write.as

You're On My Heart Just Like A Tattoo Akhirnya Mingyu memutuskan untuk kembali ke ruang tatto dimana ada Wonwoo yang tengah duduk, bersiap untuk mendapatkan sebuah ukiran di tubuhnya, tepatnya di bagian samping tulang rusuknya. Muka Mingyu masih ditekuk. Tapi Wonwoo menyambut tangannya untuk dia genggam. Sebelumnya, tugas Jun yang menggenggam tangan tersebut. Meskipun Jun terheran mengapa ia harus segugup itu. Tapi bagaimanapun ini adalah kali pertama, dan kenekatan pertama seumur hidup Wonwoo untuk mentato bagian tubuhnya. "Liat, tremornya lumayan ya", sambil melepas perlahan dari genggaman Jun dan menunjukkan lima jari kanannya yang sedang bergetar ke arah Mingyu. Mingyu tidak merespon apapun. Namun tangan tremor Wonwoo ia raih lalu genggam dengan erat dan ia elus lembut sesekali. Kemudian Hao duduk di posisi sebelah Wonwoo untuk memulai eksekusi yang Mingyu belum tau bentuk apa yang akan digambar Hao. Iya masih banyak terdiam sembari menyimak gerakan perlahan Hao. Bukan ia meragukan skill Hao, ia tau Hao telah merintis bisnis ini bertahun-tahun dan sudah lihai di bidangnya. Namun ini Wonwoo, pokoknya ini Wonwoo. Semua hal yang wajar menjadi tidak begitu wajar when it comes to his Wonwoo. Yes, you read it right. HIS WONWOO, NOW GO FIND YOUR OWN WONWOO. Oke, sorry. Back to the story. Untuk beberapa momen Mingyu hanya menyimak Hao mengukir sebuah tulisan yang belum jelas ia ketahui apa sambil berbincang basa-basi dengan Jun dan Wonwoo. Sesekali ia melihat Wonwoo yang sedikit mengernyitkan dahi, merasakan sengatan jarum tato, mengulum bibirnya tanda ia merasakan sakit, dan Mingyu hanya bs mengelus tangannya lebih erat. "Sakit kan? Udahan aja ya?", Kata Mingyu berusaha bernegosiasi dengan keputusan gila Wonwoo yang ia harap masih ada jalan keluarnya. "Ya jelek dong klo separo begini, sabar napa", kata Hao yang merespon sambil menghentikan prosesnya sejenak. Mingyu hanya melemparkan tatapan sinis dan kembali terdiam. Sambil ia menyimak lekuk tubuh Wonwoo, yang putih dan terjaga bentuknya. Yang sebentar lagi harus ada ornamen kecil menyempil di bagian samping tulang rusuknya. "Kayanya pain tolerance lo rendah ya Nu?", Kata Jun yang menyimak ekspresi temannya. "Daritadi kesakitan mulu? Apa manja karena ada Mingyu nehh?", Ledek Jun kepada sahabatnya. "Boleh jitak ga, Hao?", Kata Wonwoo meminta izin ke Hao. "Jitak aja, mau dipinjemin alat ga biar lebih sakit?" Jujur, Mingyu lebih memilih Wonwoo berpura-pura sakit dibandingkan ia benar-benar kesakitan. Tapi ia harus bersabar karena rasanya dua puluh menit berlalu melihat Wonwoo kesakitan seperti ini rasanya seperti dua puluh jam. "Tegang amat sih mukanya? Yang di tato juga siapa?" , Kata Wonwoo kali ini akhirnya mengajak ngobrol si Tali Jiwa-nya. Tapi Mingyu lagi-lagi hanya melemparkan tatapan sinis dengan ledekan Wonwoo. Setelah 45 menit proses Hao mengukir tulisan (yang Mingyu sadari ternyata itu tulisan bukan gambar), akhirnya Hao membereskan peralatannya sambil memberikan beberapa instruksi after care untuk tatto ini. "Sampe rumah nanti ini udh bisa dilepas kok bandagenya. Kalo udah 2 jam. Inget ya, kalo ada gatel-gatel yang parah banget rasanya, call gue, atau bisa langsung dateng kesini buat dicek. Biasanya kalau iritasi begitu kita rekomenin produk yang lebih gentle. Atau kalo emang kulit lu cenderung sensitif langsung aja beli yg gentle ya Nu", jelas Hao. Dan tidak lama setelahnya mereka berpamitan. "Mau dianter pulang apa gimana?", Tanya Mingyu yang sudah siap menggenggam kemudi mobilnya. "Kan tadi katanya boleh pulang ke rumah lu?" "Emang udah bawa baju kerja buat besok?" "Udah" "Oke, kabarin Ambu jangan lupa" "Iya Guu" Tidak seperti ekspektasi Wonwoo yang membayangkan Mingyu akan memarahinya, Mingyu hanya fokus pada kemudi dan membawa mereka ke rumah Mingyu. Bagaimana tidak? Muka lemas Wonwoo masih jelas terbaca, mana mungkin Mingyu