger dulu penjelasan dari gue?” tambah Radeva pada Radey.

“Gue beneran nggak paham sama cara kerja otak lo, Dev. Di saat gue khawatir sama Papa, di saat gue masih nggak habis pikir sama kelakuan Bunda. Di saat itu juga, lo? Lo malah keliatan asik deket sama orang yang udah ngehancurin perasaan papa.”

Radeva menggelengkan kepalanya tidak percaya, benar-benar di luar dugaannya, Radeya malah semakin memojokkannya.

“Lo pikir gue nggak peduli sama perasaan Papa? Lo pikir gue nggak khawatir sama keadaan Papa setelah gue tau kalo ternyata selama beberapa bulan ke belakang papa nyari tau soal perselingkuhan Bunda? Lo pikir selama ini, selama gue tau apa yang Bunda lakuin di belakang Papa, gue diem aja? Gue damai damai aja? Gue ngikut alur aja? Nggak Dey! Gue stress! Gue usaha! Sekarang, gue lagi usaha buat bikin Om Jefan ngejauh dari Bunda! Buat bikin Bunda bisa lepasin Om Jefan! Lo tau gak gimana mikirnya gue sejak tau hal ini? Lo tau gak gimana gelisahnya gue karena jadi anak pertama yang tau soal ini? Lo tau gak? Gue belum cerita bukan berarti gue sengaja nyembunyiin ini semua dari lo! Dari Radiv! Enggak Dey! Gue lagi berusaha biar disaat lo tau kebenarannya dari gue, tepat setelah situasi Bunda yang udah nggak deket lagi sama Om Jefan, Bunda yang udah jauhin Om Jefan. Biar apa? Biar lo sama Radiv bisa lebih mudah maafin Bunda, gak terlalu benci sama Bunda! Biar lo sama Radiv cukup tau kalo Bunda pernah ngelakuin kesalahan tanpa lo berdua harus tau saat-saat dimana Bunda ngejalin hubungan sama Om Jefan! GUE CUMA MAU LO BERDUA TAU DISAAT BUNDA UDAH NYESEL SAMA PERBUATANNYA! SAMA APA YANG UDAH DIA LAKUIN DI BELAKANG PAPA! PUAS LO?!” Radeva dengan panjang lebarnya menjelaskan semuanya.

“Dan lo pikir? Bunda bakal nyesel sama perbuatannya? Kapan Dev? Kapan khayalan lo itu bakal terjadi? Kalo ternyata Bunda nggak mau ninggalin laki-laki itu, secara nggak langsung lo bakal terus sembunyiin rahasia ini dari gue, kan? Lo nggak akan pernah kasih tau gue, kan?

“Iya! Gue nggak akan pernah kasih tau lo! Nggak akan pernah, sampe usaha gue buat misahin mereka berdua tercapai! Tapi bukan berarti lo nggak bakal tau lebih cepet, Dey! Masih ada Papa! Cepat atau lambat Papa pasti bakal kasih tau kita bertiga! Gue yakin Papa juga lagi cari waktu yang tepat! Asal lo tau, gue tau hal ini tanpa sepengetahuan Papa! Karena gue yakin, kalo gue tau soal ini, Papa pasti bakal minta gue buat diem, buat nggak bertindak apa-apa! Dan gue nggak suka itu! Dey! Karena lo sekarang udah tau, cukup! Cukup lo bantu gue cari cara buat misahin Bunda sama Om Jefan! Sekarang, sekarang bukan waktunya lo cari-cari kesalahan gue, begitu pun sebaliknya, karena kita berdua sama-sama nyembunyiin ini satu sama lain. Lo, juga gue, sekarang sama-sama tau soal ini! Pada dasarnya lo, gue, sama-sama nutupin buat nggak bikin sakit ke orang yang belum tau, gue tau kalo lo juga berusaha buat nggak bikin gue sama Radiv sedih, begitu pun gue.”

“Iya, okee Dev, gue akuin kalo kita sama-sama nutupin hal ini. Gue yang baru nutupin ini dari lo, dan lo yang udah lama nutupin ini dari gue. Tapi cara gue sama lo tetep beda, Dev. Gue bertindak di bawah pengawasan Papa, Papa tau kalo gue tau. Sedangkan lo? Lo bertindak sendirian, tanpa sepengetahuan Papa. Lo bertindak seakan-akan lo bakal bisa nyelesain semuanya, lo bertindak seakan-akan lo bakal bisa memperbaiki semuanya, sendirian. Oke kalo emang kenyataannya lo deket sama Jefan karena tujuan tertentu, oke gue coba percaya. Tapi gimana sama Papa? Apa Papa bakal suka dengan tindakan lo itu? Apa Papa bakal suka ngeliat anaknya deket sama orang yang lagi ngejalin hubungan sama istrinya? Meskipun itu cuma pura-pura? Nggak Dev, Papa bakal kecewa! Papa bakal kecewa sama tindakan gegabah lo itu! Lo malah bikin sakit Papa Dev! Paham gak?!” Radeya dengan panjang lebar menanggapi penjelasan Radeva.

NDA;



pusing gak dik? Kl pusing jgn lanjut rill inimah, soalnya makin gjls, tkt km menyesal.