write.as

— Bokuaka alternative universe—

Half Hearted

“ The fighting is done. And nobody’s won.”

————————————————————

Akaashi menatap layar handphone-nya, kembali membaca berulang kali pesan terakhir yang masuk. Berapa kalipun dia membaca rasanya tidak percaya.

Bokuto send a message Kita udahan aja ya Kei.

Begitu. Singkat, jelas dan menyakitkan. Semalam masih baik-baik saja, semalam bahkan Bokuto masih menginap di apartemen Akaashi, semalam Bokuto masih tidur dalam posisi memeluknya sangat erat.

Akaashi bingung apa maksudnya kesayangannya itu. Apa Akaashi bikin salah? Atau ada masalah di hubungan mereka? Karena seingat Akaashi selama ini mereka baik-baik saja.

Akaashi menelfon Bokuto. Berniat mengajaknya ketemu untuk meminta penjelasan. Kalau memang harus selesai setidaknya Akaashi harus tahu alasannya. Lima tahun bukan waktu yang singkat menjalin hubungan bukan?

Akaashi menunggu di lobi apartemennya. Sudah lima belas menit berlalu tetapi Bokuto-nya belum menunjukkan tanda-tanda kehadiran.

“Kei,” panggil seseorang yang Akaashi tahu pasti itu Bokuto.

“Maksudnya apa?”

“Ya, kayak yang aku bilang kita udahan.”

“Kenapa? Alesannya? Kita kenapa? Semalem kamu masih baik baik aja kak, jangan bercanda.”

“Kamu lihat aku bercanda? Engga Kei.”

“Ya terus kenapa? Kasih aku alesan kenapa kita harus selesai?”

“Aku udah gak bisa lagi. Kembang api nya gak semeriah lima tahun lalu, aku takut makin kita lanjut makin pudar dan yang ada aku bohong terus sama kamu. Kamu pernah bilang kan, harus kasih tau kalau udah berubah rasanya, kita udah nggak kayak dulu Kei.”

Akaashi terdiam. Pertama karena Akaashi sedih, karna hubungannya kali ini benar-benar di ujung kehancuran. Tapi alesan lainnya adalah Bokuto benar. Karena sejujurnya Akaashi juga merasakan kalau kembang apinya tidak semeriah lima tahun lalu. Akaashi kira dia cuman jenuh aja nanti akan balik lagi ternyata Bokuto merasakan yang sama.

“Kei?” panggil Bokuto menyadarkan Akaashi, lalu di raih tangannya dan di genggamnya. “Maaf Kei, maaf aku gak bisa nepatin janji untuk selamanya sama kamu, maaf kalu akhirnya harus begini.”

“Kak, kamu gak salah. Kita sama sama sibuk belakangan ini, dan aku juga ngerasa yang sama tapi aku denial. Maaf kak, aku juga minta maaf,” kata Akaashi sambil menangis.

Bokuto memeluk Akaashi. “Hei, jangan nangis, kita keluar dulu aja dari nyamannya kita masing-masing, kalau emang udah jalannya pasti akan ketemu lagi kok. Kita tetep temenan ya Kei?”

Akaashi nggak sanggup lagi buat membalas ucapan Bokuto dan hanya menjawab dengan anggukan.

But something went wrong. Like our colors faded. Can you feel it in the air? And in the way you're staring.