tega untuk mengomelinya lebih jauh? Toh tato tersebut sudah jelas terukir di tubuh Wonwoo. Yang belum sempat Mingyu lihat dengan jelas karena masih kesal. Sesampainya di rumah Mingyu, mereka disambut oleh hidangan Somay Bandung kesukaan Wonwoo yang sudah disediakan Rowoon. Namun bukannya menyantapnya ia malah meminta izin ke Mingyu untuk istirahat di kamarnya. "Mau dibawain kesini aja ga somaynya?", Tanya Mingyu sambil membereskan beberapa barangnya di kasur, menyediakan tempat yang luas untuk Wonwoo berbaring. "Gausah, Gu. Nanti aja kalo laper" "Biasanya ga pernah skip somay kesayangan" "Iya tapi sakitnya bikin ilang rasa deh" "Yaudah mau istirahat dulu? Gue tinggal ya?" "Ih bentar, Gu, bantuin dulu kan kata Hao udah bisa dilepas bandagenya" "Yakali gue yang lepas, Won?" "Emang kenapa?" "Gue ngeri Wonwoo..ga kebayang itu perihnya" "Lebay banget?" "Bilang sana sama yang daritadi gigitin bibir bawah karena kesakitan" "Ya makanya bantuin lepas ya Gu, pelan-pelan" "Yaudah sini" Pasrah Mingyu. Sembari merasa kesal mengapa giliran hal-hal yang tidak ia sukai, Wonwoo malah meminta dirinya untuk menemani. Padahal bisa ke Seulgi untuk menemani. Lalu Mingyu melihat Wonwoo perlahan melepaskan pakaian atasannya agar Mingyu dapat membantu melepas bandagenya. Dan Mingyu seketika berfikir, lebih baik dia yang membantunya. Sepertinya dia tidak ikhlas membiarkan Seulgi yang membantu Wonwoo. Membayangkannya saja bikin kesal. Mingyu perlahan melepas bandage sembari memperhatikan tulisan apa yang terukir di tubuh Wonwoo. Sampai akhirnya ia dapat melihat kata tersebut dengan sempurna dan bertuliskan: BITTERSWEET. "Bittersweet?", Tanya Mingyu masih belum paham dengan kata tersebut. Mingyu pikir akan langsung paham kata yang dipilih Wonwoo. Namun ia salah. Makna apa yang ada di balik pilihan kata Wonwoo tersebut. "Iya" "Ga pake "by Najla"?", Kata Mingyu. Lalu mendapatkan cubitan di hidungnya. "Kenapa Bittersweet??" "Pengen aja" "Bikin ginian pengen aja? Udah itu doang?" Wonwoo mulai merasakan merinding ketika Mingyu menanyakan hal tersebut dengan nada yang tinggi. "Kurang-kurangin deh Won ngide-ngide kaya gitu lagi" "Gu, sebenernya kenapa sih galak banget soal ini?" "Ga suka Wonwoo!!" "Ga suka gue?" "Bukan" "Terus?" "Ga suka soalnya itu kan nyakitin lu" "Igu gamau Nonu Sakit?" "Gausah sok imut", kata Mingyu sambil mencubit bibir Wonwoo. Tapi terlihat Wonwoo yang tidak keberatan dan cenderung senang bisa menggoda Mingyu. "Serius gue Won, ga suka. Gausah lagi ya?", Kata Mingyu memohon dengan manja. "Tergantung" "Ck ah" "Ya kalo nemuin suatu makna baru ya bikin lagi biar keren" "Bittersweet gitu doang keren emang??" "Keren lah.." Padahal biasa aja. Mingyu masih belum mengerti mengapa harus bittersweet. Sampai akhirnya Wonwoo menyerah dan memutuskan untuk menjelaskan. "Bittersweet itu disini maksudnya sesuatu yg pahit jg tetep manis. Jadi ya maksudnya kebersamaan gue sama lo walaupun pahit tapi juga tetep kerasa manisnya" "Kebersamaan sama gue?" Wonwoo hanya senyum, Mingyu rasanya ingin langsung menerkamnya namun ia urungkan niat tersebut sampai ia mendapatkan penjelasan dari Wonwoo. "Maksudnya gimana Won?" "Ya itu maksudnya, kenapa harus diperjelas lagi?" Mingyu hanya menatap mata Wonwoo dengan lekat, berharap mendapatkan penjelasan lebih dari Tali Jiwa-nya. "Mau tidur ah" "Ih bentar dulu" "Awww Igu sakiitt ihh", keluh Wonwoo yang merasa kesakitan ketika Mingyu mencoba menarik kasar tangannya dan membuat bekas tatonya ketarik dan terasa pedih. "Eh maaf Won, yah yah yah, sakit banget kah?" "Sakit, lu tidurnya sebelah situ deh, biar ga kena tatonya" "Iya iya, yaudah istirahat meng" "Ga galak-galak lagi kan pas tau artinya?" "Masih galak sebenernya" "Susah banget ngebaikin lo, ada aja sebulan sekali ngambeknya" "Ya makanya jangan aneh-aneh" "Yaudah jangan galak-galak lagi" "Cium dulu", kata Mingyu, menantang sambil menunjuk bibirnya. Tanpa Mingyu bayangkan ternyata bibir Wonwoo sudah mendarat di bibirnya. Mengecup lembut sebentar sebelum akhirnya duduk di posisi semula. "WONWOO!!!", teriak Mingyu hingga membuat Wonwo menutup mulutnya dengan telapak tangannya. "Berisik Mingyu!!", Mingyu melepas tangan Wonwoo dari mulutnya untuk berbicara. "Lu kenapa sih belakangan ini ada aja kelakuannya?" "Ga boleh ya?" "GA BOLEH LAH GILA LO??!?" "ya, maaf gu, sorry ya, dihapus deh nih jejaknya", kata Wonwoo sambil mengusap bibir Mingyu yang tadi ia kecup. "Ih bukan ga boleh begitu, maksudnya ga boleh kalo lo terus yang mulai!" "Ya kalo lo yang mulai bahaya lah, tega lu sama Nayeon" "Ya lo juga sama aja Won, Seulgi gimana?" "Gue aman, makanya gue lakuin" "Maksudnya?" "Maksudnya ngantuk, makanya tadi ngelantur nyium lu. Udah ah gue bobo ya", kata Wonwoo sambil menyelimuti dirinya, membaringkan badannya dan membelakangi Mingyu yang masih berfikir. "Won gue belum kelar" Dan Wonwoo tidak merespon hingga Mingyu menyerah untuk membujuknya. Keesokan paginya, Wonwoo yang bangun duluan segera bersiap-siap untuk berangkat kerja. Mengecek beberapa pekerjaan melalui email sebelum berangkat, ia duduk di meja kerja Mingyu. Setelah beberapa email ia cek, matanya menelusuri meja kerja Mingyu yang sudah lama tidak ia amati. Satu yang ia ingat, tidak ada lagi foto Mingyu dan Nayeon di meja tersebut. Padahal Wonwoo senang sekali melihat foto tersebut. Melihat bahagianya Mingyu. Namun kini sudah tergantikan dengan foto Mingyu dan..dirinya? Foto pertama sejak mereka tahu bahwa mereka Tali Jiwa satu sama lain. Wonwoo tersenyum tipis mengingat betapa polosnya mereka dahulu. Sama-sama belum mengetahui harus bagaimana mencerna Tali Jiwa satu sama lain. Sekilas ia berfikir mengenai Rowoon yang sebentar lagi menikah dengan Tali Jiwanya yang masih seumuran Ican. Untung saja Ican belum langsung ingin melihat Nabdanya. Senyum Wonwoo seketika pudar ketika ada buku kecil di meja dengan lambang Garuda dan membuka ke dalam buku tersebut dan terdapat visa kerja atas nama Kim Mingyu. Ketika Wonwoo ingin melihat lebih detail, sebuah tangan yang lebih besar meraih pasport miliknya dan memegangnya. Menaruh kembali di meja tanpa mengizinkan Wonwoo untuk melihatnya lebih jauh. "Udah sarapan belum? Mau sarapan apa?", Kata Mingyu tanpa membahas tentang pasport tersebut. "Visa kerja, Gu? Lo mau kemana?", Tanya Wonwoo pelan, namun terdengar seperti ada nafas yang tertahan ketika ia bertanya hal tersebut. "Kapan-kapan aja ya ceritanya, sekarang siap-siap kerja nanti telat" "Lo mau kemana?", Mingyu tertegun dengan tatapan dalam dari Wonwoo. "Jawab Kim Mingyu lo mau kemana??" "Won, bahasnya jangan sambil begini ya, bahas yang enak biar sama-sama legowo" "Sama-sama legowo gimana sih? Yang mau pergi lo, yang ditinggal gue, gimana sama-sama legowonya??!?" Mingyu menjadi terdiam dengan nada bicara Wonwoo yang semakin meninggi, berharap ia dapat menenangkan Wonwoo. Mingyu mencoba mendekatkan diri dan meraih tangannya namun Wonwoo mengelak, tanda penolakan yang membuat Mingyu bersedih, menyadari Wonwoo yang ini tidak akan suka apapun yang akan ia jelaskan soal kepergiannya. "Lo sebenernya mau nikah ga sih sama gue?" "Ya mau lah Won, sejak kapan sih gue terlihat seperti nolak Nabda kita?" "Terus kenapa lo malah mau ninggalin gue???!?!? Bisa-bisanya lo mau pergi jauh dan lama tanpa diskusiin dulu ke gue? Gue segitu ga pentingnya apa gimana sih??!?", Mingyu mendengar suara Wonwoo yang bergetar, please Won jangan nangis.. "Ya kan lo masih ada Seulgi Won, jadi gue pergi dulu, nanti juga balik" "GUE UDAH PUTUS SAMA SEULGI!!", Kata Wonwoo sambil melangkah menjauh dari Mingyu. Mengambil seluruh barang-barangnya dan bersiap pergi. "Silahkan kalo lo mau pergi!! Dan ga usah lo balik lagi!!", Kata Wonwoo sebelum keluar dari kamar Mingyu dan meninggalkan Mingyu tertegun sendiri di kamarnya.